• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH EKONOMI

MAKALAH EKONOMI

PEMBANGUNAN

PEMBANGUNAN

PERANAN DAN PENGARUH SUMBER DAYA MANUSIA

PERANAN DAN PENGARUH SUMBER DAYA MANUSIA

TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DI SUSUN OLEH:

DI SUSUN OLEH:

WAKIK SUWANDI

WAKIK SUWANDI

 NIM

 NIM:111

:1110412

0412036

036

JURUSAN MANAJEMEN

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS

UNIVERSITAS MUHAM

MUHAMMADIYAH

MADIYAH

JEMBER 

JEMBER 

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertaidengan perubahan

fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara.

Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi

(economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan

kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan  pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi

apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih  bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat

 perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.

1. Tujuan Penulisan

Supaya mahasiswa dapat lebih memahami terhadap situasi ekonomi yang mana sekarang menjadi topik hangat dan dilema luar biasa bagi seluruh dunia. Paling tidak mahasiswa dapat memecahkan masalah kecil yang berhubungan dengan rencana pembangunan di negara kita. Diharapkan pula makalah ini dapat menjadi acuan belajar dalam mempelajari permasalahan ekonomi.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penulis mencoba membuat

identifikasi permasalahan terhadap penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai  berikut :

1. Apa saja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009?

(3)

BAB II

PEMBAHASAN 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009

Reformasi sistem politik di Indonesia baik yang bersifat kelembagaan maupun perundangan memunculkan model perencanaan dan kebijakan

 pembangunan nasional yang baru mengantikan model perencanaan dan kebijakan lama. Muara dari reformasi ini adalah keinginan untuk melakukan perbaikan- perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang timbul dari praktik perencanaan  pembangunan maupun kebijakan pembangunan yang sebelumnya pernah

diterapkan demi pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat sebagaimana di amanatkan oleh konstitusi.

Dalam konteks ini, Pemerintah dan DPR menyepakati pengundangan UU

 Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai landasan bagi proses perumusan program pembangunan baik dalam jangka

 panjang, menengah maupun tahunan. Berkaitan dengan program pembangunan  jangka menengah, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004-2009 sebagai pedoman bagi penyusunan rencana kerja tahunan pemerintah.

Secara singkat, model dan alur perencanaan pembangunan sebagaimana

diatur dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan  Nasional dalam dijelaskan dalam diagram berikut ini.

Sejalan dengan amandemen UUD 1945 ketiga tahun 2001, Majelis

Permusyawaratan Rakyat tidak lagi memegang kedaulatan negara tertinggi. Selain itu, MPR juga tidak lagi memiliki kewajiban untuk menetapkan GBHN.

Dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hingga

amandemen keempat, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu:

Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

Ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman  penyusunan rencana pembangunan nasional; dan

Diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemilihan presiden secara langsung sebagai hasil perubahan UUD 45 dan ditiadakannya GBHN sebagai pedoman Presiden untuk menyusun rencana

(4)

 pembangunan serta pemberlakuan UU Nomor 32 tahun 2004, sebagai amandemen UU Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang memungkinkan  penyelenggaraan otonomi daerah dengan kewenangan yang lebih luas, nyata dan  bertanggung jawab kepada Daerah menjadi landasan perlunya sistem perencanaan  pembangunan nasional. Pemberian kewenangan yang luas kepada Daerah juga

membawa konsekuensi diperlukannya langkah koordinasi dan pengaturan untuk  lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah, maupun pembangunan antar daerah. Untuk  menjawab kebutuhan-kebutuhan diatas, pada tanggal 5 Oktober 2004 Pemerintah dengan persetujuan DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 25

tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Melalui UU  Nomor 25 tahun 2004, bangsa Indonesia memasuki era baru dalam sejarah  pembangunan nasional untuk menjamin kegiatan pembangunan yang berjalan

secara efektif, efisien, dan bersasaran dalam rangka mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanahkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk. Jumlah penduduk  Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, meskipun laju pertumbuhannya dapat dikendalikan sehingga semakin menurun. Berdasarkan hasil Sensus

Penduduk (SP) 1990 dan 2000, jumlah penduduk Indonesia 179,4 juta jiwa dan 206,3 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun pada  periode 1990-2000, lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode

1980-1990 (1,97 persen). Meskipun telah terjadi penurunan pertumbuhan penduduk  karena menurunnya angka kelahiran, namun secara absolut pertambahan

 penduduk Indonesia masih:akan meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun. Hal ini disebabkan belum terkendalinya angka kelahiran pada tahun 1970- an, sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk pasangan usia subur yang relatif  lebih cepat dibanding kelompok usia sebelumnya, atau timbulnya momentum kependudukan.

Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk. Faktor utama yang

mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1971, angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) diperkirakan 5,6 anak per wanita usia reproduksi, dan saat ini telah turun lebih 50  persen menjadi 2,6 anak per wanita (Survei Demografl dan Kesehatan Indonesia-SDKI 2002-2003). Penurunan TFR antara lain karena meningkatnya penggunaan alat dan obat kontrasepsi (prevalensi) pada pasangan usia subur pada tahun 1980-an. Pada tahun 1971, angka prevalensi penggunaan kontrasepsi kurang dari 5  persen, tahun 1980 meningkat menjadi 26 persen, tahun 1987 menjadi 48 persen,

tahun 1997 menjadi 57 persen, dan tahun 2002 sebesar 60 persen (SDKI 2002-2003).

2. SDM Indonesia dalam Persaingan Global

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam

(5)

memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan.

Adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.

Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar  92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar  87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open

unemployment Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.

sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan  perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan

tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan  perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran

sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000

orang.

Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya

 perguruan tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam

menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa. Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan

selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi.

Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk 

kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk  sektor pendidikan—tidak lebih dari 12% -- pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap  perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat

maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base).

Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang

tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak   bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan

(6)

kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan  pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk 

memenuhi kebutuhan pasar kerja.

Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di

seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi  persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).

Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang akan dihadapi bangsa

Indonesia antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Produksi, di mana  perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi

menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif   bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha

dan politik yang kondusif.

Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh  pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun

langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam

memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas  jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT

(build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara.

Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja

dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau buruh

diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.

Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat

mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan

komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai  belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka Bento,

(7)

Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan  perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan, transaksi

menjadi semakin cepat karena “less papers/documents” dalam perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang semakin canggih. Dengan kegiatan bisnis korporasi (bisnis corporate) di atas dapat dikatakan

 bahwa globalisasi mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara (cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows), pergerakan tenaga kerja (human movement) dan  penyebaran teknologi informasi yang cepat. Sehingga secara sederhana dapat

dikemukakan bahwa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan manusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di Indonesia. Kekuatan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan strategi usaha

Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu

kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak  akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor  dapat mengancam posisi pasar domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang  bersaing, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang

desisif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya

meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk  Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian.

 berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi,

Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi

 pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok  dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan

kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab  bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul  baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental, sehingga dapat

menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan

kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor   penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan.

(8)

Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah  bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era

sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik  melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan tolok ukur kualitatif pendidikan.

Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of  human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak  konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan  begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya

kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi. Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar  yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di sinilah dapat disadari  bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi  politik yang diciptakan pemerintah.

Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bang sa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struktural seperti telah diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk mempertahankan kekuasaan.

Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum

mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia

kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi.

Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan.

Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan

terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan

(9)

sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi  bukannya terselesaikannya masalah-masalah social ekonomi seperti kemiskinan,  pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan

ketergantungan kepada negara maju.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang

mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum ditunjang oleh kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya  berbasis sumberdaya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau

strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pengulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar  negeri, teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut. Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi

wilayah yang strategis (geo strategis), yakni sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat

sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang terjadi adalah sumber  kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak   berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke

luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.

Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan

mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan  bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun

terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan  penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan

menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.

Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber  daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.

(10)

Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti

kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal

 penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).

Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan  pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas  penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.

Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah  bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk 

menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Faktor  nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan  politik, dan sistem yang berkembang dan berlaku

Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti

kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal

 penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).

Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan  pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas  penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.

Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah  bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk 

menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Faktor  nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan  politik, dan sistem yang berkembang dan berlaku.

(11)

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan jika tidak didukung sumber daya manusia yang

memadai. Sebaliknya, pembangunan kualitas sumber daya manusia juga tidak akan tercapai tanpa dukungan pertumbuhan ekonomi. Demikian pula pertumbuhan ekonomi dan pembangunan

kualitas sumber daya manusia.

Segitiga pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial, pengendalian

 pertumbuhan penduduk, serta lingkungan hidup harus dikelola pemerintah secara  bersama-sama dan terintegrasi.

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan kerja yang bertujuan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia agar memiliki

Gambar 1.2 Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan Sumber Daya Alam, Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Kualitas Sumberdaya

Jika pembangunan ekonomi dilandaskan pada faktor sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sesuai dengan kondisi alam Manggarai Barat, maka hasil pembangunan sudah pasti

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pemerintah mengalokasikan pengeluaran pada sektor pendidikan dan kesehatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan

Visi misi pembangunan ekonomi Indonesia tersebut telah sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menyerasikan sumber daya alam dan manusia dalam pembangunan

Mata kuliah ini mempelajari konsep dasar Ekonomi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang mengupas tentang Peranan Sumber Daya Alam dalam Pembangunan

Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi daerah, karena daya tarik, kerativitas atau daya tahan kegiatan ekonomi dunia usaha, adalah merupakan

Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan gambaran yang sangat menentukan kemampuan penduduk dalam menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi,