• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK GAMELAN ANGKLUNG PADMA GITA SWARA DI LINGKUNGAN KARANG SERAYA CAKRANEGARA MATARAM NUSA TENGGARA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK GAMELAN ANGKLUNG PADMA GITA SWARA DI LINGKUNGAN KARANG SERAYA CAKRANEGARA MATARAM NUSA TENGGARA BARAT"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK GAMELAN ANGKLUNG

PADMA GITA SWARA

DI LINGKUNGAN KARANG SERAYA

CAKRANEGARA MATARAM

NUSA TENGGARA BARAT

I Nyoman Jovi Mitaremyana, I Gede Yudarta, I Nyoman Pasek

Institut Seni Indonesia Denpasar

Jalan Nusa Indah Denpasar, Telp (0361) 227316, Fax (0361) 236100

E-mail : rektor@isi-dps.ac.id

Abstrak

Gamelan Angklung adalah gamelan yang digunakan sebagai pendukung kegiatan upacara agama Hindu di Bali maupun di Lombok. Gamelan Angklung berperan penting sebagai pengiring upacara Pitra Yadnya (Ngaben) maupun Manusa Yadnya. Gamelan Angklung ini memiliki karakteristik yang unik jika dibandingkan dengan gamelan Angklung pada umumnya. Salah satu contohnya adalah gamelan Angklung yang terdapat di Lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB. Berdasarkan fenomena di atas dalam penelitian ini diteliti karakteristik gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik gamelan Angklung Padma Gita Swara di Lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB, terfokus pada instrumentasi, reportoar, teknik permainanya dan fungsinya. Studi terhadap gamelan Angklung ini menggunakan beberapa teori, yaitu: teori Estetika,teori organologi dan teori Fungsional yang didukung dengan studi kepustakaan. Mengacu pada permasalahan yang diteliti hasil dari penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut : a) Karakteristik instrumentasi gamelan Angklung di Karang Seraya menggunakan gangsa jongkok dan ceng-ceng penyelar dalam permainan gendingnya, hal inilah yang menjadikan sebuah ciri khas pada gamelan tersebut. b) Karakteristik gending Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya dibedakan menjadi tiga yaitu pelawasan, pejalan, dan kakebyaran c) Karakteristik teknik permainan gamelan Angklung yang paling menonjol pada permainan gending pelawasan dan pejalan. Teknik permainanya antara lain yaitu Teknik

Oncang-oncangan pada gending pelawasan dan teknik Kakenyongan pada gending pejalan. (d) fungsi dari

gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya dibagi menjadi dua yaitu fungsi primer dan skunder, fungsi primernya sebagai pengiring upacara keagaman baik Pitra yadnya maupun Manusa

yadnya, fungsi sekundernya sebagai wadah untuk melestarikan seni dan budaya.

Kata Kunci: Karakteristik, Gamelan Angklung, Padma Gita Swara.

Abstract

Gamelan Angklung is a gamelan that is used as a supporter of Hindu religious ceremonies in Bali as well as in Lombok. Angklung gamelan plays an important role as accompaniment ceremony Pitra Yadnya (Ngaben) and Manusa Yadnya. Gamelan Angklung has a unique characteristic when compared with the gamelan Angklung in general. One example is the Angklung gamelan found in the Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB. Based on the above phenomenon in this study examined the characteristics of Angklung gamelan in the environment Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB.

The specific purpose of this research is to know the characteristics of Gamelan Angklung Padma Gita Swara in Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB, focused on instrumentation, reportoar, game technique and its function. The study of Angklung gamelan uses several theories,

(2)

namely: Aesthetic theory, organological theory and Functional theory supported by literature study. Referring to the problems studied the results of the research can be described as follows: a) Characteristics of Angklung gamelan instrumentation in Karang Seraya using squat gangsa and ceng-ceng penyar in game gendingnya, this is what makes a characteristic of the gamelan. B) Characteristics of gending Angklung Padma Gita Swara in the environment Karang Seraya divided into three namely the supervision, walkers, and kakebyaran c) Characteristics of gamelan game techniques Angklung most prominent in the game gending surveillance and walkers. Game techniques include the Oncang-oncangan technique on gending and Kakenyongan techniques on gending pedalan walkers. (D) the function of the Angklung gamelan in the Karang Seraya environment is divided into two, namely the primary and secondary functions, its primary function as the accompaniment of the religious ceremony both Pitra yadnya and Manusa yadnya, its secondary function as a container for preserving art and culture.

Keywords: Characteristics, Angklung Gamelan, Padma Gita Swara.

PENDAHULUAN

Lombok adalah sebuah pulau yang berada di provinsi Nusa Tenggara Barat yang terdiri dari lima kabupaten. Kota Mataram merupakan salah satu wilayah dari lima kabupaten kota yang ada di provinsi NTB. Kota Mataram merupakan ibu kota dari provinsi NTB dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan. Sebagai pusat pemerintahan, kota Mataram merupakan Kota yang tergolong multiculture artinya banyak suku dan etnis yang bertempat tinggal di kota Mataram. Keberadaan Suku Bali dan Agama Hindu di Kota Mataram tidak terlepas dari sejarah kerajaan Karangasem yang pada saat itu memerintah dan menjadi raja di Pulau Lombok. Pada saat pemerintahan kerajaan Karangasem pada pertengahan abad ke-17 selain melakukan peperangan untuk memperebutkan daerah kekuasaan, misi yang dilakukan yaitu untuk menyebarkan ajaran agama Hindu dan memberikan sebuah wilayah pada patih dan prajurit untuk mendiami wilayah tersebut sehingga akan mudah untuk memunculkan etnis Bali di pulau Lombok pada saat itu. Keberadaan etnis Bali di kota Mataram telah membawa budaya dan tradisi mereka untuk hidup dan berkembang di kalangan masyarakat Hindu Bali yang ada di kota Mataram. Salah satu tradisi dan kebudayaan yang hidup dan berkembang di masyarakat Hindu di kota Mataram adalah kesenian.

Kesenian merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh berbagai wilayah yang ada di Indonesia dengan ciri mempunyai sebuah keunikan dan karakter yang bisa menjadikan sebuah identitas wilayah tersebut. Kesenian-kesenian ini telah berkembang dan hidup dalam masyarakat, namun jenis-jenis kesenian yang hidup dan berkembang di kota Mataram diadopsi dari kesenian yang ada di Bali seperti seni tari, karawitan, dan pedalangan. Hal ini merupakan sebuah dampak dari pemerintahan kerajaan Karangasem pada masa lampau yang secara tidak langsung menyebarkan kesenian-kesenian dari pulau Bali untuk hidup dan berkembang di kota Mataram pada khususnya dan pulau Lombok pada umumnya.

Produk kesenian yang eksis di kota Mataram hingga saat ini adalah karawitan. Karawitan merupakan seni suara vokal dan instrumental yang berlaraskan selendro dan pelog. Masyarakat etnis Bali dan Sasak yang ada di kota Mataram lebih mengenal dan memberikan sebuah identitas karawitan dengan nama gamelan. Gamelan sendiri sangat melekat dipikiran masyarakat, karena hampir di setiap upacara keagamaan Hindu yang ada di Kota Mataram menggunakan gamelan sebagai pendukung untuk sebuah acara keagamaan, misalnya seperti upacara dewa yadnya, rsi yadnya, manusa yadnya, dan bhuta yadnya. Salah satu gamelan yang menjadi pendukung dalam upacara agama Hindu adalah Angklung.

(3)

Angklung adalah seperangkat gamelan yang menggunakan laras selendro. Di Bali gamelan Angklung umumnya menggunakan empat atau lima nada sesuai dengan kebutuhannya. Gamelan Angklung merupakan gamelan yang tergolong tua (Bandem, 2013: 265). Gamelan Angklung kini sudah menyebar ke berbagai daerah di kota Mataram. Salah satu kecamatan di Kota Mataram yang memiliki Angklung dengan karakteristik yang unik adalah gamelan Angklung Padma Gita Swara yang terletak di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Yuniar,tth: 289) karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perawatan tertentu, namun karakteristik yang penulis maksud terletak pada instrumentasi, reportoar dan fungsi dari gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya. Karakteristik ini dijadikan sebagai indikator untuk menghasilkan sebuah analisis perbedaan dan keunikan dari gamelan Angklung lainnya.

Karang Seraya merupakan sebuah lingkungan yang terletak di Cakranegara Selatan. Lingkungan Karang Seraya merupakan sebuah tempat yang tersohor namanya karena memiliki seperangkat gamelan Angklung yang menjadi sebuah daya tarik di masyarakat. Gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya ini sangat terkenal namanya hingga ke pelosok Pulau Lombok. Banyaknya peminat masyarakat umum untuk memberikan suatu apresiasi berupa sewa gamelan Angklung pada upacara agama Pitra Yadnya membuat nama seka sekaligus lingkungan Karang Seraya menjadi terkenal dalam bidang kesenian gamelan Angklungnya. Keberadaan Angklung di Mataram khususnya di lingkungan Karang Seraya memiliki perbedaan ciri khas dan karakteristik dengan gamelan Angklung yang ada di Bali. Adapun perbedaannya dapat dilihat dari bentuk fisik instrumen yang digunakan, serta jenis-jenis gending yang digunakan saat pementasan.

Gamelan Angklung yang terdapat di beberapa wilayah di Kota Mataram menjadikan gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya sebagai barometer, baik dalam konteks fisik maupun aspek non-fisiknya. Aspek fisik yang dimaksud adalah penggunaan instrumentasi, sedangkan dari aspek non-fisiknya berupa musikalitasnya baik dari segi saih maupun dari segi gending-gending nya.

Dalam musikalitasnya, gending Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya di bagi menjadi 3 jenis gending yang berbeda dengan masing-masing gending mempunyai fungsinya sesuai dengan tatanan tradisi upacara ngaben di Kota Mataram. Tentu hal ini menjadi sebuah identitas karakter bagi gamelan Angklung yang umumnya berada di Kota Mataram dan khususnya berada di lingkungan Karang Seraya.

Sepanjang pengetahuan penulis, gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram ini belum pernah diteliti. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan sebuah pengkajian lebih intensif, dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya ditinjau dari aspek fisik yang meliputi instrumentasi dan aspek nonfisik dilihat dari repertoar, penempatan instrumen dalam menabuh, serta fungsinya yang disesuaikan dengan tatanan upacara ngaben di Mataram. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat maupun siswa dan mahasiswa yang berada dalam lingkungan akademis untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya.

(4)

PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan sebuah langkah untuk memberikan penjelasan dari suatu masalah, yaitu dengan mengungkap persoalan masalah-masalah yang dijadikan topik pembahasan. Pembahasan memberikan jawaban terhadap masalah yang akhirnya akan mengarahkan kepada kesimpulan yang akan di ambil. Pembahasan mempunyai bagian inti dan bagian yang mempunyai porsi paling banyak dalam karangan ilmiah karena merupakan tubuh dari sebuah karangan. Dalam pembahasan tentang Karakteristik Gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram Nusa Tenggara Barat, ada beberapa metode yang digunakan untuk membedah masalah, sehingga akan merujuk pada inti pembahasan.

Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Sebagai alat, sama dengan teori, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Kutha Ratna, 2004:34). Metode penelitian mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam penulisan suatu karya ilmiah, karena berisi cara atau teknik yang digunakan dalam suatu penelitian ilmiah, bahkan valid tidaknya suatu penelitian dapat ditentukan oleh tepat tidaknya penggunaan metode atau instrumentnya. Metode penelitian merupakan langkah penting yang harus ditempuh agar penelitian yang dilakukan dapat mencapai hasil yang valid, oleh karena itu tercapai atau tidaknya tujuan penelitian tergantung kepada metode yang digunakan dalam penelitian yang diyakini memiliki keterkaitan dan dipertanggungjawabkan kevalidanya.

Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dimana penentuan data tidak menggunakan perhitungan rumusan berupa angka namun tidak menutup kemungkinan untuk mengumpulkan sebagian data pelengkap juga menggunakan metode kualitatif.

Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian sangat penting dalam penelitian agar tidak melebarnya permasalahan yang akan dibahas. Di samping itu penentuan lokasi penelitian ini juga harus mempertimbangkan biaya, waktu, dan tenaga (Fajar & Acmad, 2013: 171). Lokasi penelitian sebagai sarana sangat membantu dan menunjang untuk memberikan informasi yang valid. Lokasi penelitian adalah suatu wilayah dengan batasan yang jelas agar tidak menimbulkan kekaburan dan ketidakjelasan daerah atau wilayah tertentu.

Berkaitan dengan penelitian ini penulis mengadakan lokasi penelitian yaitu di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB dengan mengarah ke seka Angklung Padma Gita Swara Karang Seraya. Dipilihnya tempat tersebut karena ada pertimbangan yang sudah dipikirkan dengan baik yaitu sebagai berikut : (1) adanya keunikan-keunikan yang terdapat dalam gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan dan sekaligus menjadi barometer bagi Angklung lain yang berada di kota Mataram. (2) dianggap oleh masyarakat sebagai gamelan tua di kota Mataram. (3) sumber daftar informan yang dapat memberikan informasi tentang gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya.

Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang dipakai adalah kualitatif, dimana penelitian ini adalah penentuan data tidak menggunakan perhitungan rumus atau data berupa angka. Arikunto (2014: 22) menyatakan penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti. Prosedur dalam penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, lisan dan perilaku orang-orang

(5)

yang dapat diamati, oleh karena itu penelitian ini dapat disebut penelitian kualitatif. Data kualitatif yaitu data yang berhubungan tentang katagorisasi karakteristik berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata. Data ini biasanya didapat dari wawancara yang bersifat subjektif, sebab data tersebut ditafsirkan berbeda-beda oleh orang yang berbeda pulau. Jadi penelitian kualitatif ini diharapkan mampu memberikan keterangan yang valid tentang karakteristik gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB.

Untuk mempermudah memperoleh data di lapangan, maka dipandang perlu adanya pendekatan-pendekatan terhadap subjek penelitian baik pada masyarakat yang bersangkutan, juga pihak pengurus gamelan Angklung sebab melakukan identifikasi permasalahn pendekatan dirasa memegang peranan yang sangat penting. Ada beberapa pendekatan, yaitu pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung. Sesuai dengan variabel yang ditentukan, peneliti menggunakan pendekatan secara langsung terhadap pihak yang berkompeten dalam penelitian ini. Pendekatan langsung artinya subyek penelitian berkomunikasi dan mengungkapkan persoalan-persoalan secara langsung dengan sumber informasi penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan etnomusikologi, yaitu dari aspek musikal baik dari instrumentasi, reportoar, teknik dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan karakteristik gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB.

Obyek dan Subyek Penelitian

Obyek penelitian adalah setiap gejala atau peristiwa yang akan diteliti, apakah itu gejala alam maupun gejala kehidupan (Hamidi, 2004: 20). Penulis menjadikan obyek penelitiannya lebih terfokus pada gamelan Angklung dengan melihat bentuk fisik dari barunganya agar dapat menghasilkan sebuah karakteristik.

Subyek penelitian merupakan sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat keadaanya akan diteliti (Hamidi, 2004: 22). Pada penelitian ini subyek yang penulis jadikan fokus penelitian adalah seniman-seniman yang terlibat dalam gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram, siapa saja anggota yang terlibat dalam kelangsungan perjalanan gamelan Angklung hingga saat ini. Diharapkan dengan adanya subyek dalam suatu penelitian dapat memberikan titik fokus agar apa yang akan dibahas tidak melebar dan jauh dengan judul.

Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan atau suatu fakta yang digambarkan lewat fakta, symbol, kode, dan lain-lain (Iqbal, 2002: 28). Dalam penelitian ini jenis data dan sumber datanya sebagai berikut.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian adalah data kualitatif yang berhubungan dengan katagoresasi, karaktersitik, berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata (Riduwan,2004: 106). Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik secara tertulis maupun lisan (Arikunto, 2014: 172). Adapun sumber data yang didapat yaitu data primer dan skunder.

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya, sedangkan data sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen yang merupakan data penunjang (Suryabrata, 2015:39). Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh (Arikunto, 2014: 127). Dalam penelitian ini yang tergolong data primer adalah informasi yang diperoleh secara langsung

(6)

dari lokasi penelitian berupa data tentang gamelan Angklung yang mana sumber data adalah tokoh masyarakat atau sekaa yang dipandang mengetahui tentang gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB. Maka jenis data yang dikumpulkan bersumber dari hasil wawancara para informan yang telah ditentukan.

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau yang dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau laporan-laporan penelitian sebelumnya (Iqbal, 2002: 167). Dalam penelitian ini, yang termasuk ke dalam data sekunder adalah buku-buku, majalah, koran, dokumen, arsip, dan lain sebagainya yang relevan dengan permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB.

Sumber data lainya dalam penelitian kualitatif antara lain dokumen, arsip, foto, video dan lain-lain. Jadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang mengetahui dan memahami tentang keberadaan maupun karakteristik gamelan Angklung di Lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB dan sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan karaktersitik gamelan Angklung tersebut.

Metode Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik snowballing yaitu berdasarkan informasi informan sebelumnya untuk mendapatkan informan berikutnya sampai mendapatkan “data jenuh” tidak terdapat informasi baru lagi (Endraswara, 2012:239). Metode penentuan informan merupakan sebuah metode yang juga sangat penting dalam melakukan sebuah penelitian, karena daftar informan merupakan sumber-sumber informasi yang akan memberikan sebuah fakta tentang bagaimana sejarah ataupun keberadaan gamelan Angklung yang ada di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram. Daftar informan yang menjadi sasaran penelitian adalah informan yang ada kaitan erat dengan gamelan Angklung ini misalnya seperti pemilik Angklung ini sendiri, keluarga yang memang ada hubungan erat dengan gamelan Angklung ini, seka-seka yang terlibat didalamnya serta tokoh tokoh tetua adat di desa Karang seraya ini.

Untuk itu penulis menunjuk daftar informan yang memang mengetahui dan menjadi saksi sejarah bagaimana lahir dan berkembangnya gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya dengan memegang kunci dan pokok rumusan masalah yang diteliti pada tulisan ini. Salah satu informan kunci adalah I Wayan Tantri. Dalam hal ini beliau merupakan pewaris gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya. Beliau setidaknya dapat memberikan sebuah informasi mengenai sejarah singkat dan mengetahui dengan pasti apa saja keunikan dari Angklung di lingkungan Karang Seraya. I Wayan Surung merupakan informan ahli yang mengetahui jenis gending-gending yang terdapat dalam gamelan Angklung Padma Gita Swara, sedangkan Jro Mangku I Made Tantre Negara merupakan generasi ke-5 dari pemilik gamelan Angklung ini dalam hal ini beliau merupakan informan penting yang juga memberikan sebuah informasi tentang filosofi yang terdapat pada gamelan Angklung Padma Gita Swara. Apabila data yang diperoleh dari informan kunci belum mencukupi maka penulis akan mencari informan lain berdasarkan petunjuk informan kunci untuk mencarikan data yang lebih diperlukan, sehingga data yang berasal dari informan kunci dilengkapi oleh informan lainnya sehingga akan dapat merampungkan tulisian ini dengan cepat, akurat dan berdasarkan fakta. Adapun informan ahli yaitu Jro Mangku I Made Tantre Negare, dan I Wayan Surung, sedangkan informan pendukung yaitu I Nengah Gusye S.E dan AA. Made Djelantik Agung Barayangwangsa.

(7)

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara pengumpulan data menggunakan metode yang sesuai dengan objek penelitian (Suryabrata, 2015: 38). Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu sebagai berikut.

Metode Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau prilaku objek sasaran (Fatroni, 2011: 104). Observasi langsung dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga berada bersama objek yang diteliti. Observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak secara langsung saat berlengasungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki misalnya melalui film, video, dan rangkaian foto.

Berdasarkan pendapat di atas, metode observasi adalah usaha pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada objek yang diteliti. Metode observasi bertumpu pada mekanisme pengamatan. Jenis observasi yang dipakai bisa observasi partisipasi (Hadi, 1987: 141). Metode observasi yang digunakan adalah observasi partisipansi. Menurut Mantra (2004: 28), observasi partisipasi adalah teknik penelitian yang dicirikan oleh adanya interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan masyarakat. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam gamelan Angklung Padma Gita Swara dilakukan observasi secara intensif dan mengamati secara langsung aktifitas berkesenian yang terjadi.

Di samping mengadakan observasi atau pengamatan secara langsung, bentuk partisipasi yang dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah dengan ikut serta masuk dalam bagian seka, hal ini peneliti manfaatkan untuk mencari data dengan berbincang-bincang dengan para penabuh yang terlibat dalam anggota seka Angklung Padma Gita Swara Karang Seraya.

Observasi dilakukan lima kali selama penelitian. Pada tanggal 24 Februari 2017 peneliti melakukan survey pertama ke lokasi penelitian. Dari hasil observasi tersebut diketahui lokasi tempat penyimpanan gamelan Angklung dan sekaligus mendapatkan informasi tentang informan ahli. Tanggal 1 Mei 2017 observasi ke dua peneliti melihat langsung ke tempat penyimpanan gamelan dan melihat instrumen yang terdapat dalam barungan gamelan Angklung Padma Gita Swara. Tanggal 5 Mei 2017 observasi ke kediaman informan kunci yang mengetahui sedikit sejarah perkembangan dan perjalanan gamelan Angklung Padma Gita di Lingkungan Karang Seraya. Tanggal 7 Mei observasi ke tempat penyimpanan gamelan Angklung untuk melakukan pengukuran dan penimbangan bilah-bilah instrumen gamelan Angklung Padma Gita Swara. Tanggal 10 Mei observasi langsung pada objek penelitian berupa mengikuti kegiatan pentas upacara Ngaben yang menggunakan gamelan Angklung Padma Gita Karang Seraya Cakranegara Selatan.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian, yaitu semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan untuk memecahkan suatu persoalan (Rosidi.blogspot.co.id). Instrumen penelitian dibagi menjadi dua yaitu instrumen utama dan instrument pendukung. Instrumen utama adalah penulis itu sendiri

(8)

dan instrument pendukung adalah semua alat yang bisa mendukung suatu penelitian bisa disebut dengan instrument penelitian seperti alat perekam suara, kamera dan handycam.

Adapun alat yang digunakan dalam metode ini yaitu sebagai berikut:

1. Kamera, alat ini digunakan untuk mengambil objek penelitian pada saat penelitian. Hasilnya berupa foto atau gambar informan, gamelan Angklung, lokasi penelitian dan lain sebagainya. Adapun merek yang digunakan yaitu Samsung J7 2015.

2. Handphone, alat ini digunakan merekam suara ketika wawancara dilakukan. Hasilnya berupa audio dari informan yang digunakan sebagai sumber data, adapun merek yang digunakan yaitu Samsung J7 2015.

3. Handycam, alat ini digunakan untuk merekam video atau gambar pada saat penelitian. Hasilnya berupa video yang berkaitan tentang gamelan Angklung. Adapun merek yang digunakan yaitu Sony Handycam.

Wawancara

Wawancara atau interview adalah salah satu cara untuk memperoleh data-data dengan mengadakan tanya jawab secara langsung. Diperlukan beberapa informan dalam pelaksanaan wawancara ini. Menurut Mantra (200: 29). Ada tiga macam informan, yaitu: informan kunci, informan ahli, dan informan yang diperkirakan bisa memberikan informasi tentang masalah yang diteliti. Informan kunci adalah informan yang memiliki pengetahuan komprehensip tentang tabuh-tabuh Angklung gaya Lombok pada umumnya dan gaya Karang Seraya pada khususnya. Informan ahli adalah informan yang memiliki kompetensi dalam bidang seni karawitan secara umum. Sedangkan informan pendukung yang berada di luar katagori di atas yang dianggap bisa memberikan keterangan yang terkait dengan topik penelitian ini.

Studi Kepustakaan

Teknik kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengkaitkan bahan pustaka berupa sumber bacaan, buku-buku refrensi atau hasil penelitian lain yang memiliki kaitan dengan permasalahan yang diangkat (Iqbal, 2002:80). Teknik ini dilakukan dengan membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian yang penulis teliti. Metode ini dipergunakan untuk penelusuran berbagai literatur dan menelaahnya dan ada kaitannya dengan tema penelitian ini. Manfaat penelusuran literatur tersebut adalah untuk menggali teori-teori serta konsep-konsep yang telah ditemukan oleh para ahli terdahulu, serta mengikuti perkembangan selanjutnya. Berdasarkan metode kepustakaan, maka penulis berusaha membaca buku-buku yang relevan dengan penelitian ini, sehingga memperoleh data penelitian.

Dalam melakukan studi kepustakaan penulis sudah mencari dan mendatangi beberapa tempat-tempat yang diperkirakan terdapat informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian ini seperti mendatangi perpustakaan daerah Lombok, mendatangi perpustakaan STAHN, mencari informasi tentang buku-buku ke Taman Budaya Lombok, dan mendatangi perpustakaan ISI Denpasar.

Data yang dikumpulkan dari kepustakaan ini dianggap dapat digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari observasi di lapangan dalam karya ilmiah mengenai karakteristik gamelan Angklung, agar data-data yang dikumpulkan lebih akurat dan kokrit. Data yang diperoleh dari kepustakaan bersumber pada buku-buku yang ada di perpustakaan dan dari narasumber. Rinciannya, yaitu tanggal 3 februari 2017 diperoleh buku tentang gamelan Angklung gamelan Bali di atas panggung sejarah karya Prof. Dr. I Made Bandem. Tanggal 15 Februari diperoleh referensi tentang gamelan Angklung dari narasumber Dr. I Gede Yudarta, SSkar., M.Si.

(9)

Studi Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatn dokumen dalam penelitian sosial, fungsi data yang berasal dari dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh mealui observasi dan wawancara (Basroni dan Suwandi, 2008: 158). Dokumen yang digunakan dapat berupa subyek variabel yang berupa catatan atau transkrip, buku atau surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan lain sebagainya (Iqbal, 2002: 87).

Berkaitan dengan penelitian, maka metode dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui foto-foto yang diambil pada saat melakukan penelitian. Dokumentasi berupa sumber tertulis yang berkaitan dengan objek berupa disertasi I Gede Yudarta, foto-foto gamelan Angklung diambil ketika melakukan penelitian, begitu pula video rekaman, dipergunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan gamelan Angklung di Lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram NTB.

Dokumentasi dilakukan dua kali selama penelitian pada tanggal 22 Mei 2017 dilakukan dokumentasi pementasan gamelan Angklung di lingkungan Karang Siluman dalam rangkaian upacara ngaben dan pada tanggal 11 Juni 2017 dilaksanakan proses rekaman gamelan angklung yang bertempat di taman Mayura Cakranegara dengan melibatkan media rekam khusus sehingga menghasilkan bentuk dokumentasi dalam bentuk file DVD dan file dalam flascdisc.

Metode Analisis Data

Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian (Abdurrahman, Muhidin, 2011: 145). Dengan demikian, teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi sebuah informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dimana penentuan data tidak menggunakan perhitungan rumusan berupa angka, tetapi tidak menutupkemungkinan untuk mengumpulkan data pelengkap juga menggunakan metode kuantitatif. Dalam penelitian ini dilakukan berbagai tindakan seperti penggalian data secara intensif, katagorisasi data, penyusunan data, yang semuanya itu didasarkan perolehan data di lapangan. Selain itu juga dilakukan interpretasi data. Dalam menginterpretasikan data digunakan pendekatan interpretative kualitatif, yakni penafsiran dengan menggunakan pengetahuan, ide-ide, dan konsep-konsep yang ada, baik teori fungsional dan teori-teori belajar serta teori-teori lainya yang mendukung. Dengan menggunakan model analisis data serupa, diharapkan dapat menghasilkan suatu deksripsi yang akurat dan membumi atau terkait dengan permasalahan yang ditelaah.

Menurut Redana (2006: 168), data kualitatif sebagai data primer yang bersifat tekstual, naratif atau verbal dihubungkan dengan data sekunder yang bersifat tekstual numeric, maka akan diperoleh pemahamanyang menyeluruh dan tuntas mengenai aspek-aspek yang relevan dengan tujuan penelitian. Hal ini bisa ditempuh dengan jalan melakukan reduksi, presentasi dan membuat konklusi data dan informasi, dimana ketiga hal tersebut dilakukan dengan cara menghubungkan berbagai temuan di lapangan kemudian diberi satu interpretasi sesuai dengan kualitas data yang ditemukan, dalam hal

(10)

ini adalah data dan informasi yang terkait dengan karakteristik gamelan Angklung di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram Lombok.

Penyajian Hasil Penelitian

Penyajian hasil penelitian merupakan langkah berikutnya setelah data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini dilakukan berbagai tindakan seperti penggalian data secara intensif, katagorisasi, penyusunan data, yang semuanya itu didasarkan perolehan data di lapangan. Selain itu juga dilakukan interpretasi data. Dalam menginterpretasikan data digunakan pendekatan interpretative kualitatif, yakni penafsiran dengan menggunakan pengetahuan, teori-teori, baik teori estetika dan teori fungsional serta teori-teori lainnya yang mendukung. Dengan menggunakan model analisis data serupa, diharapkan untuk menghasilkan suatu diskripsi yang akurat terkait dengan permasalahan yang diteliti. Penyajian hasil data dilakukan dengan cara formal dan nonformal melalui tabel dan gambar sedangkan analisis data non formal melalui narasi kata-kata.

Setelah kegiatan pengumpulan data selesai maka penulis melanjutkan dengan pengolahan data yang penulis dapatkan, sebab data sebagai bahan mentah sesuai dengan tujuan yang dilakukan, di dalan pengolahan data ini penulis menggunakan metode yang dianggap membantu dalam penyusunan karya ilmiahi ini (Arikunto, 2014:280) menyebutkan bahwa metode deskriptif atau analisis deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan umum. Oleh sebab itu dalam penelitian penulis mencoba memberikan deskripsi terkait dengan karakteristik gamelan Anngklung di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan berdasarkan hasil penelitian dan analisis dari data-data yang diperoleh selama penelitian. Setelah penjelasan tentang metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini, maka selanjutnya akan masuk pada inti pembahasan khusus tentang Karakteristik Gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram Nusa Tenggara Barat.

Karakteristik Bentuk Gamelan Angklung Padma Gita Swara di Lingkungan

Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram NTB.

Menurut (KBBI, 2011: 135) karakteristik adalah ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Definisi karakteristik adalah fitur pembeda dari seseorang atau sesuatu. Dalam ilmu biologi karakteristik sering kali dikaitkan dengan anatomi dan cirri khas dari hewan lainnya. Karakteristik adalah sesuatu yang khas atau mencolok dari seseorang ataupun sesuatu benda atau hal. Contohnya karakteristik dari batu adalah keras dan karakteristik dari udara adalah ringan. Dalam ilmu karawitan, gamelan tentunya memiliki karakteristiknya masing-masing pada suatu jenis gamelan. Gamelan mempunyai tungguh atau instrumen, bentuk, fungsi, repertoar, dan seniman pendukung yang berbeda-beda. Tiap wilayah atau desa mempunyai perbedaan dalam penggunaan perangkat gamelan yang minimal berfungsi sebagai pelengkap (pemberi suasana religius) dan kadang-kadang menjadi unsur pokok dalam pelaksanaan upcaranya (Sukerta, 1997/1998:98).

Gamelan memiliki suatu sifat khas yang melekat pada gamelan yang membedakaannya antara gamelan satu dengan yang lainnya, baik dari segi instrumen, reportoarnya dan fungsi dari gamelan, yang membuat gamelan itu sendiri memiliki ciri khas yang khusus, salah satu diantaranya yaitu gamelan Angklung. Gamelan Angklung merupakan salah satu ensambel yang direproduksi oleh masyarakat etnis Bali yang ada di kota Mataram. Dapat dipastikan bahwa gamelan angklung yang ada di kota Mataram atau di Lombok merupakan penyebaran langsung dari Bali.

(11)

Sebagaimana halnya di Bali, keberadaan gamelan angklung yang ada di kota Mataram merupakan seperangkan musik tradisional Bali yang memiliki laras selendro yang menggunakan empat atau lima nada yang disesuaikan dengan kebutuhan. Walaupun demikian, gamelan angklung tersebut sudah dipastikan berasal dari Bali yang di dalamnya memiliki beberapa keunikan yang dimiliki oleh gamelan angklug yang ada di kota Mataram apa bila dibandingkan dengan gamelan angklung yang ada di Bali. Gamelan Angklung ini merupakan salah satu gamelan yang termasuk dalam golongan tua yang dimana bilahnya terbuat dari perunggu dengan berlaraskan selendro empat atau lima nada. Gamelan ini tentunya memiliki karakteristik tersendiri pada suatu daerah baik dari segi instrumentasi, reportoar, teknik, dan fungsi gamelan itu sendiri. Salah satu contoh gamelan Angklung yang mempunyai karakteristik bentuk adalah gamelan Angklung di Lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB.

Dilihat dari jenis-jenis instrumen yang terdapat di dalam gamelan Angklung yang ada di Kota Mataram dan Lingkungan Karang Seraya pada khususnya, terdapat beberapa instrumen yang tidak ditemukan di dalam barungan gamelan Angklung di Bali. Beberapa instrumen gangsa jongkok, ceng-ceng penyelar di dalam barungan gamelan Angklung yang ada di Lombok hampir tidak ditemukan dalam barungan gamelan Angklung di Bali.

Adapun karakteristik gamelan Angklung tersebut baik dilihat dari segi instrumentasi, reportoar, teknik dan fungsi yang akan dipaparkan sebagai berikut:

Instrumentasi Gamelan Angklung di Lingkungan Karang Seraya.

Dalam kamus musik, instrumentasi merupakan penetapan ragam alat musik yang dipergunakan dalam suatu formasi orkes. Penulis musik bagi ragam alat tertentu sesuai dengan pilihan komponis atau seorang komposer (Pono Banoe, 2013:196). Instrumentasi juga bisa diartikan sebagai penyusunan sebuah alat atau barungan musik dan sifat-sifat khas dari berbagai alat musik.

Instrumen-instrumen yang terdapat dalam barungan gamelan Angklung Padma Gita Karang Seraya antara lain: ada 3 (tiga) gangsa pengenjor, 3 (tiga) gangsa pemade, 1 (satu) ceng penyelar, 1 (satu) buah gong, 1 (satu) buah kempur, 1 (satu) buah ceng-ceng rincik/kecek, 1 (1) buah kajar, 8 (delapan) buah riong yang terdiri dari penyorog dan pemetit, 2 (dua) buah kendang klentangan lanang wadon, 2 (dua) buah kendang kekebyaran lanang wadon, 1 (satu) buah ugal/pugah, 4 (empat) buah saron/gangsa, 3 (tiga) buah kantil, 4 (empat) buah jublag/calung, 2 (dua) buah jegogan, dan 1 (satu) buah suling pemetit. Karakteristik gamelan Angklung di Lingkungan Karang Seraya Cakranegara Mataram NTB jika dilihat dari segi instrument keseluruhannya memiliki 30 tungguh dengan memiliki susunan nada tersendiri. Susunan oktaf nada-nada tersebut dari yang terbesar adalah instrumen jegog dan yang terkecil adalah instrume kantil sebagaimana termuat pada tabel I.

(12)

Tabel I Susunan nada-nada Gamelan Angklung Padma Gita Swara

Guna mendukung penotasian dalam skripsi ini, selain menggunakan titilaras dingdong penulis juga menggunakan beberapa simbol lainnya. Adapun simbol yang dimaksud telah penulis adaptasi sesuai dengan keperluan penulis. Berikut simbol pelengkap dalam skripsi ini.

● :melambangkan satu ketukan

● : melambangkan garis birama setengah ketukan ● : melambangkan garis birama seperempat ketukan ● : tanda pengulangan

● 5 : notasi Bali dengan warna merah menandakan jatuhnya pukulan jegogan ● 5 : dipukul dan ditutup

Teknik Permainan dan Reportoar Gamelan Angklung Padma Gita Swara di

Lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram NTB.

Teknik permainan adalah cara atau teknik sentuhan pada alat musik atas nada tertentu sesuai petunjuk atau notasinya (Banoe, 2003:409). Dari segi teknik gamelan Angklung Padma Gita Swara memiliki tujuh teknik permainan disetiap instrumennya yang terdiri dari teknik ngoret, ngerot, oncang-oncangan, neliti, norot, kaklenyongan, nyelah teknik permainan tersebut akan dipaparkan sebagai berikut:

1. Teknik Ngoret

Teknik ini merupakan salah satu teknik yang dipakai dalam gamelan Angklung Padma Gita Swara, teknik ini akan dapat terlihat pada instrumen pugah atau ugal pada saat memainkan gending pelawasan. Teknik ngoret adalah memukul tigah buah nada yang mendapat dua ketukan yang ditarik dari nada yang rendah kearah nada yang lebih tinggi (Mustika, dkk 1996:52). Salah satu contoh teknik ngoret yaitu sebagai berikut:

Contoh: 571.713 2. Teknik Ngerot

Teknik ini merupakan salah satu teknik yang dipakai dalam gamelan Angklung Padma Gita Swara, teknik ini akan dapat terlihat pada instrumen pugah atau ugal pada saat memainkan gending pelawasan. Teknik ngoret adalah memukul tiga buah nada

(13)

yang mendapat dua ketukan ditarik dari nada yang tinggi kearah nada yang lebih rendah (Mustika, dkk, 1996:53).

Contoh: 754. 543. 431 3. Teknik Oncang-oncangan

Teknik oncang-oncangan merupakan salah satu pola pukulan yang menggunakan pukulan saling bergantian dengan memukul dua buah nada yang berbeda diselingi oleh satu nada sehingga hasil dari pada pukulan ini akan bisa terjalin searah sehingga nadanya kedengaran selalu berurutan (Mustika, dkk, 1996:58). Teknik ini digunakan pada intrumen gangsa pemade atau saron dan juga pada instrumen kantilan. Teknik oncang-oncangan sangat terdengar jelas pada permainan gending pelawasan dan kakebyaran.

Melodi :5...1...7...3...5 Polos :5.5.1.1.7.7.3.1.5 Sangsih :57.7.7.5.5.1.7.7. 4. Teknik Norot

Teknik norot adalah nama salah satu pola pukulan pada instrumen gangsa pemade atau saron dan pada instrumen kantil, teknik ini merupakan teknik yang dipakai pada beberapa reportoar saja,salah satu contoh dapat ditemukan pada gending pelawasan dan kakebyaran.

Melodi : ...1...3...7...3...5...1...7...5 Polos : ....33.3.3.311.1.1.177.7.7.755.5 Sangsih :....331.1.1.113.3.3.771.1.1.557. 5. Teknik Kakenyongan

Teknik ini merupakan teknik yang digunakan pada gending pejalan untuk prosesi upacara pitra yadnya atau ngaben, teknik kakenyongan merupakan salah satu pukulan yang hanya memukul nada pokok saja.

Contoh: 17171757175713173175 6. Pukulan neliti

Pukulan neliti adalah teknik pukulan yang lebih jarang dari pukulan neliti penyacah, pukulan ini akan terlihat pada instrumen calung atau jublag. Pukulan jublag pada gamelan Angklung memiliki pukulan yang jarang sehingga sangat pas menggunakan pukulan neliti.

Contoh:

Neliti penyacah :.5.7.1.3.1.3.7.1 Neliti Jublag : ...7...3...3...1 7. Pukulan nyelah

Pukulan nyelah adalah jatuhnya pukulan di dalam satu nada yang memberikan suatu tekanan kepada kalimat lagu dan pola pukulan ini bisa disebut dengan istilah menunggu, pukulan nyelah digunakan pada instrumen jegogan.

Reportoar Gamelan Angklung Padma Gita Swara di Lingkungan Karang

Seraya.

Dalam kamus musik, reportoar adalah sejumlah lagu yang dikuasai, sejumlah karya yang dimiliki, sejumlah buku musik yang dikoleksi, dimiliki dan dikuasai isinya (Banoe, 2003: 355). Menurut penjelasan I Nengah Gusye, secara reportoar gending gamelan Angklung yang terdapat di Karang Seraya sebagian besar mengambil gending-gending style pagongan gaya Lombok hal ini dibuktikan dengan adanya penggunaan gangsa jongkok, ceng-ceng penyelar dan tabuh-tabuhnya yang banyak mengadopsi gending dari pagongan gaya Lombok.

(14)

Menurut penjelasan I Wayan Tantri, secara gending gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya dikelompokkan menjadi 3 jenis tabuh yang berbeda yang terdiri dari tabuh Pelawasan, Pejalan, dan Kekebyaran.

a. Pelawasan

Pelawasan jika diartikan dalam bahasa Indonesia diambil dari kata lawas yang berarti kuno. Menurut penuturan I Wayan Tantri gending pelawasan ini tidak diketahui kapan terciptanya dan siapa yang menciptakan, hal ini masih menjadi sebuah misteri dikalangan seniman-seniman yang ada di Mataram pada khususnya karena gending pelawasan ini diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka terdahulu (wawancara dengan I Wayan Tantri, 5 Mei 2017). Komposisi tabuh pelawasan yang dimainkan dengan menggunakan gamelan Angklung rata-rata memiliki karakteristik dimainkan dalam tempo yang cepat, dinamis dan suara yang ditimbulkan berderung keras. Masuknya instrumen gangsa jongkok dan ceng-ceng penyelar ke dalam gending pelawasan, menjadikan gending ini menjadi sedikit mirip dengan gamelan pagongan gaya Lombok. Komposisi gending pelawasan menggunakan komposisi karawitan Bali yaitu tri angga yang meliputi adanya kawitan, pengawak , dan pengecet.

Secara umum teknik permainan instrumenya adalah teknik kakenyongan yaitu teknik yang hanya memainkan nada-nada pokoknya saja. Teknik ini dimainkan dalam instrumen gangsa jongkok pemade dan pengenjor, selain itu tabuh pelawasan ini juga menggunakan teknik oncang-oncangan yang dimainkan oleh saron atau gangsa dan kantil (Yudarta, 2016:157). Seperti yang diketahui I Nengah Gusye adanya kesamaan musikalitas dengan komposisi gamelan Pegongan gaya Lombok, tabuh pelawasan pada angklung ini sebagian besar mengadopsi dan mentransfer tabuh-tabuh Pegongan ke dalam komposisi tabuh pelawasan dalam gamelan Angklung (wawancara dengan I Nengah Gusye, 25 Januari 2017). Adapun gending-gending pegongan gaya Lombok yang ditransfer ke dalam tabuh pelawasan seperti tabuh subandar, yung-yung, angsel kado, lengker, sebitan penyalin, perong condong, kuntilan, perong condong, perong kembang, dan tunjang. Sebelum melihat contoh notasi gending-gending yang terdapat dalam gamelan Angklung Padma Gita Swara.

Adapun contoh gending pelawasan dalam bentuk notasi gamelan Bali dapat di lihat sebagai berikut:

1. Tabuh Subandar

Subandar merupakan gending pemungkah (pembuka). Gending ini dimainkan pada awal saat metabuh. Menurut Jro Mangku Tantre Negare gending ini dimaksudkan tujuannya untuk menstanakan Shang Hyang Taksu dan dewa kesenian yaitu Siwa Natha Raja dengan memohon agar gamelan dan para seka mendapatkan taksu serta diberikan perlindungan dan keselamatan. Tabuh subandar termasuk kedalam gending pelawasan. Kawitan:

.713313713355151755711715715713315(7)

1317 3713 7571 5175 ulang 4 x

(15)

Pengawak Ugal 333...333...33...3333 13.1 311 311 711 755 713 311 311 71757 71 7.1.13 3.311 313713 ...3 ...1 ...1 ...1 ...7 .7.5 .3.1 .7.3 ...3 .3.1 .1.1 .5.1 .1.7 .7.5 .1.1 .3.1 .1.1 .1.7 .7.3 .1.7 .3.7 ...7 .1.1 .5.1 ...1 ...7 .7.3 .1.7 ...7 .7.7 .1.1 .5.1 .5.1 .7.5 .5.1 .3.1 ...1 .1.1 .1.7 .3.1 .1.7 .3.1 .3.3 .7.3 .3.3 .1.7 .7.7 .3.1 .5.5 .7.5 ...5 .3.7 ...7 .3.1 .1.1 .1.7 .7.3 .7.(5) Pengecet Ugal 1517131713 1.75 7131 117175575 3317 5175 5537 1375 5151 5173 1731 573(1) 1171 5175

(16)

3317 517(5) Ulang 5× Keterangan:

Kawitan diawali oleh instrumen pugah atau ugal, bagian ini terdiri dari 2 (dua) baris melodi, dimana jenis melodi terbentuk oleh 4 (empat) sistem matra yang setiap matranya terdiri dari 4 (empat) peniti calung atau jublag. Dalam 1 (satu) baris melodi ada 16 peniti jublag atau calung. Setiap siklus dari bagian kawitan ditandai dengan jatuhnya pukulan kempur pada hitungan (ketukan (ke 32). Bagian ini diulang sebanyak 6 (enam) kali dengan dinamika yang bervariasi. Sistem tempo cepat-pelan-cepat. Sebagai tanda untuk mempercepat tempo, instrumen kendang memberikan aksentuasi pada baris ke 2 (dua) tepatnya pada siklus ke 4 (empat) pada hitungan ke-24.

b. Pejalan

Pejalan merupakan sebuah komposisi tabuh yang secara khusus dipakai untuk mengiringi prosesi upacara manusa yadnya dan pitra yadnya (ngaben). Berbeda dengan komposisi tabuh pelawasan, tabuh pejalan secara musikalitas dimainkan dalam tempo yang sangat pelan. Walaupun tekniknya masih menggunakan teknik kakenyongan, irama musiknya cenderung lirih, datar, dan tidak terlalu dinamis. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari narasumber jumlah gending pejalan yang diketahui oleh seka angklung Padma Gita Swara sekitar 15 tabuh, namun nama-nama dari tabuh tersebut beliau tidak mengetahui, dan yang menjadi kebiasaan setiap menabuhkan tabuh pejalan biasanya para penabuh mengurutkan gending pejalan 1 (satu) dan seterusnya. Pada gending pejalan, komposisi tabuhnya menggunakan pola-pola untuk melakukan perpindahan nada-nada. Adapun contoh gending pejalan dalam bentuk notasi gamelan Bali:

Tabuh Pejalan 2

Tabuh pejalan 2 adalah sebuah gending yang ditabuhkan pada saat prosesi upacara ngaben atau lebih tepatnya memargi kesetra (jalan menuju kuburan). Gending pejalan ditabuhkan dengan tempo yang pelan serta lirih, sehingga akan menghasilkan suasana yang sedih. Sama halnya pada gending pejalan 1, gending pejalan 2 merupakan lanjutan dari gending pejalan 1namun dengan gending yang berbeda.

Kawitan : 113.13715.71 7717157 1751571.3 33.3.3.1.17157.1.75531.7.31.757.1. ulang 3× 11.1.11.11117.11751757.1331371.3. Pola 1 Transisi 11.1.1571317577.1715.71.75575717.5. ulang 2× 55.5.5.71.75717.5.71.1715.71.171755.71..1. Pola 2 Pekaad 71.17575171571.3.33.3.3.1.17157.1.75531.7.57.137(1) c. Kakebyaran

Kakebyaran adalah komposisi tabuh yang diadopsi dari komposisi gamelan Gong Kebyar, dimana kendang gupekan dan pepanggulan sudah masuk di dalamnya serta adanya penambahan instrument gong. Pengaruh gamelan Gong Kebyar terhadap gamelan angklung teramati dari beberapa segi seperti, pengadopsian reportoar, ungkapan musikal, tata penyajian, dan fungsi. Kuatnya pengaruh kakebyaran di dalam gamelan angklung menyebabkan kini gamelan angklung memiliki identitas dengan nama baru yaitu Angklung Kebyar (Sugiartha, 2015:41). Dalam beberapa kesempatan melihat pementasan yang

(17)

dilakukan oleh sekaa angklung Padma Gita Swara lingkungan Karang Seraya, ada beberapa tabuh kakebyaran yang dimainkan yaitu: tabuh pahlawan karya alm Ida Wayan Pasha, iringan tari pendet, puspawresti, wiranata, cendrawasih, puspanjali, tabuh lelambatan gari dan beberapa tabuh kakebyaran lainya.

Keberadaan tabuh-tabuh kakebyaran ini tergolong baru di mana proses transformasi baru itu terjadi sejak tahun 1970. Adapun tokoh seniman alam yang memecah atau merubah gending gong kebyar kedalam gamelan Angklung yaitu Alm I Nengah Parwata dengan gending tenun, nelayan, margapati, Alm Ida Wayan Pasha tabuh telu pepanggulan, I Made Kawipendet penyambutan, puspanjali, puspwersti, pahlawan, dan Alm I Gusti Komang Wija dengan gending sarining gita, Padma gita, gesuri, lelambatan gari dan lain-lain.

1. Kelompok Pemungkah yang berfungsi sebagai gending pembuka pada saat gamelan Angklung sampai di rumah duka, yang dimaksudkan untuk memberikan penghormatan kepada dewa Iswara dan Ciwa Nataraja sebagai dewanya kesenian agar selalu dapat diberikan taksu dan memohon perlindungan beliau agar dijauhkan dari mara bahaya. Adapun gending wajib sebagai pemungkah yaitu tabuh pelawasan subandar.

2. Kelompok puja yang berfungsi sebagai pengiring upacara, mulai dari Ida Pedande munggah mapuja manah tirte, nyiraman layon (memandikan jenazah), ngeringkes (memasukan jenazah ke wadah), memargi ke setra (berjalan ke kuburan), nuduk galih (mengambil abu jenazah), Gending-gending yang dimainkan antara lain tabuh pejalan 1 hingga seterusnya secara berurutan.

3. Kelompok Sidhakarya yang berfungsi sebagai pemuput upacara. Gending yang dimainkan dalam kelompok ini adalah gending pejalan tung-tung tangis dan segare. Tabuh tung-tung tangis dimainkan ketika puspa bakti kepada jenasah sebelum dihanyutkan ke pantai (segare).

KESIMPULAN

Pertama, instrumentasi gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram NTB memiliki tungguhan sebanyak 30 tungguh, adapun instrumen-instrumen yang terdapat pada gamelan Angklung Padma Gita Swara, antara lain: 3 (tiga) tungguh instrumen gangsa jongkok pengenjor, 3 (tiga) tungguh instrumen gangsa jongkok pemade, 4 (empat) tungguh saron atau gangsa, 4 (empat) tungguh kantil, 2 (dua) tungguh jublag atau calung, 2 (dua) tungguh Jegogan, 1 (satu) tungguh ugal atau jublag, 1 (satu) tungguh riyong barangan berpencon 8 (delapan), 1 (satu) buah kajar, 1 (satu) buah ceng-ceng penyelar, 1 (satu) buah kempur, 1 (satu) buah gong, 2 (dua) buah kendang kaklentangan lanang dan wadon, 2 (dua) buah kendang papanggulan, 1 (satu) buah suling, 1 (satu) tungguh ceng-ceng kecek atau rincik.

Karakteristik instrumentasi gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram NTB memiliki keunikan dengan adanya dua instrumen gangsa jongkok dan ceng-ceng penyelar sehingga dengan adanya instrumen tersebut menjadikan ciri khas pada gamelan tersebut. Selain itu gamelan tersebut memiliki empat tingkat oktaf nada, dari nada terendah pada instrumen jegog sampai yang tertinggi pada instrumen kantil.

Kedua, secara reportoar gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram NTB memiliki kemiripan dengan gamelan Pagongan atau Pelawasan yang ada di Lombok pada khusunya, hal ini dibuktikan dengan diadopsinya penggunaan gending-gending Pagongan ke dalam gamelan Angklung dan serta adanya penambahan instrumen seperti gangsa jongkok dan ceng-ceng penyelar. Adapun contoh gending-gending tersebut yang digunakan antara lain yaitu: 1) tabuh

(18)

subandar; 2) tabuh Tunjang; 3) sebitan penyalin; 4) angsel kado; 5) yung-yung; 6) lengker; 7) kuntilan; 8) perong kembang; dan 9) perong condong.

Karakteristik reportoar gamelan Angklung Padma Gita Swara dibedakan menjadi tiga bagian tabuh yang berbeda yaitu, pelawasan, pejalan, dan kakebyaran masing-masing tabuh mempunyai fungsi dalam tradisi tatanan upacara Pitra Yadnya (ngaben) di Lombok. Gending-gending tersebut diantaranya yaitu subandar sebagai tabuh pembuka atau (pamungkah), gending pejalan dan kakebyaran sebagai gending pengiring upacara (puja) mulai Ida Pandita Munggah Mapuja, manah tirte (ngelungsur tirta dengan symbol memanah), nyiraman layon (memandikan jenazah), ngeringkes (memasukan jenazah ke dalam peti), dan memargi kesetra (berjalan menuju kuburan), gending (sidhakarya) sebagai gending pemuput upacara yaitu tung-tung tangis dan segare.

Karakteristik teknik gamelan Angklung Padma Gita Swara di lingkungan Karang Seraya Cakranegara Selatan Mataram NTB memiliki banyak teknik yang disetiap tabuhnya memiliki teknik yang berbeda dan juga dengan instrumen yang berbeda. Teknik permainan pada gamelan Angklung Padma Gita Swara antara lain yaitu 1) teknik oncang-oncangan yang digunakan khusus pada permainan gending pelawasan dan kakebyaran dengan tempo yang cepat, instrumen yang paling menonjol menggunakan teknik oncang-oncangan adalah gangsa atau saron dan kantil; 2) teknik kakenyongan yaitu teknik yang dipakai khusus pada gending pejalan untuk mengiringi upacara ngaben, dengan tempo yang pelan serta lirih yang hanya digunakan pada instrumen gangsa dan kantilan; 3) pukulan ngoret dan ngerot adalah jenis pukulan yang dominan pada instrumen pugah atau ugal, pukulan ini akan terdengar pada gending pelawasan dan pejalan; 4) pukulan neliti dan nyelah adalah teknik pukulan khusus pada instrumen jublag dan jegog, pukulan ini dominan terlihat disemua gending pelawasan, pejalan, dan kakebyaran.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman dan Muhidin. 2011. Panduan Praktis Memahami Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia.

Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.

Bandem, I Made. 2013. Gamelan Bali di Atas Panggung Sejarah. Denpasar. BP STIKOM Bali.

Djelantik, Dr.A.A.M. 2004. Estetika: Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Endraswara, Suwardi. 2012. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Fajar, ND, Mukti dan Achmad, Yulianto. 2013. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Emperis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Farhoni, Abdurrahmat. 2011. Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.

(19)

Hamidi, 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Aplikasi Praktis Pembuatan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Hastanto, Sri. 2011. Organologi dan Akustika 1 dan 2. Bandung: Lubung Agung. Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metode dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Kaelan, 2005. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Gajah Mada University Pers. Mantra, Ida Bagoes. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Redana, I Made. 2006. Panduan Praktis Penulisan Karya Ilmiah dan Proposal Riset. Denpasar: IHDN.

Soedarsono. 2002. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar/ RIN. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiartha, I Gede Arya. 2015. Lekesan Fenomena Seni Musik Bali. Denpasar: UPT ISI Denpasar.

Suryabrata, Suryadi. 2015. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

KAMUS

Banoe, Pono. 2013. Kamus Musik. Yogyakarta: Kansius (Anggota IKAPI). Jp, Chaplin. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Yuniar, Tantri. TT. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Agung Media Mulia.

LAPORAN PENELITIAN

Mustika Pande, dkk. 1996. Laporan Penelitian Mengenal Jenis-Jenis Pukulan Dalam Barungan Gong Kebyar. Denpasar: STSI Denpasar.

DISERTASI

Yudarta, I Gede. 2016. Reproduksi Seni Kakebyaran di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat. Disertasi Doktor Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

DAFTAR NARASUMBER

Gusya, I Nengah (55), Pegawai Dinas Pariwisata Kota Mataram (PNS), wawancara 25 Januari 2017 di Panaraga Selatan Cakranegara.

Negare, I Made Tantre (40), Wiraswasta, wawncara 10 Mei 2017 di lingkungan Karang Seraya Cakranegara.

(20)

Surung, I Gede (70), Wiraswasta, wawancara 7 Mei 2017 di lingkungan Karang Seraya Cakranegara.

Tantri, I Wayan (72), Petani, wawancara 5 Mei 2017 di lingkungan Karang Seraya Cakranegara.

Gambar

Tabel I Susunan nada-nada Gamelan Angklung Padma Gita Swara

Referensi

Dokumen terkait

laksanakan keglatan tersebut maka seorang supervl _ sor harus terlebih dahulu memahaml dan dapat melak_ sanakan supervisi kllnls tersebut. 1.' Pengertlan Supervlsi

Hal ini dikarenakan kerangka dasar yang berada di balik pembaharuan Islam secara keseluruhan adalah bahwa pembaharuan pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan

Penggunaan beberapa jenis kompos (100 g/10 kg tanah) pada pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit,

ABSTRAK PENGARUH PRESTASI AKADEMIS, PERAN GURU PEMBIMBING DAN PERCAYA DIRI TERHADAP KEBERHASILAN PELAKSANAAN PROGRAM PLP RP MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI,

• Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari lingkungan eksternal yang meliputi faktor budaya, faktor kelas sosial, faktor kelompok sosial dan pengaruh

Peningkatan kompetensi psikomotor siswa yang terjadi karena perangkat pembelajaran fisika berbasis pendidikan karakter dengan model problem based instruction

1. Pengertian Perjanjian Kerjasama Perjanjian kerjasama berasal dari kata perjanjian dan kerjasama. Perjanjian menurut Van Dunne adalah suatu hubungan hukum antara

AS hanya negara biasa yang karena di dalamnya terdapat manusia-manusia dengan pemikiran µVXSHU¶ maka akan selalu tercipta teknologi super canggih dan sama dengan