• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paper Lumpur Pemboran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Paper Lumpur Pemboran"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN KWIK SEAL SEBAGAI LCM TERHADAP SIFAT FISIK LUMPUR PEMBORAN BAHAN DASAR AIR TAWAR DENGAN SISTEM

PADATAN RENDAH

(LOW SOLID MUD) DAN KCL POLYMER

Mochamad Irwan S

Mahasiswa Jurusan Teknik Perminyakan USAKTI, Jakarta, Indonesia.

RINGKASAN

Lumpur pemboran merupakan salah satu bagian yang sangat penting didalam operasi pemboran. Penentuan komposisi serta pemilihan jenis dari suatu lumpur pemboran yang akan digunakan pada pemboran suatu formasi tertentu harus tepat, sehingga dapat menunjang kelancaran dan menentukan keberhasilan operasi pemboran tersebut serta menghindari dari kesulitan – kesulitan yang dapat timbul. Adapun kesulitan tersebut misalnya kehilangan lumpur pemboran yang diakibatkan berat jenis lumpur yang terlalu besar. Salah satu problema pemboran yaitu hilangnya lumpur pemboran yang diakibatkan berat jenis lumpur yang terlalu besar, untuk mencegah kehilangan lumpur pemboran tersebut digunakan kwik seal sebagai LCM terhadap rheologi lumpur dan sifat fisiknya dengan menggunakan lumpur pemboran bahan dasar air tawar dengan system lumpur padatan rendah dan system lumpur KCL-polymer

. ABSTRACT

Drilling mud is one very importan part in drilling operations. Determination of the composition and selection of a drilling mud that will be used in drilling a

particular formation to be precise, so it can support smooth and determine the success of drilling operation and avoid the difficulties that may arise. The difficulty is for example due to loss of drilling mud density of mud is that is too big. One problem is the loss of drilling mud drilling caused mud density that is too large, to prevent loss of drilling mud is used as an LCM kwik seal against mud rheological andd physical properties by using drilling mud ingredients fresh water with low solids mud system and mud system KCL-Polymer.

(2)

I. PENDAHULUAN

Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan yang di desain untuk membantu proses pemboran. Komposisi dan sifat fisik lumpur sangat berpengaruh terhadap suatu operasi pemboran, karena salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran adalah tergantung pada lumpur bor yang digunakan. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan, dan biaya pemboran sangat tergantung dari Lumpur pemboran yang digunakan. Karena berbagai faktor pemboran yang ada maka lumpur pemboran mutlak diperlukan pada proses tersebut. Penentuan komposisi serta pemilihan jenis dari suatu lumpur pemboran yang akan digunakan pada pemboran suatu formasi tertentu harus tepat, sehingga dapat menunjang kelancaran dan menentukan keberhasilan operasi pemboran tersebut serta menghindari dari kesulitan – kesulitan yang dapat timbul.

II. TEORI DASAR

2.1 Fungsi Lumpur Pemboran Lumpur pemboran memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu operasi pemboran. Kecepatan, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung kepada sifat- sifat lumpur bor. Lumpur pemboran sangat berguna untuk menanggulangi masalah – masalah dalam pemboran yang dapat

menggangu kelancaran dalam pemboran itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari fungsi atau kegunaan utama dari lumpur pemboran, yaitu sebagai berikut :

1. Pengangkatan Serpih Bor 2. Membersihkan Dasar Lubang. 3. Mendinginkan dan Melumasi

Pahat.

4. Melindungi Dinding Lubang Supaya Stabil.

5. Menjaga atau Mengimbangi Tekanan Formasi.

6. Menahan / Serbuk Bor dan Padatan Lainnya Jika Sirkulasi Dihentikan.

7. Membantu Didalam Mengevaluasi Formasi dan Melindungi Produktivitas Formasi.

8. Menunjang Berat Dari Rangkaian Bor dan Selubung. 9. Menghantarkan Daya Hidrolika

Kepahat.

10. Mencegah dan Menghambat Laju Korosi.

11. Sebagai Media Logging. 12. Sebagai Tenaga Penggerak. 2.2 Sistem Sirkulasi Lumpur

Pemboran

Fungsi utama dari sistem sirkulasi adalah untuk mengangkat serbuk bor dari dasar lubang menuju permukaan pada waktu operasi pemboran. Skema sistim sirkulasi lumpur pemboran berawal dari lumpur pemboran yang mengalir dari

(3)

tangki penghisap dimana lumpur menuju pompa lumpur, kemudian dari pompa lumpur mengalir melalui sambungan pipa menuju stand pipe masuk kedalam rangkaian pipa bor sampai ke pahat bor. Melalui corong pahat bor, lumpur naik keruang annulus diantara rangkaian bor dengan lubang menuju permukaan dan melalui peralatan pengontrol padatan dan tangki, lumpur kembali ke tangki penghisap.

2.3 Komposisi Lumpur

Pemboran

Komposisi dari lumpur pemboran tergantung pada kebutuhan dan kondisi dari operasi pemboran. Lubang yang dibor melalui formasi yang berbeda-beda membutuhkan lumpur yang berlainan juga. Pertimbangan ekonomi, kontaminasi, jenis air yang tersedia, tekanan, dan temperatur merupakan faktor penting dalam menentukan pemilihan jenis lumpur yang akan dipakai.

Lumpur pemboran yang paling banyak digunakan adalah lumpur pemboran dengan bahan dasar air (water base mud) dimana air sebagai fasa cair kontinyu dan sebagai pelarut atau penahan materi–materi didalam lumpur.

2.4 Jenis Lumpur Pemboran Pada umumnya lumpur pemboran dibagi dalam dua sistem, yaitu lumpur bor dengan bahan dasar air (water base mud) dan lumpur bor

dengan bahan dasar minyak (oil base mud). Lumpur bor berdasarkan fasa cairnya yaitu air dan minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Water base mud

Lumpur jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur ini terbagi atas fresh water mud dan salt water mud, dan apabila dilihat dari komposisinya lumpur ini terbagi lagi sebagai berikut :

a) Gel spud mud b) Lignosulfonate mud c) Polimer mud

d) Sea water mud 2. Oil base mud

Faedah oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak, karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi biasa maupun formasi produktif. Kegunaan terbesar dari oil base nud ini adalah pada complesi dan kerja ulang sumur. Kegunaan yang lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit , mempermudah pemasangan casing dan liner. Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tangki besi untuk menghindarkan kontaminasi air.

3. Emulsion mud

Terbagi atas oil in water emulsion dan water in oil

(4)

emulsion tergantung dari fasa yang terdispersi.

2.5 Komposisi Semen Pemboran Bubur semen yang digunakan pada operasi penyemenan sumur pemboran terdiri dari komponen dasar dan komponen-komponen tambahan. Komponen dasarnya adalah portland cement dan air, sedangkan komponen tambahannya adalah satu atau beberapa macam aditif yang dapat menjadikan semen pemboran memiliki sifat fisik khusus yang sesuai dengan kebutuhan pemboran sumur.

2.5.1 Densitas Lumpur Pemboran Densitas atau berat jenis sangat penting diketahui untuk menentukan besarnya tekanan hidrostatik kolom lumpur untuk tiap kedalaman. Lumpur harus dikontrol agar dapat memberikan tekanan hidrostatik yang cukup untuk mencegah masuknya cairan formasi kedalam lubang bor, tetapi tekanan tersebut tidak boleh terlalu besar karena akan mengakibatkan formasi pecah dan lumpur hilang kedalam formasi. Oleh karena itu berat jenis Lumpur pemboran perlu direncanakan sebaik-baiknya dan disesuaikan dengan keadaan tekanan formasi.

Densitas suatu fluida adalah berat fluida dibagi volumenya pada temperatur dan tekanan tertentu. Satuan dimensi yang dipakai adalah

kg/l, gr/cc dan lb/gal. Densitas lumpur adalah berat lumpur dibagi dengan volume lumpur atau dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : air BJ    …………..(2.3) Dimana : BJ = Densitas Lumpur, ppg ρ = Densitas Lumpur, ppg ρair = Densitas air, ppg

2.5.2 Viskositas Lumpur

Percobaan

Pada lumpur bor, viskositas merupakan suatu tahanan terhadap aliran lumpur yang memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor ke permukaan.Semakin kental lumpur maka pengangkatan cuttingmakin baik. Apabila lumpur tidak cukup kental maka pengangkatan serbuk bor kurang sempurna dan akan mengakibatkan serbuk bor tertinggal didalam lubang bor sehingga menyebabkan rangkaian pipa pemboran akan terjepit. Akan tetapi apabila lumpur mempunyai viskositas yang besar sekali maka akan dapat mengakibatkan problem pada pemisahan cutting permukaan.

Menurut Poiseille, viskositas lumpur dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

r

V

A

F

Rate

Shear

Stress

Shear

μ

.. (2.4)

(5)

Dimana:

μ = Viskositas , Cp

F = Gaya yang bekerja pada Sistem, dyne

A = Luas penampang, cm/det V = Kecepatan alir, cm/det R = Jarak aliran, cm.

Sedangkan lumpur merupakan fluida Non Newtonian. Pada fluida Non Newtonian dikenal dengan adanya plastic viscosity, yield pointdan apparent viscosity. Plastic viscosity adalah suatu tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh adanya gesekan-gesekan antara padatan dalam lumpur, padatan cairan dan gesekan antara lapisan cairan, dimana plastic viscositymerupakan hasil torsi dari pembacaan pada alat viscometer. Torsi pada putaran 600 rpm dikurangi torsi pada putaran 300 rpm, yield point adalah gaya elektro kimia antara padatan-padatan, cairan-cairan, cairan-padatan pada zat kimia dalam kondisi dinamis yang berhubungan dengan pola aliran, pengangkatan serpih, kehilangan tekanan di annular dan konstaminasi. Yield point merupakan hasil dari torsi pada putaran 300 rpm dikurangi plastic viscosity, sedangkan apparent viscosity adalah keadaan dimana fluida Non Newtonian, dimana apparent viscosity merupakan hasil torsi pada putaran 600 rpm dibagi dua dan dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut: PV = θ600 – θ300…....(2.5) YP = θ300 – PV…...(2.6) AV = 2 θ600 ... (2.7) Dimana: PV = Plastic Viscosity, cp YP = Yield Point, cp AV = Apparent Viscosity, lbs/100 ft². 2.5.3 Gel Strength

Pada saat sirkulasi berhenti, lumpur akan mengagar atau menjadi gel. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik-menarik antara partikel padatan lumpur dalam kondisi statis, gaya mengagar inilah yang disebut gel strength.

Diwaktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat menahan serbuk lumpur bor dan material pemberat lumpur agar tidak turun. Akan tetapi jika gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan kerja pompa terlalu berat untuk memulai sirkulasi kembali. Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh memompakan lumpur dengan daya yang besar karena dapat menyebabkan formasi pecah.Gel strengthdapat diukur dengan menggunakan Stromer Viscometer. 2.5.4 Laju Tapisan

Lumpur pemboran terdiri dari komponen padat dan cair. Karena

(6)

pada umumnya lubang sumur mempunyai pori-pori, maka komponen cair dari lumpur akan masuk kedalam dinding lubang bor yang disebut sebagai laju tapisan. Zat cair yang masuk ini disebut filtrate, kegunaan laju tapisan adalah membentuk mud cake pada dinding lubang bor. Secara matematis hubungan tersebut dapat ditulis: Q2=Q1  1 2 T T 2 1 ... ...(2.8) dimana:

Q2 = Volume fluid loss yang dicari selama waktu T2 menit, cc.

Q1 = Volume fluid loss yang diketahui selama T1 menit, cc.

2.5.5 Mud Cake

Mud cake yang baik sebaiknya tipis agar tidak memperkecil lubang bor dan mengurangi kemungkinan terjepitnya pipa bor, serta pada filtrate yang masuk kedalam formasi tidak terlalu berlebihan. Selain itu mud cakeharus bersifat impermeable supaya invasi mud filtrat tidak berlangsung terus, untuk itu mud cakejuga harus cepat terbentuk dan harus tahan terhadap elektrolit. Apabila sifat-sifat mud cake kurang baik (misalnya masih permeable) maka filtrat akan menginvasi kedalam formasi akan semakin banyak.

2.5.6 Derajat Keasaman

Derajat keasaman (pH) lumpur pemboran dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8.5 sampai 12, jadi lumpur pemboran yang digunakan adalah dalam suasana basa. Kalau lumpur bor dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang bor akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain dari pada itu peralatan-peralatan yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi atau tidak mudah berkarat. 2.6 Lumpur Air Garam

Lumpur air garam adalah lumpur yang mempunyai konsentrasi garam (NaCl) diatas 1.000 ppm(1%), konsentrasi garam dapat mencapai jenuh (± 300.000 ppm). Konsentrasi garam dalam lumpur berasal dari : 1. Pemboran batuan garam (salt

stringers). 2. Aliran air asin.

3. Garam yang sengaja ditambahkan.

4. Garam dari air pembuat lumpur. Pada waktu pemboran, formasi batuan garam mungkin dijumpai, dan jika lumpur yang dipakai adalah air tawar maka garam akan larut kedalam lumpur. Jika jumlah garam yang dijumpai besar, maka dianjurkan untuk menggunakan lumpur air tawar jenuh

(7)

(salt saturated mud) atau lumpur minyak.

2.7 Pengaruh NaCl Terhadap Bentonite

Viskositas, daya agar, tapisan dari pH adalah sifat-sifat lumpur yang dipengaruhi oleh kadar garam. Ion-ion Na+ dan Cl- merubah

sifat-sifat dari lempung dan daya tolak antar lempeng menjadi berkurang, sehingga lempung menjadi terflokulasi, ini adalah penumpukan (aggregasi) lempeng-lempeng, dan ini akan menurunkan viskositas dan daya agar akan tetapi meningkatkan laju tapisan. Dengan demikian jika bentonite kering langsung ditambahkan kedalam air asin daya pengentalannya akan menurun.

Untuk meningkatkan daya pengentalan bentonite maka dibuat dahulu larutan bentonite dalam air tawar (prehydrated bentonite) kemudian harus dilarutkan dalam air asin, sehingga diperoleh pengentalan yang lebih tinggi.

2.8 Sistem Lumpur Bentonite Prehydrasi

Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan lumpur bor yang optimal adalah viskositas, dengan dipakainya bentonite pada lumpur ini bertujuan untuk menaikkan viscositas lumpur yang didasarkan karena bentonite mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan. Pada percobaan yang saya lakukan

ini saya menggunakan sistem prehydrated, di mana ini merupakan sistem dengan menggunakan bentonite yang dikembangkan lebih dahulu di dalam air tawar yang bertujuan untuk meningkatkan daya pengentalan dalam bentonite, baru kemudian dilarutkan dalam air asin sehingga dapat diperoleh pengentalan yang tinggi hasil dari mixing. Sistem ini telah banyak dipakai hampir disemua pemboran lepas pantai. Keuntungan dari sistem ini dibandingkan sistem lain adalah kadar perawatan yang lebih rendah dan kadar padatan yang lebih rendah, laju tapisan mudah dikontrol sehingga kita dapat hasil yang optimal dari sistem ini serta pembiayaan yang lebih efisien. 2.9 Perubahan Temperatur

Pada proses pemboran, akan terjadi perubahan temperatur yang diakibatkan oleh gesekan antara mata bor dengan lapisan yang ditembus, oleh karena itu lumpur pemboran juga akan merasakan dampak dari perubahan temperatur, di mana akan terjadi perubahan pada sifat sifat fisik lumpur tersebut. Semakin dalam lubang yang dibor, maka akan semakin tinggi juga temperaturnya.

III. ANALISA DI

LABORATORIUM III.1 Tujuan Pengamatan

Percobaan yang dilakukan dilaboratorium bertujuan untuk

(8)

mengetahui sifat – sifat fisik lumpur bor dengan bahan dasar air asin, berdasarkan data – data hasilpenelitian yang dilakukan setelah penambahan bentonite dalam komposisi lumpur tersebut.

Adapun sifat – sifat fisik yang dianalisa yaitu : Berat Jenis Lumpur, Viscositas, Pengukuran Plastic Viscosity, Yield Point, Apparent Viscosity dan Gel Strength disamping laju tapisan serta pH lumpur.

3.2 Jenis Lumpur Yang Dipakai Lumpur pemboran mempunyai tiga jenis, yaitu lumpur pemboran dengan bahan dasar minyak (oil base mud), air (water base mud), dan lumpur gas (pneumatic).

Lumpur dengan bahan dasar air dibagi menjadi lumpur dengan air tawar dan lumpur dengan air asin.

Dengan melakukan kegiatan pemboran lumpur yang sering digunakan adalah lumpur dengan bahan dasar air, hal ini disebabkan lumpur dengan bahan dasar air mudah sekali didapat dan harganya relatif lebih murah dari pada lumpur berbahan dasar minyak atau gas. Lumpur yang digunakan dalam percobaan ini adalah lumpur berbahan dasar air asin.

3.3 Sistem Lumpur Bahan Dasar Salinitas

Sistem saturated salt water adalah lumpur pemboran yang dijenuhkan dengan garam (Nacl). Maksudnya agar lumpur pemboran tidak bereaksi didalam aliran air asin. Aliran air asin ini dapat menimbulkan penggumpalan lempung, viscositas, daya agar dan laju tapisan meningkat.

Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pembuatan lumpur sesuai dengan komposisi yang ditentukan kemudian dianalisa sifat fisiknya seperti berat jenis, Viscositas, Plastic Viscosity, Yield Point, Gel Strength, LajuTapisan dan pH lumpur. Untuk memperoleh data-data sifat fisik lumpur ini, maka di butuhkan alat-alat di laboratorium seperti :

1. Mixer.

2. Mud Balance. 3. Fann VG Meter. 4. API Filter Press. 5. pH Stripe.

Sedangkan komposisi lumpur yang digunakan dalam melakukan penelitian dilaboratorium, antara lain:

1. Larutan NaCl.

2. Soda Ash. (menetralisir Ca) 3. Bentonite. (bahan dasar) 4. KOH.(menaikan pH) 5. PHPA. (viscosifier) 6. Pac – R. (viscosifier) 7. Pac – LV. (viscosifier)

8. K. Soltex. (menstabilkan sifat fisik lumpur)

(9)

3.3.1 Penentuan Berat Jenis Mud balance adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur berat jenis lumpur bor di lapangan. Untuk mendapatkan pengukuran yang didasarkan atau density air, maka mud balance harus dikalibrasi lebih dahulu dengan air murni 8,33 ppg atau 1 gr/cc pada temperature 80ºF sebelum alat tersebut digunakan untuk mengukur lumpur yang dibuat. Skema gambar mud balance dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Mud Balance

3.3.2 Penentuan Viskositas Lumpur

Viskositas yang dimaksud adalah viskositas yang diukur dengan marsh funnel dengan memperhitungkan viskositas dalam satuan detik/quart dan dilaksanakan secara kontinyu. Peralatan tersebut perlu dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan air tawar. Didalam operasi pemboran, viskositas yang baik adalah antara 36 – 45 marsh funnel. Istilah thick mud digunakan untuk lumpur dengan

viskositas tinggi (kental) dan sebaliknya adalah thin mud (encer).

Gambar 3.3 Marsh funnel

3.3.3 Penentuan Rheologi Lumpur

Sifat-sifat rheologi dari lumpur pemboran berguna untuk mengetahui serta mengukur sifat-sifat aliran dari lumpur, dimana dalam pengukuran dipakai alat yang disebut Fann VG Meter(6 speed).

Fann VG Meter atau Rheometer merupakan alat yang dipergunakan untuk mengukur plastic viscosity, yield point, apparent viscosity dan gel strength dari lumpur bor. Prinsipnya adalah beberapa torsi yang dihasilkan bila lumpur diaduk dengan kecepatan tertentu. Fann VG Meter adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan perputaran dan silinder yang digerakkan oleh tenaga listrik atau diputar dengan tangan (handcrank). Percobaan yang dilakukan di laboratorium telah disesuaikan untuk mendapatkan suatu tatapan, bahwa perhitungan besarnya plastic viscosity, yield point dan apparent

(10)

viscosity didapat dari hasil pembacaan pada lempengan pengukuran dengan kecepatan rotor 600 rpm dan 300 rpm.

3.3.4 Penentuan Gel Strength Gel strength adalah suatu daya pembentukan agar dari suatu fluida pada kondisi statis, sifat ini menunjukan kemampuan lumpur didalam menahan atau mengapungkan serpih pemboran pada saat tidak ada sirkulasi. Keadaan yang sama untuk kondisi yang dinamis dikenal sebagai yield point. Daya agar biasanya diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu: Daya agar kuat dan Daya agar lemah. Daya agar kuat dijelaskan sebagai sesuatu yang awalnya rendah tapi memiliki kenaikan waktu yang tetap, hal ini disebabkan karena tingginya kadar padatan didalam lumpur. Daya agar lemah permulaannya tidak terlalu tinggi tetapi hanya naik sedikit pada waktu yang lama.

Berikut adalah Gambar dari alat Fann VG meter.

Gambar 3.4 Fann VG Meter

3.3.5 Penentuan Laju Tapisan dan Mud Cake

Air tapisan diukur menurut API yang dilakukan dengan tekanan 100 psi selama 30 menit. Pengukuran air tapisan dan tebal ampas dilakukan dengan alat yang disebut Filter Press. Filter Press lebih ditekankan untuk mengetahui sifat-sifat lumpur didasar lubang sumur dimana suhu dan tekanannya tinggi. Seperti pada API, Filter Press terdiri dari sebuah tabung silinder untuk tempat lumpur yang akan diperiksa, tetapi tabung silinder ini disesuaikan khusus untuk tekanan sampai 100 psi, dilengkapi dengan peralatan tekanan yang kesemuanya disangga oleh sebuah penyangga yang memadai.

Apabila filtration loss dan mud cake tidak dikontrol, maka akan menimbulkan berbagai masalah selama operasi pemboran maupun selama tahap produksi. Filtrat yang besar, buruk pengaruhnya terhadap formasi karena menyebabkan pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak dan juga lumpur akan banyak kehilangan fase cairnya. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar, sedangkan filtrationnya akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage pada formasi.

Pembentukan filtration loss dan mud cake adalah dua kejadian dalam pemboran yang berhubungan erat, baik waktu maupun kejadiannya maupun sebab dan akibatnya. Oleh

(11)

karena itu maka pengukuran dilakukan secara bersamaan.

Gambar 3.5 API Filter Press

3.3.6 Penentuan pH Lumpur pH adalah suatu ukuran yang menyatakan derajat kebasahan dari suatu cairan, pH dari lumpur perlu diketahui karena semua tahu bahwa kita tidak menghendaki lumpur yang bersifat asam (korosif).

pH lumpur dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu secara electrometric dan calorimeter. Dalam penelitian ini kita bisa menggunakana secara calorimeter yaitu dengan memakai kertas pH indikator. Dengan melihat adanya perubahan warna pada kertas pH indikator, kemudian cocokan pada harga batasan pH indikator. Untuk mencapai kelarutan yang optimum pada sistem lumpur padatan rendah maka tingkat kelarutan pH harus dijaga antara 9 – 11.

3.3.7 Hot Roller

Hot Roller adalah sebuah alat yang digunakan sebagai simulasi dilapangan pengeboran. Cara kerja alat ini dengan memberikan temperature dan berputar dengan harapan dapat mengikuti keadaan dilapangan pengeboran.

Hasil yang didapat dari penggunaan Hot Roller adalah adanya penurunan Rheologi dan sifat Rheologi disebabkan oleh peningkatan temperature.

Gambar 3.6 Hot Roller 3.3.7 Ion Chlorida

Pengetesan ion Chlorida atau kadar garam akan cocok untuk daerah dimana cairan pemboran terkontaminasi oleh garam( Cl- ).

IV. ANALISA HASIL

PENELITIAN

4.1 Standar Lumpur Percobaan Dalam pengujian lumpur dibutuhkan standarisasi sifat-sifat lumpur pemboran sebagai acuan dimana harga dari masing-masing sifat fisik lumpur pemboran itu

(12)

sangat penting untuk menunjang kelancaran pengeboran, dimana pada rentang harga tersebut lumpur dapat berfungsi dengan baik.

4.2 Berat Jenis Lumpur Bor Berat jenis adalah berat jenis persatuan volume dari lumpur yang memiliki pengaruh terhadap daya apung ( Bouyancy Effect ) terhadap partikel padatan. Semakin besar berat jenis lumpur maka semakin tinggi kemampuan pengangkatannya karena kecepatan gelincir (slip) dari partikel padat menjadi berkurang.

dapat diketahui hasil pengamatan di laboratorium dari berat jenis lumpur terjadi penurunan nilai lumpur pada penambahan konsentrasi Cl- di setiap kenaikan

suhu pada masing – masing komposisi, dengan penambahan Pac – R, Pac – L pada komposisi lumpur “F” dapat menstabilkan kembali harga berat jenis sehingga mengalami kenaikan sehingga viskositas menjadi tinggi dan adanya perubahan suhu maka terjadi penurunan harga densitas, hal ini lumpur tersebut menjadi encer.

Berikut adalah hasil pengamatan Berat Jenis tersebut :

Tabel 4.2

Hasil Pengukuran Berat Jenis Lumpur Pada Berbagai Temperatur

4.3 Viskositas Lumpur

Viskositas menyatakan kekentalan dari lumpur bor, dimana viskositas lumpur memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor ke permukaan.

Diketahui hasil pengamatan di laboratorium dari viskositas terjadi penurunan pada penambahan konsentrasi Cl- begitu juga di setiap

kenaikan suhu pada masing – masing komposisi, tetapi pada komposisi lumpur ”F” adanya penambahan additif Pac – R dan Pac – L dapat menaikan kembali harga viskositas menjadi kembali stabil. Hasil pengukuran viscositas di laboratorium dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Pengukuran Viskositas Lumpur Terhadap Berbagai Temperatur

BERAT JENIS (lb/gal) Kompo sisi Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 8.45 8.40 8.35 B 8.50 8.45 8.40 C 8.50 8.53 8.45 D 8.60 8.58 8.55 E 8.65 8.60 8.57 F 8.67 8.63 8.58

(13)

4.4 Rheologi Lumpur

Rheology adalah ilmu yang mempelajari aliran dari perubahan bentuk suatu materi yang berbeda padatan, cairan dan gas. Ada dua parameter yang penting untuk menganalisa gerak aliran fluida, yaitu tegangan geser dan laju pergeseran. Dengan menggunakan alat Fann VG Meter, plastic viscosity, yield point, apparent viscosity dan gel strength dapat diukur.

Plastic

Viskosity (PV)

Partikel padatan yang non aktif dapat juga menimbulkan kenaikan viskositas, maka untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat-sifat lumpur diukurlah harga plastic viscosity-nya. Jadi plastic viscosity ini adalah suatu tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh adanya gerakan-gerakan antara padatan-padatan didalam lumpur,

padatan cairan dan gesekan antara lapisan cairan. Plastic viscosity berupa garis antara pembacaan reading 600 dan 300 atau hasil torsi pada putaran 600 rpm dikurangi torsi pada putaran 300 rpm.

Dari hasil pengamatan tabel 4.4 dengan konsentrasi Cl- terjadi

penurunan harga Plastic Viscosity begitu juga di setiap kenaikan suhu pada masing – masing komposisi, tetapi dengan adanya penambahan K. Soltex dan lignite pada komposisi lumpur “F” mengalami kenaikan sehingga stabil kembali. Berikut tabel hasil pengamatan dari Plastic viscosity.

Tabel 4.4

Hasil Analisa Plastic Viscosity Terhadap Berbagai Temperatur

Yield Point VISCOSITAS (Sec/Quart) Kompo sisi Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 98 78 67 B 86 73 59 C 65 59 51 D 56 50 43 E 47 43 37 F 78 66 54 PLASTIC VISCOSITY (Cps) Kompo sisi Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 25 17 13.5 B 19.5 15 11 C 12 11 9 D 9.5 8 6 E 7 5.5 4.5 F 19 15 11

(14)

Yield Point adalah mengukur gaya elektro kimia antara padat-padat, cairan-cairan, cairan-padatan pada zat kimia dalam kondisi dinamis yang berhubungan dengan pola aliran.

Dari hasil pengamatan tabel 4.5 dengan penambahan konsentrasi Cl- terjadi penurunan begitu juga

dengan kenaikan suhu di masing – masing komposisi, tetapi dengan penambahan lignite pada komposisi lumpur “F” dapat menstabilkan sehingga harga Yield Point mengalami kenaikan.

Berikut tabel hasil pengukuran Yield Point di laboratorium :

Tabel 4.5

Hasil Analisa Yield Point Terhadap Temperatur

4.5 Gel Strength

Gel strength adalah suatu daya pembentuk agar dari suatu fluida pada kondisi statik, sifat ini menunjukkan kemampuan lumpur didalam menahan atau mengapungkan serpih bor pada saat tidak ada. Diwaktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat menahan serbuk lumpur bor dan material pemberat lumpur agar tidak turun. Akan tetapi jika gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan kerja pompa terlalu berat untuk memulai sirkulasi kembali. Dibawah ini ditampilkan hasil data percobaan gel strength 10 detik dan 10 menit.

Tabel 4.6

Hasil Analisa Gel Strength 10 Sekon Terhadap Temperatur

Tabel 4.7

GEL STRENGTH 10 SEC (lb/100ft2) Kompo sisi Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 13 10 7 B 11 8 6 C 9 7 5.5 D 5 3.5 2 E 3.5 2.5 1.5 F 7 6 5 YIELD POINT (lb/100ft2) Kompo sisi Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 27 22 19 B 25 21 15 C 19 15 11 D 15 12 8 E 11 9 6.5 F 18 14 10

(15)

Hasil Analisa Gel Strength 10 menit Terhadap Temperatur

4.6 Laju Tapisan

Laju tapisan adalah kehilangan sebagian dari fluida (biasanya air dan larutan kimia) dari lumpur yang masuk kedalam formasi yang permeable. Merupakan indikasi jumlah cairan yang masuk kedalam formasi yang sangat tergantung pada temperatur, tekanan dan padatan. Harga laju tapisan yang bagus yaitu < 12,4 ml/30 menit yang dimiliki oleh semua komposisi.

Dapat dilihat tingginya temperatur dapat meningkatkan harga laju tapisan. tetapi pada komposisi lumpur “F” mengalami harga laju tapisan yang stabil serta

masuk kedalam standar laboratorium, hal ini disebabkan pemakaian Pac-R dan Lignite yang dapat menurunkan laju tapisan, selain itu juga Lignite sangat tahan terhadap panas.

Berikut tabel hasil pengukuran Laju Tapisan di laboratorium :

Tabel 4.8

Hasil Analisa Laju Tapisan Terhadap Berbagai Temperatur

4.7 Mud Cake

Pengukuran air tapisan menurut standar API dilakukan dengan tekanan 100 psi dan waktu selama 30 menit pada suhu ruangan. Pengukuran air tapisan ini disertai dengan tebal ampas hasil penyaringan dari alat Filter Press, tebal ampas inilah yang diukur sebagai tebal mud cake.

GEL STRENGTH 10 MIN (lb/100ft2) Komposi si Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 18 16 12 B 15 13 9 C 12 10 8 D 9 8 7 E 6 4.5 3 F 18 14 10 LAJU TAPISAN (cc) Kompo sisi Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 11.8 13 14.4 B 12.2 16 17.8 C 15.2 17.4 19.2 D 16.4 18 20 E 17.8 19.2 21.6 F 9 10.6 11.8

(16)

Tabel 4.9

Hasil Analisa Mud Cake Terhadap Temperatur MUD CAKE (mm) Kompos isi Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 0.25 0.5 1 B 0.35 0.75 1.15 C 0.5 0.92 1.35 D 0.75 0.93 1.45 E 1 1.35 1.65 F 0.7 1 1.5 4.8 pH Meter

pH adalah pengukuran nilai keasaman atau kebasaan suatu lumpur. Keasaman memiliki pH dari 1 sampai dengan 7. pH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroksil

( OH-) yang terdapat dalam lumpur

yang mempengaruhi kereaktifan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam lumpur.

pH perlu diketahui untuk mencegah lumpur yang bersifat asam yang dapat mengakibatkan korosi pada peralatan yang dipakai. pH lumpur dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu secara electrometric menggunakan pH meter dan menggunakan pH indicator yang sesuai dengan komposisi yang ditetapkan dan prosedur kerja yang ditentukan.

Tabel 4.10

Hasil Analisa pH Terhadap Berbagai Temperatur 4.8 Penetesan Ion Chlorida ( Cl- ) PH FILTRATE Komposi si Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 10 9.2 8.5 B 9.75 9 8.3 C 9.65 8.75 8.15 D 9.5 8.8 8.10 E 9.2 8.8 8 F 11.5 10.5 9.5

(17)

Pengetesan ion Chlorida atau kadar garam akan cocok untuk daerah dimana cairan pemboran terkontaminasi oleh garam ( Cl- ).

Kandungan garam (Cl‾) ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur. Naiknya kadar garam dari lumpur disebabkan cutting garam yang masuk kedalam lumpur disaat menembus formasi yang mengandung garam, dengan kata lain lumpur terkontaminasi oleh garam.

Dapat dilihat hasil pengukuran ion chlorida terjadi penurunan pada penambahan konsentrasi Cl- begitu juga dengan

kenaikan suhu di setiap komposisi, berikut hasil pengukuran ion chlorida di laboratorium :

Tabel 4.11

Hasil Analisa ion chlorida Terhadap Berbagai Temperatur

V. PEMBAHASAN

Lumpur pemboran sangat diperlukan dalam suatu kegiatan operasi pemboran, kadang seiring dengan meningkatnya temperatur di dalam formasi dapat mengakibatkan turunnya nilai – nilai rheology yang diperlukan lumpur tersebut. Nilai Plastic Viscosity, Yield Point, Gel Strength serta tebalnya mud cake dapat sesuai dengan nilai standar kondisi lapangan untuk lumpur pemboran. Apabila sifat – sifat rheology dari lumpur tersebut menurun, dapat mengakibatkan permasalahan seperti mengendapnya lumpur didasar formasi, terjepitnya rangkaian karena terlalu tebalnya mudcake atau timbulnya korosi pada peralatan pemboran karena nilai pH ( bersifat asam ).

Lumpur yang diuji adalah lumpur bahan dasar air tawar dengan system prehydrate bentonite, agar system lumpur prehydrate bentonite dapat mengembang maka perlu adanya pencampuran dengan air tawar terlebih dahulu kemudian baru dicampurkan dengan air garam. Komposisi lumpur yang digunakan “A”, “B”, “C”, “D”, “E” dan “F” dengan dasar yang sama dan hanya konsentrasi kadar garam yang berbeda beda pada setiap komposisinya, yaitu komposisi lumpur “A” dengan konsentrasi Cl -KADAR GARAM (ppm) Kompo sisi Hot Roller Temperatur (°F) 80 200 300 A 980 940 900 B 4950 4870 4770 C 9980 9980 9820 D 1500 0 1487 0 14790 E 1980 0 1975 0 19500 F 1950 0 1910 0 18900

(18)

1000 ppm, komposisi lumpur “B” dengan konsentrasi Cl- 5000 ppm,

komposisi lumpur “C” dengan konsentrasi Cl- 10000 ppm,

komposisi lumpur “D” dengan konsentrasi Cl- 15000 ppm,

komposisi lumpur “E” dengan konsentrasi Cl- 20000 ppm,

komposisi lumpur “F” dengan konsentrasi Cl- 20000 ppm, serta

penambahan Pac – R, Pac Lv, K. Soltek, lignite pada komposisi lumpur “F”. Kemudian lumpur yang sudah dibuat dimasukan kedalam Hot Roller dan diproses selama 16 jam dengan pengaruh temperatur ruang(80 F, 200 F, 300 F) terhadap sifat – sifat fisik lumpur seperti berat jenis, viskositas, rheologi lumpur (plastic viscosity, yield point, apparent viscosity), gel strength, laju tapisan dan pH lumpur akan dibahas mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan dilaboratorium dengan mengamati hasil tabel A (Lampiran A) yang merupakan hasil dari grafik pada Lampiran B kemudian dibandingkan dengan standar lumpur Pengeboran ( Tabel 4.1 )

Didalam pengetesan alat Fann VG Meter, ada dua kondisi yaitu kondisi statis dan kondisi dinamis, dimana kondisi statis adalah gel strength 10 detik dan 10 menit, kondisi dinamis adalah plastic viscosity, yield point dan apparent viscosity. Terlihat perbedaan yang mendasar antara enam macam kadar

garam dan temperatur yang berbeda (tiga macam temperatur).

Jika diperhatikan pada lampiran B.1 dapat dilihat terjadi penurunan densitas seiring kenaikan temperatur sampai 300 oF, akan

tetapi penurunan yang terjadi tidak terlalu signifikan dan masih berada pada batas standar laboratorium, hal ini dikarenakan lumpur sangat encer bila temperatur semakin tinggi. Densitas seluruh komposisi yang diuji masih berada pada standar densitas lumpur yang diharapkan sesuai standar laboratorium.

Apabila viscositas turun sampai dibawah harga tersebut, maka perlu ditambahkan komposisi Pac – R dan komposisi Pac – LV untuk menaikkan harga viscositas.

Bila diperhatikan lampiran B.2 dapat dilihat terjadinya penurunan Viscositas seiring dengan kenaikan temperatur, dimana lumpur dengan komposisi lumpur “A” kurang cocok dipakai karena memiliki nilai yang lebih tinggi, tetapi pada komposisi lumpur “E” terlalu encer untuk harga standar. Untuk komposisi lumpur “B” hanya mengalami viskositas yg baik di temperatur 300 oF sebesar 59

sec/quart, sedangkan komposisi lumpur “C”, “D” dan “F” merupakan komposisi lumpur dengan nilai optimal dipakai sampai pada temperatur 300 oF yaitu sebesar 51

sec/quart, 43 sec/quart, 54 sec/quart. Di samping itu, dilakukan juga

(19)

perhitungan terhadap Plastic Viscosity (PV).

Dari hasil pengujian Plastic Viscosity ( PV ) dilaboratorium diperlihatkan pada lampiran B.3 harga Plastic Viscosity ini didapat dari persamaan 2.5 . Jika diperhatikan pada lampiran B.3 Pada komposisi lumpur “A” tidak dapat digunakan karena mempunyai nilai Plastic Viscosity yang sangat besar dari harga standar, sedangkan komposisi lumpur “D” dan “E” memiliki nilai Plastic Viscosity yang rendah sehingga tidak memenuhi spesifikasi yang di berikan jadi tidak dapat digunakan. maka dapat dilihat komposisi yang efektif adalah komposisi lumpur “B” dan “F” yang memiliki nilai Plastic Viscosity 11 cp dan dapat tahan sampai pada temperatur 300 oF, dan bila

temperatur lebih tinggi lagi akan mengakibatkan turunnya harga Plastic Viscosity dan mengurangi kekentalan pada lumpur. Beberapa sifat fisik lain yang diuji yakni Yield Point, Gel Strength, dan Water Loss serta kadar pH.

Yield point untuk masing – masing temperatur yang ada pada lampiran B.4 diperoleh dari persamaan 2.6 , bila diamati pada lampiran B.4 komposisi lumpur “A” tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi standar laboratorium lumpur. Sedang untuk komposisi lumpur “B” dan “C” hanya baik dipakai pada temperatur 300 oF yaitu

masing – masing sebesar 15 lb/100ft

dan 11 lb/100ft. Untuk komposisi lumpur “D” dan “E” baik digunakan pada temperatur 80 oF – 200 oF. maka

komposisi yang paling efektif untuk digunakan adalah komposisi lumpur “F” karena dapat bertahan sampai temperatur 300 oF yaitu sebesar 10

lb/100ft .

Hasil pengamatan Gel Strength 10 detik bila diamati pada lampiran B.5 komposisi lumpur “A” dan “B” yakni konsentrasi Cl- 1.000

dan Cl- 5.000 tidak ada yang

memenuhi standar lumpur pemboran karena nilainya sangat tinggi dari harga standar, sedang untuk komposisi lumpur “D” yakni konsentrasi Cl-15.000 dapat

digunakan karena memenuhi harga standar disemua temperatur. Komposisi lumpur “F” baik digunakan karena masih mempunyai nilai harga standar spesifikasi walaupun dipanaskan sampai temperatur 300oF yaitu sebesar 5

lb/100ft. Untuk komposisi lumpur “C” tidak ada yang memenuhi standar laboratorium lumpur karena nilai tinggi dari harga standar.

Dari hasil penelitian Gel Strength 10 menit yang dilakukan dilaboratorium maka didapat lampiran B.6 , bila diamati harga yang optimal dimiliki oleh lumpur komposisi lumpur “A” dan “F” yang optimal bila dipakai pada temperatur 300 oF yaitu sebesar 12 lb/100ft dan

10 lb/100ft, sedangkan komposisi lumpur “D” dan “E” tidak dapat digunakan karena nilai rendah

(20)

dibawah harga standar laboratorium lumpur. Untuk komposisi lumpur “C” dapat digunakan pada temperatur 80 oF dan 200 oF,

sedangkan komposisi lumpur “B” dapat digunakan pada temperatur 200 oF dan 300 oF. Kenaikan

temperatur akan menyebabkan turunnya harga Gel Strength yang mengakibatkan daya rekah berkurang pada temperatur tinggi.

Hasil pengamatan water loss ini dapat dilihat pada lampiran B.7 bila diamati komposisi lumpur “F” memiliki komposisi yang ideal dimana semua komposisi tersebut masih berada pada batas optimal water loss yaitu sebesar 11,8 cc. Komposisi lumpur “A” hanya baik pada temperatur ruang yaitu sebesar 11,8 cc. Akan tetapi jika temperatur semakin ditambahkan menaikkan laju tapisan yang akan menyebabkan sirkulasi lumpur berhenti dan dinding formasi menjadi tebal dan membentuk mud cake pada dinding formasi.

Hasil penelitian mud cake ini ditunjukkan pada lampiran B.8 yang menunjukkan kenaikan harga mud cake, akan tetapi, kendati water loss mengalami kenaikan, ternyata Mud Cake yang tercipta masih berada pada batas standar harga mud cake lumpur pemboran yaitu < 1,5 mm.

Untuk pH, dengan dinaikkannya temperatur juga terjadi penurunan harga pH pada masing – masing komposisi yang dapat diamati pada lampiran B.9. Harga pH

ini tidak akan berpengaruh juga kita menambahkan bentonite, akan tetapi, penambahan KOH akan menaikkan kadar pH tersebut. Jika diamati pada lampiran B.9 komposisi lumpur “B”, “C” dan “D” hanya baik pada temperatur ruang yaitu sebesar 9,75 , 9,65 , 9,5 sedangkan komposisi lumpur “A” dan “E” tidak baik karena nilai pH dibawah standar laboratorium lumpur. Pada komposisi lumpur “F” semuanya memiliki nilai pH yang baik pada temperatur 80 oF sampai 300 oF yaitu

sebesar 9,5 .

VI. KESIMPULAN

1. Lumpur prehidrasi bentonite mampu mempertahankan densitasnya lumpurnya sampai dengan temperatur 300 oF

dimana dari hasil pengamatan masih di dapatkan harga densitas yang berada pada nilai standar lumpur pemboran. 2. Hasil pengamatan pada

viskositas komposisi lumpur “C”, “D” dan “F” yang mampu mempertahankan harga viskositasnya dalam kondisi ideal hingga temperatur 300 oF,

yaitu sebesar 51 sec/quart, 43 sec/quart, 54 sec/quart.

3. Hasil pengamatan Plastic Viscosity yang baik pada penambahan temperatur dan salinitas yaitu komposisi lumpur “B” dan “F” bertahan suhu temperatur 300°F sebesar 11 cp pada masing – masing

(21)

komposisi, sebab dengan penambahan temperatur lumpur semakin encer.

4. Pada pengamatan Yield Point terjadi penurunan yang masih bertahan pada kondisi ideal sampai dengan temperatur 300°F, yaitu pada komposisi lumpur “B”, “C” dan “F”. Harga

yield point masing – masing komposisi lumpur tersebut sebesar 15 lb/100ft, 11 lb/100ft, 10 lb/100ft.

5. Harga Gel Strength 10 detik pada pengujian lumpur ini mengalami penurunan seiring dengan penambahan salinitas pada berbagai temperatur, hasil pengamatan yang memenuhi kondisi ideal adalah komposisi lumpur “D” pada temperatur 80 – 300 °F, komposisi lumpur “F” pada temperatur 300 °F sebesar 5 lb/100ft, semakin tinggi temperatur maka harga Gel Strength semakin turun.

6. Pada Gel Strength 10 menit yang memenuhi syarat kondisi ideal adalah komposisi lumpur “A” pada temperatur 300 °F sebesar 12 lb/100ft, komposisi lumpur “B” pada temperatur 200 °F sampai 300 °F, komposisi lumpur “F” pada temperatur 300 °F sebesar 10 lb/100ft. kecilnya gel strength akibat dari pengaruh temperatur dan salinitas tinggi.

7. Pada Laju Tapisan harga Laju komposisi lumpur “F” yang

memenuhi kondisi ideal pada temperatur 80°F sampai 300°F yaitu sebesar 11,8 cc.

8. Harga mud cake yang memenuhi kondisi ideal adalah komposisi lumpur “F” tetap stabil pada temperatur hingga 300 °F sebesar 1,5 mm.

9. Pengamatan pada pH mengalami penurunan namun masih dapat di kontrol dengan penggunaan KOH sehingga tidak melewati kondisi ideal yang diberikan. Harga pH lumpur yang memenuhi kondisi ideal adalah komposisi lumpur “F” pada temperatur 80°F sampai 300°F yaitu sebesar 9,5. 10. Dari hasil penelitian di

laboratorium, maka lumpur yang paling baik dan memenuhi standar rheologi lumpur bor akibat adanya pengaruh salinitas dan temperatur tinggi adalah komposisi lumpur “F” dengan konsentrasi Cl- 20.000 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lummos, J.L, “ Drilling Fluids Optmediwt Practical Field Approach” , Penn Co., Tulsa, Oklahoma, 1986.

2. Magcobar, “Drilling Fluid Engineering Manual”, Dresser Industries, Houston, Texas. 1977. 3. “ Mud Technology “, Handbook, Baroid Research Product Sevice, NL Industries Inc, Houston, Texas, 1965.

(22)

4. “Penuntun Praktikum Konservasi Lumpur Pemboran “, Jurusan Teknik Perminyakan FTKE USAKTI, Jakarta.

5. Robani Sadya, “ Diktat Teknik Lumpur Bor “, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti, Jakarta.

6. Robani Sadya, “ Diktat Teknik Pemboran I “, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti, Jakarta.

7. Rudi Rubiandi, “ Teknik Pemboran II “, Jurusan Teknik Perminyakan, ITB, Bandung, 1993.

8. Shebubakar, H.G. dan Sadiya R., “ Teknik Pemboran Volume I “, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti, Jakarta, 1987.

9. “ Spesification For Drilling Fluid Material “, American Petroleum Institute, API Spesification 13A, 13th edition,

1990.

10. “Teknologi Lumpur Pemboran Minyak”. Lemigas, Jakarta. 1993.

Gambar

Gambar 3.4 Fann VG Meter
Gambar 3.5 API Filter Press

Referensi

Dokumen terkait

Hilang lumpur terjadi saat pemboran menembus batuan gamping pada formasi Baturaja Pada lapisan batuan ini terdapat gua-gua dan rekahan – rekahan yang menyebabkan

Penentuan lumpur pemboran yang digunakan dalam suatu operasi pemboran didasarkan pada kondisi bawah permukaan dari formasi yang sedang ditembus.. Fluida pemboran yang

Berat jenis lumpur pemboran, prediksi kondisi tekanan bawah permukaan abnormal, kedalaman penempatan casing serta arah sumur pemboran yang tepat dapat ditentukan

Maksud dan tujuan evaluasi hidrolika sistem lumpur pemboran adalah untuk mengoptimalkan sistem pemboran serta memperkirakan biaya dari pembuatan dan pemakaian lumpur bor

Metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi penanggulangan hilang lumpur ( mud loss ) yaitu : melakukan pengumpulan data-data (data lumpur, data pemboran dan data pompa),

Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan hambatan pemboran dan akhirnya

Prediksi kondisi tekanan pori, berat jenis lumpur pemboran, serta arah sumur pemboran yang tepat dapat ditentukan dengan pendekatan geomekanika, meliputi penentuan

Lumpur pemboran mempunyai peranan yang sangat penting dan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelancaran dan keberhasilan dalam suatu operasi pemboran,