• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Resmi Analisa Lumpur Pemboran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Resmi Analisa Lumpur Pemboran"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan untuk membantu proses pemboran. Analisa yang terhadap lumpur pemboran sangat penting dilakukan untuk mengenali sifat-sifat fisik suatu lumpur pemboran tersebut. Komposisi dan sifat-sifat fisik lumpur pemboran menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh untuk menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran. Karena berbagai faktor-faktor seperti kecepatan, efisiensi, keselamatan, dan biaya operasi pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai. oleh karena itu lumpur pemboran mutlak digunakan selama operasi pemboran berjalan.

Awal mulanya mud engineer hanya menggunakan air untuk mengangkat serpihan pemboran (cutting) pada lubang sumur. Seiring dengan berkembangnya peradaban serta teknologi perminyakan, maka lumpur telah menggantikan tugas air untuk mengangkat cutting. Tetapi faktor-faktor pada formasi dapat mengubah sifat-sifat fisik pada lumpur pemboran. Oleh karena itu, untuk memperbaiki dan mempertahankan sifat-sifat fisik lumpur, zat-zat kimia (additive) ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap digunakan.

Gambar 1.1. Lumpur Pemboran

(2)

Pada awal sistem rotary drilling, lumpur dimaksudkan untuk mengangkat serbuk bor (cutting) dari dasar sumur ke permukaan saja. Tetapi dengan majunya teknologi, lumpur mempunyai banyak fungsi dalam dunia pemboran untuk mengatasi masalah pada pemboran. Lumpur pemboran merupakan cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari percampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur dapat dipompakan. Zat padat ada dua macam yaitu untuk memberikan kenaikkan berat jenis (density) dan untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan (viscosity) tertentu. Sedangkan zat kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang dinginkan. Adapun penjelasan tentang 3 (tiga) komponen-komponen utama lumpur pemboran, sebagai berikut :

1. Fraksi Cairan. a. Air.

Lebih dari 75% lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air tawar dan air asin, sedangkan air asin dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air asin jenuh dan air air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini perlu disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.

b. Minyak.

Lumpur dengan komponen minyak dikembangkan untuk menanggulangi sifat-sifat lumpur dasar air (water base mud) yang tidak diinginkan. Untuk itu digunakan lumpur dasar minyak (oil

base mud) yang mempunyai keuntungan antara lain : mempunyai

sifat lubrikasi / meleburkan / menghancurkan yang baik, stabilitas temperatur yang tahan sampai 500oF, corrosion resistance,

meminimalisasi kerusakan formasi, dan mencegah terjadinya shale

(3)

c. Emulsi Minyak dan Air.

Invert emulsion adalah pencampuran minyak dengan air dan

mempunyai komposisi minyak 50 – 70 % volume (sebagai komponen yang kontinyu) dan air sebanyak 30 – 50 % volume (sebagai komponen diskontinyu). Emulsi terdiri dari dua macam, yaitu :

Oil In Water Emulsion.

Disini air merupakan komponen yang kontinyu dan minyak sebagai komponen teremulsi. Air bisa mencapai sekitar 70 % volume, sedangkan minyak sekitar 30 % volume.

Water In Oil Emulsion.

Disini yang merupakan komponen kontinyu adalah minyak, sedangkan komponen yang teremulsi adalah air. Minyak bisa mencapai sekitar 50 – 70 %, sedangkan air 30 – 50 %.

2. Fraksi Padatan.

a. Reactive Solid (Clay, Bentonite, Attapulgite).

Reactive solid adalah padatan yang apabila bereaksi dengan fasa

cair akan membentuk sifat koloidal pada lumpur. Salah satu dari material ini adalah bentonite, dimana bila bentonite dicampur dengan air akan menyebar (terdispersi) karena muatan negatif pada permukaan plat-plat materialnya akan saling tolak - menolak dan pada saat itu akan menyerap air sehingga membentuk koloid (suspensi) yang lunak dan volumenya membesar (swelling).

b. Innert Solid.

Innert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak

bereaksi dengan zat-zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan sehari-hari pasir yang diaduk dengan air dan kita diamkan beberapa saat, akan turun ke dasar bejana dimana kita mengaduknya. Disini pasir

(4)

disebut inert solid. Didalam lumpur bor inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari formasi.

3. Fraksi Additive.

a. Material pemberat.

b. Filtration loss reduce agent.

c. Viscosifier.

d. Thinner.

e. pH adjuster (pengontrol).

f. Shale stabilitator agent.

Adanya bermacam-macam fraksi tersebut, maka Zaba dan Doherty (1970), mengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, menjadi :

1. Lumpur Air Tawar (Fresh Water Mud).

Lumpur air tawar (fresh water mud) adalah lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan (jika ada) kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam). Jenis-jenis lumpur fresh water mud adalah :

a. Spud Mud, adalah lumpur yang digunakan pada pemboran awal atau bagian atas bagi conductor casing. Fungsi utamanya adalah untuk mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan. b. Natural Mud, yaitu dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam

fasa cair, sifat-sifatnya bervariasi tergantung formasi yang di bor. Lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing.

c. Bentonite – treated Mud, yaitu mencakup sebagian besar dari tipe-tipe air tawar. Bentonite adalah material paling umum yang digunakan untuk koloid inorganik yang berfungsi mengurangi

(5)

filtration loss dan mengurangi tebal mud cake. Bentonite juga dapat

menaikkan viskositas.

d. Phospate treated Mud, yaitu mengandung polyphospate untuk mengontrol viskositas, gel strength dan juga dapat mengurangi

filtration loss serta mud cake dapat tipis.

e. Organic Colloid - treated Mud, terdiri dari penambahan

pregelatinized starch atau carboxymethyl cellulose pada lumpur

yang digunakan untuk mengurangi filtration loss pada fresh water

mud.

f. Red Mud, yaitu mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan oleh treatment dengan caustic soda dan queobracho (merah tua). Jenis lumpur ini adalah alkaline tannate treatment dengan penambahan polyphospate untuk lumpur dengan pH dibawah 10. g. Calcium Mud, yaitu lumpur yang mengandung larutan kalsium (di

sengaja). Kalsium bisa ditambah dengan bentuk slake lime (kapur mati), semen, plaster (CaSO4) atau CaCl2.

2. Lumpur Air Asin (Salt Water Mud).

Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam massive (salt dome) atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran air garam yang terbor. Filtration loss-nya besar dan

mud cake-nya tebal bila tidak ditambah organic colloid, pH lumpur

dibawah 8, karena itu perlu presentative untuk menahan fermentasi

starch. Jika saltmud-nya mempunyai pH yang lebih tinggi, fermentasi

terhalang oleh basa. Suspensi ini bisa diperbaiki dengan penggunaan

attapulgite sebagai pengganti bentonite. Adapun jenis-jenis lumpur salt water mud adalah :

a. Unsaturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya diambil dari air laut yang dapat menimbulkan busa (foaming) sehingga perlu ditambahkan bahan kimia (defoamer)

(6)

b. Saturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya dijenuhi oleh NaCL untuk mencegah pelarutan garam pada formasi garam yang ditembus dan dapat digunakan untuk mengebor lapisan shale. c. Sodium - Sillicate Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya

mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate dan 35 % larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk digunakan bagi pemboran heaving shale, tetapi jarang digunakan karena lebih banyak digunakan lumpur Lime Treated Gypsum Lignosulfonate yang lebih baik, lebih murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya. 3. Oil In Water Emultion Mud.

Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa emulsi dan air sebagai sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi,

filtration loss berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan

lama, penetration rate naik, pengurangan korosi pada drillstring, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan pompa dapat dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drillstring.

4. Oil base dan Oil Base Emultion Mud.

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3 – 5% volume). Lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminan. Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, menaikkan gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtration loss perlu ditambahkan zat-zat kimia. Manfaat oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi maupun formasi

(7)

produktif (jadi ia juga untuk completion mud). Kegunaan terbesar adalah pada completion dan workover sumur.

5. Gaseuos Drilling Fluids.

Lumpur pemboran jenis ini jarang dipergunakan, hanya dipakai untuk daerah-daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah.

Gaseous drilling fluids, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara

maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk pemboran yang formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan terjadinya blow out kecil sekali atau dimana lost

circulation merupakan bahaya utama.

Ada hal-hal yang harus diperhatikan juga dalam pengeboran selain hal-hal diatas yaitu mekanika batuan yang merupakan gaya yang bekerja pada batuan dalam proses pemboran. Ada beberapa macam mekanika batuan antara lain :

1. Compressive strength

Compressive strenght merupakan kekuatan batuan untuk menerima beban kompresif sebelum batuan itu pecah. Compressive ini hanya berlaku untuk menembus batuan. Compressive stregth berpengaruh pada ROP (rate of perforation) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menembus formasi yang memiliki satuan ft/hour. Dalam hubungannya dengan ROP jika compressive stregth besar maka ROP akan turun karena waktu yang di butuhkan dalam menembus batuan akan semakin lama sesuai dengan satuannya yaitu ft/hour.

(8)

Ada istilah WOB (weight on bit) yang juga berpengaruh pada

compressive strength dimana WOB di bagi menjadi tiga, antara lain :Soft dengan berat bit 30.000-60.000 pounds

Medium dengan berat bit 40.000-80.000 pounds

Hard dengan berat bit 50.000-100.000 pounds

Jika dengan WOB rendah tetapi yang ditembus adalah formasi yang keras maka pipa yang kita miliki akan buckling. Sedangkan jika dengan WOB yang tinggi menembus lapisan yang lebih soft, maka akan menyebabkan lumpur yang disirkulasikan tidak sampai ke lubang bor yang kemudian juga akan berpengaruh pada tekanan hidrostatik pada pemboran.

2. Rock Drill Abbility

Rock Drill Abbility memiliki pengertian yaitu kemudahan batuan untuk

di bor.

3. Hardnest

Yaitu ketahanan batuan terhadap gaya gores yang diperhitungkan dengan skala mohs.

Soft formation yaitu < 4 skala mohs. Contohnya shale, silt, clay, dan unconlsolidated limestone

Medium formation yaitu 4-7 skala mohs. Contohnya medium limestone, shalysand, unconsolidated sandstone dan salt anhydrite.

(9)

Hard formation yaitu >7 skala mohs. Contohnya dolomit, consolidated limestone, chert (batu rijang), dan kuarsit.

4. Abrasiveness

Yaitu sifat mengikis dari batuan. Pada umumnya ada di formasi sandstone feldspare, limestone karbonat, clay.

5. Elasticity

Elasticity diperhitungkan pada lapisan shale. Karena shale yang

memiliki elasticity di banding dengan lapisan lainnya. Semakin besar

elasticity nya maka akan sulit untuk melakukan fracturing pada lapisan

tersebut.

6. Bailing tendency

Yaitu kecendrungan cutting untuk menempel pada bit di perhitungkan untuk memilih jenis bit.

Pada lapisan-lapisan atau formasi-formasi yang akan ditembus atau dilalui oleh lumpur pemboran tersebut bermacam-macam atau berubah-ubah, maka kita selalu mengubah-ubah sifat lumpur dengan menambahkan zat kimia yang sesuai. Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu diukur agar fungsi lumpur pemboran tetap optimal, baik lumpur yang akan masuk ke dalam lubang maupun lumpur yang keluar dari dalam sumur. Adapun fungsi utama dari lumpur pemboran adalah :

1. Mengangkat cutting ke permukaan. 2. Mengontrol tekanan formasi.

3. Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring. 4. Membersihkan dasar lubang bor.

(10)

6. Melindungi formasi produktif. 7. Membantu dalam evaluasi formasi.

Fungsi lumpur pemboran di atas ditentukan oleh komposisi kimia dan sifat fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan masalah pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar. Karena sifat fisik lumpur harus selalu dikontrol, maka jika terjadi perubahan pada sifat fisiknya harus segera diatasi, karena itu perlu diketahui dasar-dasar operasi pemboran khususnya mengenai lumpur pemboran.

Untuk menunjang hal itu maka diadakan beberapa praktikum mengenai lumpur pemboran, diantaranya :

1. Densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak dalam lumpur pemboran.

2. Pengukuran viskositas dan gel strength. 3. Filtrasi dan mud cake.

4. Analisa kimia lumpur pemboran. 5. Kontaminasi lumpur pemboran.

6. Pengukuran MBT (Methylene Blue Test).

BAB II

DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN

KADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN

2.1. Tujuan Percobaan

(11)

2. Menentukan besarnya kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam lumpur bor.

3. Mengetahui persentase sand content yang terkandung dalam lumpur pemboran.

4. mengetahui pengertian serta tujuan di teliti nya densitas, sand content dan kadar minyak pada lumpur pemboran

5. mengenal alat dan bahan percobaan pengukuran densitas,sand content, kadar minyak dan sifat-sifat lumpur pemboran.

2.2. Teori Dasar 2.2.1. Densitas

Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur pemboran yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation), sedangkan apabila densitas lumpur pemboran terlalu kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur). Oleh karena itu, densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.

Densitas lumpur pemboran dapat menggambarkan gradien hidrostatik dari lumpur pemboran dalam psi/ft. Namun, di lapangan umumnya dipakai satuan pound per gallon (ppg). Dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Volume setiap material adalah additive :

(12)

2. Jumlah berat adalah additive, maka :

ρsVs + ρml x Vml = ρmb x Vmb

Keterangan :

Vs = Volume solid, gallon

Vml = Volume lumpur lama, gallon Vmb = Volume lumpur baru, gallon ρs = Densitas solid, ppg

ρml = Densitas lumpur lama, ppg ρmb = Densitas lumpur baru, ppg Dari persamaan 1 dan 2 di dapat :

Vs = ρs-ρmb(ρmb- ρml) Vml

Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah : Ws = Vs x ρs

Bila dimasukkan ke persamaan 3 :

Ws = ρs-ρmb(ρmb- ρml)Vml x ρs % volume solid : Vs Vmb x 100% = (ρmb- ρml) ρs- ρml x 100% % berat solid : ρs x Vs ρmb x Vmb x 100% = (ρmb- ρml)ρs (ρs- ρml)ρml x 100%

(13)

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG 4.3 untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ρml ke lumpur baru sebesar ρmb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws sebanyak :

Ws = 684 x (ρmb- ρml)(35.8- ρmb)

Keterangan :

Ws = Berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur. Sedangkan apabila yang digunakan sebagai pemberat adalah

bentonite dengan SG 2.5 maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :

Ws = 398(ρmb- ρml)(20.825- ρmb)

Keterangan :

Ws = Kg bentonite/bbl lumpur lama

2.2.2. Sand Content

Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah beban pada mud pump. Oleh karena itu, setelah lumpur disirkulasikan maka harus mengalami proses pembersihan dengan berbagai jenis-jenis peralatan, terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi. Peralatan-Peralatan tersebut disebut dengan Conditioning Equipment, antara lain :

(14)

Berfungsi membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau

cutting yang berukuran besar. Penggunaan screen (saringan)

untuk problematika padatan yang terbawa dalam lumpur menjadi salah satu pilihan dalam solid control equipment. Solid / padatan yang mempunyai jari yang lebih besar dari jari-jari screen akan tertinggal / tersaring dan dibuang, sehingga jumlah solid dalam lumpur bisa terminimalisasi. Jari-jari

screen diatur agar polimer dalam lumpur tidak ikut terbuang.

Kerusakan screen dapat diperbaiki dan diganti.

Gambar 2.1. Shale Shaker

b. Degassser.

Berfungsi membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke dalam lumpur pemboran. Peralatan ini sangat berfungsi pada saat pemboran menembus zona permeable, yang ditandai dengan pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur berkurang dan volume lumpur pada mud pit bertambah.

(15)

Gambar 2.2. Degasser

c. Desander.

Berfungsi membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale shaker.

Gambar 2.3. Desander

d. Desilter.

Berfungsi seperti desander, namun desilter membersihkan lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Selain dapat menggunakan penyaringan dengan screen terkecil, penyaringan dengan menggunakan mud cleaner, karena dapat lebih murah dan lebih praktis. Penggunaan desilter dan mud cleaner harus dioptimalisasi oleh beberapa faktor, seperti berat lumpur, nilai fasa cair, komposisi solid dalam lumpur, biaya logistik yang

(16)

berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Normalnya berat lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8.

Gambar 2.4. Desilter

Penggambaran sand content dari lumpur pemboran merupakan persentase volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari 74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan saringan tertentu. Jadi persamaan untuk menentukan kandungan pasir (sand

content) pada lumpur pemboran adalah :

n= Vs

Vm x 100%

Keterangan :

n = Kandungan pasir

Vs = Volume pasir dalam lumpur Vm = Volume lumpur

2.2.3. Pengukuran Kadar Minyak

Kandungan minyak adalah banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur pemboran dengan kadar minyak maksimal

(17)

sebesar ± 15 – 20 %. Kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran. Hal ini terutama karena minyak akan memberikan pelumasan sehingga pahat lebih awet, mengurangi pembesaran lubang bor dan mengurangi penggesekan pipa bor dengan formasi serta mengurangi kemungkinan terjadinya jepitan terhadap pahat. Akan tetapi setelah melewati kandungan minyak optimum tersebut, kenaikan kadar minyak akan menyebabkan penurunan laju pemboran, hal ini tejadi pada permukaan bit yang lebih licin saat kontak dengan batuan formasi karena adanya pelumasan yang berlebihan.

2.3. Peralatan dan Bahan 2.3.1. Peralatan

1. Mud Balance 2. Retort Kit 3. Multi Mixer

4. Wetting Agent

5. Sand Content Set

6. Gelas Ukur 500 cc

e.

f.

g. Gambar 2.5. Mud Balance h.

(18)

j.

k. Gambar 2.6. Retort Kit

l.

m.

n.

o. Gambar 2.7. Multi Mixer p. q. r. s. t. u.

v. Gambar 2.8. Wetting Agent w.

(19)

x.

y. Gambar 2.9. Sand Content Set

z. aa. ab.

ac.

ad. Gambar 2.10. Gelas Ukur 500 cc ae. af. ag. ah. ai. 2.3.2. Bahan 1. Barite 2. Bentonite

3. Air Tawar (Aquades) aj.

(20)

ak.

al. Gambar 2.11. Barite am.

an.

ao.

ap. Gambar 2.12. Bentonite aq.

ar.

as.

at. Gambar 2.13 Air Tawar (Aquades) 2.4. Prosedur Percobaan

au. 2.4.1. Densitas Lumpur

1. Mengkalibrasi peralatanan mud balance sebagai berikut: a. Membersihkan peralatanan mud balance

(21)

b. Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu tutup dan dibersihkan bagian luarnya. Keringkan dengan kertas tissue

c. Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula. d. Menempatkan rider pada skala 8.33 ppg

e. Mencek pada level glass bila tidak seimbamg atur calibration

screw sampai seimbang.

2. Menimbang beberapa zat yang digunakan.

3. Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya air dimasukkan dalam bejana lalu dipasang multi mixer dan bentonite dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan. Selang beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup mud

balance dengan lumpur yang telah dibuat.

4. Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan tutup cup dibersihkan.

5. Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider hingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala.

6. Mengulangi langkah lima untuk komposisi campuran yang berbeda. av.

aw. 2.4.2. Sand Content

1. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai. Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan kocok dengan kuat.

2. Menuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih. Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa lumpur yang melekat

3. Memasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur. Hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen volume dari pasir yang mengendap.

(22)

ax.

ay. 2.4.3. Penentuan Kadar Cairan Lapisan

1. Mengambil himpunan retort keluar dari insulator blok, keluarkan mud chamber dari retort.

2. Mengisi upper chamber dengan steel wall.

3. Mengisi mud chamber dengan lumpur dan tempatkan kembali tutupnya, bersihkan lelehan lumpurnya.

4. Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber, kemudian tempatkan kembali dalam insulator.

5. Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan tempatkan dibawah kondensator.

6. Memanaskan lumpur sampai tak terjadi kondensasi lagi yang ditandai dengan matinya lampu indikator.

az.

ba. Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung adalah : 1. % volume minyak = ml minyak x 10

2. % volume air = ml air x 10

3. % volume padatan = 100-(ml minyak + ml air) x 10 4. Gram minyak = ml minyak x 0.8

5. Gram lumpur = lb / gall x 1.2

6. Gram padatan = gram lumpur – (gram minyak + gram air) 7. Ml padatan = 10 – (ml minyak + ml air)

8. Spesific gravity padatan rata-rata = gram padatan/ml padatan.

bb. % berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100 bc.

2.5. Data dan Hasil Percobaan

bd. Data hasil percobaan adalah sebagai berikut :

be. Tabel 2.1. Hasil Percobaan Densitas dan Sand Content

(23)

om po sisi Lu mp ur De n s i t a s bi.( p p g ) a n d C o n te n t bk. ( % V ol u m e) bm. Lu mpu r Das ar (LD ) bn. 8 . 6 5 bo. 0.5 0 bp. bq. LD + 2 gr Bari te br. 8 . 7 0 bs. 0.5 0 bu. LD + 5 bv. 8 . bw.0.5 0

(24)

gr Bari te 7 5 bx. by. LD + 10 gr CaC O3 bz. 8 . 7 5 ca. 0.7 5 cb. cc. LD + 15 gr CaC O3 cd. 8 . 8 0 ce. 0.7 5 cf. 2.6. Pembahasan 2.6.1. Pembahan Praktikum

cg. Pada praktikum ini membahas tentang densitas, sand

content, dan pengukuran kadar minyak lumpur pemboran. Suatu lumpur

memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss. Dalam awal pembentukan lumpur akan terdapat kandungan minyak, yaitu banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur dengan kadar minyak optimum lebih kurang sebesar 15% – 20% kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran. Selama proses pemboran, lumpur juga akan tercampur oleh serpihan-serpihan formasi (cutting) yang akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur.

(25)

ch. Pada praktikum ini kita membuat lumpur terlebih dahulu dengan komposisi campuran 350 cc air dan 22.5 gr bentonite. Sehingga diperoleh lumpur dasar (LD) dengan densitas 8.65 ppg dan sand content 0.50 %. Lalu ketika ditambahkan additive material pemberat seperti

bentonite dan carbonite, harga densitas pun meningkat. Pada percobaan,

apabila lumpur dasar yang kita peroleh ditambahkan barite sebanyak 2 gram, densitas meningkat menjadi 8.70 ppg dengan harga sand content tetap.Begitu pula apabila kita menambahkan barite sebesar 5 gram, maka densitas meningkat lagi menjadi 8.75 ppg dengan harga sand content yang tetap. Pada penambahan additive carbonite, apabila ditambah 10 gram

carbonite maka densitas meningkat menjadi 8.75 ppg dengan perubahan

harga sand content menjadi 0.75 % dan apabila ditambahkan 15 gram

carbonite maka densitas meningkat menjadi 8.80 ppg dan harga sand content menjadi 0.75 %.

ci. Harga densitas dan sand content perlu diperhatikan. Karena jika harga densitas terlalu tinggi maka akan terjadi lost circulation (lumpur pemboran hilang ke formasi), lalu jika harga densitas terlalu rendah akan terjadi kick (fluida formasi masuk ke sumur). Jika harga sand content terlalu tinggi dapat menaikkan denistas yang kemudian menambah beban pompa sirkulasi lumpur dan dapat terjadi proses abrasi atau pengikisan pada peralatan pemboran. Penambahan additive dalam percobaan adalah untuk menaikkan densitas lumpur, dan apabila berdasar efisiensi maka saya memilih menggunakan barite karena dengan gram yang sedikit mampu menaikkan harga densitas secara signifikan dan menstabilkan harga sand content, berbeda dengan carbonate. Sehingga barite dapat dikatakan sebagai additive yang berfungsi menambah densitas dari lumpur dan secara langsung mempengaruhi tekanan hidrostatik dari lumpur yang dinyatakan dengan persamaan :

(26)

ck. cl.

cm. Ph = 0.052 x  x h

cn. Keterangan :

co. Ph = Tekanan hidrostatik, psi/ft cp.  = Densitas lumpur, ppg cq. h = Kedalaman, ft

cr.

cs. 2.6.2. Pembahasan Soal

1. Dilihat dari hasil percobaan diatas, jelaskan apakah Barite dan CaCO3 mempunyai fungsi yang sama ?

ct. Jawab: Ya, dari data tersebut menunjukkan

barite dan CaCO3 memiliki fungsi yang sama dalam hal

meningkatkan, namun tidak sama dalam hal mempertahankan harga sand content.

cu.

2. Jika saudara bekerja sebagai Mud Engineer pada suatu operasi pemboran. Dari dua jenis material pemberat diatas material manakah yang akan saudara gunakan? Berikan alasannya!

cv. Jawab: Barite, karena dapat meningkatkan densitas

tanpa meningkatkan persentase sand content, sehingga produksi pasir tidak meningkat seiring meningkatnya densitas.

cw.

3.

Barite ( BaSO4 ) mempunyai SG dari 4,2 – 4,5. Dari data diatas

(27)

cx. Jawab: Diketahui : ρml ¿8.33 ppg

cy. SG Bentonite = 2.6

cz. % Volume = 0.5%

da. Ditanya : SG Barite ?

db. Jawab : ρmb = ρml x SG Bentonite dc. = 8.33 ppg x 2.6 dd. = 21.658 ppg de. df. Vs Vmbx 100 =

(

ρmbρml

)

ρSρml x 100 dg. 0.5= (21.658 ppg−8.33 ppg) ρS−8.33 ppg dh. 0.5 ρS−4.165 pp g=13.328 ppg di. dj. 0.5 ρS=17.491 ppg dk. ρS=17.491 ppg x 2=34.986 ppg dl. dm. SGbarite= ρs ρml dn. SGbarite= 34.986 ppg 8.33 ppg =4 . 2 do.

4. Dari jawaban soal no 3, perhatikan apakah harga yang diperoleh tersebut berada didalam range SG Barite seperti tertulis dalam soal?

(28)

Jika iya, tentukan apakah barite tersebut termasuk pure barite / APIo

Barite? Jika tidak jelaskan sebabnya!

dp. Jawab : Pada jawaban no 3, harga SG barite yang didapat sebesar 4.2 . Hal tersebut termasuk dalam range SG, maka barite tersebut merupakan APIo Barite.

dq.

5. Dari tabel diatas terlihat bahwa selain densitas, juga diukur kadar pasir. Jelaskan secara singkat mengapa perlu dilakukan pengukuran kadar pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam operasi pemboran!

dr. Jawab: Karena pasir memiliki sifat abrasive, yaitu dapat mengikis peralatan pemboran. Untuk mengatasinya menggunakan zat additive (barite) serta menyaring lumpur dengan Conditioning Equipment.

ds.

6. Pada saat ini selain Barite dapat juga digunakan Hematite (Fe2O3) dan

Ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive. Hematite

mempunyai harga SG antara 4.2 – 5.3. Sedangkan ilmenite dari 4.5 – 5.11 dengan kekerasan masing-masing 2 kali lebih dari barite. Dari data tersebut, buatlah analisa kelebihan dan kekurangan kedua additive tersebut jika dibandingkan dengan barite!

dt. Jawab : a. Kelebihan :

1. Lebih mudah mengontrol tekanan statik lumpur. 2. Cocok untuk pemboran yang dangkal.

3. Mencegah lost circulation.

du. b. Kekurangan : 1. Sukar larut.

2. Tidak ekonomis apabila ingin menaikkan densitas. 3. Tidak sesuai dengan pemboran pada tekanan formasi

(29)

7. Galena (Pbs) mempunyai harga SG sekitar 7.5 dan dapat digunakan untuk membuat lumpur dengan densitas lebih dari 19 ppg. Pada penerapannya, Galena jarang digunakan sebagai density control

additive dan hanya digunakan untuk masalah-masalah pemboran

khusus !

dv. Jawab: Galena jarang digunakan karena zat additive ini dapat menaikkan densitas terlalu signifikan. Jika densitas yang sangat tinggi dapat berakibat terjadinya lost

circulation. Karena itu galena jarang digunakan pada

berbagai formasi, galena hanya digunakan jika densitas turun secara signifikan.

dw.

8. Suatu saat saudara berada dilokasi pemboran. Pada saat itu bit mencapai kedalaman 1600 ft. Saudara diharuskan menaikkan densitas 200 bbl lumpur 11 ppg menjadi 11.5 ppg dengan menggunakan barite (SG = 4.2) dengan catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi. Hitung jumlah barite yang dibutuhkan (dalam lb)!

dx. Jawab : Diketahui: Vml = 200 bbl = 200 x 42 = 8400 gallon dy. ρml = 11 ppg dz. ρair = 8.33 ppg ea. ρmb = 11.5 ppg eb. SGbarite = 4.2

ec. Ditanya: Wbarite ?

ed. Jawab: ρs=SGBaritex ρair

ee. ρs=4.2 x 8.33 ppg=34.986 ppg

(30)

eg. Wbarite=

(

ρmbρml

)

ρsρmb x Vmlx ρs eh. WBarite= (11.5 ppg−11 ppg) 34.986 ppg−11.5 ppgx 8400 gallonx 34.986 ppg ei. Wbarite= 0.5 23.486 x 8400 x 34.986 ej. Wbarite=6255 ,319 lb ek.

9. Sebutkan hal-hal yang terjadi akibat sand content terlalu besar!

el. Jawab : - Bersifat dapat mengikis dan merusak peralatan pemboran.

- Dapat mengendap dan mengganggu kerja bit sehingga kerja

bit tidak optimal

- Densitas lumpur akan naik, sehingga menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation).

em. en. eo. ep. eq. er. es. 2.7. Kesimpulan

1. material yang ditambahkan untuk merawat lumpur agar sesuai sifat yang dibutuhkan adalah additive.additive berupa CaCo3 persentasenya bertambah sebesar 0,25% menjadi 0,75%.

2. Kadar minyak yang ideal didalam lumpur pemboran berkisar 15-20%

3. Densitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan lost circulation,densitas yang terlalu rendah dapat menyebabkan kick. 4. Peningkatan harga sand content mempengaruhi nilai densitas

(31)

menggunakan conditioning equipment seperti shale shaker ,degasser,desander, dan desilter.

et. eu. ev. ew. ex. ey. ez. fa. fb. fc. fd. fe. ff. fg. fh. fi. fj. fk. fl. fm. fn. fo. fp. fq. fr. fs. ft. fu.

(32)

fv. fw. fx. fy. fz. ga. gb. gc. gd. ge. gf. gg. gh. gi. gj. gk. gl. gm. gn. go. gp. gq. gr. gs. gt. gu. gv. gw. gx. gy.

(33)

gz. ha. hb. hc. hd. he. hf. hg. hh. hi. hj. hk. BAB III

hl. PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL

STRENGTH

hm.

hn. 3.1. Tujuan Percobaan

1. Menentukan viskositas dari lumpur pemboran dengan menggunakan

Marsh Funnel.

2. Memahami rheologi dari lumpur pemboran.

3. Mengetahui efek penambahan zat additive (thinner dan thickener) pada lumpur pemboran.

ho. 3.2. Teori Dasar

hp.

Viskositas lumpur adalah kemampuan lumpur untuk mengalir dalam suatu media. Satuan viskositas centipoice (cp). Alat yang digunakan untuk menentukan viskositas adalah Marsh Funnel dan Fann VG.

(34)

hq.

Kemampuan lumpur untuk membentuk gel (agar-agar) yang sangat berguna pada saat round trip (pergantian pipa). Gel strength merupakan salah satu indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength merupakan ukuran gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik.

hr.

Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap di dasar sumur yang dapat menyebabkan masalah pemboran selanjutnya. Viskositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.

hs.

Selama proses pemboran berlangsung, secara otomatis di dalam sumur bor akan terdapat cutting. Cutting adalah serpihan-serpihan atau potongan-potongan dari dinding formasi akibat pengeboran. Viskositas sangat berperan penting dalam pengangkatan cutting dari dasar lubang bor ke permukaan. Apabila viskositas tidak sesuai dengan yang direkomendasikan maka cutting dan material pemberat tidak dapat terangkat ke permukaan. Cutting yang masih berada di bawah bit akan digilas dan dibor lagi oleh bit, dan akan memperlambat proses pengeboran sehingga akan menurunkan rate of penetration.

ht.

Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran. Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi bingham plastic,

power law. Bingham plastic merupakan model sederhana untuk fluida non newtonian.

(35)

hu. Fluida non – newtonian adalah fluida yang mempunyai viskositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang terjadi. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai viskositas yang disebut apparent viscosity dari fluida pada shear rate tersebut. Contoh dari fluida non – newtonian adalah minyak.

hv. Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viskositas yang konstan, fluida non – newtonian memperlihatkan suatu

yield stress suatu jumlah tertentu dari tahapan dalam yang harus diberikan

agar fluida mengalir seluruhnya. Contoh dari fluida newtonian adalah air. hw.

hx.

hy. Gambar 3.1. Klasifikasi Fluida hz.

ia. Gambar di atas merupakan grafik yang menggambarkan antara fluida newtonian dan fluida non – newtonian. Pada fluida newtonian memiliki viskositas yang konstan sehingga menunjukkan garis

(36)

linier. Sedangkan pada fluida non – newtonian memiliki viskositas yang tidak konstan sehingga memiliki beberapa garis linier.

ib. Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham

plastic, dalam hal ini sebelum ada aliran harus ada minimum shear stress

yang disebut yield point (y). Setelah yield point terlampaui maka setiap penambahan shear rate sebanding dengan plastic viscosity (p) dari pada model ini.

ic. Fluida power law ini menunjukkan sifat shear stress yang akan naik sebagai fungsi pangkat “n” dari shear rate.

id. Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana dilakukan dengan menggunakan alat marsh funnel. Viskositas ini adalah jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter untuk mengalir keluar dari corong marsh funnel. Bertambahnya viskositas ini direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida

non – newtonian, informasi yang diberikan marsh funnel memberikan

suatu gambaran rheologi fluida yang tidak lengkap sehingga biasanya digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi sekarang.

ie. Plastic viscosity seringkali digambarkan sebagai bagian

dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik. Sedangkan yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel yang didespersi dalam fasa fluida.

if. Gel strength dan yield point merupakan ukuran dari gaya

tarik menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya gel strength merupakan ukuran gaya tarik menarik yang statik sedangkan yield point merupakan ukuran gaya tarik menarik yang dinamik.

(37)

ih. Pada waktu lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas. Sedangkan waktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengagar inilah yang disebut gel

strength. Gel strength dikenal sebagai gaya tarik menarik antara

partikel-pertikel lumpur pemboran, atau disebut juga dengan daya agar atau daya pulut. Gel strength berfungsi untuk menahan cutting dan material pemberat lumpur pemboran tidak turun diwaktu lumpur tidak bersirkulasi agar tidak menumpuk di lubang annulus.

ii. Pada waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar tidak turun. Apabila gel strength yang terlampau rendah akan menyebabkan terendapnya serbuk bor pada saat sirkulasi lumpur berhenti, Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi, maka akan menyebabkan kerja mud pump saat memulai kembali mensirkulasi lumpur pemboran menjadi lebih berat dari sebelumnya dan akan menimbulkan pecahnya formasi apabila formasi tidak kuat menerimanya. Sehingga diperlukan break circulation setelah lumpur diam atau tidak bersirkulasi.

ij. Pada umumnya viskositas yang tinggi berhubungan dengan

gel strength yang tinggi pula, hal ini dikarenakan karena sifat viskositas

maupun gel strength dengan sifat tarik menarik plate-plate pada clay. Karena itu nilai viskositas dan gel strength dijaga agar tetap stabil (tidak terlalu kecil atau terlalu besar).

ik. il.

(38)

im.

in. 3.2.1. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate

io. Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM rotor, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan detik1 agar diperoleh harga viskositas dalam satuan

cp (centipoise). Adapun persamaanya adalah sebagai berikut : ip. iq...Τ = 5.007 x C ir. γ = 1.704 x RPM is... it. Keterangan :

iu. τ = Shear stress, dyne/cm2

iv. γ = Shear rate, detik-1

iw. C = Dial reading, derajat ( o )

ix. RPM = Rotation per minute dari rotor iy.

3.2.2. Penentuan Harga Viskositas Nyata (Apparent Viscosity)

iz. Viskositas nyata µa untuk setiap harga shear rate dihitung

berdasarkan hubungan : ja. 100 x a    jb. jc. 100 ) 300 ( x RPM xC a

jd. je.

(39)

3.2.3. Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point

jf. Untuk menentukan plastic viscocity (µp) dan yield point

(γp) dalam field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai berikut : jg. 300 600 300 600

p

jh. Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan (5) didapat : ji. µp = C600 – C300 jj...γb = C300 – µp jk. jl. Keterangan : jm. µp = Plastic Viscosity, cp

jn. γb = Yield Point Bingham, lb/100 ft

jo. C600 = Dial reading pada 600 RPM, derajat

jp. C300 = Dial reading pada 300 RPM, derajat

jq.

3.2.4. Penentuan Harga Gel Strength

jr. Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara

langsung dari pengukuran dengan peralatan Fann VG meter. Simpangan skala penunjuk akibat digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft

js.

3.3. Perlatan dan Bahan

(40)

1. Marsh Funnel

2. Timbangan

3. Gelas Ukur 500 cc

4. Fann VG

5. Mud Mixer

6. Cup Mud Funnel

ju. jv.

jw.

jx. Gambar 3.2. Marsh Funnel jy. jz. ka. kb. kc. kd.

ke. Gambar 3.3. Timbangan kf.

kg. kh. ki. kj.

(41)

kk.

kl. Gambar 3.4. Gelas Ukur 500 cc

km. kn. Gambar 3.5. Fann VG ko. kp. kq. kr.

ks. Gambar 3.6. Mud Mixer kt.

ku. kv.

(42)

kw.

kx. Gambar 3.7. Cup Mud Funnel ky.

kz. 3.3.2. Bahan

1. Bentonite

2. Air tawar (aquades)

3. Bahan-bahan pengencer (Thinner)

la. lb. Gambar 3.8. Bentonite lc. ld. le. lf.

(43)

lg. Gambar 3.9. Air Tawar (Aquades) lh. li. lj. lk. ll. Gambar 3.10. Thinner lm. ln. 3.4. Prosedur Percobaan lo. 3.4.1. Membuat lumpur

lp. Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan lumpur pada acara 1.

lq. 3.4.2. Cara Kerja dengan Marsh Funnel

1. Menutup bagian bawah dari marsh funnel dengan jari tangan. Tuangkan lumpur bor melalui saringan sampai lumpur menyinggung bagian bawah saringan (1500 cc).

2. Menyediakan bejana yang telah tertentu isinya ( 1 quart = 946 ml). Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga lumpur mengalir dan ditampung dengan bejana tadi.

3. Mencatat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana tertentu isinya tadi.

lr.

ls. 3.4.3. Mengukur Shear Stress dengan Fann VG

1. Mengisi bejana dengan lumpur sampai batas yang telah ditentukan. 2. Meletakkan bejana pada tempatnya, serta atur kedudukannya

sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup kedalam lumpur menurut batas yang telah ditentukan.

(44)

3. Menggerakkan rotor pada posisi High dan tempatkan kecepatan putar rotor. pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan sehingga kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat harga yang ditunjukkan skala.

4. Mencatat harga yang dilakukan oleh skala penunjuk setelah mencapai keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200, 100, 6 dan 3 RPM dengan cara yang sama seperti diatas.

lt.

lu. 3.4.4. Pengukuran Gel Strength dengan Fann VG 1. Setelah selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan Fann

VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.

2. Matikan Fann VG kemudian diamkan lumpur selama 10 detik. 3. Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Baca

simpangan maksimum pada skala penunjuk.

4. Aduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor 600 RPM selama 10 detik. Ulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit (untutk gel strenght 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit) 3.5. Data dan Hasil Percobaan

lv. Dari percobaan diperoleh hasil sebagi berikut : lw.

lx. Tabel 3.1. Hasil Percobaan Viskositas dan Gel Strength lz. K o m p o s i s i l u m p u mb. md. me.

(45)

r mg. Lu m p u r D a s a r ( L D ) mh. mj. mk. ml. mm. mn. LD + 2 g r d e x t r i d mo. mp. mq. ms. mu. LD + 2 . 6 g mv. mw. mx. my. mz.

(46)

r d e x r t i d nb. L D + 3 g r b e n t o n i t e nc. ng. ni. L D + 9 g r b e n t o n nm. nn.

(47)

i t e no. 3.6. Pembahasan np. 3.6.1. ... Pembahasan Praktkum nq.

Pada praktikum ini membahas tentang pengukuran viskositas dan

gel strength. Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok

dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Viskositas didefinisikan sebagai kemampuan lumpur untuk mengalir dalam suatu media. Serta gel

strength adalah lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak

terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur.

nr. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat menyebabkan masalah pemboran selanjutnya. Viskositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.

ns. Pada praktikum perhitungan viskositas dan gel strength, yang ditentukan dalam perhitungan adalah viskositas, yield point, dan gel

strength selama 10 detik dan 10 menit. Pada hasil percobaan di peroleh

lumpur dasar dengan viskositas relatif sebesar 52 cp, plastic viscocity sebesar 3.5 cp, yield point sebesar 21.5, dan gel strength pada 10 detik sebesar 3 dan pada 10 menit sebesar 10.

nt. Pada pengukuran ini juga dilakukan penambahan additive

dextrid dan bentonite. Pada saat ditambahkan dextrid terjadi perubahan

(48)

dari ketiganya menjadi lebih besar dibandingkan dengan keadaan pada lumpur awal. Apabila ditambahkan 2 gr dextrid maka viskositas relatif menjadi 61 cp, plastic viscocity menjadi 6 cp, yield point sebesar 24, dan

gel strength pada 10 detik sebesar 5 dan pada 10 menit sebesar 14. Dan

apabila ditambahkan 2.6 gr dextrid maka plastic viscocity menjadi 11 cp,

yield point sebesar 27, dan gel strength pada 10 detik sebesar 18 dan pada

10 menit sebesar 72. Hal ini terjadi pula pada bentonite, apabila ditambahkan 3 gr bentonite maka viskositas relatif menjadi 50 cp, plastic

viscocity menjadi 2 cp, yield point sebesar 3.4, dan gel strength pada 10

detik sebesar 7 dan pada 10 menit sebesar 20. Dan apabila ditambahkan 9 gr bentonite maka plastic viscocity menjadi 12 cp, yield point sebesar 50, dan gel strength pada 10 detik sebesar 24 dan pada 10 menit sebesar 104. Dari kedua additive, perubahan nilai gel strength sangat signifikan saat ditambahkan bentonite dibandingkan dextrid karena bentonite yang ditambahkan dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan dextrid. nu. Pada hasil gel strength 10 detik selalu lebih kecil dibandingkan gel strength pada 10 menit. Karena untuk membentuk gel, lumpur memerlukan waktu untuk menjadi gel yang sebanding dengan lama waktu. sehingga tentu saja gel strength 10 menit mempunyai waktu yang lebih lama ketika partikel didalam lumpur melakukan gaya tarik menarik.

nv. Dalam aplikasinya dilapangan apabila nilai gel strength sangat besar dapat mempersulit sirkulasi dalam lumpur pemboran, dan menambah beban dari pompa serta mempersulit pemisahan cutting dari lumpur pemboran. nw. nx. ny. 3.6.2 ... Pembahasan soal

(49)

1. Berikan penjelasan analog antara dextrid dan bentonite jika berdasarkan table hasil percobaan diatas!

nz. Jawab : Dextrid dan bentonite digunakan untuk menaikkan viskositas dari suatu lumpur pemboran dengan cara memperbesar shear stress dari lumpur tersebut.

oa.

2. Dengan melihat data, jelaskan maksud penambahan dextrid ke dalam lumpur dan jelaskan bagaimana additive tersebut dapat melakukan fungsinya !

ob. Jawab : Penambahan dextrid bermaksud untuk meningkatkan plastic viscocity dan yield point serta gel

strength. Dengan menaikkan plastic viscocity yang secara

tidak langsung menaikkan viskositasnya. oc.

3. Dari 2 additive diatas, manakah additive yang lebih signifikan menaikkan gel strength !

od. Jawab : Bentonite, dilihat dari data yang didapat pada tabel diatas.

oe.

4. Dari data diatas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar dari GS 10 detik, jelaskan!

of. Jawab : Karena nilai Gel Strength (GS) akan semakin bertambah seiring bertambahnya waktu. Sebab hal tersebut

gel strength 10 menit akan lebih besar dibanding gel strength

10 detik. og.

5. Dari suatu percobaan yang dilakukan dalam pembuatan lumpur dengan

barite seberat 4 gram, kemudian itu didapatkan dial reading pada 600

RPM sebesar 155 dan dial reading pada 300 RPM sebesar 130, Hitunglah nilai plastic viscosity dan yield point dari percobaan tesebut! oh.

oi.

oj. Jawab : Diketahui : C600 = 155

ok. C300 = 130

(50)

om. Jawab : - μp = C600 – C300 on. = 155 – 130 oo. = 25 cp op. oq. - γb = C300 – μp or. = 130 – 25 os. = 105 Lb 100 Ft2 ot. ou. 3.7. Kesimpulan

1. Rheologi lumpur pemboran yaitu yield point dan plastic viscocity. 2. Viskositas terlalu tinggi menyebabkan lumpur terlalu berat dan

mengganggu siklus pemboran, dan viskositas terlalu rendah maka serbuk bor kembali mengendap di dasar sumur.

3. Sifat rheologi lumpur pemboran dapat berubah jika mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi.

4. Viskositas memiliki hubungan yang setara dengan gel strength, densitas dan tekanan hidrostatis lumpur pemboran.

5. Dextrid dan bentonite ditambahkan pada percobaan tersebut untuk menaikkan nilai viskositas dan gel strength pada lumpur pemboran. ov.

ow.BAB IV

ox.FILTRASI DAN MUD CAKE

oy. 4.1. Tujuan Percobaan

1. Mempelajari pengaruh dari komposisi lumpur pemboran terhadap

filtration loss dan mud cake.

2. Mengenal dan memahami alat-alat dan bahan pada praktikum filtrasi dan mud cake.

3. Mengetahui hubungan yang terdapat diantara filtrasi dan mud cake . oz...

(51)

pb. Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut filtrat / filtrate. Proses filtration diatas hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran , yaitu static filtration dan dynamic filtration. Static filtration terjadi ketika lumpur berada dalam keadaan diam dan dynamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.

pc. Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud

cake. Mud cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding

lubang bor. Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat yang terlalu banyak menyusup ke pori-pori batuan dapat menimbulkan kerusakan pada formasi. Peralatan untuk mendiagnosis filtration loss dan

mud cake adalah high pressure high temperature (HPHT).

pd.

pe. Gambar 4.1. High Pressure High Temperature (HPHT). pf.

pg. Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol maka akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor.

(52)

ph. Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volume

filtration loss dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur

yang digunakan adalah APIRP 13 B untuk low pressure low temperature (LPLT). Lumpur ditempatkan dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran selama 30 menit. Volume filtrat ditampung dalam gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).

pi. Persamaan untuk volume filtrat yang dihasilkan dapat diturunkan dari persamaan darcy. Persamaannya adalah sebagai berikut :

pj. pk. Vf = A 5 . 0 1 2                    PT Cm Cc k

pl. pm. Keterangan : pn. A = Filtration area po. K = Permeabilitas cake

pp. Cc = Volume fraksi solid dalam mud cake

pq. Cm= Volume fraksi solid dalam lumpur pemboran pr. P = Tekanan filtrasi

ps. T = Waktu filtrasi = Viskositas filtrat pt.

pu. Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam proses pemboran yang berhubungan erat dengan waktu, kejadian serta sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara bersamaan. Persamaan yang umum digunakan untuk

static filtration loss adalah sebagai berikut :

(53)

pw. x Q Q2 1 5 . 0 1 2       t t px. Keterangan :

py. Q1 = Fluid filtration loss pada waktu t1 pz. Q2 = Fluid filtration loss pada waktu t2 qa.

qb. Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen cair. Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, komponen cair dari lumpur pemboran akan masuk ke dalam dinding lubang bor. Zat cair yang masuk ini disebut filtrat. Padatan dari lumpur akan menempel pada permukaan dinding lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding lubang, maka cairan yang masuk ke dalam formasi juga berhenti.

qc.

qd. Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat negatif tersebut antara lain :

a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.

qe. Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air, maka ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehingga dinding lubang cenderung untuk runtuh.

b. Menyalahi interpretasi dari logging.

qf. Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity

dari formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut. Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging adalah resistivity dari filtrat.

(54)

qg. Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari formasi ke dalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.

d. Differential sticking.

qh. Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan menjadi tebal. Saat sirkulasi berhenti dengan berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding lubang.

e. Channeling pada semen.

qi. Saat penyemenan, mud cake yang tebal jika tidak dikikis akan menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak baik.

qj. Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum adalah standar filtration press, terdiri dari :

1. Mud cup.

2. Gelas akur.

3. Tabung sumber tekanan.

4. Kertas saringan.

qk. Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan akibatnya bagi suatu pekerjaan pemboran, maka dapatlah ditemukan cara untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi dapat dilakukan dengan cara

1. Pengaturan tekanan.

2. Pengaturan komposisi lumpur.

ql. Terjadinya filtration loss yang besar berdampak buruk terhadap formasi maupun lumpur pemboran, karena akan terjadi filtration

(55)

akan kehilangan cairan. Dalam perubahan ini, proses filtrat yang masuk ke dalam formasi produktif dapat menyebabkan produktivitas sumur tersebut menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan terhadap laju filtration, maka diperlukan membatasi jumlah cairan yang masuk ke dalam formasi. Selain melakukan pengontrolan tekanan sirkulasi lumpur selama operasi pemboran, juga dapat melakukan pengaturan komposisi lumpur yang merupakan hal terpenting untuk mencegah filtration loss.

qm. Untuk mengurangi filtration, juga digunakan zat additive yang disebut filtrate reducer. Filtrate reducer ini kemudian membentuk ampas (filter cake) pada lapisan yang poros serta permeable dan ketika

droplet air yang teremulsikan didalam minyak menjadi bulatan yang keras

(rigid sphere), mereka bertindak sebagai padatan dan akan tersaring oleh serat-serat filter cake sehingga filtrat yang dihasilkan hanya berupa minyak saja. Jenis-jenis filtrate loss reducer, antara lain :

1. Koloid (bentonite). 2. Starch, CMC – Driscose.

3. Minyak (berdampak buruk terhadap dynamic loss).

4. Q – Broxin (berdampak baik terhadap dynamic loss maupun

static loss).

qn.

qo. Terjadinya filter cake pada dinding lubang bor analog dengan peristiwa osmose dan secara matematis dapat dinyatakan dengan :

qp.

qq. Tekanan Osmose = R x TV

qr. Keterangan :

qs. R = Konstanta gas ideal qt. T = Temperatur

qu. V = Volume filtrat lumpur yang masuk qv. 4.3.

(56)

... Peralatan dan Bahan

qw. 4.3.1. Peralatan 1. Filter Press 2. Mud Mixer 3. Stop Watch 4. Gelas Ukur 500 cc 5. Jangka Sorong 6. Filter Paper qx. qy.

qz. Gambar 4.2. Filter Press

ra. rb. rc. rd. re.

(57)

rf.

rg. Gambar 4.3. Mud Mixer

rh.

ri. Gambar 4.4. Stop Watch rj. rk. rl. rm. rn. ro.

rp. Gambar 4.5. Gelas Ukur 500 cc rq.

rr. rs. rt. ru.

(58)

rv.

rw. Gambar 4.6. Jangka Sorong

rx.

ry. Gambar 4.7. Filter Paper rz. sa. 4.3.2. Bahan 1. Bentonite 2. Aquades sb. sc. Gambar 4.8. Bentonite sd.

(59)

se. sf. sg. sh. si. sj. Gambar 4.9. Aquades sk. 4.4. Prosedur Percobaan

1. Membuat lumpur : Membuat lumpur standar : 22.5 gr bentonite + 350 cc aquades. Tambahkan additive sesuai dengan petunjuk asisten. Aduk selama 20 menit.

2. Mempersiapkan alat filter press dan segera pasang filter paper serapat mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung

fluid filtrate.

3. Menuangkan campuran lumpur kedalam silinder dan segera tutup rapat, kemudian alirkan udara dengan tekanan 100 psi.

4. Mencatat volume filtrat sebagai fungsi dari waktu dengan stop watch. Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama, kemudian setiap 5 menit untuk 20 menit selanjutnya. Catat volume filtrat pada menit ke 7.

5. Menghentikan penekanan udara, membuang tekanan udara dalam silinder (bleed off) dan sisa lumpur dalam silinder dituangkan kembali ke dalam breaker.

6. Tentukan tebal mud cake yang terjadi dan ukur pH-nya. sl.

sm.4.5. Data dan Hasil Percobaan sn. Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berkut :

(60)

so.

sp. Tabel 4.1. Hasil Percobaan Filtrasi dan Mud Cake sr. K o m p o s i s i L u m p u r ss. st. su. sv. sw. sx. sy. sz. ta. tc. L u m p u r D a s a r ( L D ) td. te. tf. tg. th.1.9 tj. L D + 2 g r tk. tl. tm. tn. to. 1.4

(61)

d e x t r i d tq. L D + 2 . 6 g r d e x r t i d tr. ts. tt. tu. tv. tx. L D + 9 g r b e n t o n i t e tz. ua. 11.5 ub. uc.2.4

(62)

ud. ue. LD + 1 . 5 g r uf. q u e b r a c h o

ug. uh. ui. uj. uk.

2.1

ul. 4.6. Pembahasan

4.6.1. Pembahasan Praktikum

um. Pada praktikum ini adalah untuk menentukan filtrasi dan

mud cake. Awal dari proses filtrasi ketika terjadi kontak antara lumpur

pemboran dengan batuan poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut filtrat. Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud cake. Mud cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding lubang bor. Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat.

un. Pada proses awal praktikum, lumpur terlebih dahulu dibuat kemudian diperoleh lumpur dasar dengan V 2 (ml) 3.25, V 7.5 (ml) 6.5, V 30 (ml) 12.8, pH 9.83 dan mud cake 1.93. Additive yang digunakan dalam percobaan adalah dextrid, bentonite, dan quebracho. Pada saat

Gambar

Gambar 1.1. Lumpur Pemboran
Gambar 2.1. Shale Shaker
Gambar 2.2. Degasser
Gambar 2.4. Desilter
+2

Referensi

Dokumen terkait

BAB III TEORI DASAR ANALISA PROBLEM PEMBORAN, PREDIKSI TEKANAN, DAN ANALISA CUTTING.... Problem

Penentuan lumpur pemboran yang digunakan dalam suatu operasi pemboran didasarkan pada kondisi bawah permukaan dari formasi yang sedang ditembus.. Fluida pemboran yang

Kesimpulan dari perancangan pompa torak untuk ijeksi lumpur pemboran kedalaman 10000 feet dan debit 500 gpm didapatkan diameter silinder sebesar 6,5 inch dengan panjang langkah

Dalam merencanakan lumpur selalu harus dibuat berat jenis dari lumpur memberikan tekanan hidrostatis lumpur yang lebih besar dari tekanan formasi yang akan diembus supaya

Maksud dan tujuan evaluasi hidrolika sistem lumpur pemboran adalah untuk mengoptimalkan sistem pemboran serta memperkirakan biaya dari pembuatan dan pemakaian lumpur bor

Metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi penanggulangan hilang lumpur ( mud loss ) yaitu : melakukan pengumpulan data-data (data lumpur, data pemboran dan data pompa),

Sistem lumpur yang dipilih harus mempunyai sifat fluid loss kecil dan karakteristik mud cake yang baik dengan harga koefisien friksi relatif kecil...

Bedasarkan penyebab terjadinya masalah hilang lumpur yang timbul pada operasi pemboran panasbumi sumur panasbumi B-1 disebabkan oleh lemahnya tekanan formasi dan adanya