• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buletin Maya Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buletin Maya Indonesia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Magha adalah sebuah nama bulan dalam penanggalan India kuno. Maghapuja berarti puja yang dilakukan berkaitan dengan bulan Magha. Dalam tradisi Buddhis, bulan Magha memiliki arti penting karena pada bulan itu, suatu kejadian penting terjadi di masa kehidupan Sang Buddha. Peristiwa penting itu dikenal dengan istilah Caturangasannipata, yakni pertemuan Sang Buddha dengan para bhikkhu yang memiliki ciri-ciri istimewa empat hal, yaitu:

1. Para bhikhu yang hadir berjumlah 1250 bhikkhu.

2. Kesemua bhikkhu tersebut telah mencapai tingkat arahatta yang ditahbiskan oleh Sang Buddha dengan cara Ehibhikkhu-upasampada. 3. Mereka berkumpul tanpa ada undangan

4. Dalam pertemuan itu, Sang Buddha membabarkan Ovadapatimokkha atau Nasihat tentang Kemoralan Luhur.

Ovadapatimokkha ini berbentuk gubahan syair sebagai berikut : Khanti paramam tapo titikha

Nibbanam paramam vadanti Buddha Na hi pabajito parupaghati

Samano hoti param vihethayanto Sabbapapassa akaranam Kusalassupasampada Sacittapariyodapanam Etam buddhana sasana

Pergilah, oh... para bhikkhu, menyebarlah demi manfaat orang banyak, demi kebahagiaan orang banyak, demi cinta kasih pada dunia ini, demi kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Hendaklah kalian tidak pergi berduaan ke tempat yang sama.

Ajarkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya dan indah pada akhirnya...

Buletin Maya Indonesia

(2)

Dharma

Kedai

Anupavado anupaghato Patimokkhe ca samvaro Mattannuta ca bhattasmim Pantanca Sayanasanam Adhicitte ca ayogo Etam buddhana sasananti Arti syair di atas adalah:

Kesabaran, ketabahan adalah cara bertapa terbaik; Para Buddha bersabda: Nibbana adalah yang tertinggi; Seseorang yang melukai orang lain, menyakiti orang lain, bukanlah seorang petapa, bukan seorang samana. Tidak berbuat segala keburukan, mengembangkan kebajikan, menyucikan pikiran sendiri, adalah ajaran para Buddha.

Tak menghujat, tak menyakiti, terkendali dalam tata susila, tahu ukuran dalam hal makan, hidup di tempat yang tenang, berusaha mengembangkan pikiran luhur, adalah ajaran para Buddha.

Dalam syair di atas, Sang Buddha meletakan kesabaran sebagai kebajikan utama dalam bertapa. Maksud dari bertapa di sini adalah usaha-usaha membakar hangus keburukan-keburukan dalam batin. Jadi dalam hal menggunakan nilai-nilai luhur untuk membakar hangus keburukan-keburukan, kesabaran adalah yang utama. Kesabaran di sini yang dimaksud adalah kemampuan dalam meredam hal-hal yang tidak menyenangkan, baik secra fisik seperti tahan terhadap panas, dingin, letih, lapar dan sebagainya, maupun secra batin seperti tabah terhadap cercaan, hinaan dan lain-lain.

Nibbana atau kepadaman dikatakan sebagai yang tertinggi oleh karena tidak ada satu hal pun yang mampu member kebahagiaan lebih selain keberadaan padamnya kotoran-kotroan batin. Batin yan terbebas dari kotran batin berarti pula dari derita yang diakibatkan olehnya.

Selanjutnya, Sang Buddha bersabda tentang kriteria seorang pertapa. Menjadi pertapa bukan sekadar karena melewati proses upacara penahbisan, atau bukan karena pakaian tidak pada umumnya perumah tangga, melainkan karena usaha-usaha meredam hal-hal yang buruk yang muncul lewat pikiran, ucapan dan perbuatan serta mengembangkan hal-hal yang mulia lewat pikiran, ucapan, dan perbuatan. Ini adalah kriteria seorang petapa menurut Sang Buddha, menurut Para Buddha.

Dari peristiwa agung inilah kita kemudian mengetahui dan menyadari makna kesucian, makna kebahagiaan, menjadi muncul rasa salut terhadapnya, terdorong untu mendapatkannya. Apabila seseorang sadar akan tanggung jawab terhadap tugas diri sendiri, bagaimana menciptakan

kebahagiaan yang sejati bagi diri sendiri, ia akan dengan segera menapakkan langah mengikuti jejak para suciwan. Ini adalah bagaimana seseorang dapat mengarahkan pikiran ke hal-hal yang baik, yang benar dan yang bermanfaat. Pengarahan pikiran pada hal-hal tersebut memberikan kebahagiaan yang lebih daripada kebahagiaan yang diberikan oleh siapapun. Ini seperti tercantum dalam Dhammapada, Cittavaga:

Na tam mata pita kayira Anne vapi ca nataka Sammapanihitam cittam Seyyaso nam tato kare Artinya:

Bukan bunda, ayah atau kerabat lain yang menjadikan seseorang luhur, namun pikiran yang ditegakan dengan benar menjadikan dia luhur, lebih luhur daripada hal di atas.

[Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Dhammadhiro]

Petunjuk berlangganan :

a. Dapat mengirim email kosong ke :

Dharma_mangala-subscribe@yahoogroups.com b. Atau dapat langsung join melalui web :

http://groups.yahoo.com/group/Dharma_mangala c. Atau di perpustakaan on line yang menyediakan

banyak ebook menarik: http://www.DhammaCitta.org

Surat-menyurat, kritik atau saran, dapat ditujukan ke alamat redaksi : dharmamangala@yahoo.com.

Redaksi menerima sumbangan naskah atau cerita yang berhubungan dengan ajaran Sang Buddha Gotama. Redaksi akan menyeleksi naskah, mengedit tanpa merubah maksud dan tujuan naskah tersebut. Semua artikel dapat diperbanyak tanpa ijin, namun harus mencantumkan sumbernya.

(3)

Syair

Syair

hilang, tidak mungkin ditinggalkan, walaupun suatu saat akan meninggal, ia tetap akan membawanya. Tak seorangpun yang dapat mengambil "Harta" itu, perampok-perampokpun tidak dapat merampasnya. Oleh karena itu, lakukanlah perbuatan-perbuatan bajik karena inilah "Harta" yang paling baik.

Inilah "Harta" yang sangat memuaskan, yang diinginkan para dewa dan manusia, dengan buah kebajikan yang ditimbunnya, apa yang diinginkan akan tercapai. Wajah cantik dan suara merdu, kemolekan dan kejelitaan, kekuasaan dan pengikut, semua diperoleh berkat buah kebajikan itu. Kedaulatan dan kekuasaan kerajaan besar, kebahagiaan seorang raja Cakkavati, atau kekuasaan dewa di alam surga, semuanya diperoleh berkat buah kebajikan itu.

Setiap kejayaan manusia, setiap kebahagiaan surga, bahkan kesempurnaan Nibbana, semuanya diperoleh berkat buah kebajikan itu. Memiliki sahabat-sahabat sejati, memiliki kebijaksanaan dan mencapai pembebasan, semuanya diperoleh berkat buah kebajikan itu. Memiliki pengetahuan untuk mencapai pembebasan, mencapai kesempurnaan sebagai seorang siswa, menjadi Pacceka Buddha atau Samma Sambuddha, semuanya diperoleh berkat buah kebajikan itu.

Demikian besar hasil yang diperoleh dari buah kebajikan itu, oleh karenanya orang Bijaksana selalu bertekad untuk menimbun "Harta" kebajikan.

Walaupun harta seseorang ditimbun dalam-dalam di dasar sumur, dengan tujuan: bila suatu saat diperlukan untuk pertolongan, harta yang disimpan itu dapat digunakannya. Atau ia berpikir; "Untuk membebaskan diri dari kemarahan raja, atau untuk uang tebusan bila aku ditahan sebagai sandera, atau untuk melunasi hutang-hutang bila keadaan sulit, atau mengalami musibah".

Inilah alasan-alasan seseorang untuk menimbun harta. Meskipun hartanya ditimbun dalam-dalam di dasar sumur, sama sekali tidak akan mencukupi semua kebutuhannya untuk selama-lamanya.

Jika timbunan harta itu berpindah tempat, atau ia lupa dengan tanda-tandanya, atau bila "Naga-Naga" mengambilnya, atau Yakkha-Yakkha mencurinya. Mungkin juga timbunan itu dicuri oleh sanak keluarga, atau ia tidak menjaganya dengan baik, atau bila buah KAMMA baiknya telah habis, semua hartanyapun akan lenyap. GemarÊ berdana dan memiliki moral yang baik, dapat menahan nafsu serta mempunyai pengendalian diri, adalah timbunan "Harta" yang terbaik, bagi seorang wanita maupun pria.

"Harta" tersebut dapat diperoleh dengan berbuat kebajikan, kepada cetiya-cetiya atau Sangha, kepada orang lain atau para tamu, kepada Ibu dan Ayah, atau kepada orang yang lebih tua.

(4)

BAB VI

PATICCA SAMUPADDA

Tujuan meditasi adalah untuk mencapai konsentrasi pikiran yang lebih tinggi. Kita menyebutnya dengan istilah konsentrasi jhana. Kadang kita menyebutnya dengan konsentrasi appana atau samadhi appana.

Konsentrasi jhana diterjemahkan sebagai konsentrasi yang menetap. Sementara samadhi appana diterjemahkan sebagai konsentrasi penyerapan. Keduanya memiliki arti yang sama.

Saat pikiran berada pada kondisi konsentrasi yang terpusat pada satu obyek meditasi, dan menggenggam kuat obyek tersebut, hal ini dinamakan konsentrasi yang terpusat. Juga secara penuh konsentrasi menyerap obyek meditasi. Karenanya inipun disebut konsentrasi penyerapan, samadhi appana. Beberapa pemeditasi samatha bertujuan memiliki atau memperoleh kekuatan supra natural, melalui konsentrasi terpusat. Seperti para pertapa di jaman dahulu yang masuk ke hutan-hutan dan berlatih meditasi samatha untuk memperoleh kekuatan supra natural.

Walaupun pemeditasi samatha memiliki kekuatan supra natural, mereka tidak mampu menyadari tiga corak dari proses batin dan jasmani, yakni anicca, dukkha dan anatta. Sebab tujuan mereka adalah memiliki konsentrasi yang kuat, bukannya, menyadari setiap proses-proses yang berlangsung pada batin dan jasmani.

Ada juga alasan lain mengapa pemeditasi samatha tidak dapat menyadari nama (batin) dan rupa (jasmani). Jika pikiran terkonsentrasi sangat kuat terhadap obyek, maka kita tidak dapat menyadari proses-proses yang terjadi

Selingan

Selingan

(5)

akan semakin menikmati lagu tersebut. Sehingga bertambah kuat kemelekatan untuk terus mendengarkan itu. Ketika perasaan senang itu semakin kuat, akan timbul keinginan untuk terus mendengarkan lagu itu. Kadang, malah ingin bertemu dengan penyanyinya.

Sementara mendengarkan lagu yang merdu itu kita lengah untuk menyadari dan mencatatnya dalam batin sebagai “mendengar … mendengar …”. Bahkan semakin menikmatinya. Lalu keinginan untuk bertemu dengan penyanyinya atau mendengarkan lagu itu terus-menerus muncul, tergantung pada perasaan senang atas lagu tersebut. Mengapa ? Sebab kita lengah untuk mengamati dan menyadarinya.

Dengan semakin kuatnya keinginan untuk bertemu penyanyinya atau mendengarkan lagu itu, maka kita akan melakukan sesuatu untuk bertemu dengan penyanyi lagu itu. Mungkin kita akan pergi menemuinya.

Perbuatan tersebut bisa baik dan juga bisa buruk. Saat bertemu dengan sang penyanyi, kita akan membicarakan sesuatu. Pembicaraan itu bisa baik atau tidak baik. Ini disebut tindakan melalui kata-kata, vaci kamma (Pali). Tindakan ini timbul dan tergantung pada semakin kuatnya keinginan yang muncul dengan datangnya keinginan untuk bertemu dengan sang penyanyi atau mendengarkan lagu tersebut.

Dari contoh di atas nampak jelas mengapa kita selalu membangun rantai kekotoran batin secara berkelanjutan. Sebab kita tidak mencatat dan menyadari hal itu sebagai apa adanya. Munculnya perasaan senang terhadap lagu tersebut tergantung pada telinga atau lagu itu. Dalam bahasa Pali ini disebut salayatana paccaya phasso, phassa paccaya vedana, yakni ketergantungan pada asal mula. Phassa paccaya vedana, karena kita memiliki telinga. Telinga melakukan kontak dengan lagu. Kontak ini disebut phassa. Hal ini terkondisi karena adanya telinga dan lagu. Adanya kontak menimbulkan perasaan senang atau tidak senang. Itulah vedana (perasaan). Phassa paccaya vedana, perasaan itu terkondisi melalui kontak.

Karena perasaan senang kita berhasrat untuk bertemu penyanyi atau mendengarkan lagu itu berulang-ulang. Hasrat tersebut disebabkan oleh perasaan senang. Dalam bahasa Pali disebut vedana paccaya tanha. Artinya hasrat itu dikondisikan oleh perasaan senang.

Saat keinginan itu lengah untuk dicatat atau disadari, maka keinginan tersebut bertambah kuat. Keinginan yang bertambah kuat itu disebut kelobaan dan upadana. Kita menggenggam hal itu. Tanpa pernah kita coba melepaskannya. Menggenggamnya dengan sangat kuat. Kelobaan ini dibangkitkan oleh nafsu keinginan. Dalam bahasa Pali disebut tanha paccaya upadana. pada batin dan jasmani. Karena konsentrasi itu terlalu kuat,

sehingga menghalangi untuk menyadari proses-proses yang terjadi pada batin dan jasmani.

Tujuan mempraktekkan meditasi vipassana adalah untuk mencapai nibbana. Menghancurkan kekotoran-kekotoran batin serta menimbulkan pengertian benar atas proses yang terjadi pada batin dan jasmani.

Maka, para pemeditasi vipassana harus memiliki tingkat konsentrasi tertentu namun tidak terlalu kuat. Tingkat konsentrasi khanika samadhi adalah suatu tingkatan konsentrasi dimana kita akan membangun pengetahuan pandangan terang melalui pengamatan pada proses-proses batin dan jasmani.

Pengetahuan pandangan terang ini akan menghancurkan kilesa (kekotoran batin). Bagi para pemeditasi vipassana, jika belum mencapai magga dan phala, masih dapat menghancurkan sebagian kilesa walaupan tidak secara tuntas.

Ada tiga jenis penghancuran kilesa. Kita menyebutnya tiga jenis pahana. Disini pahana berarti penghancuran. Sebenarnya penghancuran ini terdiri dari lima jenis. Tetapi untuk memudahkan dijelaskan tiga jenis penghancuran saja.

Pertama, tadanga pahana, penghancuran sebagian. Kedua, vikkhambana pahana, penghancuran sementara. Terakhir, samucheda pahana, penghancuran kilesa secara total. Penghancuran kilesa sebagian dilakukan oleh vipassana nana atau pengetahuan pandangan terang. Penghancuran sementara dilakukan oleh konsentrasi yang dalam (samadhi). Penghancuran kilesa secara total dilakukan oleh jalan pengetahuan (phala) pencerahan (= kebijaksanaan, penerjemah).

Saat mempraktekkan meditasi vipassana dan kesadaran menjadi stabil terus-menerus, pikiran secara bertahap makin terkonsentrasi. Bila kesadaran itu dapat berlangsung terus-menerus, maka konsentrasi yang dicapai semakin dalam. Hal ini membuat semakin jelas pengetahuan pandangan terang yang diperoleh.

Dengan konsentrasi yang lebih dalam, pengetahuan pandangan terang kita menjadai semakin menembus dan tajam. Kemudian kesadaran tersebut dapat digunakan untuk menyadari proses-proses pada batin dan jasmani. Misalnya kita mendengar sebuah lagu yang sangat indah dan menyukainya. Apa yang kemudian terjadi ? Kita merasa senang, “Ah, sangat indah. Saya menyukainya.” Timbulnya perasaan senang itu bergantung pada telinga dan lagu yang merdu. Maka muncul perasaan senang terhadap lagu tersebut. Jika hal itu tidak dapat disadari dan dicatat sebagai “mendengar … mendengar …”, kita

Selingan

(6)

dihentikan. Proses-proses itu tidak akan berlangsung lebih lama lagi. Penderitaan dihentikan. Kita mencapai suatu keadaan tanpa penderitaan. Mengapa ?

Ini disebabkan kita selalu menyadari apa yang kita dengar dan mencatatnya dalam batin. Karenanya kita menjadi waspada terhadap kesadaran mendengar.

Apabila kita dapat melihat munculnya kesadaran mendengar saat mendengar sesuatu, maka kesadaran atau pikiran tidak dapat memberikan suatu penilaian terhadap obyek sebagai sesuatu yang baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Ini disebut “menutup semua jendela”. Jendela macam apa yang ditutup? Jendela telinga ditutup dengan kesadaran sehingga musuh tidak dapat masuk ke dalamnya. Siapa yang menjadi musuh ? Tanha (vedana atau perasaan adalah pelopornya). Maka saat kita mendengar sebuah l a g u d a n k e s a d a r a n m e n j a d i k o n s ta n s e c a r a berkesinambungan, tidak ada kekotoran yang masuk ke diri kita. Telinga di tutup. Dengan demikian kesadaran mencegah kekotoran batin yang datang dari pikiran lewat jendela telinga.

Hal yang sama terjadi pada kelima indra lainnya. Saat melihat sesuatu, sadari dan catat sebagai “melihat … melihat …”. Jendela mata dapat ditutup. Ketika mencium sesuatu, sadari dan catat sebagai “mencium … mencium …”. Jendela penciuman ditutup. Bila makan sesuatu, kita harus mencatat semua tindakan makan sebagai “mengambil membuka mulut … memasukkan makanan ke dalam mulut … mengunyah … merasakan … dan lain lain”. Sewaktu kita mengamati setiap proses-proses batin atau jasmani, maka tidak akan ada lagi kenikmatan terhadap segala sesuatu yang dimakan. Karena kesadaran secara penuh mencegah kekotoran batin dari jendela lidah. Katakanlah saat kita merasakan sesuatu yang manis sambil menikmati makanan, maka harus disadari dan dicatat dalam batin sebagai “mengunyah … mengunyah …” atau “manis … manis …” Kemudian ketika kesadaran semakin bertambah tajam, kita tidak akan mengetahui rasa manis itu lagi. Karena yang disadari saat itu adalah kesadaran mengunyah atau sesuatu yang berhubungan dengan menggerakkan dua rahang. Maka, kita tidak perlu mengidentifikasi rasa itu. Tidak perlu mengidentifikasi gerakan dua rahang sebagai diri. Ada dua rahang yang bergerak secara konstan dan juga ada sesuatu diantara dua rahang tersebut. Hanya itu saja. Selanjutnya kita tidak akan sedikitpun menikmati rasa manis tersebut. Karena tidak dapat menikmati rasa manis, maka tidak ada nafsu keinginan untuk menikmatinya. Bila mampu melakukan pencatatan secara jelas dan terperinci, secara bertahap kita ingin memuntahkannya. Mengapa ? Karena kita menjadi enggan terhadap makanan tersebut. Apakah itu sesuatu yang baik ? Jawabannya bukan. Sebab, keenganan juga salah satu dari kekotoran batin, yaitu dosa. Kita harus memiliki perasaan yang netral. Tanpa perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan. Jika kita merasa senang akan timbul nafsu keinginan. Jika merasa tidak Karenanya, salah satu kondisi mental yang cocok, yang

timbul bersamaan dengan kesadaran mendenar adalah perasaan. Ini sangat jelas, lebih kuat dari kondisi mental lainnya. Segera setelah mendengar lagu, kita harus mencatatnya sebagai “mendengar … mendengar …”. Penuh perhatian, segenap tenaga dan sesegera mungkin. Sehingga kesadaran menjadi semakin kuat, menguasai kesadaran mendengar. Akibatnya kesadaran tidak dapat lagi mendengar lagu dengan jelas. Hal ini akan membuat t i d a k m u n c u l n y a p e n i l a i a n , b a i k a ta u b u r u k . “Mendengar … mendengar…” kita catat. Maka pendengaran tidak dapat lagi mengetahui obyek dengan baik, karena tidak mampu menilai apakah lagu itu baik atau buruk, menyenangkan dan tidak menyenangkan. Walau demikian tetap ada kontak, namun perasaan senang dan tidak senang tidak muncul. Karena kesadaran tidak memiliki kesempatan untuk menilai obyek itu baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sehingga tidak timbul perasaan senang atau tidak senang. Perasaan disingkirkan oleh kesadaran.

Dikarenakan menyadari apa yang kita dengar, maka tidak akan timbul perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan. Dengan cara ini perasaan disingkirkan atau dilemahkan oleh kesadaran yang berkesinambungan. Tidak lagi muncul perasaan senang. Sehingga tidak timbul keinginan untuk mendengarkan lagu atau bertemu dengan penyanyinya.

Karena tidak adanya nafsu-nafsu keinginan, maka kelobaan tidak muncul. Dengan lenyapnya kelobaan terhadap sebuah obyek, kita tidak memerlukan tindakan apapun untuk meraihnya. Dengan tidak adanya tindakan, tidak akan ada kelahiran kembali (dalam hal ini berhubungan dengan kesadaran mendengar). Kelahiran kembali berhenti di sini. Dengan cara ini semua penderitaan dihentikan. Tak ada lagi penderitaan. Mengapa ? Karena kita menyadari obyek-obyek tersebut, menjadi waspada akan apa yang didengar dan dicatat dalam batin sebagai “mendengar … mendengar …”.

Kontak terjadi karena adanya telinga dan lagu. Namun kita menyadari dan mencatatnya dalam batin. Dengan kesadaran ini pikiran tidak dapat menilai sebuah lagu atau obyek sebagai sesuatu yang baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sehingga tidak lagi ada perasaan senang dan tidak senang. Dengan tidak adanya perasaan senang dan tidak senang, tidak ada keinginan untuk bertemu dengan penyanyi atau mendengarkan lagu. Ini disebut vedana nirodha tanha nirodha.

Karena tidak adanya perasaan atau sensasi-sensasi, keinginan tidak muncul. Ini membuat kelobaan berakhir. Hal demikian disebut tanha nirodha upadana nirodha. Dengan berakhirnya kelobaan, berakhir pula keinginan. Ini disebut upadana nirodha bhava nirodha.

Karena tidak adanya tindakan, baik atau buruk, tidak ada lagi kelahiran kembali. Ini disebut bhava nirodha jati nirodha. Pada keadaan ini proses-proses batin dan jasmani

Selingan

(7)

lagu dan pikiran menyadari hal itu. Ini yang dimaksud dengan vipassana nana (=pengetahuan pandangan terang), dimana diperoleh pengertian benar atas kesadaran mendengar, adanya sebuah lagu atau suara dan pikiran yang tengah menyadari hal tersebut. Dengan pengertian yang benar ini akan dapat menghapus semua kekotoran batin yang mungkin timbul.

Namun, ada kekotoran batin lainnya. Sebagai contoh, bila kita melihat sesuatu ada nafsu keinginan untuk melihat. Bila kita merasakan sesuatu akan timbul keinginan untuk mencicipi. Nafsu-nafsu keinginan ini, yaitu tanha, lobha, masih tetap ada. Sebab apa yang kita hancurkan adalah nafsu keinginan, tanha yang akan timbul bila kita gagal menyadari pendengaran tersebut.

Maka, beberapa bagian dari nafsu keinginan telah dihancurkan oleh pengertian yang benar saat kita menyadari pendengaran. Inilah yang dimaksud dengan penghancuran sebagian kilesa oleh vipassana nana, pengetahuan pandangan terang.

Semoga kita semua dapat menutup keenam pintu panca indera kita dengan kesadaran seutuhnya dan mencapai keberhasilan.

Alih Bahasa :Chandasili Nunuk Y. Kusmiana Samuel B. Harsojo;

Editor :Thitaketuko Thera senang, timbul keenganan. Maka, perasaan kita haruslah

netral.

Untuk membuat perasaan menjadi netral, kita harus menyadarinya. Dengan demikian kita tidak akan mengetahui makanan itu baik atau tidak baik, disukai atau tidak disukai. Inilah yang disebut dengan menutup jendela lidah. Semua hal di atas disebut indrya samvara. Indrya berarti enam panca indera. Samvara berarti menutup. Kita menutup telinga dengan kesadaran. Maka, tidak akan ada lagi kekotoran batin yang masuk ke dalam pikiran melalui telinga karena kita telah menutupnya. Inilah yang dimaksudkan dengan menutup enam panca indera.

Oleh sebab itu apapun yang kita dengar haruslah dicatat sebagai “mendengar … mendengar …”. Apapun yang dilihat, disadari dan dicatat sebagai “melihat … melihat …”. Apapun yang dicium, disadari dan dicatat sebagai “mencium … mencium …’. Apapun yang dirasakan hendaknya disadari dan dicatat sebagai “merasa … merasa …” atau “mengunyah …mengunyah …”. Dan seterusnya. Apapun yang kita sentuh, sadari dan catat sebagai “menyentuh … menyentuh …”. Bila menyentuh sesuatu yang keras, sadari dan catat sebagai “keras … keras …”. Juga saat kita menyentuh sesuatu yang lunak, sadari dan catat sebagai “lunak … lunak …”. Sehingga tidak ada lagi kekotoran batin sama sekali. Sebab, kita menyadari hal ini sebagai kesadaran menyentuh.

Dengan konsentrasi yang lebih terpusat dan kebijaksanaan yang lebih terang, kita akan dapat menyadari timbul dan lenyapnya kesadaran mendengar. Kemudian kita menyadari ketidakkekalan dari kesadaran mendengar, anicca. Sehingga tidak ada lagi nafsu keinginan atau keenganan. Tidak ada kekotoran batin sama sekali. Inilah tujuan dari meditasi vipassana. Inilah maksud pencapaian dan menghentikan penderitaan melalui kesadaran atas proses-proses batin dan jasmani sebagaimana adanya. Pemeditasi samatha tidak dapat menyadari proses-proses yang terjadi pada batin dan jasmani, sebab tujuan mereka adalah mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang lebih tinggi.

Akhirnya, kembali lagi, ada tiga jenis penghancuran atau penyingkiran. Bila telinga mendengar lagu yang merdu dan kita menyadari serta mencatatnya sebagai “mendengar … mendengar”, maka kita akan mengetahui adanya pendengaran dan obyek serta pikiran yang mencatat hal itu dengan konsentrasi yang terpusat.

Apabila kita tidak mencatat hal tersebut, maka akan timbul nafsu keinginan untuk mendengarkan lagu atau bertemu dengan penyanyinya. Munculnya nafsu keinginan ini tergantung pada perasaan atau sensasi. Namun jika kita mampu menyadari dan mencatat dalam batin apa yang kita dengar, mengetahui hal itu sebagai mendengar sebuah

Selingan

(8)

Buddhis

Cerita

Demikianlah telah saya dengar suatu ketika, Buddha yang berdiam di hutan bambu di Kalandaka bersama dengan Bhikkhu yang tak terhitung banyaknya. Pada saat itu, hiduplah di negeri itu seorang Brahmin yang miskin yang pergi meminta semua orang bahwa seseorang harus memperoleh kekayaan dalam hidup ini. Seseorang memberitahu dia, "Apakah engkau mengetahui bahwa Buddha telah datang ke bumi ini dan berdiam di sini untuk memberi manfaat kepada semua makhluk?

Para murid Buddha telah menyembuhkan Maha Kasyapa, Maha Maudgalyayana, Sariputra dan Anirudda, dan mereka terus-menerus menolong pengemis dan mereka yang membutuhkan. Jika engkau dengan pikiran percaya, membuat persembahan makanan kepada mereka yang suci, mereka akan memenuhi setiap keinginanmu."

Setelah mendengar itu, sang brahmin menjadi sangat senang, dan rajin bekerja demi upah, dia memperoleh sedikit uang. Dia kembali ke rumahnya, mempersiapkan makanan, dan mengundang Sangha yang mulia dengan harapan, dalam kehidupan ini, dia akan memperoleh kekayaan. Istri brahmin yang bernama Sukacita, yang pada hari itu membuat sebuah sumpah

(9)

Buddhis

Cerita

satu hari, dan melayani Yang Mulia.

Pada hari itu Raja Prasenajit datang ke negeri itu, pada saat kembali, melihat seorang penjahat yang ditinggalkan terikat pada sebuah pohon sebagai hukuman. Melihat sang raja ia berteriak meminta makanan.

Sang raja, berjanji, bahwa dia akan menggirim sesuatu untuk dimakan, pergi ke istana dan segera melupakan semua hal mengenai itu. Pada tengah malam ia tiba-tiba mengingat bahwa ia harus mengirim makanan pada pria itu, tetapi mengetahui bahwa karena ada setan, raksa dan makhluk mengerikan lainya sepanjang jalan, tidak ada akan yang mau pergi.

Karena belas kasihan pada pria kelaparan itu dia mengeluarkan pengumuman yang berkata bahwa jika ada seseorang bersedia untuk membawakan pria itu makanan ia akan diberi hadiah seribu ukuran perak, tapi tidak ada yang berani pergi.

Ketika, Sukacita, istri dari brahmin, mendengar pengumuman raja, ia berpikir, "Setan dan makhluk mengerikan lainnya tidak bisa melukai siapa pun di bumi ini yang sedang menjalani sumpah satu hari. Saya akan melaksanakan perintah raja".

Ia pergi kepada raja dan memberitahunya akan mengantarkan makanan. Sang raja memberi makanan itu dan memberitahu keberadaan pria itu dan berjanji akan memberikan hadiah. Wanita itu pergi mengantarkan m a k a n a n d a n d e n g a n m e n j a g a s u m p a h n y a . Ketika dia melewati gerbang luar kota ia bertemu dengan seorang raksa wanita yang baru saja melahirkan 500 bayi raksa dan sedang melihat jalan.

Melihat Sukacita mendekat dia senang dan ingin memakannya, tetapi karena kekuatan sumpah itu, dia takut, bergerak kembali dari jalan, dan berkata, "Oh wanita, berikanlah saya sedikit makanan dari yang kau bawa, saya mohon kepadamu."

Ketika Sukacita memberinya sedikit dari makanan itu, raksa itu memperbesarnya dengan kekuatan ajaib dan sehingga dia dan bayi-bayinya yang kelaparan bisa memakan makanan itu sampai kenyang.

Raksa itu bertanya nama istri Brahmin dan ketika dia [istri brahmin] memberitahu bahwa namanya adalah Sukacita, berkata kepadanya, "Di sana ada sebuah guci emas di mana saya tinggal dan engkau yang telah memberi makan dan memberi gizi kepada seorang ibu dan bayi-bayinya, dapat memilikinya ketika engkau kembali.

Di depan engkau akan bertemu dengan adik perempuanku

yang bernama Alamba, dan engkau harus mengatakan kepadanya, 'Adik, apakah engkau tidak bahagia, 500 bayi telah dilahirkan?'"

Wanita itu meneruskan perjalan dan bertemu dengana adik raksa Alamba, dan memberitahunya apa yang telah kakak perempuannya katakan. Alamba berbaghagia dan memberitahu Sukacita bahwa ada sebuah guci emas di mana dia tinggal dan, ketika dia kembali dia akan memberikan itu kepadanya.

Dia juga memberitahunya bahwa dia [Sukacita] akan bertemu dengan saudara laki-lakinya sepanjang jalan ini dan dia harus memberitahukan kepada kakaknya berita baik mengenai kelahiran 500 raksa. Sukacita berjalan, bertemu dengan saudara laki-laki raksa memberitahu mengenai kelahiran bayi raksa. Dia juga berjanji memberikan Sukacita sebuah guci emas ketika dia kembali. Istri brahmin berjalan menemukan pria kelaparan yang diikat di sebuah pohon, memberinya makan, dan membawa kembali tiga guci emas bersamanya. Sang raja memberinya hadiah seribu ukuran emas, dan brahmin dan istrinya hidup dengan bahagia di tanah itu dan menjadi kaya raya. Sang raja mengetahui kebajikan brahmin dan istrinya, mengangkat mereka menjadi pegawai pemerintah. Mereka berbahagia dan pikiran percaya dan teguh lahir dalam diri mereka.

Mereka mengundang Buddha dan murid-murid-Nya dan membuat persembahan yang besar untuk mereka. Ketika Bhagava telah mengajarkan mereka Dharma, batin mereka tercerahkan dan mereka memperoleh buah Pemenang Arus.

Sumber : Sutra of the Wise and the Foolish [mdomdzangs blun] atau Ocean of Narratives [uliger-un dalai]

Penerbit : Library of Tibetan Works & Archieves

Alih Bahasa Mongolia

ke Inggris : Stanley Frye Alih Bahasa Inggris

ke Indonesia : Heni [Mahasiswa UI] Editor : Junaidi, Kadam Choeling

Referensi

Dokumen terkait

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

Menerapkan sistem external air curtain, yaitu pengaliran udara yang terjadi di rongga ventilasi antar fasade utama dan fasade shading device untuk mendorong udara

Untuk mengedit laporan, klik pada Define Reports dari menu di sebelah kiri dan anda akan melihat daftar laporan yang telah dibuat seperti contoh dalam gambar berikut.

 Sel mikroba secara kontinyu berpropagasi menggunakan media segar yang masuk, dan pada saat yang bersamaan produk, produk samping metabolisme dan sel dikeluarkan dari

LEKEMIA LIMFOBLAS AKUT, sel lekemia terdiri dari limfoblas dengan ciri: sitoplasma LEKEMIA LIMFOBLAS AKUT, sel lekemia terdiri dari limfoblas dengan ciri:

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi.

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bantuan Keuangan dan Tata Cara Bagi

Template Dokumen ini adalah milik Direktorat Pendidikan - ITB Dokumen ini adalah milik Program Studi [NamaProdi] ITB. Dilarang untuk me-reproduksi dokumen ini tanpa diketahui