• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BADAN ATAS PERGURUAN TINGGI BERSTATUS BADAN HUKUM MILIK NEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BADAN ATAS PERGURUAN TINGGI BERSTATUS BADAN HUKUM MILIK NEGARA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BADAN ATAS PERGURUAN

TINGGI BERSTATUS BADAN HUKUM MILIK NEGARA

MAULANA IBRAHIM, TAFSIR NURCHAMID

Program studi Ilmu Administrasi Fiskal FISIP, Universitas Indonesia Abstrak

Skripsi ini membahas perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara seharusnya mengikuti peraturan perpajakan secara umum seperti badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan. Hasil penelitian ini menyarankan pemerintah untuk membuat peraturan yang menegaskan status subjek pajak Perguruan Tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara merupakan Subjek Pajak karena tidak memenuhi syarat kumulatif pengecualian unit tertentu dari badan pemerintah yang dikecualikan dari subjek pajak. Kenaikan aktiva bersih yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara bukan merupakan objek pajak karena ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun.

Kata Kunci : Pajak penghasilan, pajak penghasilan badan, badan atau institusi nirlaba

Abstract

This thesis discusses about Corporate Income Tax imposed on Higher Education State-Owned Legal Entity. The purpose of this research is to analyze the treatment of Corporate Income Tax imposed on Higher Education State-Owned Legal Entity. This research used a qualitative approach to the types of descriptive research. The results of this research showed the treatment of Corporate Income Tax imposed on Higher Education State-Owned Legal Entity should follow general tax law such as nonprofit agency or institution engaged in education. The results of this research suggest the government to make a policy that confirm the status of the tax subject of Higher Education State-Owned Legal Entity. Higher Education State-Owned Legal Entity is tax subject because not fullfil the requirement of the exeption of specific unit of government body which not tax subject. The increase of net assets is not tax object because it is reinvented in form of education facility in four years.

Key Words : Income tax, corporate income tax, nonprofit agency or institution 1. Pendahuluan

Dalam rangka mencapai kesejahteraan bangsa, Pemerintah telah melakukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) sehingga mampu bersaing secara global dan memenuhi tuntutan zaman yang bergerak cepat dan dinamis. Dengan meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan, diharapkan kesejahteraan bangsa ini dapat dicapai. Pengembangan sumber daya manusia ini melalui penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional.

(2)

Setiap warga negara Indonesia berhak memiliki kesempatan untuk mengenyam bangku pendidikan dasar selama enam tahun dan pendidikan menengah pertama selama tiga tahun dengan tidak dibebani pembayaran melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun telah menjalankan program wajib belajar dua belas tahun sehingga pendidikan menengah atas juga dapat dijangkau. Selain pendidikan dasar dan pendidikan menengah, masih ada lagi pendidikan tinggi sebagai tingkat teratas dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Penyelenggaraan pendidikan oleh Pemerintah tersebut tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut diperoleh melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menetapkan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan minimal 20 persen dari keseluruhan dana APBN dan APBD untuk pendidikan di luar gaji pendidik dan biaya kedinasan. Dari tahun ke tahun, dana pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah terus mengalami peningkatan. Pengalokasian tersebut pada kenyataannya tidak dapat menjamin mutu layanan pendidikan tinggi bagi Perguruan Tinggi Negeri untuk menjadi World Research Class University. World Research Class University dapat diperoleh dengan memberikan pelayanan akademik dan non-akademik terbaik serta banyak menerbitkan hasil penelitian hingga memiliki reputasi secara global. Hal tersebut membutuhkan infrastruktur, sarana, dan prasarana yang lengkap dan modern. Pembiayaan kebutuhan setiap Perguruan Tinggi Negeri merupakan hal yang sangat penting dikarenakan penerimaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak mencukupi.

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 menetapkan status Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara yang dikelola secara mandiri termasuk dalam hal pembiayaan keuangannya. Hal tersebut mengakibatkan pencarian sumber-sumber penerimaan lainnya di luar penerimaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara demi terjaminnya pembiayaan untuk penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Di satu sisi, hal ini memang membantu keberlangsungan kegiatan akademik misalnya dengan pemberlakuan subsidi silang. Namun di sisi lain, kemandirian tersebut juga rentan memicu penetapan tarif sewenang-wenang sehingga sarat dengan praktik komersialisasi pendidikan yang memiliki prinsip nirlaba sehingga kenaikan aktiva bersih yang didapat dari pendapatan setelah dikurangi dengan beban tidak jelas dianggap sebagai keuntungan (laba) atau bukan.

Setiap Peraturan Pemerintah yang menetapkan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Sumatera Utara sebagai Badan

(3)

Hukum Milik Negara telah mengatur bahwa kekayaan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara sebesar seluruh kekayaan kecuali tanah yang merupakan kekayaan negara. Selain itu, Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dapat memperoleh dana masyarakat. Penerimaan tersebut bukan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sehingga penerimaannya tidak dimasukkan ke dalam kas negara. Di dalam Pasal 2 ayat 3 huruf b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa unit tertentu dari badan pemerintah dikecualikan sebagai subjek pajak sepanjang memenuhi seluruh kriteria berikut ini:

1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara tidak memenuhi satu dari empat kriteria diatas dikarenakan penerimaannya tidak dimasukkan ke dalam kas negara sehingga Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara tidak dapat dikecualikan dari subjek pajak. Kemudian di dalam penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 terdapat pengertian badan yakni sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Di dalam pengertian tersebut badan meliputi seluruh bentuk dan nama badan. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara tidak dikecualikan dari subjek pajak dan termasuk dalam pengertian badan sehingga Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara merupakan subjek pajak badan. Dalam hal ini, kewajiban subjektif mereka telah terpenuhi sejak badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Pasal 4 ayat 3 huruf m Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa selisih lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan

(4)

pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pengecualian objek pajak tersebut merupakan fasilitas perpajakan yang diberikan oleh pemerintah kepada penyelenggaran pendidikan yang bersifat nirlaba dalam rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan/atau penelitian yang membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Berdasarkan hal tersebut, kenaikan aktiva bersih atau surplus yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dikecualikan dari objek pajak sepanjang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu empat tahun.

Penjelasan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Dalam hal ini, Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara merupakan Wajib Pajak. Kenaikan aktiva bersih pun berpotensi sebagai objek pajak kecuali ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara sebagai Wajib Pajak memiliki kewajiban dan hak perpajakan namun kewajiban dan hak perpajakan tersebut belum dipenuhi oleh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dikarenakan belum adanya peraturan yang mempertegas status subjek pajak Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dan adanya perbedaan persepsi baik diantara pihak internal Direktorat Jenderal Pajak maupun masing-masing Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara serta diantara pihak Direktorat Jenderal Pajak dengan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara. Hal tersebut menimbulkan perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara yang berbeda-beda. Perbedaan perlakuan tersebut dapat tetap terjadi bahkan saat status hukumnya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dikarenakan belum adanya peraturan yang mempertegas status subjek pajak Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara sehingga perlu adanya penelitian atas perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara.

2. Tinjauan Teoritis

Holmes (2001) mengemukakan bahwa ada dua aspek yang menjadi ukuran keadilan yakni horizontal equity dan vertical equity. Horizontal equity yakni pengenaan pajak akan disebut adil ketika atas objek yang sama dikenakan pajak dengan tarif yang sama tanpa memperhatikan tingkat penghasilannya sehingga diberlakukan tarif tunggal

(5)

(flat rate). Vertical equity yakni pengenaan pajak akan disebut adil bila dibebankan sesuai dengan kemampuan Wajib Pajak. Wajib Pajak yang memiliki kemampuan membayar yang tinggi dikenakan tarif pajak pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan Wajib Pajak yang memiliki kemampuan bayar yang rendah sehingga diberlakukan tarif progresif (progresive rate).

Soemitro (1988) mengemukakan bahwa kepastian hukum dalam pemungutan pajak terdiri dari kepastian hukum pajak material dan kepastian hukum pajak formal. Kepastian hukum pajak material adalah kepastian hukum yang meliputi kepastian subjek pajak, objek pajak, dan tarif pajak. Kepastian hukum pajak formal adalah kepastian hukum dalam hal prosedur untuk mewujudkan hukum pajak material.

Self assesment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. Dalam hal ini dikenal dengan (Devano & Rahayu, 2006):

• Mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak.

• Menghitung dan/atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang. • Menyetor pajak tersebut ke bank persepsi/kantor pos.

• Melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak.

• Menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) dengan baik dan benar.

Adriani menyatakan bahwa pajak subjektif adalah pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama-tama diperhatikan adalah subjeknya kemudian baru dicari objeknya (Nurmantu, Pengantar Perpajakan, 2003). Brotodihardjo merumuskan pajak subjektif adalah pajak yang memerhatikan keadaan Wajib Pajak, yaitu untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut dengan ability to-pay-nya. Besarnya ability to-pay seseorang tidak hanya berdasarkan faktor peghasilan, konsumsi atau kekayaan, tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, seperti jumlah tanggungan dari Wajib Pajak. Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif (Rosdiana & Irianto, 2012).

Subjek pajak per definisi (secara teoretis) adalah pihak yang menjadi sasaran atau yang dimaksud oleh UU untuk membayar pajak atau memikul beban pajak. Subjek pajak baru memenuhi syarat subjektif (memenuhi syarat sebagai subjek pajak), tetapi belum memenuhi syarat objektif (belum memenuhi syarat berupa memiliki harta kekayaan yang dimaksud UU untuk dibayar ke negara) (Markus & Yujana, 2004). Tunggal (1995)

(6)

mengemukakan bahwa subjek pajak adalah subjek yang mungkin dikenakan pajak tetapi belum dikenakan pajak dikarenakan baru memenuhi syarat subjektif. Subjek pajak penghasilan terdiri dari subjek pajak yang berbentuk perseorangan (orang pribadi) dan subjek pajak yang berbentuk badan.

Markus & Yujana (2004) mengemukakan bahwa pada dasarnya subjek pajak ada dua yaitu orang pribadi dan badan. Pengertian badan pun sangat luas sehingga perlu adanya pembatasan dalam peraturan perundang-undangan yakni berpijak pada hak yurisdiksi. Menurut Mansury, orang pribadi adalah manusia yang terdiri dari darah dan daging (naturlijk persoon) (Markus & Yujana, 2004).

Pengertian objek pajak sebagai ‘setiap’ tambahan kemampuan ekonomis harus memenuhi asas keadilan sehingga harus menerapkan konsep Global Taxation dan atau Worldwide Income. Konsep Global Taxation menjadikan semua jenis penghasilan sebagai objek Pajak Penghasilan tanpa melihat dari mana sumber penghasilannya. Konsep Worldwide Income menjadikan semua jenis penghasilan sebagai objek Pajak Penghasilan tanpa melihat sumber penghasilan tersebut apakah dari dalam negeri maupun luar negeri (Rosdiana & Irianto, 2012).

Pengertian objek pajak sebagai ‘tambahan’ kemampuan ekonomis harus menerapkan Accretion Concept sehingga dalam menghitung taxable income, total income harus dikurangi dengan tax reliefs terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam menghitung penghasilan kena pajak (taxable income) harus dikurangkan dengan biaya (deductible expenses) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Selain itu, perlu adanya Personal Exemption bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (Rosdiana & Irianto, 2012). Surachmat (2000) mengemukakan bahwa penghasilan dapat dikelompokkan menjadi penghasilan dari kegiatan usaha (business income) dan penghasilan pasif (passive income), yaitu bunga, dividen, royalti, dan penghasilan dari harta, termasuk keuntungan dari pengalihan harta; dan penghasilan-penghasilan tertentu, yaitu business income yang diatur secara khusus (penghasilan dari pengoperasian kapal laut dan pesawat terbang dijalur internasional). Penghasilan orang pribadi dari hubungan kerja, baik swasta maupun pemerintah, uang pensiun, penghasilan pelajar, artis dan atlet.

Ali (1999) mengemukakan bahwa manusia merupakan pendukung hak dan kewajiban dalam hukum yang dikenal sebagai subjek hukum (subjectum juris). Namun, manusia bukanlah satu-satunya dikarenakan masih banyak subjek hukum lainnya yaitu segala sesuatu yang menurut hukum memiliki hak dan kewajiban, termasuk apa yang dinamakan dengan badan hukum (rechtspersoon). Subekti mendefinisikan badan hukum

(7)

sebagai suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia serta memiliki kekayaan sendiri dan dapat digugat atau menggugat di depan hakim (Ali, 1999). Dormeier mengartikan badan hukum sebagai persekutuan orang-orang, yang di dalam pergaulan hukum bertindak selaku seorang saja; dan yayasan, yaitu suatu harta atau kekayaan, yang dipergunakan untuk suatu maksud yang tertentu, yayasan diperlukan sebagai oknum (Ali, 1999). Ali (1999) menyimpulkan pendapat beberapa ahli tentang pengertian badan hukum sebagai subjek hukum itu mencakup beberapa hal yakni perkumpulan orang (organisasi); dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking); mempunyai harta kekayaan tersendiri; mempunyai pengurus; mempunyai hak dan kewajiban; dan dapat digugat atau menggugat di depan Pengadilan.

Henke (1988) mengemukakan bahwa organisasi nirlaba tidak memiliki kepemilikan yang dapat dijual atau ditukar oleh individu-individu dan sisa pemasukan setelah dikurangi pengeluaran digunakan untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan oleh organisasi. Tujuan dari organisasi nirlaba adalah menyediakan pelayanan sosial tanpa bertujuan untuk mendapatkan penghasilan. Anthony & Govidarajan (2001) mendefinisikan organisasi nirlaba sebagai organisasi yang tidak dapat membagikan aset atau penghasilannya untuk memberikan manfaat kepada anggota, karyawan, maupun direktur.

Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Selain itu, terdapat dua jenis kepatuhan yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikat memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan (Nurmantu & Samudra, 2003).

3. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dikarenakan peneliti mencoba memahami kompleksitas fenomena yang benar-benar terjadi tanpa memanipulasi fenomena yang diamati. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian murni karena peneliti melakukan penelitian semata-mata untuk menambah dan memperdalam pengetahuan. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini merupakan

(8)

penelitian case study. Berdasarkan teknik pengumpulan data yang bertujuan mencari informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian, penelitian ini digolongkan sebagai studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research).

Dalam rangka pengumpulkan data dan sebagai penguat bahan kelengkapan penelitian, peneliti memperoleh informasi, data, petunjuk dan bahan-bahan lainnya yang dikelompokkan berdasarkan asal diperolehnya data yakni data primer dan data sekunder. ini memiliki dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut (Idrus, 2009). Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara dan observasi. Data sekunder adalah data yang didapat bukan dari sumbernya langsung (pihak lain). Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer yang sudah diperoleh oleh peneliti. Data sekunder yang dikumpulkan oleh peneliti berupa existing statistics.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Penelitian mengenai perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dilakukan terhadap empat dari tujuh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara yang ada. Hal tersebut dikarenakan dapat mewakili seluruh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara. Penelitian ini dilakukan di empat lokasi penelitian yakni:

a. Universitas Indonesia b. Universitas Gadjah Mada c. Universitas Airlangga d. Universitas Sumatera Utara

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara harus mengikuti ketentuan yang berlaku secara umum. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara merupakan subjek pajak dikarenakan tidak memenuhi syarat yang dikecualikan dari subjek pajak. Hal tersebut menyebabkan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara menjadi Wajib Pajak sehingga menimbulkan kewajiban perpajakan mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dan rencana penanaman kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan serta membuat rekening terpisah untuk kenaikan aktiva bersih yang digunakan untuk rencana tersebut. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara memiliki objek pajak yakni kenaikan aktiva

(9)

bersih yang merupakan tambahan kemampuan ekonomis. Kenaikan aktiva bersih yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun dikecualikan dari objek pajak. Jika setelah akhir tahun keempat masih terdapat sisa kenaikan aktiva bersih yang tidak digunakan untuk ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan Pajak Penghasilan Badan dengan tarif yang berlaku serta ditambah dengan sanksi berupa bunga sebesar 48% dari pajak yang terutang.

Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Sumatera Utara merupakan Perguruan Tinggi Negeri yang beralih status hukumnya menjadi Badan Hukum Milik Negara. Perubahan status hukum tersebut ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah. Perubahan status hukum tersebut juga berdampak pada perlakuan Pajak Penghasilan Badan. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara merupakan subjek pajak badan sejak didirikan atau bertempatkedudukan di Indonesia serta tidak memenuhi kriteria yang mengecualikan subjek pajak. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara merupakan Wajib Pajak sejak saat menjadi subjek pajak. Sebagai Wajib Pajak, Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara wajib memenuhi kewajiban Pajak Penghasilan Badan mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan. Selain itu, Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara memiliki hak untuk menggunakan fasilitas perpajakan berupa pengecualian objek pajak yakni selisih lebih atau kenaikan aktiva bersih atau surplus yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya penghasilan.

Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan subjek pajak badan karena tidak memenuhi kriteria yang dikecualikan dari subjek pajak. Kewajiban subjektif Universitas Indonesia timbul sejak ditetapkannya sebagai Badan Hukum Milik Negara. Dengan demikian, Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan Wajib Pajak. Dengan status Wajib Pajak, maka Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara diperlakukan sama (equal treatment) seperti badan atau lembaga nirlaba dalam bidang pendidikan lainnya. Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara memiliki kewajiban perpajakan mulai dari mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak hingga melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan. Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara memiliki hak atas fasilitas pajak berupa pengecualian objek pajak sepanjang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya kenaikan nilai aktiva bersih tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut,

(10)

Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara tidak dikenakan Pajak Penghasilan Badan atas kenaikan nilai aktiva bersih yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya kenaikan nilai aktiva bersih tersebut. Jika setelah akhir tahun keempat terdapat sisa kenaikan nilai aktiva bersih yang tidak digunakan maka akan dikenakan Pajak Penghasilan Badan ditambah dengan sanksi berupa bunga sebesar 48% berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kenaikan nilai aktiva bersih yang tidak ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan akan dikenakan Pajak Penghasilan Badan.

Pemerintah dinilai tidak memberikan kepastian hukum dikarenakan tidak menerbitkan peraturan yang mempertegas status subjek pajak Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak memberikan perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara yang tidak sama seperti badan atau lembaga nirlaba dalam bidang pendidikan lainnya. Universitas Indonesia pun tidak diwajibkan untuk memberikan rancangan pembangunan sarana & prasarana pendidikan. Hal itu menyebabkan Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara tidak melakukan kewajiban Pajak Penghasilan Badan. Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan subjek pajak badan karena tidak memenuhi kriteria yang dikecualikan dari subjek pajak. Kewajiban subjektif Universitas Gadjah Mada timbul sejak ditetapkannya sebagai Badan Hukum Milik Negara. Dengan demikian, Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan Wajib Pajak. Dengan status Wajib Pajak, maka Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara diperlakukan sama (equal treatment) seperti badan atau lembaga nirlaba dalam bidang pendidikan lainnya. Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara memiliki kewajiban perpajakan mulai dari mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak hingga melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan. Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara memiliki hak atas fasilitas pajak berupa pengecualian objek pajak sepanjang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya kenaikan nilai aktiva bersih tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara dikenakan Pajak Penghasilan Badan dikarenakan tidak ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya kenaikan nilai aktiva bersih tersebut.

(11)

Pemerintah dinilai tidak memberikan kepastian hukum dikarenakan tidak menerbitkan peraturan yang mempertegas status subjek pajak Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak memberikan perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara yang tidak sama seperti badan atau lembaga nirlaba dalam bidang pendidikan lainnya. Universitas Gadjah Mada pun tidak diwajibkan untuk memberikan rancangan pembangunan sarana & prasarana pendidikan. Hal itu menyebabkan Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara tidak melakukan kewajiban Pajak Penghasilan Badan.

Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan subjek pajak badan karena tidak memenuhi kriteria yang dikecualikan dari subjek pajak. Kewajiban subjektif Universitas Airlangga timbul sejak ditetapkannya sebagai Badan Hukum Milik Negara. Dengan demikian, Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan Wajib Pajak. Dengan status Wajib Pajak, maka Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara diperlakukan sama (equal treatment) seperti badan atau lembaga nirlaba dalam bidang pendidikan lainnya. Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara memiliki kewajiban perpajakan mulai dari mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak hingga melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan. Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara memiliki hak atas fasilitas pajak berupa pengecualian objek pajak sepanjang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya kenaikan nilai aktiva bersih tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara tidak dikenakan Pajak Penghasilan Badan atas kenaikan nilai aktiva bersih yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya kenaikan nilai aktiva bersih tersebut. Jika setelah akhir tahun keempat terdapat sisa kenaikan nilai aktiva bersih yang tidak digunakan maka akan dikenakan Pajak Penghasilan Badan ditambah dengan sanksi berupa bunga sebesar 48% berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kenaikan nilai aktiva bersih yang tidak ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan akan dikenakan Pajak Penghasilan Badan.

Pemerintah dinilai tidak memberikan kepastian hukum dikarenakan tidak menerbitkan peraturan yang mempertegas status subjek pajak Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak memberikan

(12)

perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara yang tidak sama seperti badan atau lembaga nirlaba dalam bidang pendidikan lainnya. Universitas Airlangga pun tidak diwajibkan untuk memberikan rancangan pembangunan sarana & prasarana pendidikan. Hal itu menyebabkan Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara tidak melakukan kewajiban Pajak Penghasilan Badan. Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan subjek pajak badan karena tidak memenuhi kriteria yang dikecualikan dari subjek pajak. Kewajiban subjektif Universitas Sumatera Utara timbul sejak ditetapkannya sebagai Badan Hukum Milik Negara. Dengan demikian, Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan Wajib Pajak. Dengan status Wajib Pajak, maka Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara diperlakukan sama (equal treatment) seperti badan atau lembaga nirlaba dalam bidang pendidikan lainnya. Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara memiliki kewajiban perpajakan mulai dari mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak hingga melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan. Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara memiliki hak atas fasilitas pajak berupa pengecualian objek pajak sepanjang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya kenaikan nilai aktiva bersih tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik tidak dikenakan Pajak Penghasilan Badan atas kenaikan nilai aktiva bersih yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya kenaikan nilai aktiva bersih tersebut. Jika setelah akhir tahun keempat terdapat sisa kenaikan nilai aktiva bersih yang tidak digunakan maka akan dikenakan Pajak Penghasilan Badan ditambah dengan sanksi berupa bunga sebesar 48% berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kenaikan nilai aktiva bersih yang tidak ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan akan dikenakan Pajak Penghasilan Badan.

Pemerintah dinilai tidak memberikan kepastian hukum dikarenakan tidak menerbitkan peraturan yang mempertegas status subjek pajak Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak memberikan perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara yang tidak sama seperti badan atau lembaga nirlaba dalam bidang pendidikan lainnya. Universitas Sumatera Utara pun tidak diwajibkan untuk memberikan rancangan pembangunan sarana & prasarana pendidikan. Hal itu menyebabkan

(13)

Universitas Sumatera Utara sebagai Badan Hukum Milik Negara tidak melakukan kewajiban Pajak Penghasilan Badan. Perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(14)

Rencana Penggunaan Kenaikan Memiliki Kenaikan Aktiva Bersih Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak

Memenuhi Syarat Objektif Terutang Pajak Penghasilan Melakukan Kewajiban Perpajakan - Menghitung Pajak Penghasilan - Menyetor Pajak Penghasilan - Melaporkan Surat

Pemberitahuan Pajak Penghasilan - Melaporkan Rencana Kenaikan Aktiva Bersih Yang Ditanamkan Kembali Dalam Bentuk Sarana & Prasarana Pendidikan Dalam - Membuat Rekening Terpisah Untuk Kenaikan Aktiva Bersih Mendapatkan Teguran Dari Fiskus Alasan Tidak Melakukan

Kewajiban Perpajakan

Bukan Merupakan Subjek Pajak Dikarenakan Masih Merasa Belum Seutuhnya Badan Hukum Yang Terpisah Dari Negara Yang Ditandai Dengan Belum Memiliki Kekayaan Awal Serta Bersifat Nirlaba

Bersifat nirlaba serta fiskus menganggap Universitas Gadjah Mada bukan merupakan subjek pajak dikarenakan diaudit oleh BPK serta tidak mengetahui bahwa Universitas Gadjah Mada memiliki penghasilan yang tidak dimasukkan ke dalam kas negara.

Belum seutuhnya terpisah dari negara karena masih ada dana APBN yang masuk serta belum adanya teguran dari fiskus

Bersifat nirlaba serta fiskus merasa tidak ada urgensi dalam

mengenakan Pajak Penghasilan Badan atas Universitas Airlangga karena mementingkan penerimaan pajak dari pemotongan dan pemungutan Ditanamkan Kembali Dalam Bentuk Sarana & Prasarana Pendidikan Dalam Jangka Waktu Empat Tahun

Ya

Ya, Kenaikan Aktiva Bersih Yang Ditanamkan Kembali Dalam Bentuk Sarana & Prasarana Pendidikan Dalam Jangka Waktu Empat Tahun

Tidak Karena Seluruh Kenaikan Aktiva Bersih Ditanamkan Kembali Dalam Bentuk Sarana & Prasarana Pendidikan Dalam Jangka Waktu Empat Tahun

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Tabel Perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara  

(15)

5. Kesimpulan

Kesimpulan atas perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara adalah sebagai berikut:

1. Perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara sama seperti badan atau lembaga nirlaba lainnya yang bergerak dalam bidang pendidikan yakni mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku secara umum. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara merupakan Subjek Pajak. Kenaikan aktiva bersih atau surplus yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara bukan merupakan objek pajak karena ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya atau diterimanya kenaikan aktiva bersih atau surplus tersebut.

6. Saran

Berikut ini merupakan beberapa saran peneliti sebagai berikut :

1.a. Agar Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara segera mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak Badan dan melakukan kewajiban Pajak Penghasilan Badan agar tidak dikenakan sanksi maupun denda. Hal tersebut dikarenakan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara tidak memenuhi kriteria pengecualian subjek pajak.

1.b. Agar Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara tersebut menambah karyawan yang memiliki keahlian perpajakan khususnya mengenai peraturan Pajak Penghasilan Badan dikarenakan selama ini empat Perguruan Tinggi tersebut merupakan Perguruan Tinggi Negeri yang tata kelola keuangannya mengikuti tata kelola keuangan negara yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong dan pemungut pajak. 1.c. Agar Direktorat Jenderal Pajak untuk berlaku adil yakni dengan memberikan

perlakuan Pajak Penghasilan Badan yang sama seperti badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan lainnya.

1.d. Agar Direktorat Jenderal Pajak lebih aktif dalam mencari tahu tata kelola keuangan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara serta melakukan sosialisasi mengenai peraturan yang terkait dengan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara.

1.e. Agar Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara maupun Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum untuk menggunakan fasilitas perpajakan yang telah disediakan oleh pemerintah berupa pengecualian objek pajak atas penghasilan yang ditanamkan kembali sebagai sarana dan prasarana pendidikan.

(16)

7. Kepustakaan

Ali, C. (1999). Badan Hukum. Bandung: Alumni.

Anthony, R. N., & Govidarajan, V. (2001). Management Control System (10th Edition ed.). New York: N.Y. McGraw Hill.

Devano, S., & Rahayu, S. K. (2006). Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta: Kencana.

Henke, E. (1988). Introduction To Nonprofit Organization Accounting (3rd Edition ed.). Massachusetts: PWS-KENT Publishing Company.

Holmes, K. (2001). The Concept of Income: A Multi Disclipinary Analysis, Doctoral Series 1. Netherlands: IBFD Publications BV.

Markus, M., & Yujana, L. H. (2004). Pajak Penghasilan: Petunjuk Umum Pemajakan Bulanan dan Tahunan Berdasarkan UU Terbaru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nurmantu, S. (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.

Nurmantu, S., & Samudra, A. A. (2003). Dasar-Dasar Perpajakan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rosdiana, H., & Irianto, E. S. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Soemitro, R. (1988). Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum. Bandung: PT Eresco.

Surachmat, R. (2000). Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tunggal, A. W. (1995). Pelaksanaan Pajak Penghasilan Perseorangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Gambar

Tabel Perlakuan Pajak Penghasilan Badan atas Perguruan Tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara  	
  

Referensi

Dokumen terkait

Adapun dalam hal pergaulan siswi jauh lebih aktif dan menjadikan akhlak siswi menjadi tidak terkontrol dan menjadikan sebagian siswi jauh meninggalkan syariat

Hal ini dilakukan untuk menghindari pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa “pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara

diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.. Sikap positif terhadap

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judulPengaruh Performance Management Timing

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan volume gas yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan dimana, kotoran sapi menghasilkan volume gas yang paling besar

Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Santrock (2003) yang menjelaskan bahwa penampilan merupakan kontribusi yang cukup berpengaruh pada rasa percaya diri

Masalah keterbatasan lahan juga banyak terjadi pada sektor pertanian dengan dibukanya lahan pertanian untuk area permukiman maupun area komersil lainnya.. Masalah – masalah

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, bertujuan untuk mengungkapkan motede pembelajaran dan strategi penguatan karakter anak didik melalui pendidikan Islam.