• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simtomatik, sedangkan bila tidak bergejala, disebut bakteriuria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simtomatik, sedangkan bila tidak bergejala, disebut bakteriuria"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bakteriuria 2.1.1 Definisi

Bakteriuria didefinisikan sebagai adanya koloni bakteri aktif dalam dalam saluran kemih termasuk uretra distal. Bila bergejala, disebut bakteriuria simtomatik, sedangkan bila tidak bergejala, disebut bakteriuria asimtomatik. Infeksi saluran kemih (ISK) sering ditemukan pada kehamilan. ISK dibagi menjadi ISK bagian bawah (ureteritis, sistitis akut) dan ISK bagian atas (pielonefritis).2,13

Bakteriuria asimtomatik adalah diagnosis mikroba berdasarkan hitungan kuantitatif isolasi bakteri dalam spesimen dikumpulkan urin porsi tengah dari wanita hamil tanpa tanda-tanda atau gejala ISK. Jadi kultur urin adalah teknik skrining standar emas untuk bakteriuria asimtomatik selama kehamilan dengan hasil bakteriuria signifikan pada perhitungan koloni urin ≥ 105 CFU/ ml urin pada midstream urin atau ≥ 102CFU/ ml urin pada suprapubic puncture urin. Bakteriuria asimtomatik ditemukan dalam 2 sampai 10% dari wanita hamil dan 40% cenderung berlanjut ke pielonefritis akut, postpartum ISK, dengan komplikasi preeklamsia, anemia, prematuritas, bayi berat lahir rendah dan kematian prenatal jika tidak diobati.14,15,16

(2)

2.1.2. Epidemiologi

Wanita hamil memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami ISK dibandingkan wanita tidak hamil. Namun, insidensi ini bervariasi pada berbagai penelitian. Nowicki et al. (2002) menunjukkan bahwa frekuensi bakteriuria asimtomatik adalah 4-10%, sistitis 4%, dan pyelonefritis 1-2%, dan bahwa angka ini mirip atau identik pada wanita hamil dan tidak hamil. Dalam penelitian lain, diperkirakan prevalensi bakteriuria asimtomatik bervariasi antara 2-13%, dengan angka yang hampir sama dengan wanita tidak hamil, tetapi terjadi peningkatan insidensi sistitis akut (1-4%) dan pielonefritis (2%) pada wanita hamil.4

Dalam Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) pada tahun 2008, perkiraan insiden ISK adalah 8%. Insiden bakteriuria asimtomatik pada wanita hamil dalam studi di UK adalah 2-5%. Insiden sistitis akut lebih sulit untuk ditentukan secara akurat, banyak wanita yang diterapi dengan obat empiris dan kultur tidak dilakukan. Suatu studi lain menunjukkan angka insiden ISK pada wanita hamil adalah 1,3% dalam periode 6 tahun. Insiden pyelonefritis selama kehamilan adalah 2%, dan semakin meningkat hingga mencapai 23% pada wanita yang mengalami ISK berulang saat kehamilan.17

Banyak wanita memperoleh bakteriuria sebelum kehamilan. Sebuah analisis retrospektif besar dengan pemodelan regresi logistik, pada 8037 perempuan di Karolina Utara, menunjukkan bahwa dua prediktor terkuat bakteriuria pada bagian prenatal adalah ISK primer

(3)

segera sebelum fase antenatal (OR = 2,5, 95% CI: 0,6-9,8 untuk kulit putih, dan OR = 8,8, 95% CI: 3,8-20,3 untuk kulit hitam) dan riwayat ISK pra-kehamilan (OR = 2,1, 95% CI: 1,4-3,2). ISK primer segera sebelum fase antenatal bahkan ditemukan menjadi prediktor terkuat dari pielonefritis setelah 20 minggu gestasi (OR = 5,3, 95% CI: 2,6-11,0). Faktor risiko lain untuk ISK selama kehamilan adalah status yang lebih sosial ekonomi rendah, aktivitas seksual pada kehamilan, usia yang lebih tua, multiparitas, abnormalitas anatomi saluran kemih, penyakit thalasemia dan diabetes.1,9,10

2.1.3. Etiologi

Pada keadaan lingkungan fisiologis yang normal, traktus genitouriaria dalam keadaan steril. Mikroorganisme penyebab ISK biasanya berasal dari flora gastrointestinal dari host (penjamu).18

Sebagai contoh, bakteriuria saat hamil dapat terjadi saat bakteri dari sumber fekal masuk ke vesika urinaria dengan cara infeksi yang naik dari anus karena wanita memiliki uretra yang pendek. Bakteri patogen yang menyebabkan bakteriuria hampir sama pada keadaan hamil dan tidak hamil. 19

Meskipun hampir setiap organisme dapat dikaitkan dengan ISK , organism tertentu yang dapat mendominasi sebagai akibat dari virulensi tertentu dan kerentanan dari faktor host (penjamu). 20

(4)

Organisme yang menyebabkan ISK selama kehamilan adalah sama seperti yang ditemukan pada pasien tidak hamil. Escherichia coli menyumbang 80 sampai 90 persen dari infeksi. Bakteri batang gram negatif lain seperti Proteus mirabilis dan Klebsiella pneumoniae juga umum ditemukan. Bakteri gram positif seperti Streptokokus grup B dan Staphylococcus saprophyticus jarang ditemukan sebagai penyebab ISK. Begitu juga dengan enterococcus, Gardnerella vaginalis dan Ureaplasma ureolyticum jarang ditemukan sebagai penyebab ISK.13

Selama masa gestasi, kebanyakan ISK disebabkan oleh organisme yang tunggal. Namun demikian , organisme yang diisolasi dari wanita hamil dengan ISK yang berkomplikasi lebih bervariasi dan umumnya lebih tahan terhadap pengobatan dari yang ditemukan pada infeksi tanpa komplikasi. Bakteri anaerob dan mikroorganisme lain telah diidentifikasi pada urin dengan persentase besar pada wanita hamil, namun alur terjadinya ISK akibat organisme yang berefek pada perinatal masih belum diketahui. Terdapat bukti bahwa beberapa strain bakteri dapat mereplikasi di dalam sel, hal ini menjelaskan bahwa terdapat kesulitan dalam mengobati ISK dalam beberapa kasus, strain ini kadang terlindungi dari kerja farmakologi obat anti infeksi. Saat ini, tidak ditemukan bukti yang menunjukkan keuntungan melakukan pemeriksaan urin pada organisme yang jarang menginfeksi.21

Girishbabu dkk. (2010) melakukan penelitian untuk menentukan prevalensi bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil dan juga untuk

(5)

mengisolasi, mengidentifikasi, dan menetapkan pola kerentanan antimikroba patogen pada 1.000 wanita hamil dengan bakteriuria asimtomatik. Isolat diidentifikasi dengan metode konvensional. Sebanyak 100 (10%) positif untuk bakteriuria signifikan. Jumlah kasus tertinggi positif kultur ditemukan pada pada kelompok usia 26-35 tahun (60%) dan trimester 3 (40%) dari kehamilan. Mayoritas bakteri yang terisolasi adalah Escherichia coli 30 (30%), diikuti oleh Klebsiella pneumoniae 30 (30%), Proteus mirabilis 15 (15%), Citrobacter koseri 8 (8%), Pseudomonas aeruginosa 7 (7%), Staphylococcus aureus 4 (4%), Staphylococcus saprophyticus 3 (3%) dan Enterococcus faecalis 3 (3%). Antibiotik yang sensitif ditemukan imipenem (100%), piperacillin-tazobactum (100%), amikasin (85%), nitrofurantoin (68%), ceftazidime (62%), sefotaksim (62%), kotrimoksazol (50%) amoxicillin-asam klavulanat (50%), norfloksasin (49%), ciprofloxacin (48%), eritromisin (41%), dan ampisilin (11%).22

Tabel 2.1. Bakteri penyebab infeksi saluran kemih hasil penelitian Girishbabu et al. (2011)

Bakteri Kultur positif Persentase

Escherichia coli 30 30

Klebsiella pneumoniae 30 30

Proteus mirabilis 15 15

(6)

Pseudomonas aeruginosa 7 7

Staphylococcus aureus 4 4

Staphylococcus saprophytics 3 3

Enterococcus faecalis 3 3

Total 100%

Jain et al. (2013) melakukan studi kohort prospektif dilakukan di rumah sakit pendidikan perawatan tersier dari India utara pada wanita hamil sampai 20 minggu (n = 371) dan antara 32-34 minggu usia kehamilan (n = 274) yang tidak memiliki keluhan urinari. Urin porsi tengah mereka dikirim untuk kultur dan sensitivitas. Kriteria positif bila hasil kultur ≥105 cfu/ mL urin. Bakteriuria simtomatik ditemukan di 17% wanita dengan usia kehamilan <20 minggu dan 16% pada usia kehamilan 32-34 minggu. Mayoritas bakteri yang terisolasi adalah Escherichia coli pada 41 sampel (37,6%) diikuti dengan Enterococcus spp. di 23 (21,1%). Bakteri lain diisolasi adalah Staphylococcus aureus, Klebsiella spp., Proteus spp., Koagulase negatif Staphylococcus, Pseudomonas spp. dan Acinetobacter. Antibiotik yang paling sering digunakan sebagai terapi adalah cephalaxin di 34,8 persen (38/109) dan nitrofurantoin di 28,4 persen (31/109) pasien. Antibiotik lain seperti cefuroxime, amoxicilin, amikasin juga diresepkan. Secara keseluruhan, satu wanita dalam kelompok awal terdeteksi berlanjut ke pielonefritis akut dan satu mengalami ISK simtomatik.23

(7)

2.1.4. Patofisiologi

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan penyebab medis tersering dari komplikasi dalam kehamilan. ISK bagian atas yang tidak ditangani membawa risiko morbiditas dan jarang, menyebabkan mortalitas pada wanita hamil. Kehamilan menyebabkan banyak perubahan hormonal dan mekanikal dalam tubuh. Awal minggu keenam, dengan insiden puncak selama minggu ke-22 hingga ke-24, 90% wanita hamil terjadi dilatasi uretral meningkatkan risiko stasis urin dan refluks vesikouretral. Lebih lagi, glikosuria dan aminosiduria selama kehamilan menyebabkan tumbuhnya bakteri akibat dari stasis urin. Perubahan ini dengan uretra yang pendek dan sulitnya menjaga hygienitas akibat semakin membesarnya kehamilan semakin meningkatkan frekuensi ISK pada wanita hamil. Bakteriuria yang tidak diobati dalam kehamilan baik itu simtomatik maupun asimtomatik berhubungan dengan peningkatan 50% pada risiko berat badan lahir bayi rendah dan secara signifikan meningkatkan risiko kelahiran prematur, preeklamsia, hipertensi, anemia dan endometritis postpartum.10,14,15,16

Selama bertahun-tahun, kehamilan dipandang sebagai suatu periode yang secara natural sebagai predisposisi untuk semua bentuk ISK. Hal ini dijelaskan oleh fakta bahwa anatomi genitourinaria dan perubahan fisiologis diinduksi oleh gestasi sebagai predisposisi wanita dengan bakteriuria asimtomatik untuk berkembang menjadi ISK simtomatik, yang memicu terjadinya peningkatan jumlah ISK selama periode kehidupan ini. Saat ini, diketahui bahwa kehamilan tidak hanya meningkatkan risiko ISK melainkan sepanjang kehamilan, ISK sering bertahan, karena infeksi atau pajanan berulang.18

Selama masa kehamilan uretra menjadi tempat kolonisasi bakteri yang berasal dari flora perineum dan gastroistestinal. Faktor lain yang

(8)

dapat mempredisposisikan kolonisasi uretra termasuk penggunaan beberapa metode kontrasepsi sebelum kehamilan, seperti spermisida dan diafragma. Walaupun dijumpai bukti bahwa infeksi vesika urinaria diawali kolonisasi uretra, cara naiknya bakteri tersebut sehingga terjadi infeksi belum sepenuhnya dipahami. Setelah mencapai vesika urinaria, organisme tersebut secara cepat bermultiplikasi dan dapat naik ke ureter lalu ke ginjal. Kolonisasi bakteri difasilitasi pertama kali di pelvis renalis dan ureter mulai untuk dilatasi (kehamilan delapan minggu), dan vesika urinaria dipindahkan ke superior dan anterior di dalam rongga intra-abdomen. Mekanisme kompresi disebabkan oleh pembesaran uterus yang secara prinsip menyebabkan dilatasi, namun relaksasi otot polos diinduksi oleh progesteron juga dapat memainkan peran. Konsekuensi utama dari perubahan ini adalah penurunan peristaltik ureter, diikuti ISK dengan meningkatnya kapasitas vesika urinaria dan stasis urin. Hal ini diketahui bahwa penurunan kapasitas renal untuk menkonsetrasikan urin selama kehamilan menurunkan aktivitas anti bakterial dari cairan ini, memicu ekskresi sejumlah kecil kalium dan sejumlah besar glukosa, asam amino dan produk degradasi hormon. Perubahan biokimia ini mengubah urin menjadi larutan alkali, sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri.18,24,25

Selain itu, peningkatan estrogen yang disebabkan oleh kehamilan, memberikan kontribusi pada adhesi tertentu strain E. coli dengan tipe 1 sel uroepithelial. 24

(9)

Faktor protektif dari seperti konsentrasi glukosa yang rendah pada urin, stabilitas populasi lactobacillus vagina, pengaruh estrogen, aktivitas protein Tamm-Horsfall. keberadaan mucus urinaria (glycosaminoglikan), dan mekanisme pertahanan imunologi, membuat traktus urinaria normal secara general resisten pada invasi dan efisen dalam mengeliminasi cepat mikroorganisme yang mencapai vesika urnaria. 20

Subset spesifik koloni E. coli diidentifikasi dengan antigen O, K, dan H yang terbukti meningkatkan kecenderungan untuk menyebabkan ISK. Faktor virulensi penting dari bakteri adalah kemampuannya untuk melekat pada sel epitel urinaria, menyebabkan kolonisasi pada traktus urinaria, infeksi vesika urinaria, dan pyelonefritis. Uropathogenik E. coli seperti faktor virulensi, yang diketahui adalah fimbria atau pilli. Protein perlekatan ini diekspresikan pada permukaan dinding bakteri yang mempromosikan ikatan ke epitelium vagina dan uretra, yang meningkatkan kemampuan E. coli untuk menyebabkan ISK.20

Adesin termasuk diantaranya tipe 1 Fimbriae, tipeS, tipe P, dan adhesins like Dr. Hal ini sudah dikenali beberapa decade lalu, dan hal ini yang membedakan E. coli uropathogenik membentuk bentuk komensal gastrointestinal. Fimbriae tipe 1 sangat sering dan kemungkinan termasuk dalam kolonisasi traktus urinaria. Pola fimbriae P pada ISK bagian atas sudah didokumentasikan. Dijumpai 20% E. coli fekal, 60% menyebabkan sistitis, dan 80% E. coli diisolasi dari pyelonefritis. Perlekatan fimbriae P pada epitel traktus urinaria juga berhubungan dengan meningkatnya

(10)

respon inflammasi host. Faktor lain yang meningkatkan virulensi E. coli termasuk produksi hemolisin, resistensi serum dan pengeluaran aerobactin. Hemolisin memberikan keuntungan selektif pada E. coli mungkin dengan melepaskan besi dari eritrosit dan dengan demikian, meningkatkan patogenisitas dengan menghancurkan fagosit dan sel epitel. Data model hewan dan manusia mencurigai bahwa E. coli dapat bersembunyi pada bakteri yang besar pada tubuh host dan dapat reaktivasi yang menyebabkan infeksi pada waktu yang akan datang, terdapat penurunan lokal pada aktivitas normal dari faktor pertahanan tubuh host. Sampel urin pancar tengah dari wanita dengan sistitis akut yang tidak berkomplikasi juga menunjukkan bukti komunitas bakteri intraseluler E. coli uropatogenik. Komunitas ini relatif dilindungi dari mekanisme respon imun host dan terapi antibiotik. Dapat terjadi reaktivasi, menyebabkan ISK berulang. 21,26

Ada beberapa kontroversi mengenai peran yang dimainkan oleh perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan yang bisa menjadi faktor utama predisposisi ibu hamil untuk ISK. Beberapa penulis menyatakan bahwa kompleksitas biologi dan molekuler epidemiologi ISK menunjukkan bahwa obstruksi mekanik dapat hanya sebagian menjelaskan risiko mengembangkan gestational ISK. Dikatakan bahwa jika kehamilan sendiri predisposisi ISK, stasis urin dan obstruksi harus mendukung infeksi gram negatif dan gram positif pada pemeriksaan kultur urin. Sebaliknya, 90 % dari kehamilan ISK berhubungan dengan

(11)

uropathogenik virulensi strain E. coli, yang secara kontras jarang diisolasi pada pasien tidak hamil dengan masalah obstruktif saluran kemih.21

2.1.5. Patogenesis

Perubahan fisiologis pada saluran kemih sepanjang kehamilan meningkatkan risiko ISK. Sampai saat ini, ISK pada pasien hamil telah dijelaskan oleh obstruksi aliran urin oleh uterus gravidarum. Stasis dan obstruksi urin menciptakan kerentanan untuk infeksi gram negatif dan gram positif. Pada kehamilan, terjadi perubahan fisiologik dan struktur traktus urinarius, berupa pelebaran kalises, pelvis ginjal dan ureter di sebelah atas tulang pelvis. Perubahan ini dimulai minggu keenam kehamilan dan memuncak pada minggu ke 22-24 pada >90% wanita hamil. Perubahan traktus urinarius pada wanita hamil ini menjadi normal setelah 8 minggu kelahiran. Kapasitas ureter yang di luar kehamilan sekitar 2-4 ml akan meningkat sampai 50 ml atau lebih selama kehamilan, kapasitas kandung kemih juga meningkat sampai 2 kali lipat pada kehamilan aterm. Pelebaran tersebut terjadi akibat berkurangnya tonus otot polos traktus urinarius akibat kerja progesteron dan kompresi ureter akibat pembesaran uterus, sehingga mekanisme pengosongan vesika urinaria tidak sempurna dan terjadi stasis urin. Hal ini menyebabkan mudahnya bakteri berkembang biak dengan cepat pada vesika urinaria.27,28

(12)

Selain itu, uretra pada wanita relatif pendek, panjangnya antara 3-4 cm dan letaknya di ujung depan atas vagina di mana terdapat kolonisasi bakteri dari traktus gastrointestinal. Tekanan oleh kepala janin juga menghambat drainase darah dan limfe dari dasar vesika, sehingga daerah tersebut mengalami edema dan rentan terhadap trauma. Alasan lain bisa sebagai akibat dari praktek kebersihan kelamin yang buruk oleh wanita hamil yang mungkin merasa sulit untuk membersihkan anus mereka secara benar setelah buang air besar atau membersihkan genital mereka setelah buang air.6

Pengaruh lain adalah perubahan sistem imunitas pada kehamilan. Diketahui bahwa mekanisme humoral kekebalan meningkat pada kehamilan, sedangkan respon seluler menurun. Perubahan ini terjadi secara fisiologis dalam respon imunitas kehamilan. Ada dua pemain kunci dari sistem kekebalan tubuh pada ibu hamil yang untuk melawan infeksi, oksida nitrat (NO) dan TLR4. Peran kunci NO adalah untuk memberikan sinyal relaksasi untuk uterus (untuk memungkinkan lingkungan yang memadai untuk janin), dan menghancurkan atau membatasi patogen invasif. NO bekerja pada kapasitas yang maksimum, dan memiliki kapasitas adaptif yang terbatas untuk meningkatkan aktivitasnya di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian, jika terdapat infeksi ringan pada saluran urogenital, NO dapat bekerja secara efisien untuk menghilangkan patogen. Namun, dalam kasus proses infeksi dan inflamasi berat, NO mungkin kurang efektif.29

(13)

Pemain kunci kedua dalam proses infeksi TLR4. TLR4 adalah bagian dari sistem pengenalan, juga disebut sistem 'sinyal bahaya', yang merespon endotoksin (lipopolisakarda) dan memicu kaskade inflamasi sitokin dan prostaglandin, yang berkontribusi terhadap pembersihan infeksi. Sinyal TLR4 sinyal dicetuskan oleh infiltrasi monosit dan makrofag unit fetoplasenta. Akan tetapi, pada ibu hamil, respon inflamasi yang agresif dapat merugikan janin, dan dapat menyebabkan persalinan prematur. Walaupun secara hipotetis, respon TLR4 yang agresif sangat baik untuk melawan infeksi dan menyelesaikan infeksi, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak mungkin terjadi, karena pada kehamilan semi allogenitas fetus harus dipertahankan agar tidak dikenali sebagai antigen asing. Penelitian pada wanita hamil juga menunjukkan respon TLR4 pada ibu hamil menurun. Ketika respon terhadap infeksi E. Coli pada daerah urogenital, TLR4 menjadi kurang adaptif sehingga akan meningkatkan risiko ISK.24

Hipotesis lain lagi adalah tropisme jaringan gestastional. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diduga bahwa reseptor jaringan CD55, juga disebut DAF, adalah diupregulasi oleh progesteron, hormon yang meningkatkan konsentrasi proporsional dengan usia kehamilan. Progesteron meningkatkan ekspresi CD55 (regulator komplemen) pada plasenta yang melindungi janin dari ibu. E. Coli, diketahui dapat mengenali CD55 sehingga dapat memperoleh keuntungan dalam kolonisasi dan/

(14)

atau invasi jaringan, sebuah proses yang berbanding lurus dengan densitas reseptor CD55. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi.30

Pada E. coli sendiri, banyak patogenitas yang dapat menyebabkan ISK. Adhesins adalah struktur permukaan bakteri yang memungkinkan keterikatan pada membran host. Pada infeksi E coli, ini termasuk baik pili (yaitu, fimbriae) dan luar-membran protein (misalnya, Dr hemaglutinin). P fimbriae, yang melekat pada globoseries-jenis glikolipid ditemukan dalam epitel usus dan kencing, yang berhubungan dengan pielonefritis dan sistitis dan ditemukan di banyak strain E. Coli yang menyebabkan urosepsis. Tipe 1 fimbriae mengikat mannose mengandung struktur yang ditemukan di banyak jenis sel yang berbeda, termasuk Tamm-Horsfall protein (protein utama yang ditemukan dalam urin manusia). Faktor yang mungkin penting untuk virulensi E coli di saluran kemih termasuk polisakarida kapsuler, hemolysins, faktor nekrosis sitotoksik (CNF) protein, dan aerobactins. Beberapa Kauffman serogrup dari E coli mungkin lebih cenderung menyebabkan ISK, termasuk O1, O2, O4, O6, O16, dan O18.30

2.1.6. Skrining

ACOG merekomendasikan bahwa kultur urin harus diperiksa pada kunjungan antenatal pertama. Tepatnya, rekomendasi dari US Preventive Services Task Force adalah untuk pemeriksaan kultur urin antara 12 dan 16 minggu kehamilan (rekomendasi A). Pemeriksaan ini juga harus

(15)

dilakukan trimester ketiga, karena urin dari pasien yang diobati mungkin belum steril.31

Standar emas untuk mendeteksi bakteriuria adalah kultur urin, tetapi tes ini mahal dan memakan waktu 24 hingga 48 jam untuk mendapatkan hasil. Akurasi metode skrining cepat (misalnya, dipstick leukosit esterase, dipstick nitrit, urinalisis, dan pewarnaan gram urin). Peneliti menunjukkan bahwa biaya lebih efektif untuk menyaring bakteriuria dengan dipstick esterase untuk leukosit, tetapi hanya satu setengah dari pasien dengan bakteriuria yang diidentifikasi dibandingkan dengan skrining oleh kultur urin. Peningkatan jumlah negatif palsu dan nilai prediktif yang relatif rendah dari tes positif membuat metode cepat kurang bermanfaat.13

2.1.7. Diagnosis

Peningkatan insiden ISK simtomatis selama kehamilan dan hubungannya dengan komplikasi maternal dan perinatal, skrining bakteriuria asimtomatik selama kehamilan diminta dua sampel urin yang dikumpulkan dalam waktu berbeda. Tes dengan sampel tunggal dapat menyebabkan hasil false-positive sebanyak 40% kasus. Pengukuran ini dapat memulai terapi awal dan menurunkan tingkat progresi infeksi simtomatik dan konsekuensi kejadian yang potensial merugikan.

Tes laboratorium untuk mendiagnosis ISK berdasarkan perubahan warna reaktan kimia berdasarkan komposisi urin (analisis dipstik). Dua tes

(16)

yang penting untuk mendiagnosis cepat dan harga murah adalah tes nitrit dan tes leukosit esterase. Tes nitrit berdasarkan kemampuan bakteri menurunkan nitrat urin menjadi nitrit. Tes ini memiliki sensitivitas 50% dan spesifisitas 97, dan dapat menghasilkan false positive saat digunakan pada urin terkontaminasi oleh bakteri vagina normal atau konsentrasi urin yang tinggi. Tes leukosit esterase memiliki sensitivitas rendah dan spesifisitas 25% dan dapat menyebabkan hasil false positive. Kedua tes ini memiliki sensitivitas rendah dan tidak cocok untuk tes skiring untuk menegakkan diagnosis. Kecuali bila dikombinasikan dengan tes lain yang lebih baik.27

Urinalisa mikroskopik merupakan pemeriksaan satu tetes yang disentrifugasi dan urin segar yang tidak berwarna, dengan objek glass kering (400 kali magnifikasi). Observasi banyak bakteri per lapangan pandang berhubungan dengan kultur urin paling sedikit 108 koloni/L urin. Namun hal ini juga masih tergolong memiliki sensitivitas yang rendah. Analisis mikroskopik urin dengan pewarnaan gram saat ini banyak dipakai dan menunjukkan bukti yang lebih baik dengan hasil tes cepat dan dapat dijadikan tes skrining ISK. Namun pemeriksaan yang lebih sensitif dan paling spesifik serta akurat adalah kultur urin, yang dapat dijadikan gold standart penegakan diagnosis ISK.31

Sampel urin standar adalah urin pancar tengah yang dikumpulkan oleh mid-stream metode "clean catch" standar dari semua wanita hamil. Urin ditampung di wadah steril yang dapat ditutup erat. Menurut

(17)

rekomendasi yang dikembangkan oleh IDSA (Infectious Diseases Society of America), bakteriuria signifikan pada wanita asimtomatik didefinisikan sebagai adanya bakteri ≥105 CFU per ml dalam dua urin tengah atau urin supra pubik atau kateter steril ≥ 102 CFU/ml.32

Pengulangan kultur urin di setiap trimester meningkatkan tingkat deteksi bakteriuria. Mc Isaac dkk. pada 1.050 perempuan yang diperiksa kultur urin berturut turut pada usia kehamilan sebelum 20 minggu, minggu 28 dan minggu ke 36 menunjukkan ada sebanyak 49 kasus ASB terdeteksi (prevalensi 4,7%). Peneliti menunjukkan bahwa bila diagnosis hanya didasarkan pada kultur urin tunggal sebelum 20 minggu akan menyebabkan lebih dari setengah kasus bakteriuria tidak terdiagnosis, karena 40,8% dari diagnosis ditemukan setelah kultur pertama vs 63,3% setelah kedua vs 87,8% setelah kultur ketiga. Dalam sebuah penelitian di Turki dengan sampel yang jauh lebih kecil, distribusi prevalensi ASB di trimester pertama, kedua, dan ketiga adalah 0,9%, 1,83%, dan 5,6%, masing-masing. Itu menunjukkan bahwa banyak wanita tanpa bakteriuria dalam pemeriksaan awal mereka pada trimester pertama dapat mengalami selama trimester selanjutnya dalam kemudian. Para penulis studi ini menyimpulkan bahwa akan lebih bijaksana untuk jika ibu hamil dilakukan pemeriksaan bakteriuria ulangan pada trimester kedua dan ketiga. Namun, diperlukan penelitian RCT besar secara prospektif untuk lebih memastikan rekomendasi klinis.33

(18)

2.1.7.1. Metode Pengambilan Spesimen Urin Pancar Tengah yang Diambil Secara Bersih

Untuk pemeriksaan kultur urin dan tes celup urin, sampel urin harus diambil dengan teknik pancar tengah yang diambil secara bersih untuk menghindari kontaminasi. Khusus untuk pemeriksaan uji nitrit dengan tes celup urin, sampel urin yang digunakan harus berasal dari urin pertama pada pagi hari segera sesudah pasien bangun tidur. Kalau pemeriksaan bukan pagi hari, ibu diminta untuk menahan buang air kecil minimal 2 jam sebelum urin diambil untuk diperiksa. Ini penting diingat karena diperlukan waktu yang cukup untuk berubahnya nitrat menjadi nitrit di dalam kandung kemih. Tahapan pengambilan sampel urin pancar tengah yang diambil secara bersih adalah sebagai berikut:34

- Cuci labia dan perineum dengan air dan sabun.

- Duduk atau jongkok di toilet dengan posisi kaki mengangkang, buka labia dengan dua jari.

- Gunakan kapas, kasa, atau tisu yang sudah dibasahi dengan air steril atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT, air yang sudah dimasak selama minimal 30 menit) untuk membersihkan daerah sekitar orifisium uretra dan bagian dalam labia. Kasa/ kapas/ tisu diusapkan satu kali saja dari arah orifisium uretra ke arah vagina. Bila diperlukan, harus digunakan kasa/ kapas/ tisu yang baru dengan arah pengusapan yang sama (Gambar 2.1).

(19)

- Keluarkan sedikit kemih tanpa ditampung, lalu tahan sesaat sebelum melanjutkan berkemih ke dalam wadah urin yang diletakkan sedekat mungkin dengan muara uretra tanpa menyentuh daerah genitalia (Gambar 2.1b & 2.1c). Pastikan wadah urin minimal terisi separuhnya.

- Setelah wadah urin terisi, sisihkan wadah tersebut dan selesaikan berkemih.

Gambar 2.1 Metode Pengambilan Spesimen Urin Pancar Tengah yang Diambil Secara Bersih

2.1.7.2.Pemeriksaan Bakteriologis

Pemeriksaan mikroskopis langsung dilakukan terhadap sediaan hapus yang dibuat dari sampel urin yang tidak disentrifugasi, dipulas dengan pewarnaan Gram dan dihitung jumlah kuman yang tampak per lapangan pandangan besar (LPB) serta dicatat ada atau tidaknya leukosit. Pewarnaan Gram adalah metode pemeriksaan penyaring yang cepat dan

(20)

Bilamana pada pemeriksaan mikroskopik urin dari subyek wanita didapatkan banyak sel epitel skuamosa dengan flora normal vagina maka sampel urin tersebut menggambarkan adanya kontaminasi.12

Biakan kuman cara konvensional untuk hitung koloni dilakukan secara kuantitatif. Untuk biakan ini, 0,00l ml urin yang tidak di sentrifugasi diambil dengan memakai sengkelit baku (1/1000) atau dengan cara pengenceran urin terlebih dahulu dengan buffered water dan kemudian ditanamkan pada lempeng agar darah dan MacConkey. Urin pada lempeng agar tersebut disebar merata dengan spatel gelas dan lempeng agar itu kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-20 jam. Koloni-koloni yang tumbuh dihitung dan dicatat. Identifikasi koloni-koloni kuman dilakukan menurut metode baku yang berlaku.12

Interpretasi hitung koloni bakteri jika pada lempeng agar darah didapatkan jumlah koloni bakteri <10, kemungkinan besar ini karena suatu kontaminasi dan identifikasi bakteri tidak dilakukan. Dalam hal ini sediaan pulasan Gram urin harus memberikan hasil kuman Gram negatif. Jika terdapat bakteri pada sediaan Gram maka lempeng agar diinkubasi kembali untuk semalam karena mungkin bakteri tumbuh lambat. Jumlah koloni pada lempeng agar di antara 10-100 juga tidak dianggap suatu bakteriuria, melainkan mungkin karena pengambilan dan penanganan sampel yang tidak betul. Hitung koloni kuman yang menghasilkan jumlah kuman pada lempeng agar > 100 dianggap bermakna sebagai bakteriuria dan organisme yang tumbuh akan diidentifikasi.12

(21)

Biakan kuman dapat juga dilakukan dengan cara Filter Paper Dilution sistem dari Novel. Caranya dengan menggunakan 3 lapis filter yang dibawahnya adalah agar untuk pembiakan kuman. Cara ini dapat untuk mendeteksi kuman Gram positif dan Gram negatif dengan hasil yang memuaskan. Untuk kuman Gram negatif hasilnya dibandingkan dengan kultur konvensional, ternyata sensitivitasnya 98,2 % dan spesifisitasnya 87,4%. Sedangkan untuk kuman Gram positif, sensitivitasnya 91,2% dan spesifisitasnya 99,2%.12

Pemeriksaan leukosit pada urin dilakukan menggunakan sepuluh ml sampel urin yang telah dikocok merata dan disentrifugasi dengan kecepatan 1500-2000 rpm selama 5 menit. Cairan yang terdapat di atas tabung pemusing dibuang, ditinggalkan endapannya. Satu tetes dari endapan diletakkan di atas kaca objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Pertama kali dilihat di bawah mikroskop dengan lapangan pandang kecil (LPK), kemudian dengan lapangan pandang besar (LPB). Penilaian dilakukan dengan melihat beberapa kali dalam beberapa LPB. Laporan didasarkan pada sedikitnya 3 LPB yang dianggap dapat mewakili sediaan. Piuria terjadi bila dijumpai lebih dari 5 leukosit/LPB.12

Teknik pemeriksaan baru dengan teknik penyaring cepat yaitu Uricult dipslide paddle (Orion Diagnostica, Helsinki, Finland), Cult- Dip Plus (Merck, Gemany), Uristat test (Shields Diagnostics Ltd, Scotland) dan Bioluminescence assay. Walaupun dengan cepat dapat mendiagnosis bakteriuria, namun masih ada kekurangan dan tidak memenuhi tes

(22)

penyaring yang baik. Tes lain yaitu Uriscreen (Diatech Diagnostics Ltd, Kiryat Weizmann, Ness Ziona, Israel), dengan tes skrining cepat enzimatik ini dalam beberapa menit hasilnya dapat dibaca. Hasilnya dibandingkan dengan biakan positif. Ternyata Uriscreen mempunyai sensitivitas 100% dan spesifisitas 81%, Cara ini baik untuk screening sampel dalam jumlah yang besar.12

2.1.8. Komplikasi

Komplikasi maternal dan neonatal ISK selama kehamilan dapat sangat buruk. Komplikasi ibu dan janin dapat berupa infeksi saluran kemih (ISK), pielonefritis, preeklamsia, anemia, berat badan lahir rendah (BBLR), retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR), persalinan prematur, ketuban pecah dini prematur (PPROM) dan endometritis paska partum. Penelitian pada 25.746 wanita hamil dan menemukan bahwa kehadiran ISK dikaitkan dengan persalinan prematur (onset persalinan sebelum 37 minggu kehamilan), gangguan hipertensi dari kehamilan (seperti pregnancy-induced hypertension dan preeklampsia), anemia (tingkat hematokrit kurang dari 30 persen) dan amnionitis. Meskipun hal ini tidak membuktikan hubungan sebab dan akibat, percobaan acak telah menunjukkan bahwa pengobatan antibiotik menurunkan insiden kelahiran prematur dan BBLR.35

Tabel 2.2.Komplikasi ISK35

(23)

odds confidence interval

Perinatal

Berat lahir rendah (berat badan kurang dari 2.500g

1.4 1,2-1,6

Prematuritas (kurang dari 37 minggu usia kehamilan pada saat melahirkan)

1.3 1,1-1,4

Prematur berat badan lahir rendah (berat badan kurang dari 2.500 g dan kurang dari 37 minggu usia kehamilan pada saat melahirkan)

1.5 1,2-1,7

Ibu

Persalinan prematur (kurang dari 37 minggu usia kehamilan pada saat melahirkan)

1.6 1,4-1,8

Hipertensi / preeklamsia 1.4 1,2-1,7

Anemia (hematokrit tingkat kurang dari 30%) 1.6 1,3-2,0 Amnionitis (korioamnionitis, amnionitis) 1.4 1,1-1,9

Jain et al (2013) menunjukkan bahwa bahkan setelah pengobatan, wanita dengan ISK yang terlambat terdeteksi menunjukkan 3,27 kali peningkatan kemungkinan mengalami persalinan prematur serta 3,63 kali peningkatan kemungkinan PPROM dibandingkan dengan kontrol. Menariknya, tidak ada perbedaan yang dapat ditemukan antara komplikasi ISK yang terdeteksi awal dan mendapat pengobatan bila dibandingkan dengan kontrol. Smaill et al. (2007) menunjukkan penurunan kejadian pielonefritis (RR 0,23; 95% CI 0,13-0,41) dan berat lahir rendah (RR 0,66; 95% CI 0,49-0,89), setelah pengobatan antibiotik pada wanita dengan bakteriuria. Namun risiko kelahiran prematur tidak berkurang (RR 0,37;

(24)

95% CI 0,10-1,36) bahkan setelah pengobatan. Mereka menyimpulkan bahwa pengurangan berat lahir rendah adalah konsisten dengan teori-teori saat ini tentang peran infeksi pada hasil kehamilan.23

2.2. Bakteriuria Asimtomatik 2.2.1. Definisi

Bakteriuria signifikan mungkin dapat menjadi asimtomatik. Bakteriuria asimtomatik memiliki prevalensi 10 persen selama kehamilan. Bakteriuria didefinisikan sebagai menemukan lebih dari 105 koloni unit bakteri per mL urin. Penelitian terbaru dari wanita dengan disuria akut telah menunjukkan adanya bakteriuria signifikan dengan jumlah koloni yang lebih rendah. Namun, ini belum diteliti pada wanita hamil, dan ≥ 105 CFU per mL tetap menjadi standar umum yang diterima.8

2.2.2. Terapi

Pada wanita asimtomatik, pemberian antibiotika masih kontroversial, diberikan atau tidak. American College of Obstetricians and Gynecologists, meringkas data yang tersedia tentang hubungan antara paparan antenatal terhadap antimikroba dan menyimpulkan bahwa: 1) Ketika memilih antibiotik untuk infeksi selama trimester pertama kehamilan (yang adalah selama organogenesis), penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan dan mendiskusikan dengan pasien manfaat serta risiko yang tidak diketahui potensi teratogenesis dan efek samping

(25)

maternal; 2) Peresepan sulfonamid atau nitrofurantoin pada trimester pertama masih dianggap tepat bila tidak ada antibiotik alternatif lain yang cocok tersedia; 3) Wanita hamil tidak boleh menolak perawatan yang tepat untuk infeksi karena infeksi yang tidak diobati umumnya dapat menyebabkan komplikasi yang serius bagi ibu dan janin.37

Hampir semua antimikroba melewati plasenta dan beberapa dari mereka mungkin memberi efek teratogenik. Antibiotik umum yang diterima dalam mengobati ISK selama kehamilan adalah penisilin dan sefalosporin, terutama dengan pengikat protein rendah (seperti cephalexin, kategori B).38

Tabel 2.3. Rekomendasi antibiotik oleh FDA

Pada trimester kedua dan ketiga, trimetoprim sulfametoksazol dan nitrofurantoin ditemukan ditoleransi dengan baik dan dengan beberapa klinisi bahkan menganggap hal ini sebagai first line therapy, kecuali pada

(26)

kejadian ikterus neonatal dan kern ikterus. Kekhawatiran yang sama ditemukan pada antimikroba lain dengan ikatan protein yang sangat tinggi (misalnya ceftriaxone), karena mereka dapat menggantikan tempat bilirubin dari protein plasma. Perlu juga ingat bahwa trimetoprim (FDA kategori C) adalah antagonis asam folat; dengan demikian, suplementasi zat ini dan pemantauan konsentrasi serum diwajibkan selama pengobatan. Nitrofurantoin dapat secara teoritis dikaitkan dengan risiko anemia hemolitik janin atau neonatus jika ibu memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase, dan meskipun komplikasi ini di kehamilan belum pernah dilaporkan. Hal ini menunjukkan obat harus digunakan dengan hati-hati, terutama di daerah-daerah prevalensi penyakit.39

Penggunaan fluorokuinolon (FDA kategori C) pada dasarnya kontraindikasi selama kehamilan, karena dapat menyebabkan gangguan perkembangan tulang rawan janin dalam studi eksperimental hewan meskipun tidak dalam studi manusia. Gentamisin dan aminoglikosida lainnya berada pada FDA kategori D, karena efek nefrotoksisitas dan neurotoksisitas (kerusakan saraf kedelapan) pada janin. Tetrasiklin mengakibatkan perubahan warna gigi jika diberikan setelah 5 bulan kehamilan. Makrolida berada pada kategori kehamilan C oleh FDA.38

Baru-baru ini, semakin banyak penulis menyarankan bahwa pilihan obat yang logis pada trimester kedua dan ketiga adalah nitrofurantoin. Seperti yang ditunjukkan oleh studi terbaru, nitrofurantoin aktif terhadap hampir 90% dari E. coli yang diisolasi dari urin, termasuk 89% dari strain

(27)

yang memproduksi beta laktamase. Penelitian Kashanian et al. mengenai resistensi obat antara kultur bakteri dari spesimen urin di sebuah rumah sakit di New York pada tahun 2003-2007 pada 10.417 kultur di mana pertumbuhan E. coli dicapai, 95,6% sensitif terhadap nitrofurantoin, dengan tingkat resistensi rata-rata 2,3%, yang secara signifikan lebih rendah dari ciprofloxacin, levofloxacin, dan trimetoprim sulfametoksazol (masing-masing 24,2% , 24% dan 29%). Dosis tunggal 3g fosfomycin juga memiliki tingkat resistensi yang rendah pada infeksi E. coli dan tampaknya efektif pada wanita yang tidak hamil, tetapi ada pengalaman terbatas dalam menggunakan rejimen ini di kehamilan. Suatu studi RCT yang membandingkan 14 hari nitrofurantoin atau sulfametoksazol melaporkan hasil yang sama untuk pengobatan 2 kelompok. Sebuah tinjauan sistematis Cochrane baru-baru ini menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan durasi terapi antimikroba untuk ibu hamil dosis tunggal baik pada rejimen 3hari, 4 hari, maupun 7 hari. Dengan demikian, durasi optimal terapi antimikroba untuk bakteriuria pada wanita hamil belum ditentukan.40

Temuan menarik datang dari penelitian oracle yang menilai hasil jangka panjang untuk 3190 anak-anak yang lahir dari ibu yang menerima antibiotik vs plasebo selama persalinan prematur dengan risiko persalinan preterm. Peneliti menemukan bahwa paparan eritromisin atau amoxicillin-klavulanat meningkatkan jumlah anak-anak dengan berbagai gangguan fungsional dan serebral palsi dibandingkan dengan plasebo

(28)

(masing-masing OR = 1,42, 95% CI: 0.68- 2.98, dan OR = 1,22, 95% CI : 0,57-2,62). Risiko terbesar ditemukan ketika kedua antibiotik diberikan bersama-sama dibandingkan dengan plasebo ganda (OR = 2,91, 95% CI: 1,50-5,65). Penyebab disfungsi neurologis ini tidak jelas, tetapi bisa menjadi akibat dari infeksi perinatal subklinis serta efek langsung dari antibiotik pada otak janin atau aliran darah otak atau antibiotik mungkin menganggu kolonisasi mikroba anak yang baru lahir, dengan konsekuensi jangka panjang. Ada beberapa jalur antibiotik mengubah toleransi kekebalan tubuh dengan mengubah flora usus janin, sehingga memberikan kontribusi untuk peningkatan substansial dalam kejadian alergi, penyakit autoimun, autisme, ADHD dan kondisi kronis lainnya. Kesimpulan yang utama dari semua studi yang menarik adalah bahwa kita harus sangat berhati-hati dalam meresepkan antibiotik untuk wanita hamil tanpa adanya bukti.41

Tabel 2.4 Penelitian mengenai terapi antimikroba bakteriuria pada kehamilan

(29)

2.2.3. Follow up

Semua wanita hamil dengan bakteriuria harus menjalani skrining periodik setelah terapi karena sebanyak sepertiga dari mereka mengalami infeksi berulang. Kultur tindak lanjut harus diperoleh 1-2 minggu setelah pengobatan dan kemudian diulang sebulan sekali. Dalam kasus bakteriuria persisten atau rekuren, terapi antibiotik menggunakan agen yang sama (misalnya 7 hari dari sebelumnya 3 hari perlakuan) atau obat lini pertama lain dianjurkan. Pengobatan diberikan sampai jumlah bakteri turun ke tingkat non signifikan. Jika bakteriuria berlanjut meskipun program terapi ulang telah diberikan, serta pada wanita dengan faktor risiko tambahan (misalnya imunosupresi, diabetes, anemia sel sabit, urinari neurogenik) atau infeksi berulang/ ISK persisten sebelum hamil), harus dipertimbangkan profilaksis antimikroba.34

(30)

Sekitar 15% ibu hamil akan mengalami ISK berulang sehingga dibutuhkan pengobatan ulang dan upaya pencegahan. Beberapa negara sudah mengeluarkan panduan untuk pencegahan ISK berulang dengan antimikroba, baik secara terus menerus maupun paska senggama.41

Pemberian antibiotik profilaksis secara terus-menerus hanya dianjurkan pada wanita yang sebelum hamil memiliki riwayat ISK berulang, atau ibu hamil dengan satu episode ISK yang disertai dengan salah satu faktor risiko berikut ini: riwayat ISK sebelumnya, diabetes, sedang menggunakan obat steroid, dalam kondisi penurunan imunitas tubuh, penyakit ginjal polikistik, nefropati refluks, kelainan saluran kemih kongenital, gangguan kandung kemih neuropatik, atau adanya batu pada saluran kemih. Antibiotik profilaksis paska senggama diberikan pada ibu hamil dengan riwayat ISK terkait hubungan seksual. Pada kondisi ini, ibu hamil hanya minum antibiotik setelah melakukan berhubungan seksual, sehingga efek samping antibiotik profilaksis yang dapat digunakan secara terus menerus sepanjang kehamilan adalah sefaleksin per oral satu kali sehari 250 mg atau amoksisilin per oral satu kali sehari 250 mg. Antibiotik yang sama dapat digunakan sebagai profilaksis paska senggama dengan dosis yang sama sebagai dosis tunggal.34,42

(31)

2.4. Kerangka Konsep Penelitian Kebiasaan menahan buang air kecil Hamil Peningkatan Progesteron Pembesaran Uterus Relaksasi Otot Polos Ureter dan

Vesika Urinaria Penurunan Konsentrasi Urin Retensi/ Statis Urin Penurunan eliminasi bakteri pada saluran kemih Bakteriuria Hubungan Seksual Jarak uretra anus yang dekat Hygine yang kurang Peningkatan pertumbuhan koloni bakteri Spermisida/ Diafragma Diabetes, hipertensi, infeksi

(32)

Karakteristik  Confounding 

2.5. Hipotesis Penilitian

Berdasarkan literatur tersebut maka didapatkan hipotesis pada penelitian ini adalah:

Terdapat perbedaan jumlah bakteriuria sebelum dan sesudah terapi amoxicillin pada ibu hamil trimester III di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

BAB 3 Ibu hamil  Umur  Paritas Trimester III  Penyakit infeksi  Diabetes  Hipertensi Amoxicillin 5 hari Bakteriuria Sebelum Bakteriuria Sesudah

Gambar

Tabel 2.1. Bakteri  penyebab  infeksi  saluran  kemih hasil  penelitian  Girishbabu et al
Gambar 2.1  Metode  Pengambilan  Spesimen  Urin  Pancar  Tengah  yang  Diambil Secara Bersih
Tabel 2.3.  Rekomendasi antibiotik oleh FDA

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan Hidup adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan tersebut. b) Apabila skala / besaran suatu jenis rencana usaha dan / atau kegiatan lebih kecil daripada skala

Hasil dari uji coba terbatas adalah sebagai berikut: (1) 96,67% siswa mendapat nilai ≥ 2,66, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan media permainan kartu kwartet

Kegiatan membaca Al-Qur'an merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung bagi umat Muslim di seluruh dunia, dengan demikian Penelitian ini dilakukan

Hasil pengamatan dan pengukuran diameter telur lobster yang tertangkap sebanyak 8 ekor lobster pasir betina dengan tingkat kematangan telur III, IV dan ada 1 ekor telur yang

Diharapkan dengan adanya perubahan nilai probabilitas mutasi pada QoS routing jaringan IP dengan menggunakan dynamic penalty function method, maka total waktu pegiriman paket

[r]

ketahanan pangan, energi, kemaritiman dan pariwisata sesuai dengan prioritas pembangunan dalam RKP 2016, RPJMN tahun 2015-2019 serta untuk mendukung pencapaian

(1) pelaku utama yang melaksanakan agribisnis sesuai dengan produk/komoditi yang diperlukan pasar dan telah ditetapkan melalui pertemuan rembugtani Desa; (2) bersedia