• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

319

KESESUAIAN KARAKTER VARIETAS UBIKAYU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS LOKAL DI MADURA

Ruly Krisdiana dan Fachrur Rozi

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian email: f_rozi13@yahoo.com

ABSTRACT

Cassava is local commodity and less value. By a touch of technology can be superior commodity in Madura. To support the development of agro-industry in Madura, the use of local varieties which have low productivity should be replaced with new varieties are high yielding technology. The research concerns the behavior problems of farmers in the selection of the character of the crop cassava. The survey was conducted in Sampang and Sumenep district on the season 2012/2013 with the sampling method 'purposive' to farmers. Data were analyzed using factor analysis with approach 'principal component analysis (PCA). The results showed characters of cassava were wanted by farmers are as follows: Farmers’ preferences in Sampang wanted the characters cassava. (1) Harvesting of early maturing between 6-8 months after planting, (2) resistant to pests and diseases, (3) easy in marketing. The farmers in Sumenep, the character wanted are: (1) good taste, (2) have high starch content, and (3) easy in marketing. In agro-industrial development, many of cassava varieties with certain characteristics appropriate to the needs of food and industrial products. Varieties that have character high starch content are suitable for the food industry such as tapioca. Types of cassava varieties for food industry are recommended as Adira-4, UJ-3, UJ-5, Malang-4, and Malang-6. And for food, currently good taste and yellowish tuber are local varieties as Krentil, Butter, or Adira-1. Opportunity of development cassava varieties with the character is opened. Also, it is suitable to the preference of farmers. Keywords: suitability, character, cassava, development, local commodity

PENDAHULUAN

Pulau Madura memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, terutama dari sektor pertanian. Luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertnian sebesar 400.000 ha yang didominasi oleh lahan kering dengan curah hujan di atas 200 mm selama bulan Desember sampai April. Kondisi lahan memiliki tingkat kesuburan tanah rendah dan produktivitas rendah (BPS, 2007). Pada tipe kondisi lahan yang demikian tanaman ubikayu sesuai untuk diusahakan oleh masyarakat. Potensi komoditas ubikayu di Madura belum tergali dengan optimal baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun kontribusi kepada pendapatan wilayah.

Ubikayu termasuk komoditas lokal (indigenus) yang berpotensi dikembangkan sebagai produk pangan darurat dalam menanggulangi besarnya kebutuhan pangan yang dipasok oleh beras. Komoditas ini selain untuk pangan juga banyak digunakan untuk pakan maupun kebutuhan sumber energi. Menurut Prabawati et al (2011) ubikayu segar

(2)

320

segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein. Pangan dari ubikayu ini sangat bermanfaat bagi penderita diabetes dan gangguan pencernaan pada manusia.

Belum optimalnya pengelolaan tanaman ubikayu bisa jadi karena belum teridentifikasi dengan jelas preferensi petani terhadap karakter ubikayu. Selama ini ubikayu diusahakan di lahan sebagai tanaman sampingan dan produk dari pemanfaatannya masih dianggap sebagai barang ‘inferior good’atau bernilai rendah. Walaupun tiga tahun terakhir harga ubi kayu cukup menjanjikan yaitu berkisar Rp 700-1000 per kg. Meskipun harga relatif tinggi namun ‘mind set’ petani ubikayu tidak dapat menangkap peluang tersebut, sehingga petani belum bergerak kearah komersialisasi dalam usahataninya.

Disisi lain, perkembangan teknologi ubikayu hasil penelitian cukup pesat dan telah tersedia baik teknologi budidaya maupun pilihan varietas unggul baru (VUB) yang sesuai dengan kebutuhan pengguna dan kebutuhan pasar. Beberapa teknik budidaya ubikayu seperti penanaman baris ganda, pemupukan, teknik penyambungan stek, dan pengendalian hama dan penayakit belum banyak diadopsi petani (Wijanarko et al, 2011; Prasetiaswati et al, 2011). Demikian juga, pilihan varietas unggul baru ubikayu juga telah tersedia yang mempunyai karakter baik untuk pangan, pakan, maupun sumber energy yang terhimpun dalam koleksi teknologi dan diskripsi VUB ubikayu (Balitkabi, 2011).

Dari laporan Puslitbangtan (2013) dikemukakan bahwa ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu harus disesuaikan untuk peruntukannya. Di antara komponen teknologi produksi, varietas unggul mempunyai peran penting serta strategis, mengingat varietas unggul terkait dengan potensi hasil per satuan luas, kualitas produk yang menentukan preferensi pengguna, serta potensial mudah diadopsi petani apabila bibitnya tersedia. Karena varietas unggul merupakan komponen teknologi essensial dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman.

Banyak komponen dari karakteristik ubikayu yang seharusnya menjadi pertimbangan pengguna (petani), akan tetapi selama ini belum ketemu antara keinginan pengguna dengan teknologi yang sudah tersedia. Masih adanya gap antara varietas yang dihasilkan dengan keinginan pengguna maka pengembangan penyebaran varietas unggul ubikayu dan adopsi teknologi di petani tidak berjalan mulus. Dengan realita yang ada, maka sangat diperlukan studi perilaku pengguna ubikayu mengenai preferensi pengguna terhadap karakter ubikayu, sehingga nantinya ada kesesuaian antara teknologi yang sudah dihasilkan dan pengguna output (teknologi). Dampaknya, produksi petani per satuan luas meningkat dan member efek pada tumbuhnya agroindustri di Madura.

(3)

321

BAHAN DAN METODE a. Lokasi dan Pengambilan Sampel

Survei dilakukan pada musim tanam 2012/2013 pada lokasi sentra ubikayu di Madura yaitu Kabupaten Sampang dan Sumenep. Penelitian perilaku petani dalam pengambilankeputusan berupa preferensi terhadap karakter ubikayu dengan melibatkan petani sampel masing-masing kabupaten sebanyak 60 responden.

b. Analisis Data

Agar lebih tepat dalam menggambarkan respon dalam perilaku petani, maka analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor dengan pendekatan ’Principal Componen Analysis (PCA) ‘ (Simamora, 2004). Alat analisis ini memungkinkan untuk menunjukkan besaran kontribusi respon tersebut. Analisis faktor dalam penelitian ini menggunakan data yang berasal dari pendapat responden terhadap karakter ubikayu dengan tujuan untuk mengetahui sikap dan persepsi petani tersebut. Petani (responden) akan memberikan penilaian apakah karakter tersebut mempengaruhi (menjadi pertimbangan dominan) petani atau tidak dalam mengambil keputusan berusahatani ubikayu.

Pilihan petani terhadap karakter ubikayu ditunjukkan dengan memilih pernyataan yang diterjemahkan kedalam nilai skor, dengan kategori penilaian sebagai berikut:

Tidak dipertimbangkan = nilai 1; Kurang dipertimbangkan = nilai 2; Dipertimbangkan = nilai 3; dan Sangat dipertimbangkan = nilai 4.

Output dari analisis adalah pengelompokan variabel dominan yang mem-pengaruhi pengambilan keputusan petani dalam memilih karakter yang digunakan dalam usahatani ubikayu.

Terdapat 12 karakter ubikayu yang menjadi variabel dan dimasukkan dalam analisis yaitu: (1) kadar pati; (2) rasa enak; (3) umur panen; (4) tinggi tanaman; (5) tipe cabang; (6) warna umbi; (7) warna daging; (8) tahan hama penyakit; (9) daya simpan bibit; (10) tekstur umbi; (11) mudah mendapatkan bibit; (12) mudah pemasaran. Ada karakter terpenting yaitu produksi tidak bisa dimasukkan kedalam variabel analisis, karena setiap responden atau petani mutlak akan menginginkan produksi ubikayu yang tinggi. Apabila variabel ini dimasukkan kedalam analisis, maka akan terjadi ‘missing’ variabel dan terjadi korelasi sendiri. Variabel produksi akan dianggap menjadi faktor penting dan sangat dipertimbangkan oleh semua petani (tidak ada keragaman dalam variabel).

Mekanisme analisis dari metode ’Principal Component Analysis (PCA)’ dilakukan ekstraksi dari variabel yang ada. Tujuan pendekatan analisis ini adalah untuk memaksimalkan tingkat keragaman yang mampu dijelaskan oleh komponen atau faktor

(4)

322

hasil ekstraksi hingga mendekati tingkat keragaman total dari seluruh variabel sebelum ekstraksi (Gaspersz.V, 1992)

Dari ekstraksi faktor yang dilakukan, dapat diketahui distribusi masing-masing variabel terhadap komponen atau faktor yang dihasilkan. Namun sebelum mengetahui distribusi masing-masing variabel, perlu untuk diketahui jumlah dari komponen yang terbentuk. Jumlah ini dapat diketahui dengan melihat nilai eigenvalues (akar ciri) dari hasil analisis. Besaran eigenvalues menunjukkan tingkat keragaman yang mampu dijelaskan oleh variabel secara bersama-sama dalam masing-masing jumlah komponen. Atau dengan kata lain, eigenvalues menunjukkan derajat kepentingan dari tiap-tiap faktor atau komponen yang terbentuk. Nilai eigenvalues dari masing-masing komponen dan tingkat keragaman yang mampu dijelaskan oleh variabel dalam komponen yang terbentuk selanjutnya dijadikan dasar penentuan jumlah komponen yang layak untuk mewakili seluruh variabel yang dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Preferensi petani terhadap karakter ubikayu

Tabel 1. Menunjukkan bahwa hasil test KMO menunjukkan nilai kedua lokasi penelitian > 0,5, yaitu 0,561 untuk Sampang dan 0,575 untuk Sumenep, sehingga kedua belas variabel dapat dilanjutkan analisis faktor. Demikian juga dengan uji Barlett’s, terlihat nilai p-values yaitu 0,001 dan 0,0001 berarti sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antar variabel.

Tabel 1. Uji kelayakan analisis faktor preferensi petani ubikayu di Kabupaten Sampang dan Sumenep

Sampang Sumenep

Keterangan Nilai Keterangan Nilai

KMO measure of sampling adequacy .561 KMO measure of sampling adequacy 0.575 Barlett’s test of sphericity

Chi-square 109.612 Barlett’s test of sphericity

Chi-square 130.414

p-value .001 p-value .0001

Hasil analisis pada tabel 2. memperlihatkan terdapat empat komponen mewakili keseluruhan variabel yang dianalisis untuk Kabupaten Sampang dan lima komponen untuk Sumenep. Hal ini dikarenakan komponen tersebut memiliki total nilai eigenvalues (akar ciri) diatas 1, dimana nilai 1 merupakan nilai minimum eigenvalues dari faktor yang layak dipertahankan.

Tabel 2. ’Eigenvalues’ dan Tingkat Keragaman yang dapat dijelaskan oleh komponen yang terbentuk pada petani di Kabupaten Sampang dan Sumenep

Komponen

Kabupaten Sampang Kabupaten Sumenep

Total eigenvalues Persentase keragaman Persentase kumulatif keragaman Total eigenvalues Persentase keragaman Persentase kumulatif keragaman 1 3.640 30.330 30.330 3.296 27.467 27.467

(5)

323

Komponen

Kabupaten Sampang Kabupaten Sumenep

Total eigenvalues Persentase keragaman Persentase kumulatif keragaman Total eigenvalues Persentase keragaman Persentase kumulatif keragaman 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2.205 1.766 1.027 .861 .744 .518 .447 .341 .254 .160 .038 18.379 14.719 8.654 7.177 6.199 4.315 3.724 2.839 2.116 1.33. .318 48.708 63.427 71.982 79.159 85.358 89.673 93.397 96.236 98.352 99.682 100.000 2.314 1.521 1.350 1.048 .691 .544 .481 .270 .202 .190 .092 19.287 12.678 11.253 8.736 5.755 4.531 4.012 2.250 1.683 1.585 .764 46.753 59.431 70.684 79.420 85.175 89.706 93.718 95.968 97.651 99.236 100.000

Selain memiliki nilai eigenvalues diatas 1, keempat faktor di Sampang mampu menjelaskan tingkat keragaman dari seluruh variabel yang ada sebesar 71,98 % dan kelima faktor di Sumenep mampu menjelaskan 79,42%. Oleh karena diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa empat komponen merupakan yang paling bagus untuk meringkas atribut-atribut yang diteliti di Sampang, maka analisis faktor menyediakan matrik komponen yang menunjukkan distribusi keduabelas variabel dalam empat komponen hasil ekstraksi.

Demikian juga, di Sumenep terdapat 5 komponen merupakan yang paling bagus untuk meringkas atribut-atribut yang diteliti, maka analisis faktor menyediakan matrik komponen yang menunjukkan distribusi keduabelas variabel dalam 5 komponen hasil ekstraksi.

a. Kabupaten Sampang

Tabel 3. Faktor loading dari masing-masing variabel terhadap komponen di Sampang

No Variabel Komponen 1 2 3 4 1 Kadar pati .370 -.141 .632 .406 2 Rasa enak .335 -.534 .317 -.340 3 Umur panen .835 .129 .047 .121 4 Tinggi tanaman .003 .841 .058 .118 5 Tipe cabang .108 .868 -.072 -.009 6 Warna umbi -.139 .220 -.016 .862

7 Warna daging umbi .497 .088 .539 -.170

8 9 10 11 12

Tahan hama penyakit Daya simpan bibit Tekstur umbi

Mudah mendapatkan bibit Mudah pemasaran .808 -.608 -.087 .256 .757 -.073 .532 .035 .292 -.045 -.140 -.256 .843 -.641 .013 -.094 .218 -.222 -.273 -495

(6)

324

Nilai variabel pada masing-masing kolom komponen disebut faktor loading yang menunjukkan besarnya kontribusi atau korelasi dari masing-masing variabel terhadap masing-masing komponen pengganti dan dianggap mewakili tiap-tiap variabel yang terlibat. Untuk menentukan pada komponen mana suatu variabel terwakili dengan tepat, maka diperhatikan besarnya nilai pada faktor loading untuk tiap-tiap variabel pada masing-masing komponen. Dasar pertimbangan umum yang digunakan adalah suatu atribut atau variabel akan termasuk dalam suatu komponen jika nilai mutlak faktor loadingnya >0,5. Tabel 3. memperlihatkan besarnya faktor loading untuk tiap-tiap variabel pada masing-masing komponen.

Pada Tabel 3. dapat diketahui bahwa tiap-tiap variabel hanya terwakili oleh satu komponen. Hal ini dikarenakan nilai faktor loading untuk tiap variabel terhadap komponen telah dioptimalkan, sehingga untuk tiap variabel nilai faktor loading yang lebih dari 0,5 hanya terdapat pada satu komponen. Implementasi dari hasil analisis tersebut diambil dua komponen yang memberi makna pada kaidah ilmiah respon petani, yaitu komponen 1 dan 2. Variabel yang terdistribusi kepada komponen 1 dapat diartikan berpengaruh sangat dominan dan komponen 2 berpengaruh dominan.

 Komponen 1 terdiri dari 3 variabel, yaitu: umur panen, tahan hama penyakit dan mudah dalam pemasaran dengan nilai korelasi berturut-turut 83,5%, 80,8%, dan 75,7%.

 Komponen 2 terdiri dari 3 variabel, yaitu: tipe cabang, tinggi tanaman, dan daya simpan bibit dengan nilai korelasi berturut-turut 86,8%, 84,1%, dan 53,2%. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa di Kabupaten Sampang petani akan memilih karakter ubikayu yaitu mempunyai umur panen pendek, tahan hama dan penyakit dan yang mempunyai pemasaran mudah. Karakter ubikayu umur pendek diperlukan petani Sampang karena berkaitan dengan pemanfaatan intensitas tanam pada lahannya. Dengan curah hujan yang terbatas polatanam di Sampang cukup intensif yaitu ubikayu ditumpangsarikan dengan jagung, tanaman kacang-kacangan, dan cabe. Hal ini terkait dengan komponen 2 sebagai pelengkap komponen 1 dengan pengaruh yang dominan, maka petani memilih karakter ubikayu yang bertipe tidak bercabang dan tidak tinggi. Kondisi ini supaya tanaman yang ditumpangsarikan dengan ubikayu tidak ternaungi.

Selain itu, perlu disimak dari hasil analisis ini adalah variabel mudah dalam pemasaran mempunyai pengaruh yang sangat dominan (terdapat pada komponen 1). Artinya, petani di Sampang hasil ubikayu untuk dijual. Komersialisasi dari orientasi petani dalam berusahatni ditunjukkan dengan upaya petani untuk memilih karakter ubikayu yang tahan hama penyakit dan mempunyai daya simpan bibit yang kuat. Kedua faktor ini akan sangat mempengaruhi produktivitas atau hasil per satuan luas ubikayu di lapang.

(7)

325 b. Kabupaten Sumenep

Hasil analisis menunjukkan nilai eigenvalues (akar ciri) yang menunjukkan tingkat keragaman dari seluruh variabel sebesar 79,42% (Tabel 2). Adapun variabel-variabel yang terdistribusi kedalam komponen ditunjukkan oleh nilai faktor loading terhadap tiap-tiap komponen sebanyak 5 komponen (Tabel 4).

Tabel 4. Faktor loading dari masing-masing variabel terhadap komponen di Sumenep

No Variabel Komponen 1 2 3 4 5 1 Kadar pati .579 -.173 .333 .204 .421 2 Rasa enak .820 .119 .009 -.058 -.038 3 Umur panen .192 .084 -.040 .937 .076 4 Tinggi tanaman -.240 .346 .161 .442 .663 5 Tipe cabang -.016 .790 .345 -.211 .099 6 Warna umbi -.311 .839 -.076 .168 -.105

7 Warna daging umbi -.206 -.095 .752 .420 -.143 8

9 10 11 12

Tahan hama penyakit Daya simpan bibit Tekstur umbi

Mudah mendapatkan bibit Mudah pemasaran .349 -.804 -.143 -176 .792 .727 .100 -.006 .167 -.059 -.111 .337 .340 .802 -.309 .162 -.042 .084 -.272 .190 .175 -.085 -.856 -.093 -.020

Pada tabel 4 ditunjukkan distribusi variabel terhadap komponen yang terpilih bahwa:

 Komponen 1 terdiri dari 3 variabel, yaitu: rasa enak, mudah dalam pemasaran, dan mempunyai kadar pati tinggi.

 Komponen 2 terdiri dari 3 variabel, yaitu warna umbi, tipe cabang, dan tahan hama penyakit.

Berdasarkan hasil analisis, ada perbedaan sikap antara petani di Sampang dan Sumenep (Tabel 3 dan 4). Petani di Sumenep selain hasil ubikayu dijual juga untuk konsumsi pangan. Hal ini tercermin dengan pemilihan karakter rasa enak yang mempunyai pengaruh korelasi cukup tinggi (82%) dibanding variabel mudah dalam pemasaran (79,2%). Sama halnya dengan petani di Sampang pemilihan karakter untuk variabel tipe cabang dan tahan hama penyakit, karena pola tanam petani di Sumenep juga tumpangsari dengan jagung dan kacang-kacangan. Demikian juga halnya, ancaman terhadap hama tungau dan penyakit ’leles’ banyak menyerang tanaman ubikayu ini, sehingga memerlukan tanaman yang berkarakter tahan hama dan penyakit.

Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua analisis ini mempunyai kesamaan dalam pemilihan karakter ubikayu, meskipun di Sumenep ubikayu masih digunakan juga untuk pangan pokok dan industri pangan (snack/keripik).

(8)

326 2. Implikasi Kebijakan Pengembangan Ubikayu

Pemanfaatan ubi kayu di Madura akan terlaksana dengan baik jika didukung oleh kebijakan yang sesuai dengan kondisi setempat. Dari hasil penelitian tercermin potensi ubikayu di Madura untuk dikembangkan kearah agroindustri terbuka berdasar kepada aspek:

(a) Ketersediaan bahan baku; Kontinyuitas pasokan bahan baku sangat diperlukan agar agroindustri bisa beroperasi sepanjang tahun. Ubikayu bersifat musiman tetapi masih bisa diperoleh sepanjang tahun walaupun jumlahnya berfluktuasi. Produktivitas ubikayu masih terbuka luas untuk ditingkatkan dengan teknologi baru baik teknik budidaya maupun VUB ubikayu. Teknik ‘double row’ atau baris ganda dapatdigunakan dan sesuai untuk pola tanam ubikayu yang ditumpangsarikan dengan jagung, kacang-kacangan, cabe.

(b) Teknologi Pengolahan; Banyak jenis menu selain yang sudah secara tradisional diolah dan dikuasai masyarakat. Jenis olahan langsung bahan baku ubikayu seperti jenis kripik, crackers, fermentasi (tape). Produk antara (intermediate) seperti gaplek, tepung cassava, tapioka, tepung cassava termodifikasi (menyerupai terigu), bioproses (produk difermentasi) seperti pembuatan glukosa cair dari tapioka. Secara terus menerus pemerintah harus mempromosikan penggunaan bahan pangan lokal ini.

(c) Sumber Daya Manusia; Untuk menumbuhkan agroindustri di Madura perlu didukung sumber daya manusia yang memadai. Dalam hal ini pengelola agroindustri harus mempunyai jiwa wiraswasta (entrepreneurship). Keuletan sebagai wiraswasta akan mendorong pelaku usaha secara jeli melihat setiap peluang yang ada dan dengan tangguh akan mampu mengatasi segala hambatan yang dijumpai. Kultur orang Madura yang ulet sebagai modal pengembangan agroindustri berbahan baku ubikayu.

(d) Pasar; Produk yang dihasilkan oleh agroindustri umumnya dijual di pasar lokal, yaitu di tingkat kecamatan atau kabupaten. Beberapa produk kripik ubikayu dijual ke luar daerah, misalnya ke kabupaten sekitarnya sampai ibukota Provinsi. Salah satu kendala yang dihadapi pengusaha agroindustri adalah sedikitnya penyerapan pasar lokal. Perluasan pasar oleh perusahaan pemasaran akan meningkatkan skala usaha. Pemasaran kurang efektif jika dilakukan oleh setiap usaha agroindustri karena skalanya terlalu kecil, kurang efisien, serta sulit menembus pasar di daerah lain atau tingkat nasional. Di samping itu pemerintah perlu mendorong kemitraan antara pengusaha skala kecil dan menengah dengan pengusaha skala besar terutama dalam hal pemasaran produk dan pembinaan mutu.

(9)

327

(e) Kemudahan berinvestasi di Madura. Infrastruktur yang memadai akan memudahkan pengusaha agroindustri membeli bahan baku, melakukan pengolahan, distribusi produk, serta melakukan komunikasi dengan konsumen. Investasi infrastrukur ini harus diprakarsai oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah perlu memberikan fasilitas untuk pengembangan industri pangan lokal. Fasilitas tersebut dapat berupa antara lain kebijakan ekspor, promosi pasar, pembinaan yang intensif seperti kewirausahaan, kualitas produk, membuka akses kredit permodalan, dan penyediaan teknologi pengolahan.

SIMPULAN DAN SARAN

1. Karakter ubikayu yang diinginkan oleh petani di Madura adalah di Kabupaten Sampang yaitu umur panen yang pendek, tahan terhadap hama dan penyakit serta mudah dalam pemasaran. Di Kabupaten Sumenep adalah ubikayu yang berkarakter rasa enak, mudah dalam pemasaran, dan mempunyai kadar pati tinggi.

2. Varietas unggul yang sesuai memenuhi keinginan preferensi petani untuk pangan adalah varietas lokal Krentil, Mentega, atau Adira-1, sedang untuk industri adalah varietas Adira- 4, UJ-3, UJ-5, Malang-4, dan Malang-6.

3. Kesesuaian preferensi dan teknologi yang tersedia akan membuka peluang kepada peningkatan produksi dan pertumbuhan agroindustri di Madura.

4. Untuk mendukung pengembangan komoditas lokal ubikayu, maka pemerintah daerah perlu memberikan fasilitas berupa antara lain promosi pasar, pembinaan yang intensif seperti kewirausahaan, kualitas produk, membuka akses kredit permodalan, dan penyediaan teknologi pengolahan.

DAFTAR PUSTAKA

Balitkabi. 2011. Diskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balitkabi. Malang.

BPS, 2007. Jawa Timur dalam angka. Surabaya.

Gasperz Vincent. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Prabawati Sulusi, Nur Richana dan Suismono. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Prasetiaswati Nila, Budi Santoso Radjit, dan Nasir Saleh. 2011. Usahatani Pola Tumpangsari Kacang Tanah, Kedelai Berbaris Ubikayu dengan Cara Baris Ganda di Lahan Kering Masam di Lampung. Prosiding Seminar

(10)

328

Pendampingan Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi di Propinsi Lampung. BPTP Lampung. Bandar Lampung.

Puslitbangtan. 2013. Varietas Unggul Ubikayu untuk Bahan Pangan dan Bahan Industri. Posted on April 09, 2013. http://pangan.litbang.deptan.go.id/berita/varietas-unggul-ubikayu-untuk-bahan-pangan-dan-bahan-industri. Diunduh 2 Juni 2013.

Simamora Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wijanarko, A. Taufiq, dan A.A. Rahmianna. 2011. Evaluasi Paket Pemupukan untuk Kacang Tanah dalam Sistem Tumpangsari di Lahan Kering Masam Banjarnegara. Dalam: Adi Wijono et al (edt). Akselerasi Inovasi Teknologi untuk Mendukung Peningkatan Produksi Aneka Kacang dan Ubi. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Puslitbangtan. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Uji kelayakan analisis faktor preferensi petani ubikayu di Kabupaten Sampang  dan Sumenep
Tabel 3. Faktor loading dari masing-masing variabel terhadap komponen di Sampang
Tabel 4. Faktor loading dari masing-masing variabel terhadap komponen di Sumenep

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan persentase kenaikan kemampuan, baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen dapat dilihat dari selisih rata-ratanya. Hasil uji perbandingan menunjukkan bahwa:

Danang

Jika proses pendataan telah dilakukan maka akan diberikan kepada tim analis untuk mengetahui apakah data peserta tersebut aktif serta rencana dan manfaat yang diajukan dalam

Karakteristik termohidrolika reaktor TRIGA berbahan bakar silinder dan TRIGA Konversi Untuk memberikan ilustrasi mengenai perbedaan karakteristik termohidrolika reaktor

Kondisi pembebanan awal adalah kondisi pembebanan pada saat gaya prategang mulai bekerja (ditransfer pada beton) dimana pada saat tersebut beban beban yang terjadi

Para guru SMA Negeri 1 Talang Kelapa dalam hal ini dituntut untuk tidak terjadi batasan-batasan komunikasi antar paraguru agar dapat memenuhi tujuan yang telah

Capaian sasaran strategis tahun 2013 ditunjukkan oleh capaian IKU dominan, “jumlah Sistem Informasi yang dimanfaatkan secara efektif” yang diukur dengan jumlah

(2) Penerapan fungsi evaluasi terhadap kegiatan dakwah masjid Agung Kendal yaitu dengan mempelajari segala bentuk kegiatan dakwah yang diselenggarakan di Masjid