• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURUSAN SISTEM INFORMASI (1). docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURUSAN SISTEM INFORMASI (1). docx"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas individu

KEWARGANEGARAAN

KELAS : F

TENTANG DAMPAK KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME (KKN)

Disusun oleh :

NAMA : M. HUSNI HIDAYAT

NRP : 12.03.1667

JURUSAN : SISTEM INFORMASI

******

Stmik indonesia banjarmasin 2014

(2)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Dampak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu selaku pembimbing mata kuliah Kewarganegaraan yang telah memberikan bimbingan dan semua pihak yang telah membantu, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh nilai tugas Individu Kewarganegaraan pada Fakultas Sistem Informasi Universitas Stmik Indonesia Banjarmasin.

Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semuanya yang sifatnya membangun sehingga untuk masa yang akan datang bisa lebih jelas dan lebih bagus.Akhir kata, Semoga makalah Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) ini dapat bermanfaat bagi saya dan segenap tumpah darah Indonesia untuk memajukan negara ini menuju Indonesia tercinta bebas KKN.

Batam,01 Desember 2014

M. Husni Hidayat

(3)

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Batasan Masalah ... 2

1.3 Rumusan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penulisan Makalah ... 3

1.5 Manfaat Penulisan Makalah ... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Korupsi... 5

2.1.1 Kondisi Yang Mendukung Munculnya Korupsi... 6

2.1.2 Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Korupsi... 7

2.1.3 Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan Korupsi... 9

2.1.4 Contoh Kasus Korupsi Di Indonesia... 11

2.2 Kolusi... 12

2.3 Nepotisme... 12

2.4 Dampak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)... 13

BAB III PENUTUP

(4)

3.2 Saran... 15

DAFTAR PUSTAKA... 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi, kolusi, dan nepotisme, disingkat KKN, telah mengakar dalam sendi- sendi kehidupan bangsa Indonesia. Seakan ketiga hal tersebut merupakan bagian dari adat istiadat mereka dan sudah biasa terjadi. Ironinya, bahkan telah muncul stigma yang menyatakan bahwa KKN merupakan salah satu dari sekian pilihan menuju hidup lebih baik tanpa memperdulikan akibatnya bagi orang lain.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya Indonesia termasuk negara yang cukup kaya. Penghasilannya pun cukup melimpah. Hanya saja uang tersebut sebagian diserap oleh keegoisan para pelaku tindak KKN. Alhasil mereka dapat memperkaya diri sedangkan rakyat menderita.

(5)

Padahal biasanya koruptor kelas teri sekalipun bisa menggaet uang sebesar puluhan milyar rupiah. Dan jumlah koruptor lebih dari satu, bahkan banyak.

Belum ditambah dengan koruptor kelas kakap dan koruptor yang cuma ikut-ikut dapat kucuran. Menimbang dari itu, dapat disimpulkan bahwa peberantasan KKN sangatlah penting. Tanpa KKN Indonesia bisa menjadi negara yang kaya, makmur, dan sejahtera.

Sebenarnya, kesadaran bangsa Indonesia akan dampak negatif dari KKN sudah ada. Namun kesadaran dan kemauan untuk menghapuskannya hanya dimiliki golongan minoritas saja sedangkan mayoritas merasa baik-baik saja dengan berlangsungnya praktik KKN. Bahkan diantaranya ada pula yang menginginkan dipertahankannya budaya KKN karena dapat memberikan beberapa keuntungan dan keistimewaan.

Keuntungan dan keistimewaan tersebut diantaranya adalah kemudahan memperoleh jabatan sesuai keinginan asalkan memiliki ataupun dapat membuat koneksi dengan orang dalam (orang yang bersangkutan) atau memiliki modal untuk menyuap. Selain itu, masih banyak lagi keuntungan bagi pelaku KKN (setidaknya menurut mereka KKN menguntungkan selama tidak ketahuan).

Banyak cara telah diupayakan pemerintah untuk memberantas praktik KKN di Indonesia. Akan tetapi masih saja KKN merajalela di negeri ini. Sebab pada akhirnya semua usaha tersebut bergantung pada moral, mental, dan tingkat kesadaran masing-masing individu sedangkan keadaan moral, mental, dan kesadaran bangsa Indonesia berada pada tingkat mengkhawatirkan.

(6)

Salah satu upaya tersebut adalah dengan pembelajaran dan penyusunan makalah mengenai KKN dan implementasinya. Setelah itu, akan muncul upaya mempelajari seluk-beluk KKN termasuk upaya-upaya penghapusannya. Melalui proses tersebut, diharapkan akan muncul kesadaran serta terbentuk pribadi dengan moral dan mental yang baik.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan ini terutama membahas tentang implementasi KKN dalam hal kedudukan/jabatan di instansi-instansi, perusahaan, lembaga-lembaga, dan lain sebagainya di Indonesia. Serta penyelesaian-penyelesaian yang mungkin diterapkan untuk pemberantasan budaya maupun stigma mengenai KKN di Indonesia. Adapun pembahasan mengenai hal-hal di luar itu maupun hal-hal yang sedikit bersangkutan dengan hal tersebut tidak akan dibahas secara mendetail.

1.3 Rumusan Masalah

1) Apakah penyebab munculnya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di Indonesia?

2) Apa saja dampak KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di Indonesia terutama dalam menentukan kedudukan seseorang dalam instansi atau badan tertentu?

3) Bagaimanakah bentuk KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di Indonesia.

1.4 Tujuan Penulisan Makalah

1) Menambah wawasan akan pengertian, asal-muasal, dan implementasi KKN di Indonesia.

2) Mempelajari upaya-upaya yang mungkin diterapkan dalam pemberantasan KKN di Indonesia.

(7)

4) Membantu mengupayakan pembaharuan Indonesia menuju negeri yang bersih dari KKN.

1.5 Manfaat Penulisan Makalah

A. Bagi Penulis

1) Menambah wawasan akan KKN dan seluk-beluknya.

2) Sebagai media menyalurkan ide sebagai upaya pemberantasan KKN di Indonesia.

B. Bagi Masyarakat

1) Menambah wawasan masyarakat akan KKN dan seluk-beluknya.

2) Menambah kesadaran masyarakat akan dampak KKN serta memberi inspirasi dan keinginan masyarakat untuk memberantas KKN.

3) Memberi pengertian yang benar tentang stigma mengenai KKN.

4) Mengajak masyarakat untuk aktif dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa-bernegara dan memajukan kehidupan bangsa tanpa menggunakan KKN (menghapus budaya KKN).

C. Bagi Pemerintah

1) Membantu memperbaiki moral dan mental bangsa serta memunculkan kemauan serta inspirasi untuk memberantas KKN.

2) Membantu mewujudkan manusia-manusia Indonesia yang adil dan beradab sesuai Pancasila dan UUD 1945.

(8)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Korupsi

Korupsi (dalam bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar-balik, menyogok) secara luas berarti penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi.

Dari sudut pandang hukum, korupsi memenuhi hal-hal berikut ini; 1) Perbuatan melawan hukum

2) Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana 3) Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi 4) Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Jenis tindak pidana korupsi di antaranya (bukan semuanya) adalah; 1) Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)

2) Menggelapan dalam jabatan 3) Pemerasan dalam jabatan

4) Menerima gratifikasi (sejenis keistimewaan, diskon, atau perlakuan khusus lainnya) bagi pegawai negeri/penyelenggara negara.

(9)

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah-pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.

Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.

Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

2.1.1 Kondisi Yang Mendukung Munculnya Korupsi

1. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

2. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah

3. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.

(10)

5. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".

6. Lemahnya ketertiban hukum. 7. Lemahnya profesi hukum.

8. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. 9. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

10. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.

11. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye.

2.1.2 Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Korupsi

Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal.

Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.

Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

(11)

meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.

Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru.

Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.

Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss).

(12)

untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri.

Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

3) Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

2.1.3 Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan Korupsi

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

1) Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

(13)

aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.

Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan. Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan ttg korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut (disusun menurut abjad):

Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, dan Swiss.

Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah (disusun menurut abjad):

Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia,Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina.

Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada)

Sumbangan kampanye dan "uang lembek". Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.

Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.

(14)

Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

3) Mengukur korupsi

Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok.

Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.

2.1.4 Contoh Kasus Korupsi Di Indonesia

Di Indonesia, telah terjadi banyak sekali kasus korupsi. Di bawah ini adalah daftar beberapa di antara sekian kasus korupsi yang telah terjadi di Indonesia yaitu; 1) Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan.

2) Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas.

(15)

4) Abdullah Puteh: korupsi APBD

5) Nunun Nurbaeti : Kasus dugaan suap Cek Pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

6) Kasus mafia pajak, Gayus Tambunan Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau hanya Gayus Tambunan.

7) Kasus korupsi anggota DPR, kasus produksi proyek Hambalan dan Wisma Atlet Beberapa nama yang terlibat adalah Muhammad Nazarrudin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum.

8) Djoko didakwa melakukan tindak pidana korupsi proyek Simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang dan merugikan keuangan negara sebesar Rp144 miliar.

9) Kasus Susno Duadji Ada dua kasus yang membuat Susno menjadi terpidana, yakni kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Susno dituduh telah menerima suap sebesar Rp500 juta dari Haposan Hutagalung

10) Selaku pengacara investor PT SAL, melalui Sjahril Djohan. 11) Kasus Suap Daging Impor Ahmad Fathanah

Kasus-kasus di atas adalah bukti tumbuh suburnya korupsi di Indonesia. Hal ini terjadi bukan karena adanya kesempatan dan niat untuk berbuat tindak korupsi. Ditambah lagi stigma dan budaya korupsi yang telah mengakar dalam sendi-sendi masyarakat memberi dorongan tambahan bagi pelaku atau yang lebih akrab disebut koruptor.

2.2 Kolusi

(16)

kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancer.

2.3 Nepotisme

Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.

Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.

Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal.

Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI.

(17)

mewariskan tanah milik, kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.

2.4 Dampak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)

1) Secara garis besar, dampak dan implementasi KKN di Indonesia terutama dalam hal kedudukan/jabatan adalah:

2) The wrong person in the wrong place. 3) Ketidakadilan di berbagai bidang.

4) Penyalahgunaan kekuasaan yang menyebabkan kesengsaraan pihak lain. 5) Ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai prosedur dan hukum) dengan praktiknya.

6) Kesenjangan sosial.

7) Mendapat hukuman bagi pelaku KKN. 8) Pelanggaran hak-hak warga negara.

9) Ketidakpercayaan rakyat pada aparat negara. 10) Kesejahteraan umum Negara menjadi tergganggu 11) Demokrasi menjadi tidak lancar

12) Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

13) Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan.

14) Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. 15) Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

(18)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Latar belakang munculnya KKN di Indonesia sebagai budaya dan stigma adalah pemerintahan pada masa Orde Baru yang cenderung absolut, diktator, dan birokratis, serta praktik budaya KKN yang diperkenalkan presiden pada masa itu melalui penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Secara garis besar, dampak dan implementasi KKN di Indonesia terutama dalam hal kedudukan/jabatan adalah;

a) The wrong person in the wrong place. b) Ketidakadilan di berbagai bidang.

(19)

e) Kesenjangan sosial.

f) Mendapat hukuman bagi pelaku KKN. g) Pelanggaran hak-hak warga negara.

h) Ketidakpercayaan rakyat pada aparat negara. i) Kesejahteraan umum Negara menjadi tergganggu j) Demokrasi menjadi tidak lancar

k) Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

l) Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan.

m) Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. n) Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

o) Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.

3. Secara garis besar, upaya-upaya untuk membrantas KKN di Indonesia adalah dengan :

a) Meningkatkan moral dan mental diri. Memunculkan jiwa anti-KKN dalam diri dan mempraktikkannya.

b) Mempengaruhi orang lain agar memiliki kesadaran akan anti-KKN dan mempraktikkannya.

c) Bekerja sama dan melakukan peran masing-masing dalam upaya pemberantasan KKN.

3.2 Saran

1. Perlu dilakukan penyuluhan, workshop, dan pembinaan kesadaran diri akan jiwa anti-KKN secara efektif dan efisien.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

1. http://lindajuwita.blogspot.com/2011/02/tugas-mandiri-kewarganegaraan-semester.html

2. http://imliakawaii.blogspot.com/2012/02/makalahdampak-korupsi-bagi-masyarakat.html

3. http://srisetiawaty007.files.wordpress.com/2013/05/bab-i-pengantar-pendidikan-

kewarganegaraan-e2809cpemberantasan-korupsi-kolusi-dan-nepotisme-kkne2809d.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Gambar rajah nilai asas dan nilai hujung bagi data tidak terkumpul markat pencapaian 188 pelajar Tahun Pertama Program Pembangunan Manusia boleh dibuat seperti Jadual 3.7

Pada bagian ini merupakan pembahasan analisis data penilaian atribut-atribut produk yang dipentingkan dari Yamaha Jupiter-Z mencakup atribut-atribut: performa penampilan

Dari latar belakang yang telah dipaparkan maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Butir Soal Ujian Madrasah Mata Pelajaran Fisika Menggunakan

Sedangkan faktor internal yang akan mempengaruhi perekonomian Kabupaten Samosir untuk Tahun 2012 diperkirakan adalah Pertama, persentase belanja Tidak Langsung terhadap

dilengkapi sebelumnya artinya harus melibatkan semua komponen jemaat untuk terlibat dalam pelayanan, warga gereja tidak hanya puas sebagai jemaat saja, tetapi harus

Berdasarkan pada pokok permasalahan tersebut maka penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel X yakni permainan kelompok dan variabel Y yakni interaksi

Beberapa sifat yang berlainan antara jiwa massa dan jiwa individu, misalnya: Jiwa massa itu lebih impulsif, lebih mudah tersinggung, ingin bertindak dengan segera

Ahmad (1993: 42) berpendapat bahwa sasaran utama mempelajari pendidikan konsumen adalah untuk: a) membina kecakapan seorang konsumen dalam membeli barang, sehingga