• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seni Dan Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Di Sumatera Timur (1945-1949)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seni Dan Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Di Sumatera Timur (1945-1949)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuh puluh tahun yang lalu revolusi Indonesia meletus. Revolusi itu terjadi

dalam satu kekosongan kekuasaan. Jepang yang menduduki Indonesia sejak tahun

1942 menyerah kepada Sekutu, sedangkan Sekutu sendiri belum mempunyai

persiapan apa pun untuk menduduki Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan

Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan oleh

proklamator Sukarno - Hatta, bukan berarti perjuangan rakyat Indonesia sudah

selesai. Akan tetapi hal itu baru merupakan awal dari perjuangan rakyat untuk

mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya.

Begitu proklamasi dikumandangkan, berita tersebut disambut oleh masyarakat

dengan semangat yang menggebu-gebu. Hampir diseluruh tanah air berdiri

laskar-laskar rakyat yang bertekad untuk mempertahankan kemerdekaan agar tidak direbut

penjajah kembali. Negara yang sudah merdeka harus dipertahankan sampai titik darah

penghabisan. Rakyat Indonesia sudah bertekad bulat untuk membebaskan diri dari

kekuasaan asing. Rakyat sadar akan penderitaan yang dialaminya selama penjajahan

sehingga dengan kesadaran penuh mereka berjuang untuk mempertahankan

kemerdekaan. Semangat itu dapat dilihat dari semboyan-semboyan yang membakar

(2)

mati berkalang tanah daripada hidup dijajah”, “Merdeka atau mati”, “hancurkan

penjajahan Belanda”, dan lain-lain1.

Berita proklamasi 17 Agustus 1945 dari Pegangsaan Timur 56 tersebut,

menggema ke seluruh daerah Indonesia, termasuk Sumatera Timur. Medan sebagai

ibu kota Sumatera Timur ketika itu, ikut bergejolak. Berita proklamasi tersebut baru

sampai di Medan pada tanggal 29 Agustus 1945, yang dibawa oleh Mr. Teuku

Muhammad Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas dari Jakarta2. Berita mengenai

proklamasi kemerdekaan tersebut belum ada yang resmi diumumkan kepada

masyarakat di Sumatera Timur, yang ada hanya berita dari mulut ke mulut saja.

Terlambatnya berita proklamasi kemerdekaan tersebut dikarenakan keadaan dan

situasi pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan Jepang walaupun mereka ketika

itu sudah menyerah pada sekutu, ditambah lagi ketika itu masyarakat Indonesia masih

ragu-ragu dan masih takut untuk bergerak, dan alasan yang paling penting adalah

dikarenakan teknologi dan informasi kita masih belum sehebat sekarang3.

Keadaan ini ditanggapi oleh tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda terkemuka

dengan mengadakan pertemuan secara tersembunyi. Pada hari Minggu tanggal 30

1

Muhammad TWH, Sebelum dan Sesudah Prokla masi, (Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2005), hlm. 169.

2

Edi Saputera, Simalungun Jogja-nya Sumatera, (Medan: U.P. Bina Satria 45, 1978), hlm. 86.

3

(3)

September 1945 pukul 08.30 diadakan rapat di Jln. Amplas (Gedung Taman Siswa)

untuk meresmikan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang bertugas untuk membela

proklamasi serta mewujudkan proklamasi diwilayah masing-masing. Rapat ini

dihadiri oleh 250 orang undangan dengan ditandatangani oleh Ketua Umum BPI

Sugondo Kartoprojo, Ketua I Ahmad Tahir, dan Sekretaris M.K. Djusni. Dalam rapat

Mr. Teuku Mohammad Hasan menyatakan proklamasi kemerdekaan republik

Indonesia kepada seluruh peserta rapat tersebut4. Setelah BPI resmi didirikan, maka

pada tanggal 4 Oktober 1945, BPI beserta seluruh tokoh pemuda dan pemerintahan

Republik Indonesia yang telah terbentuk mengadakan sebuah gerakan besar yaitu

perebutan kantor-kantor pemerintahan, percetakan, gudang-gudang perbekalan dari

tangan Jepang dan dinyatakan sebagai milik Pemerintahan Republik Indonesia.

Kemudian pada tanggal 6 Oktober 1945, BPI yang diketuai oleh Ahmad Tahir

melakukan mobilisasi massa dan mengadakan rapat akbar untuk mengumumkan

secara resmi bahwa Indonesia memang sudah merdeka.

Para pemuda beserta hampir seluruh masyrakat Medan dengan penuh

sorak-sorai berkumpul dilapangan Fukuraido (sekarang Lapangan Merdeka)5 untuk

mendengar dibacakannya teks proklamasi oleh Gubernur Sematera Mr. M. Teuku

Muhammad Hasan secara resmi di Medan6. Pembacaan teks proklamasi serta

4

Muhammad TWH, op. cit., hlm.84.

5

H.R. Sjahnan, op. cit., hlm. 11.

6 Isi dari pidato Mr. Teuku Mohammad Hasan pada saat itu adalah sebagai berikut: “perlu

(4)

berdirinya pemerintahan republik Indonesia di Medan telah membawa perubahan

besar bagi rakyat Indonesia khususnya semangat juang pada masyarakat Sumatera

Timur. Masyarakat Sumatera Timur menerima kemerdekaan tersebut dengan

semangat yang menggebu-gebu, ada yang meloncat-loncat dan memukul-mukul

dinding. Seluruh yang hadir pada waktu itu tampaknya sudah dimasuki jiwa baru,

yaitu jiwa merdeka yang meluap-luap. Masing-masing telah menjelma menjadi massa

yang sadar dan militan yang akan dapat mengatasi segala kesulitan, rintangan dan

penderitaan. Mereka telah merasakan bahwa dirinya tidak berarti apa-apa

dibandingkan dengan tingginya harga kemerdekaan yang telah diperjuangkan.

Dimana-mana terdengar lagu yang mengutuk kekejaman dan kebengisan para

penjajah, misalnya; “Inggeris kita linggis dan Amerika kita setrika”. Begitulah

gambaran bagaimana euphoria masyarakat Sumatera Timur pada saat itu menyambut

proklamasi kemerdekaan7.

memproklamirkan kemerdekaanya. Tapi barulah sekarang kami dapat sampaikan kepada segenap lapisan masyarakat. Semangat rakyat setelah Perang Pasifik, berlainan sekali dengan semangat rakyat sebelum perang. Pada masa ini rakyat telah membentuk barisan-barisan pemuda di seluruh Indonesia dengan cita-cita untuk mempertahankan kemerekaan.

Orang Belanda jangan salah raba, jika mereka masih memikir bahwa keadaan sekarang masih sama dengan semangat dahulu sebelum perang adalah keliru. Belanda lebih baik jangan mencari akal atau mencari kaki tangannya untuk menduduki Indonesia, karena hal itu mengganggu ketenteraman umum. Penduduk Indonesia umumnya dan para pemuda khususnya memandang kaki tangan Belanda itu pengkhianat. Percobaan-percobaan mereka yang sedemikian rupa itu sangat berbahaya baik bagi Belanda apalagi para kaki tangannya.

Kalau ada seorang pemimpin Indonesia menjadi cidera akibat dari perbuatan kaki tangan Belanda, maka semua orang-orang Belanda dan kaki tangannya akan disingkirkan dari masyarakat.karena itu kita harap dengan sangat supaya pihak Belanda jangan sekali-sekali melakukan percobaan kea rah itu, untuk menjaga keselamatan bersama”. Muhammad TWH, op. cit., hlm. 90.

7

(5)

Tiga hari setelah rapat umum di Lapangan Fukuraido, tepat pada tanggal 10

Oktober 1945, tentara Inggeris yang mewakili sekutu dengan dipimpin oleh TED

Kelly, mendarat di Belawan8. Tujuan kedatangan pasukan ini adalah untuk

mematahkan gerakan-gerakan pemuda Sumatera Timur serta melanjutkan

usaha-usahanya untuk menguasai Sumatera Timur kembali. Sebelum kedatangan tentara

Inggeris ini, Belanda juga sudah menempatkan pasukan-pasukannya yang tergabung

dalam NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Pasukan ini dikonsinyir di

Pension Wilhelmina, Internatio, Belawan Deli dan Siantar Hotel.

Setelah kedatangan tentara sekutu ini, maka NICA merencanakan suatu

gerakan intrik militer untuk memancing tindakan dari pihak Inggeris dalam menindas

gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mencapai maksudnya itu, maka

timbullah gerakan-gerakan propokatip yang menimbulkan kerusuhan-kerusuhan dan

pertempuran-pertempuran. Sebagai akibatnya, diharapkan akan melahirkan tindakan

tegas dari pihak Inggeris dan Jepang untuk menindas gerakan kemerdekaan

Indonesia. Tindakan-tindakan inilah yang pada akhirnya menjadi prolog pecahnya

peristiwa Jalan Bali dan peristiwa Siantar Hotel serta peristiwa-peristiwa heroik

lainnya di Sumatera Timur yang terjadi mulai tahun 1945-1949.

Dalam perjuangan kemerdekaan (1945-1949) pada dasarnya yang terlibat di

dalamnya, bukan hanya kaum politisi ataumiliter saja, melainkan seluruh

masyarakatIndonesia termasuk di dalamnya para seniman. Dengan kata lain tidak

8

(6)

hanya pejuang tentara yang aktif di front-front pertempuran saja yang melakukan

perjuangan, melainkan segenap bangsa Indonesia telah memberikan kontribusi yang

besar dalam mempertahankan kemerdekaan tersebut. Termasuk usaha-usaha di

belakang front yang dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat,

kaum wanita, pemuda, dan termasuk didalamnya kaum seniman. Walaupun

partisipasi mereka tidak segegap gempita para politisi atau kaum militer, tetapi

peranan para seniman dalam perjuangan kemerdekaan tidaklah kecil artinya

dibandingkan dengan para pejuang lainnya. Hal ini dikarenakan penderitaan dan

penghinaan selama penjajahan sudah cukup berat, yang menyebabkan seluruh rakyat

merasa terpanggil untuk ikut berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan.

Dalam hal ini penulis akan mengangkat sisi lain dari perjuangan bangsa kita,

dimana perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan melalui senjata dan

diplomasi saja, namun juga melalui seni. Di Sumatera Timur perjuangan para

seniman ini juga tak kalah besar andilnya dalam masa mempertahankan

kemerdekaan. Melalui keahlian masing-masing mereka mampu berkontribusi,

menghasilkan karya-karya pengobar semangat para pejuang. Melalui karya-karya

yang diciptakannya, mereka mengisyaratkan bahwa berjuang tak selamanya harus

angkat senjata. Apa yang mereka hasilkan adalah bentuk luapan jiwa yang tulus dan

murni, sehingga hasil karya yang dihasilkan mampu menghipnotis dan membakar

(7)

Penulis melihat begitu besarnya peranan seniman melalui karya-karya seninya

dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di Sumatera Timur, akan

tetapi perjuangan para seniman ini kurang mendapat perhatian. Terbukti dengan

masih minimnya tulisan ataupun penelitian yang menyangkut perjuangan mereka.

Padahal dengan sikap yang sangat berani para seniman melakukan aksinya lewat

buah pikiran serta ide-ide kreatif mereka yang terbukti berhasil membakar semangat

para pejuang kita. Misalnya, Amir Hamzah yang menggunakan sastra sebagai media

perjuangan melalui puisi-puisinya. Sementara Affandi melalui coretan-coretan

kuasnya, lalu Hasyim Ngalimun, Djaga Depari, dan Lily Suhairy, melalui lagu-lagu

perjuangannya9. Sementara di dalam dunia Teater dan perfilman Sumatera Utara Ani

Idrus, Usman Siregar, Zubaedah, M.Tahir Harahap, Yusuf Said dan beberapa

seniman pejuang lainnya berjuang lewat penampilan teater mereka di tengah-tengah

desingan peluru ketika itu10. Karya-karya mereka telah terbukti mampu menyulut api

semangat perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur.

Disamping nama-nama tersebut di atas yang memang sudah dikenal oleh

masyarakat Indonesia, sebenarnya masih banyak seniman yang ikut berjuang, namun

namanya kurang begitu dikenal, walaupun nilai perjuangan mereka tidak kalah

dibandingkan dengan seniman-seniman atau pejuang-pejuang lainnya. Banyak hal

9

DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, Dinamika Seni Budaya Sumatera Utara, (Medan : DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, 1998), hlm. 35.

10

(8)

yang menyebabkan beberapa seniman pejuang tidak begitu dikenal masyarakat luas.

Mungkin karena tidak suka popularitas, atau karena karya-karya perjuangannya lebih

bersifat lokal, dan lain sebagainya11. Sebagai contoh, pada awal revolusi muncul lagu

“Butet”, sebuah lagu yang berasal dari daerah Tapanuli yang mampu menggelora

semangat juang akan tetapi hingga pada saat ini masih belum diketahui siapa

sebenarnya pencipta dari lagu ini, namun lagu ini sangat berpengaruh dalam

membakar api semangat juang para pahlawan kita.

Untuk generasi muda sekarang, maka hal tersebut bisa menjadi contoh yang

dapat memotivasi genersi muda untuk lebih bersemangat mengisi kemerdekaan,serta

lebih menghargai hasil perjuangan para pahlawan bangsa. Hal tersebut diatas telah

mendorong penulis untuk mengadakan penelitian menyangkut peranan seniman

dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan khususnya di Sumatera Timur.

Untuk itu penulis memilih judul “ Seni dan Politik: Peranan Seniman

Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di Sumatera Timur

(1945-1949)”. Adapun alasan penulis memilih judul ini disebabkan oleh keingintahuan

penulis akan pengaruh karya-karya seniman dalam perjuangan mempertahankan

kemerdekaan di Sumatera Timur. Sedangkan batasan tahun 1945-1949, diambil oleh

karena tahun 1945 merupakan tahun dimana proklamasi dikumandangkan dan

menjadi awal perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah

dicapai itu supaya tidak direbut kembali oleh Belanda. Batas akhir penelitian ini yaitu

11

(9)

tahun 1949 merupakan tahun berakhirnya peperangan melawan Belanda dengan

diakuinya kemerdekaan Indonesia secara penuh oleh Belanda.

1.2Rumuasan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah yang penting karena langkah ini akan

menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah perlu jelas dan

tegas sehingga proses penelitian benar-benar terarah dan terfokus ke permasalahan

yang jelas. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka

permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi Sumatera Timur pada tahun 1945-1949?

2. Apa keterlibatan seniman-seniman perjuangan, dalam perjuangan

mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada tahun 1945-1949?

3. Apa pengaruh yang ditimbulkan oleh karya-karya seniman yang lahir pada

masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada

tahun 1945-1949?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti pasti memiliki Tujuan dan

manfaat yang akan dicapai. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

(10)

2. Mengetahui apa keterlibatan seniman-seniman perjuangan,dalam perjuangan

mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada tahun 1945-1949.

3. Mengetahui apa pengaruh yang ditimbulkan oleh karya-karya seniman yang

lahir dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur

pada tahun 1945-1949.

b. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini secara akademis adalah:

1. Dapat mengetahui apa-apa saja karya-karya seniman yang lahir pada kurun

waktu 1945-1949 di Sumatera Timur, dan apa keterlibatan seniman-seniman

perjuangan ketika itu, serta apa pengaruh yang ditimbulkan dengan lahirnya

karya-karya tersebut.

2. Dapat memberikan sumbangan positif terhadap perkembangan keilmuan di

Departemen Ilmu Sejarah mengenai Seni dan Politik: peranan seniman pada

masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur.

Di sisi lain, penelitian ini juga berguna untuk memecahkan permasalahan praktis.

Semua lembaga yang bisa kita jumpai di masyarakat seperti lembaga pemerintahan

maupun lembaga swasta, sadar akan manfaat tersebut dengan menempatkan suatu

penelitian sebagai bagian dari integral organisasi mereka. Adapun manfaat praktis

dari penelitian ini adalah:

1. Dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, serta

(11)

seniman dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera

Timur.

2. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana oleh peneliti.

3. Memberikan pengalaman bagi peneliti cara melaksanakan sebuah penelitian,

sehingga nantinya dapat melakukan penelitian yang lebih baik lagi.

1.4Tinjauan Pustaka

Dalam penyelesaian tulisan ini perlu dilakukan tinjauan pustaka dengan

menggunakan buku yang berkaitan dengan judul tulisan ini yakni tentang Seni dan

Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di

Sumatera Timur (1945-1949). Untuk itu penulis menggunakan bebebrapa literatur

yang dapat mendukung tulisan ini.

Beberapa buku karya dari Muhammad TWH, merupakan referensi yang

sangat penting bagi penulis untuk menyelesaikan tulisan ini seperti buku yang

berjudul Simalungun Jogja-nya Sumatera”. Buku ini berisi tentang lintasan sejarah

perjuangan-perjuangan di daerah Simalungun pada umumnya hingga menjelang dan

masa perjanjian Renville. Buku ini penting bagi penulis karena didalam buku ini

terdapat sebuah pembahasan yang menceritakan tentang peranan lain yang

menggugah jiwa kemerdekaan, yakni peranan para seniman.

Buku “Sejarah Teater dan Film di Sumatera Utara” yang ditulis oleh

Muhammad TWH juga merupakan referensi penting bagi penulis. Buku ini berisi

tentang pasang-surutnya seni Teater dan perfilman di Sumatera Utara termasuk pada

(12)

berjudul “Sumatera Utara Bergelora” dan “Sebelum dan Sesudah Proklamasi” juga

merupakan sumber penting bagi penulis, dimana buku ini berisi tentang kisah-kisah

perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Utara. Selain itu buku beliau

juga yang berjudul “Perjuangan Tiga Komponen Untuk Kemerdekaan” adalah salah

satu buku penting untuk tulisan ini, dimana buku ini berisi tentang peranan Pers,

Pejuang pemuda, dan Seniman dalam mempertahankan Kemerdekaan di Sumatera

Utara. Buku-buku ini akan menjadi sumber referensi penting bagi penulis karena

buku-buku ini banyak membahas tentang Sumatera Timur pada tahun 1945-1949.

AR.Surbakti dalam “Perang Kemerdekaan di Karo Area”, buku ini juga

merupakan referensi penting dalam penelitian ini karena buku ini berisi tentang

sejarah perjuangan melawan Belanda dan Jepang yang kemudian dilanjutkan dengan

perjuangan mengisi proklamasi 17-08-1945, hingga pecahnya perang kemerdekaan I

dan tercapainya persetujuan Renville dengan beberapa permasalahannya.

Buku “Medan Area Mengisi Proklamasi” yang ditulis oleh Biro Sejarah

Prima juga merupakan salah satu sumber penting bagi penulis dalam menyelesaikan

tulisan ini. Buku ini mengungkapkan peristiwa-peristiwa awal hingga saat-saat

terakhir menjelang pecahnya Agresi Belanda yang pertama (Juli 1947). Mulai dari

pertumbuhan ketenteraan, sampai terealisasikannya proklamasi, hingga koordinasi

dan penyempurnaan unsur-unsur dan alat-alat perjuangan dan kegiatan-kegiatan

angkatan perang di Sumatera Utara dalam mempertahankan kemerdekaan, semuanya

(13)

Selain buku-buku diatas, salah satu buku penting juga bagi penulis adalah

buku “Kisah Dari Pedalaman” yang ditulis oleh Kolonel. Arifin Pulungan S.H.

Buku ini menceritakan tentang perjuangan-perjuangan di berbagai daerah Sumatera

Utara dan Aceh. Tashadi, dkk dalam bukunya yang berjudul “Partisipasi Seniman

Dalam Perjuangan Kemerdekaan di Propinsi Jawa Timur studi kasus di kota

Surabaya tahun 1945-1949”, buku ini merupakan referensi penting dalam penelitian

ini karena isinya mengatakan bahwa masalahnya menyangkut peranan para seniman

di Surabaya dalam perjuangan kemerdekaan ditahun 1945-1949. Buku ini juga

membahas bagaimana perjuangan para seniman Surabaya yang melakukan aktivitas

kesenian mereka di tengah-tengah pertempuran, dan karya-karya mereka terbukti

berhasil menyulut semangat para pejuang kita khususnya di kota Surabaya. Buku ini

akan sangat bermaafaat bagi penulis karena akan bisa dijadikan sebagi bahan

perbandingan antara peranan seniman di Surabaya dengan di Sumatera Timur dalam

perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

H.R. Sjahnan SH, dalam “Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke

Kota Medan” berisi tentang keadaan Sumatera Utara mulai dari awal kemerdekaan

hingga pengakuan kedaulatan oleh Belanda secara utuh terhadap Indonesia. Buku ini

juga berisi berbagai peristiwa yang ada di Sumatera Utara selama masa revolusi

sosial. Buku ini akan menjadi referensi juga kepada penulis untuk mengetahui

keadaan Sumatera Utara pada masa memperjuangkan kemerdekaan.

Buku yang berjudul “Dinamika Seni Budaya Sumatera Utara”, yang di

(14)

merupakan referensi yang sangat penting bagi penulis karena buku ini berisi tentang

dinamika atau perjalanan seni dan budaya Sumatera Utara dari zaman Belanda hingga

setelah kemerdekaan. “Metodologi Sejarah yang ditulis oleh Kuntowijoyo, menjadi

referensi tambahan bagi penulis dalam mendapatkan pengetahuan dasar mengenai

kajian sejarah sehingga penulis lebih terarah dalam penelitian ini nantinya.

1.5Metode Penelitian

Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan kedalam

historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah yang

dimaksudkan untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah

karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa

secara kritis rekaman peninggalan masa lampau. 12Tahap-tahap yang dilakukan dalam

penelitian sejarah antara lain:

1. Heuristik merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mencari sumber yang

relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber

dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field research) dan

studi kepustakaan (library research). Data dari hasil studi lapangan dapat

diperoleh melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan

penelitian. Dalam penelitian lapangan, penulis menggunakan metode

wawancara yang terbuka dengan orang yang berhubungan dengan penelitian

12

(15)

ini misalnya Seniman dan Veteran. Studi kepustakaan dapat diperoleh dari

berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain sebagainya.

2. Kritik, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai

kebenaran sumber sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Dalam

tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik

internal maupun kritik eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang

dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahn yang diteliti,

sedangkan kritik eksternal merupakan kritik yang mencari kebenaran sumber

pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari

wawancara yang dilakukan dengan informan.

3. Interpretasi, merupakan tahap untuk menafsirkan fakta lalu

membandingkannya untuk diceritakan kembali. Pada tahap ini subjektivitas

penulis harus dihilangkan paling tidak dikurangi agar analisis menjadi lebih

akurat. Sehingga fakta sejarah yang didapat bersifat objektif.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dalam tahap ini

Referensi

Dokumen terkait

Gholib dalam usaha mempertahankan kemerdekaan di wilayah Lampung agar tidak jatuh ketangan Belanda yaitu dengan cara terlibat langsung dalam perjuangan bersenjata

Maemunah dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Mandar (1945-1949) ” yang disusun oleh Sanyi, NIM: 40200111033, mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam pada

Dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, para pemuda bertekad untuk melakukan perlawanan terhadap bangsa Belanda yang kembali ke Indonesia untuk menguasai wilayah Indonesia

Di Jawa Barat, peranan seniman dalam mendukung perjuangan tidak bisa dipungkiri, misalnya, pada awal revolusi kemerdekaan muncul lagu-lagu “ Halo-halo Bandung ”

Masalah utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah “ “Bagaimana Kiprah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949 di

para petinggi tentara Belanda yang berkedudukan di Indramayu. Berbagai macam cara dilancarkan pihak Belanda untuk melenyapkan perjuangan wong Dermayu, sebagai misal

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa perjuangan K.H Gholib dalam mempertahankan kemerdekaan di Pringsewu yaitu berjuang merebut kembali Gedongtataan dari

Proses perjuangan Corps Polisi Militer (CPM) dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Kawedanan Gedongtataan tahun 1949, berdasarkan data yang