Pajak
Penghasilan
Agenda
PPh 21
PPh 21
PPh 26
PPh 26
Diskusi
Pajak
Penghasilan
Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21
• Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
– pemberi kerja yang membayar gaji, dll sebagai imbalan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
– bendahara pemerintah yang membayar gaji, dll sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
– dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dll; – badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
Definisi
Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang
Pribadi Dalam Negeri atas penghasilan yang
terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang
Pribadi Dalam Negeri atas penghasilan yang
terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Penghasilan yang dimaksud dapat berbentuk gaji,
upah, honorarium, tunjangan, pensiun, atau
pembayaran lain dengan nama apapun.
Penghasilan yang dimaksud dapat berbentuk gaji,
upah, honorarium, tunjangan, pensiun, atau
pembayaran lain dengan nama apapun.
Saat yang lebih dahulu antara akhir bulan diterimanya pembayaran atau akhir bulan diperolehnya penghasilan.
Saat yang lebih dahulu antara akhir bulan diterimanya pembayaran atau akhir bulan diperolehnya penghasilan.
Saat Terutang
Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri atas penghasilan yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri atas penghasilan yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Penghasilan yang dimaksud dapat berbentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, atau pembayaran lain dengan nama apapun.
Perbedaan Pengenaan
PPh 21
•
WP Dalam
Negeri (DN).
PPh 21
•
WP Dalam
Negeri (DN).
PPh 26
•
Subjek Pajak
Luar Negeri
(SPLN).
PPh 26
•
Subjek Pajak
Subjek Pajak
Pegawai.
Pegawai.
Penerima uang pesangon, pensiun, Tunjangan/ Jaminan Hari Tua (THT/ JHT), termasuk ahli waris.
Penerima uang pesangon, pensiun, Tunjangan/ Jaminan Hari Tua (THT/ JHT), termasuk ahli waris.
Bukan Pegawai yang melakukan
pemberian jasa.
Bukan Pegawai yang melakukan
pemberian jasa.
Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas
non pegawai.
Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas
non pegawai.
Mantan pegawai.
Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
Pekerja seni. Olahragawan.
Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
Pemberi jasa dalam segala bidang atau kepada suatu kepanitiaan. Agen iklan.
Pengawas atau pengelola proyek. Pembawa pesanan atau perantara. Petugas penjaja barang dagangan. Petugas dinas luar asuransi.
Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
Pekerja seni. Olahragawan.
Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
Pemberi jasa dalam segala bidang atau kepada suatu kepanitiaan. Agen iklan.
Pengawas atau pengelola proyek. Pembawa pesanan atau perantara. Petugas penjaja barang dagangan. Petugas dinas luar asuransi.
Subjek Pajak
Pengecualian Subjek
• Bukan WNI.
• Di Indonesia tidak memperoleh penghasilan di luar
jabatannya.
• Berasal dari negara yang memberikan perlakuan timbal
balik.
Pejabat negara asing seperti perwakilan
diplomatik atau konsulat, berikut orang yang
diperbantukan kepadanya, dengan syarat:
Pejabat negara asing seperti perwakilan
diplomatik atau konsulat, berikut orang yang
diperbantukan kepadanya, dengan syarat:
• Bukan WNI.
Pejabat perwakilan organisasi internasional,
dengan syarat:
Objek Pajak (1)
Penghasilan Pegawai Tetap.
Penghasilan Pegawai Tetap.
Penghasilan teratur penerima pensiun.
Penghasilan teratur penerima pensiun.
Pembayaran sekaligus uang pesangon, pensiun, THT, JHT selepas 2 tahun sejak berhenti bekerja.
Pembayaran sekaligus uang pesangon, pensiun, THT, JHT selepas 2 tahun sejak berhenti bekerja.
Upah pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas secara harian, mingguan, satuan, borongan atau yang dibayarkan secara bulanan.
Objek Pajak (2)
Imbalan kepada Bukan Pegawai yang melakukan pemberian jasa.
Imbalan kepada Bukan Pegawai yang melakukan pemberian jasa.
Imbalan kepada peserta kegiatan.
Imbalan kepada peserta kegiatan.
Penghasilan anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas non pegawai.
Penghasilan anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas non pegawai.
Pembayaran kepada mantan pegawai.
Pembayaran kepada mantan pegawai.
Penarikan dana pensiun oleh pegawai.
Pengecualian Objek
Santunan asuransi kesehatan, kecelakaan,
jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa.
Natura yang diberikan oleh WP atau
Pemerintah.
Iuran kepada dana pensiun , THT, JHT
dibayar pemberi kerja.
Zakat atau sumbangan keagamaan wajib
yang diterima OP.
Ketentuan Khusus
Natura dan/ atau kenikmatan lain diperhitungkan
sebagai penghasilan, jika dan hanya jika,
diberikan oleh: bukan WP, WP yang dikenai PPh
final, atau WP yang menggunakan norma
penghitungan khusus.
Natura dan/ atau kenikmatan lain diperhitungkan
sebagai penghasilan, jika dan hanya jika,
diberikan oleh: bukan WP, WP yang dikenai PPh
final, atau WP yang menggunakan norma
penghitungan khusus.
Natura dan/ atau kenikmatan lainnya yang diukur
berdasarkan harga pasar atau nilai wajar.
Objek PPh 21 Final
Penghasilan tidak tetap atau tidak teratur yang menjadi beban APBN atau APBD.
(PMK No. 262/ PMK.03/ 2010)
Penghasilan tidak tetap atau tidak teratur yang menjadi beban APBN atau APBD.
(PMK No. 262/ PMK.03/ 2010)
Dana pensiun yang dialihkan dengan membeli anuitas seumur hidup.
(Kepdirjen No. 333/ PJ/ 2001)
Dana pensiun yang dialihkan dengan membeli anuitas seumur hidup.
(Kepdirjen No. 333/ PJ/ 2001)
Uang tebusan pensiun. (PP No. 68 Tahun 2009)
Uang tebusan pensiun. (PP No. 68 Tahun 2009)
Uang pesangon. (PP No. 68 Tahun 2009)
Pemotong, Penyetor, dan Pelapor
Pemberi kerja berbentuk OP, Badan, atau BUT.
Pemberi kerja berbentuk OP, Badan, atau BUT.
Bendaharawan Pemerintah.
Bendaharawan Pemerintah.
Dana pensiun, penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, THT,
atau JHT.
Dana pensiun, penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, THT,
atau JHT.
OP atau Badan yang melakukan
pembayaran kepada WP DN yang
melakukan pekerjaan bebas atau SPLN.
OP atau Badan yang melakukan
pembayaran kepada WP DN yang
melakukan pekerjaan bebas atau SPLN.
Penyelenggara kegiatan.
Pengecualian Pemotong
Kantor perwakilan negara asing.
Kantor perwakilan negara asing.
Organisasi internasional yang ditetapkan oleh
Menkeu.
Organisasi internasional yang ditetapkan oleh
Menkeu.
Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Alur Perpajakan WP OP
Beban Pajak Kini sesuai SPT (Tidak termasuk
PPh Final)
Beban Pajak Kini sesuai SPT (Tidak termasuk
PPh Final)
Dibayar Sendiri (Angsuran PPh 25)
Dikurangi
• Pajak yang
PPh 21 Lebih Bayar
Jika WP menyampaikan SPT lebih bayar, maka SPT
disampaikan maksimal 3 tahun setelah berakhirnya tahun
pajak bersangkutan.
Jika WP menyampaikan SPT lebih bayar, maka SPT
disampaikan maksimal 3 tahun setelah berakhirnya tahun
pajak bersangkutan.
Jika SPT disampaikan melewati 3 tahun sesudah
berakhirnya tahun pajak dan WP telah ditegur secara
tertulis, maka pelaporan tidak dianggap sebagai SPT PPh.
Lapisan Tarif
No.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif
1
0 s/d Rp 50.000.00,00
5%
2
Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp
250.000.000,00
15%
3
Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp
500.000.000,00
25%
Kepemilikan NPWP
Bagi wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka untuk setiap lapisan tarif dikenakan persentase 20% lebih tinggi.
Bagi wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka untuk setiap lapisan tarif dikenakan persentase 20% lebih tinggi.
Pengenaan tarif lebih tinggi tidak berlaku untuk objek PPh 21 yang bersifat final.
Pengenaan tarif lebih tinggi tidak berlaku untuk objek PPh 21 yang bersifat final.
Jika NPWP diperoleh di pertengahan tahun berjalan, maka
perubahan penghitungan berlaku untuk periode setelahnya dan tidak berlaku surut.
Jika NPWP diperoleh di pertengahan tahun berjalan, maka
perubahan penghitungan berlaku untuk periode setelahnya dan tidak berlaku surut.
Atas pajak lebih bayar yang dibebankan di periode sebelumnya di tahun berjalan, dapat dijadikan dasar untuk meyesuaikan
(mengurangi) pajak di periode setelahnya.
Atas pajak lebih bayar yang dibebankan di periode sebelumnya di tahun berjalan, dapat dijadikan dasar untuk meyesuaikan
Dasar Pengenaan (1)
• Berlaku PKP = Penghasilan netto - PTKP • Pegawai tetap.
• Penerima pensiun berkala.
• Berlaku PKP = Penghasilan bruto - PTKP
• Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayarkan
bulanan.
• Pegawai tidak tetap dengan penghasilan kumulatif sebulan
melebihi Rp 4.500.000,00.
• Berlaku PKP = 50% dari penghasilan bruto – PTKP per bulan • Bukan pegawai yang menerima penghasilan
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Dasar Pengenaan (2)
• Berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah
harian, mingguan, satuan, atau borongan.
• Berlaku sepanjang penghasilan kumulatif sebulan tidak
melebihi Rp 4.500.000,00.
Penghasilan yang Melebihi Rp 450.000,00 Sehari
Penghasilan yang Melebihi Rp 450.000,00 Sehari
• Bukan pegawai yang menerima penghasilan tidak
berkesinambungan (baik tenaga ahli maupun bukan). 50% dari Penghasilan Bruto
50% dari Penghasilan Bruto
• Seluruh jumlah penghasilan yg diterima atau diperoleh
dalam suatu periode atau saat dibayarkan. Penghasilan Bruto
Elemen PTKP
No.
Elemen
PTKP
1
WP Sendiri
Rp 54.000.000,00
2
Status Kawin
Rp 4.500.000,00
3
Tanggungan, per orang, dengan
jumlah maksimal tiga orang
tanggungan.
Rp 4.500.000,00
4
PTKP bagi istri yang penghasilannya
Tata Cara Penghitungan
Penghasilan di Akhir Masa
Kerja
Penghasilan di Akhir Masa
Kerja
Pegawai Tidak Tetap dan Tenaga Kerja
Lepas
Pegawai Tidak Tetap dan Tenaga Kerja
Lepas
Penerima Atas Beban APBN/
APBD
Penerima Atas Beban APBN/
Pegawai Tetap (1)
Penghasilan
Bruto
Penghasilan
Bruto
•
Dikurangi Biaya Jabatan
Biaya Jabatan
•
Dikurangi
Iuran Dana Pensiun,
JHT, THT Dibayar
Sendiri
Iuran Dana Pensiun,
JHT, THT Dibayar
Sendiri
•
Diperoleh
Penghasilan
Netto
Penghasilan
Netto
5% dari penghasilan bruto. Maksimal Rp 500.000 / bulan
atau Rp 6.000.000 / tahun.
5% dari penghasilan bruto. Maksimal Rp 500.000 / bulan
Tata Cara Penghitungan (2)
Penghasilan
Netto
Penghasilan
Netto
•
Dikurangi
PTKP
PTKP
•
Diperoleh
Penghasilan
Kena Pajak
Penghasilan
Kena Pajak
Penghasilan Pegawai Tetap
Gaji Pokok
Tunjangan Berkesinambungan
Uang Rapel
Perspektif Pemberi Kerja
Pemotongan PPh 21 oleh pemberi kerja
Diakui sebagai “Beban Gaji” di Laporan Laba Rugi
Ilustrasi - Gaji Bulanan
• Arbi pada tahun 2017 memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000,00 dan membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar Rp 250.000,00.
• Arbi telah menikah dan memiliki dua orang anak.
• Bagaimanakah penghitungan PPh 21 dan jurnal yang dibuat pada saat membayar gaji?
• Arbi pada tahun 2017 memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000,00 dan membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar Rp 250.000,00.
• Arbi telah menikah dan memiliki dua orang anak.
• Bagaimanakah penghitungan PPh 21 dan jurnal yang dibuat pada saat membayar gaji?
Gaji 6,000,000
6,000,000 Pengurang
Ilustrasi - Gaji Bulanan
• Harun pada tahun 2017
memperoleh gaji
sebulan sebesar Rp 10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar Rp 500.000,00. • Arbi telah menikah dan
memiliki dua orang anak.
• Bagaimanakah
penghitungan PPh 21 dan jurnal yang dibuat pada saat membayar gaji?
• Harun pada tahun 2017
memperoleh gaji
sebulan sebesar Rp 10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar Rp 500.000,00. • Arbi telah menikah dan
memiliki dua orang anak.
• Bagaimanakah
penghitungan PPh 21 dan jurnal yang dibuat pada saat membayar gaji?
Gaji 10,000,000 Pengurang
Biaya jabatan 500,000
Iuran pensiun 500,000
1,000,000 Total Penghasilan 9,000,000 Penghasilan setahun 108,000,000 PTKP sendiri 54,000,000
Ilustrasi - Gaji Bulanan
• Ardi pada tahun 2017 bekerja sebagai karyawan swasta
memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 15.000.000,00 dan
membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar
Rp 500.000,00. Perusahaan memberikan fasilitas
asuransi kecelakaan kerja, kesehatan, kematian Rp
600.000 dan memberikan tunjangan hari tua Rp 400.000.
• Ardi telah menikah dan memiliki dua orang anak dan
menanggung ibunya yang tidak memiliki penghasilan. Istri
Ardi bekerja sebagai pegawai negeri.
• Bagaimanakah penghitungan PPh 21 dan jurnal yang
dibuat pada saat membayar gaji?
• Ardi pada tahun 2017 bekerja sebagai karyawan swasta
memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 15.000.000,00 dan
membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar
Rp 500.000,00. Perusahaan memberikan fasilitas
asuransi kecelakaan kerja, kesehatan, kematian Rp
600.000 dan memberikan tunjangan hari tua Rp 400.000.
• Ardi telah menikah dan memiliki dua orang anak dan
menanggung ibunya yang tidak memiliki penghasilan. Istri
Ardi bekerja sebagai pegawai negeri.
Ilustrasi - Gaji Bulanan
Jawaban : Beban gaji 15.000.000 Tunjangan 1.000.000
Utang PPh 21 685.833
Utang iuran pensiun 900.000 Utang asuransi 600.000
Kas 13.814.167 Jawaban : Beban gaji 15.000.000
Tunjangan 1.000.000
Utang PPh 21 685.833
Utang iuran pensiun 900.000 Utang asuransi 600.000
Ilustrasi (Gaji Bulanan)
• Karta adalah pegawai yang menikah dengan dua anak dan memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000.
• Perusahaan mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0.5% dan 0.3% dari gaji.
• Perusahan menanggung iuran JHT setiap bulan yakni 3.7% dari gaji, sedangkan Karta membayar iuran JHT sebesar 2% dari gaji tiap bulan. Di samping itu, perusahaan juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya dengan membayar iuran pensiun untuk Karta ke dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menkeu, setiap bulan sebesar Rp 300.000,00. Karta sendiri membayar iuran pensiun sebesar Rp 400.000,00.
• Bagaimanakah penghitungan PPh 21 atas Karta? Bagaimana jurnal yang dibuat pemberi kerja?
• Karta adalah pegawai yang menikah dengan dua anak dan memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000.
• Perusahaan mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0.5% dan 0.3% dari gaji.
• Perusahan menanggung iuran JHT setiap bulan yakni 3.7% dari gaji, sedangkan Karta membayar iuran JHT sebesar 2% dari gaji tiap bulan. Di samping itu, perusahaan juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya dengan membayar iuran pensiun untuk Karta ke dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menkeu, setiap bulan sebesar Rp 300.000,00. Karta sendiri membayar iuran pensiun sebesar Rp 400.000,00.
Ilustrasi - Gaji Bulanan
Jawaban :
Jurnal Pemberi Kerja
Beban Gaji 10.000.000 Beban JKK 50.000
Jurnal Pemberi Kerja
Penghasilan Karyawati
Atas suami yang berstatus memiliki penghasilan, karyawati
tidak berhak atas elemen PTKP “Status Kawin” Rp
4.500.000,00.
Atas suami yang berstatus memiliki penghasilan, karyawati
tidak berhak atas elemen PTKP “Status Kawin” Rp
4.500.000,00.
Atas suami yang berstatus tidak berpenghasilan, karyawati
berhak atas elemen PTKP “Status Kawin” sebesar
Rp 4.500.000,00.
Syarat yang harus dipenuhi adalah keberadaan surat
keterangan dari Pemerintah Daerah setempat, minimal di
Atas suami yang berstatus tidak berpenghasilan, karyawati
berhak atas elemen PTKP “Status Kawin” sebesar
Rp 4.500.000,00.
Bentuk Imbalan Tahunan
Jasa Produksi
Jasa Produksi
Tantiem
Tantiem
Gratifikasi
Gratifikasi
Tunjangan Hari
Raya atau
Tahun Baru
Tunjangan Hari
Raya atau
Tahun Baru
Bonus
Bonus
Premi
Premi
Penghasilan
Sejenis Lain
Penghitungan Teknis
Dialektika Pajak:
Metode Langsung PPh Imbalan Tahunan (1)
PPh atas imbalan tahunan (bonus, THR, dan sejenisnya) dan uang rapel
{dilambangkan IT} dapat dihitung dengan metode langsung, langkah penghitungan sebagai berikut.
1. Menghitung pajak terutang semula atas komponen gaji.
2. Menghitung peningkatan PKP {dilambangkan PPKP} dengan acuan besaran penghasilan bruto semula disetahunkan {dilambangkan PBS}. a. Selama PBS + IT < Rp 120.000.000,00 maka:
PPKP = 95% x IT.
{Mengingat adanya pengurangan biaya jabatan}
b. Jika PBS < Rp 120.000.000,00 dan PBS + IT > Rp 120.000.000,00 maka:
PPKP = (95% x (120.000.000 – PBS)) + (PBS + IT – 120.000.00).
Dialektika Pajak:
Metode Langsung PPh Imbalan Tahunan (2)
3. Membandingkan PKP semula {dilambangkan PKPS} dengan batas atas PKP lapisan tarif marginal semula {dilambangkan BATM}.
a. Selama PPKP < (BATM – PKPS) maka:
PPh atas IT = PPKP x Tarif marginal semula
{Mengingat peningkatan PKP tidak mengubah lapisan tarif marginal}
b. Jika PPKP > (BATM – PKPS) maka:
PPh atas IT = (((BATM – PKPS) x Tarif marginal semula) + ((PKPS + PPKP – BATM) x Tarif di atas lapisan tarif marginal semula))
Penghitungan di Masa Pajak Terakhir
Masa Pajak Terakhir
Masa Pajak Terakhir
Bulan Desember (Bagi pegawai yang
bekerja sepanjang tahun)
Bulan Desember (Bagi pegawai yang
bekerja sepanjang tahun)
PPh 21 = Pajak di bulan sebelumnya
(Ketika tidak ada perubahan penghasilan)
PPh 21 = Pajak di bulan sebelumnya
(Ketika tidak ada perubahan penghasilan)
PPh 21 diperhitungkan kembali
(Ketika ada perubahan penghasilan)
PPh 21 diperhitungkan kembali
(Ketika ada perubahan penghasilan)
Bulan terakhir saat pegawai berhenti
bekerja.
Bulan terakhir saat pegawai berhenti
Pemindahan Lokasi Tugas
Pemindahan Lokasi Tugas
Pemindahan Lokasi Tugas
Besaran penghasilan mengalami perubahan.
Besaran penghasilan mengalami perubahan.
PPh diperhitungkan kembali sesuai besaran
penghasilan baru.
PPh diperhitungkan kembali sesuai besaran
penghasilan baru.
Di akhir periode di lokasi baru, dilakukan
penghitungan pajak kurang (lebih) bayar.
Di akhir periode di lokasi baru, dilakukan
penghitungan pajak kurang (lebih) bayar.
Besaran penghasilan tidak mengalami
perubahan.
Besaran penghasilan tidak mengalami
perubahan.
PPh lokasi baru = PPh lokasi lama
Penghasilan dalam Mata Uang Asing
Atas penghasilan dalam mata uang asing, nilai yang
dijadikan dasar penghitungan PPh perlu
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam mata uang
domestik berdasar Kurs Keputusan Menteri
Kepemilikan NPWP di Pertengahan Tahun
Penghitungan kembali PPh terutang dilakukan setelah WP
menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada pemberi kerja.
Atas pajak lebih bayar di periode – periode sebelumnya
sepanjang tahun berjalan, nilainya dapat diperhitungkan
sebagai pengurang pajak terutang di periode berjalan dan/
Pola Pembayaran
Penghasilan
di Akhir Masa
Kerja
Diterima
Sekaligus
Pesangon
Pensiun
Diterima
Berkala
Dana
Pensiun
Dialihkan
ke Anuitas
Penghasilan di Akhir Masa Kerja
Dibayarkan Sekaligus
Penghasilan di akhir masa kerja yang dibayarkan sekaligus dapat berbentuk pesangon, manfaat pensiun, THT, atau JHT.
Penghasilan di akhir masa kerja yang dibayarkan sekaligus dapat berbentuk pesangon, manfaat pensiun, THT, atau JHT.
Pemotongan pajak penghasilan bersifat final.
Pemotongan pajak penghasilan bersifat final.
Pembayaran secara sekaligus dapat dibayarkan melalui beberapa kali pembayaran sepanjang maksimal dua tahun kalender, dan
dikenai tarif yang berlaku khusus.
Pembayaran secara sekaligus dapat dibayarkan melalui beberapa kali pembayaran sepanjang maksimal dua tahun kalender, dan
dikenai tarif yang berlaku khusus.
Atas pembayaran yang dibayarkan di tahun ketiga atau setelahnya, pemotongan pajak penghasilan bersifat tidak final dan dikenai tarif
Lapisan Tarif Khusus dan Dasar Pengenaan
(Pesangon: PP No. 68 Tahun 2009)
No.
Lapisan Penghasilan Bruto
Tarif
1
0 s/d Rp 50.000.00,00
0%
2
Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp
100.000.000,00
5%
3
Di atas Rp 100.000.000,00 s/d Rp
500.000.000,00
15%
4
Di atas Rp 500.000.000,00
25%
Dasar Pengenaan: Penghasilan bruto tanpa dikurangi
PTKP
Ilustrasi
(Pesangon Diterima Sekaligus)
Ilustrasi
(Pesangon Diterima Sekaligus)
Jawaban:
Jurnal Beban pesangon 440.000.000
Lapisan Tarif Khusus dan Dasar Pengenaan
(Manfaat Pensiun, THT, JHT: PP No. 68 Tahun 2009)
No.
Lapisan Penghasilan Bruto
Tarif
1
0 s/d Rp 50.000.00,00
0%
2
Di atas Rp 50.000.000,00
5%
Dasar Pengenaan: Penghasilan bruto tanpa dikurangi
PTKP
Ilustrasi
(Manfaat Pensiun Diterima Sekaligus)
Ilustrasi
(Manfaat Pensiun Diterima Sekaligus)
Jawaban:
Periode Pembayara
n Pajak Terutang Kumulatif Sifat
Nov ’13 35.000.000 0% x 35.000.000
= 0 25.000.000 Final
Apr ’14 60.000.000 0% x 15.000.000 + 5% x 45.000.000
= 2.250.000
95.000.000 Final
Mei ’15 260.000.00
0 5% x 260.000.000 = 13.000.000 355.000.000 Final Des ’15 170.000.00
0
5% x 50.000.000 + 15% x 120.000.000
=20.500.000
Pensiun Diterima Berkala
Bila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal
tahun.
Bila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal
tahun.
PPh terutang dihitung berdasarkan PKP yang akan diperoleh sebeum
pensiun.
PPh terutang dihitung berdasarkan PKP yang akan diperoleh sebeum
pensiun.
Bila waktu pensiun belum diketahui secara pasti saat penghitungan PPh awal tahun.
Bila waktu pensiun belum diketahui secara pasti saat penghitungan PPh awal tahun.
Penghitungan PPh terutang didasarkan pada perkiraan penghasilan netto yang
disetahunkan. Jika terjadi kelebihan pemotongan, maka kelebihan tersebut harus dikembalikan oleh pemberi kerja.
Penghitungan PPh terutang didasarkan pada perkiraan penghasilan netto yang
disetahunkan. Jika terjadi kelebihan pemotongan, maka kelebihan tersebut harus dikembalikan oleh pemberi kerja.
Sistematika penghitungan identik pada kasus pegawai tetap, kecuali bahwa biaya jabatan ditetapkan maksimal Rp 450.000/bulan atau Rp 54.000.000/tahun.
Lapisan Tarif Khusus dan Dasar Pengenaan (Pengalihan ke Anuitas Seumur Hidup:
Kepdirjen No. 333/ PJ/ 2001)
No. Lapisan Penghasilan Bruto Tarif
1 0 s/d Rp 25.000.00,00 0% 2 Di atas Rp 25.000.000,00 s/d Rp
50.000.000,00 5%
3 Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp
100.000.000,00 10%
4 Di atas Rp 100.000.000,00 s/d Rp
200.000.000,00 15%
5 Di atas Rp 200.000.000,00 25%
Dasar Pengenaan: Penghasilan bruto tanpa dikurangi
Pola Pembayaran
Penghasilan
Pegawai Tidak
Tetap dan
Tenaga Kerja
Lepas
Upah
Harian
Satuan
Upah
Borongan
Upah
Upah Harian
yang
Tata Cara Penghitungan
Upah Harian, Satuan, Borongan
• Upah dikonversikan ke dalam upah harian yang
ekuivalen dengan ketentuan pengupahan terkait.
• Atas upah harian hasil konversi, dikenakan ketentuan
tarif dan DPP yang bersesuaian.
Upah Harian, Satuan, Borongan
• Upah dikonversikan ke dalam upah harian yang
ekuivalen dengan ketentuan pengupahan terkait.
• Atas upah harian hasil konversi, dikenakan ketentuan tarif dan DPP yang bersesuaian.
Upah Harian yang Dibayarkan Bulanan
• Upah disetahunkan.
• Upah dikurangi dengan PTKP untuk memperoleh PKP. • Berlaku tarif umum Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a).
Upah Harian yang Dibayarkan Bulanan
• Upah disetahunkan.
Penghitungan Teknis
(Upah Harian, Satuan, Borongan)
Upah Harian/ Upah Hasil Konversi
Upah Harian/ Upah Hasil Konversi
Penghasilan kumulatif per
bulan < Rp 4.500.000
Penghasilan kumulatif per
bulan < Rp 4.500.000
Penghasilan harian < Rp 450.000,00
Penghasilan harian
< Rp 450.000,00 Tidak dikenai pajakTidak dikenai pajak
Penghasilan harian > Rp 450.000,00
Penghasilan harian > Rp 450.000,00
DPP = Penghasilan yang melebihi Rp
450.000,00
DPP = Penghasilan yang melebihi Rp
450.000,00 Tarif berlaku adalah tarif lapis
pertama (5%)
Tarif berlaku adalah tarif lapis
pertama (5%)
Penghasilan kumulatif per
bulan > Rp 4.500.000
Penghasilan kumulatif per
bulan > Rp 4.500.000
DPP =
Penghasilan harian – PTKP harian
DPP =
Penghasilan harian – PTKP harian
Tarif berlaku adalah tarif lapis
pertama (5%)
Tarif berlaku adalah tarif lapis
pertama (5%)
Penghasilan kumulatif per
bulan > Rp 4.500.000
Penghasilan kumulatif per
bulan > Rp 4.500.000
DPP = Penghasilan disetahunkan - PTKP
DPP = Penghasilan disetahunkan - PTKP
Tarif berlaku adalah tarif progresif pasal 17.
Ilustrasi (Upah Harian)
Tunggul Ametung (berstatus menikah dan belum memiliki
anak) selama bulan Januari 2017 bekerja sebagai tenaga
kerja lepas di suatu perusahaan selama 15 hari dan
menerima upah harian sebesar Rp 6000.000,00. Berapakah
besar PPh 21 yang harus dipotong oleh perusahaan
sepanjang hari – hari pelaksanaan pekerjaan oleh Tunggul
Ametung?
Tata Cara Penghitungan
Memiliki NPWP dan
berpenghasilan hanya dari satu pemberi kerja.
Memiliki NPWP dan
berpenghasilan hanya dari satu pemberi kerja.
DPP = 50% x Penghasilan bruto
– PTKP Bulanan
DPP = 50% x Penghasilan bruto
– PTKP Bulanan
Berpenghasilan lebih dari satu pemberi kerja.
Berpenghasilan lebih dari satu pemberi kerja.
DPP = 50% x Penghasilan bruto
DPP = 50% x Penghasilan bruto
Bersifat Tidak Berkesinambungan
Bersifat Tidak
Berkesinambungan Penghasilan brutoPenghasilan brutoDPP = 50% x DPP = 50% x
Tarif yang berlaku adalah tarif umum Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) UU PPh.
Ketentuan Khusus (1)
Jika penyedia jasa bukan pegawai tersebut mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya dengan upah yang diketahui, maka:
Penghasilan bruto = Jumlah pembayaran – Upah pegawai dipekerjakan
Jika penyedia jasa bukan pegawai tersebut mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya dengan upah yang diketahui, maka:
Penghasilan bruto = Jumlah pembayaran – Upah pegawai dipekerjakan
Jika penyedia jasa bukan pegawai tersebut melakukan penyerahan material atau barang, maka:
Penghasilan bruto = Jumlah pembayaran – Nilai material atau barang
Jika penyedia jasa bukan pegawai tersebut melakukan penyerahan material atau barang, maka:
Ketentuan Khusus (2)
Atas dokter yang melakukan praktik di RS atau klinik,
maka:
Penghasilan bruto = Jumlah pembayaran dari pasien
sebelum dikurangi biaya dan bagi hasil oleh RS atau
klinik.
Atas dokter yang melakukan praktik di RS atau klinik,
maka:
Penghasilan bruto = Jumlah pembayaran dari pasien
sebelum dikurangi biaya dan bagi hasil oleh RS atau
klinik.
Agar dapat memperoleh pemotongan PTKP, wanita bukan
pegawai yang telah menikah wajib diserahkan fotokopi
NPWP suami, fotokopi surat nikah, dan fotokopi kartu
keluarga.
Agar dapat memperoleh pemotongan PTKP, wanita bukan
pegawai yang telah menikah wajib diserahkan fotokopi
Tata Cara Penghitungan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) =
Jumlah penghasilan bruto yang bersifat utuh dan tidak
dipecah
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) =
Jumlah penghasilan bruto yang bersifat utuh dan tidak
dipecah
Tarif yang berlaku adalah tarif umum Pasal 17 Ayat (1)
Huruf (a) UU PPh.
WP yang tidak memiliki NPWP dikenai tarif 20% lebih
tinggi.
Tarif yang berlaku adalah tarif umum Pasal 17 Ayat (1)
Huruf (a) UU PPh.
Bentuk Pembayaran
Penerima
Penghasilan
Lain
Honorarium
Anggota
Dewan
Komisaris Non
Pegawai
Jasa Produksi,
Tantiem,
Gratifikasi,
Bonus
Diterima
Mantan
Penarikan
Dana Pensiun
Tata Cara Penghitungan
Tarif yang berlaku merupakan tarif umum sesuai
ketentuan Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) UU PPh.
Tarif yang berlaku merupakan tarif umum sesuai
ketentuan Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) UU PPh.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah
kumulatif dari penghasilan bruto yang diterima selama
satu tahun kalender.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah
kumulatif dari penghasilan bruto yang diterima selama
Puntadewa merupakan seorang komisaris independen di
suatu perusahaan, tanpa melakukan rangkap jabatan.
Perusahaan membayarkan honorarium kepada setiap
komisarisnya secara periodik per kuartal dengan nominal
tetap senilai Rp 135.000.000,00. Berapakah besar PPh 21
yang seharusnya dikenakan terhadap Puntadewa atas
penghasilan tersebut?
Puntadewa merupakan seorang komisaris independen di
suatu perusahaan, tanpa melakukan rangkap jabatan.
Perusahaan membayarkan honorarium kepada setiap
komisarisnya secara periodik per kuartal dengan nominal
tetap senilai Rp 135.000.000,00. Berapakah besar PPh 21
yang seharusnya dikenakan terhadap Puntadewa atas
penghasilan tersebut?
Ilustrasi
Jawaban :
Ilustrasi
(Honorarium Komisaris)
Periode Pembayaran Pajak Terutang Kumulatif
Kuartal I 135.000.000 5% x 50.000.000 + 15% x 85.000.000
= 15.250.000
135.000.0 00
Kuartal II 135.000.000 15% x 115.000.000 + 25% x 20.000.000
= 22.250.000
270.000.0 00
Kuartal III 135.000.000 25% x 135.000.000
= 33.750.000 405.000.000
Kuartal IV 135.000.000 25% x 95.000.000 + 30% x 40.000.000
=35.750.000
Samiaji, seorang lajang, bekerja sebagai pegawai tetap bagi suatu perusahaan, dengan menerima penghasilan bulanan yang terdiri atas gaji pokok senilai Rp 4.000.000,00 dan tunjangan pendidikan anak senilai Rp 500.000,00 per bulan. Samiaji mengikuti program pensiun sejak pertama kali bekerja di perusahaan, dan di tahun 2013 ia membayarkan iuran dana pensiun senilai Rp 535.000,00 per bulan.
Samiaji menghadapi kekurangan penghasilan dan melakukan penarikan dana pensiun yang telah disetorkannya masing – masing senilai Rp 10.000.000,00 di Bulan Januari, Rp 12.500.000,00 di Bulan Februari, Rp 17.500.000,00 di Bulan Maret, dan Rp 25.000.000,00 di Bulan April. Berapakah besar PPh 21 yang seharusnya dikenakan terhadap Samiaji atas penarikan tersebut?
Samiaji, seorang lajang, bekerja sebagai pegawai tetap bagi suatu perusahaan, dengan menerima penghasilan bulanan yang terdiri atas gaji pokok senilai Rp 4.000.000,00 dan tunjangan pendidikan anak senilai Rp 500.000,00 per bulan. Samiaji mengikuti program pensiun sejak pertama kali bekerja di perusahaan, dan di tahun 2013 ia membayarkan iuran dana pensiun senilai Rp 535.000,00 per bulan.
Samiaji menghadapi kekurangan penghasilan dan melakukan penarikan dana pensiun yang telah disetorkannya masing – masing senilai Rp 10.000.000,00 di Bulan Januari, Rp 12.500.000,00 di Bulan Februari, Rp 17.500.000,00 di Bulan Maret, dan Rp 25.000.000,00 di Bulan April. Berapakah besar PPh 21 yang seharusnya dikenakan terhadap Samiaji atas penarikan tersebut?
Ilustrasi
Jawaban :
Ilustrasi
(Penarikan Pensiun Pegawai Aktif)
Periode Pembayaran Pajak Terutang Kumulatif
Januari 10.000.000 5% x 10.000.000
= 500.000 10.000.000
Februari 12.500.000 5% x 12.500.000
= 625.000
22.500.000
Maret 17.500.000 5% x 17.500.000
= 875.000 40.000.000
April 25.000.000 5% x 10.000.000 + 15% x 15.000.000
=2.750.000
PPh 21 Terkait APBN/ APBD
Penggunaan APBN/ APBD, PPh 21 Dipotong
Bendaharawan
Penggunaan APBN/ APBD, PPh 21 Dipotong
Bendaharawan Tenaga Honorer, Wiyata Bakti, dan
Pegawai Tidak Tetap Lain.
Penggajian Tenaga Honorer, Wiyata Bakti, dan
Pegawai Tidak Tetap Lain.
Remunerasi kepada bukan
pegawai yang dimanfaatkan
Remunerasi kepada bukan
pegawai yang dimanfaatkan
Kompensasi bagi peserta kegiatan, perlombaan, dan
sejenisnya.
Kompensasi bagi peserta kegiatan, perlombaan, dan
Pola Pembayaran
Penghasilan Dibebankan ke
APBN/ APBD
Penghasilan Dibebankan ke
APBN/ APBD
Bersifat Tetap dan Teratur
Bersifat Tetap dan Teratur
DPP =
Penghasilan Netto - PTKP
DPP =
Penghasilan Netto - PTKP
Berlaku tarif umum Pasal 17 Ayat (1)
Huruf (a)
Berlaku tarif umum Pasal 17 Ayat (1)
Huruf (a)
Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur
Bersifat Tidak Tetap dan
Berlaku tarif khusus, bersifat
final.
Berlaku tarif khusus, bersifat
Tarif Penghasilan Tidak Tetap dan Tidak Teratur
(PMK No. 262/ PMK.03/ 2010)
• Penghasilan bagi PNS Gol. I & II, Tamtama & Bintara TNI/
Polri, berikut pensiunannya.
0% dari Penghasilan bruto, atas:
0% dari Penghasilan bruto, atas:
• Penghasilan bagi PNS Gol. III, Perwira Pertama TNI/ Polri,
berikut pensiunannya.
5% dari Penghasilan bruto, atas:
5% dari Penghasilan bruto, atas:
• Penghasilan bagi PNS Gol. IV, Perwira Menengah & Tinggi
15% dari Penghasilan bruto, atas:
Pencatatan Transaksi PPh 21
• Pembayaran Imbalan oleh Pemberi Kerja
– Jumlah yang ditanggung pemberi kerja
Menambah beban gaji. – Jumlah yang ditanggung pegawai
Mengurangi kas yang diterima pegawai. – Jumlah komitmen pada pihak lain
PT. Awangga membayarkan gaji bruto sebesar Rp 3.500.000,00, dengan iuran pensiun sebesar Rp 65.000,00 dan PPh 21 sebesar Rp 42.250,00. Bagaimanakah PT. Awangga melakukan penjurnalan jika:
a. Iuran pensiun ditanggung dan dibayarkan oleh perusahaan. b. Iuran pensiun ditanggung dan dibayarkan oleh pegawai.
c. Iuran pensiun ditanggung oleh pegawai, namun dan dibayarkan oleh perusahaan.
PT. Awangga membayarkan gaji bruto sebesar Rp 3.500.000,00, dengan iuran pensiun sebesar Rp 65.000,00 dan PPh 21 sebesar Rp 42.250,00. Bagaimanakah PT. Awangga melakukan penjurnalan jika:
a. Iuran pensiun ditanggung dan dibayarkan oleh perusahaan. b. Iuran pensiun ditanggung dan dibayarkan oleh pegawai.
c. Iuran pensiun ditanggung oleh pegawai, namun dan dibayarkan oleh perusahaan.
Ilustrasi
Jawaban :
Jawaban :
Ilustrasi
Pajak
Penghasilan
Pasal 26
Definisi
Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri
selain BUT.
Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri
selain BUT.
Subjek PPh 26 dapat merupakan WP luar negeri orang
pribadi atau WP organisasi internasional.
Subjek PPh 26 dapat merupakan WP luar negeri orang
pribadi atau WP organisasi internasional.
Kewajiban atas PPh 26 dapat dipenuhi melalui
pemotongan oleh pihak pemberi penghasilan.
Kewajiban atas PPh 26 dapat dipenuhi melalui
pemotongan oleh pihak pemberi penghasilan.
Pemotong, Penyetor, dan Pelapor
Badan Pemerintah.
Badan Pemerintah.
Subjek pajak dalam negeri.
Subjek pajak dalam negeri.
Penyelenggara kegiatan.
Penyelenggara kegiatan.
Bentuk Usaha Tetap.
Bentuk Usaha Tetap.
Perwakilan perusahaan luar negeri.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
PPh 26 terutang di saat yang lebih dahulu terjadi antara
akhir bulan diterimanya penghasilan atau akhir bulan
diperolehnya penghasilan.
PPh 26 terutang di saat yang lebih dahulu terjadi antara
akhir bulan diterimanya penghasilan atau akhir bulan
diperolehnya penghasilan.
Atas PPh 26 yang dipotong, wajib disetorkan paling
lambat tanggal 10 masa pajak berikutnya setelah saat
terutang.
Atas PPh 26 yang dipotong, wajib disetorkan paling
lambat tanggal 10 masa pajak berikutnya setelah saat
terutang.
Pemotong wajib melakukan pelaporan SPT Masa paling
lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Tarif, Dasar dan Sifat Pengenaan (1)
• Dividen
• Bunga, premium, diskonto, dan imbalan lain terkait pengembalian utang.
• Royalti, sewa, dan penghasilan lain terkait penggunaan
harta.
• Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan. • Hadiah dan penghargaan.
• Pensiun dan pembayaran berkala lain.
• Premi swap dan transaksi lindung nilai lain.
20% dari jumlah bruto, dan bersifat final, atas:
Friedrich merupakan seorang seorang pengusaha yang memiliki kegiatan bisnis di Asia Timur melalui pemberian dana pinjaman berbunga rendah. Selama 2013, Friedrich telah meminjamkan dana dengan rata – rata pokok pinjaman tertimbang sebesar $ 3.000.000 dan tingkat bunga rata – rata 7,5% p.a. Kurs KMK ditetapkan konstan sepanjang tahun pada tingkat Rp 10.100,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang seharusnya dipotong oleh para debitur Friedrich? Bagaimana penjurnalan oleh debitur?
Jawaban:
Pajak terutang = 20% x (7,5% x 3.000.000 x 10.100) = 20% x 2.272.500.000
= Rp 454.500.000,00
Jurnal Beban bunga 2.272.500.000
Utang PPh 26 454.500.000
Kas 1.818.00.000
Friedrich merupakan seorang seorang pengusaha yang memiliki kegiatan bisnis di Asia Timur melalui pemberian dana pinjaman berbunga rendah. Selama 2013, Friedrich telah meminjamkan dana dengan rata – rata pokok pinjaman tertimbang sebesar $ 3.000.000 dan tingkat bunga rata – rata 7,5% p.a. Kurs KMK ditetapkan konstan sepanjang tahun pada tingkat Rp 10.100,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang seharusnya dipotong oleh para debitur Friedrich? Bagaimana penjurnalan oleh debitur?
Jawaban:
Pajak terutang = 20% x (7,5% x 3.000.000 x 10.100) = 20% x 2.272.500.000
= Rp 454.500.000,00
Jurnal Beban bunga 2.272.500.000
Utang PPh 26 454.500.000
Kas 1.818.00.000
Barbarossa merupakan seorang dokter berkewarganegaraan asing yang selama periode Januari – Maret 2013 tinggal di Indonesia untuk memberikan jasa pendampingan riset bagi suatu rumah sakit yang baru berdiri. Barbarossa menerima pembayaran senilai $ 32.750 yang dibayarkan sekaligus di muka kontrak. Kurs KMK yang berlaku di awal januari adalah Rp 10.350,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang seharusnya dikenakan atas penghasilan Barbarossa? Bagaimana penjurnalan oleh pemberi kerja?
Jawaban :
Pajak terutang = 20% x (32.750 x 10.350) = 20% x 338.962.500
= Rp 67.792.500,00
Jurnal Beban gaji 338.962.500 Utang PPh 26 67.792.500
Barbarossa merupakan seorang dokter berkewarganegaraan asing yang selama periode Januari – Maret 2013 tinggal di Indonesia untuk memberikan jasa pendampingan riset bagi suatu rumah sakit yang baru berdiri. Barbarossa menerima pembayaran senilai $ 32.750 yang dibayarkan sekaligus di muka kontrak. Kurs KMK yang berlaku di awal januari adalah Rp 10.350,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang seharusnya dikenakan atas penghasilan Barbarossa? Bagaimana penjurnalan oleh pemberi kerja?
Jawaban :
Pajak terutang = 20% x (32.750 x 10.350) = 20% x 338.962.500
= Rp 67.792.500,00
Jurnal Beban gaji 338.962.500 Utang PPh 26 67.792.500
Tarif, Dasar, dan Sifat Pengenaan (2)
• Penghasilan atas penjualan harta, selain yang diatur oleh
Pasal 4 Ayat (2).
• Premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan
asuransi luar negeri.
• Penghasilan atas penjualan saham perusahaan antara di
tax haven country yang berhubungan istimewa dengan badan atau BUT di Indonesia.
20% dari perkiraan penghasilan netto, dan bersifat final, atas:
20% dari perkiraan penghasilan netto, dan bersifat final, atas:
• Penghasilan atas Bentuk Usaha Tetap.
• Dikecualikan dari pengenaan, jika penghasilan tersebut
20% dari PKP setelah pajak, dan bersifat final, atas:
Perkiraan Penghasilan Netto
• Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi luar negeri = Perkiraan Penghasilan Netto = 50% x Premi
• Atas premi dibayar perusahaan asuransi dalam negeri kepada perusahaan asuransi luar negeri = Perkiraan Penghasilan Netto = 10% x Premi
• Atas premi yang dibayar perusahaan reasuransi dalam negeri kepada perusahaan asuransi luar negeri = Perkiraan Penghasilan Netto = 5% x Premi
Premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi luar negeri.
• Perkiraan Penghasilan Netto = 25% x Harga Jual
Atas penghasilan penjualan saham perusahaan antara di
tax haven country yang berhubungan istimewa dengan badan atau BUT di Indonesia.
Atas penghasilan penjualan saham perusahaan antara di
Von Bleucher merupakan seorang WNA direktur pemasaran bagi perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. Atas rencananya untuk menetap permanen di Indonesia, Von Bleucher merasa perlu mengasuransikan kesehatan keluarganya dengan mengikuti program asuransi yang diselenggarakan perusahaan asuransi di negara asalnya dengan nilai premi $ 1.650 per tahun. Kurs KMK yang berlaku saat pembayaran premi adalah senilai Rp 10.300,00/ $. Berapakah besar PPh 26 yang seharusnya dipotong terhadap perusahaan asuransi luar negeri tersebut jika:
a. Premi tersebut dibayarkan oleh Von Bleucher sendiri.
b. Premi dibayarkan melalui suatu perusahaan asuransi di Indonesia yang melakukan pembayaran kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Von Bleucher merupakan seorang WNA direktur pemasaran bagi perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. Atas rencananya untuk menetap permanen di Indonesia, Von Bleucher merasa perlu mengasuransikan kesehatan keluarganya dengan mengikuti program asuransi yang diselenggarakan perusahaan asuransi di negara asalnya dengan nilai premi $ 1.650 per tahun. Kurs KMK yang berlaku saat pembayaran premi adalah senilai Rp 10.300,00/ $. Berapakah besar PPh 26 yang seharusnya dipotong terhadap perusahaan asuransi luar negeri tersebut jika:
a. Premi tersebut dibayarkan oleh Von Bleucher sendiri.
b. Premi dibayarkan melalui suatu perusahaan asuransi di Indonesia yang melakukan pembayaran kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Ilustrasi
Jawaban :
a. Pajak terutang = 20% x (50% x 1.650 x 10.300)
= 20% x 8.497.500
= Rp 1.669.500,00
b. Pajak terutang = 20% x (10% x 1.650 x 10.300)
= 20% x 1.669.500
= Rp 339.900,00
Jawaban :
a. Pajak terutang = 20% x (50% x 1.650 x 10.300)
= 20% x 8.497.500
= Rp 1.669.500,00
b. Pajak terutang = 20% x (10% x 1.650 x 10.300)
= 20% x 1.669.500
= Rp 339.900,00
Ilustrasi
PT. Universal merupakan unit BUT yang dimiliki oleh suatu perusahaan asing. Di tahun 2013, PT. Universal mencatatkan peredaran bruto sebesar Rp 24.000.000.000,00 serta total biaya operasi dan non operasi sesuai laporan finansial sebesar Rp 20.350.000,00. Atas pemeriksaan ulang, nilai tersebut perlu mendapatkan koreksi fiskal positif senilai Rp 2.585.000.000,00. Jika penghasilan BUT seluruhnya dikirimkan kepada perusahaan induk, berapakah PPh 26 yang seharusnya dipotong terhadap penghasilan PT. Universal? Bagaimana PT. Universal melakukan penjurnalan?
PT. Universal merupakan unit BUT yang dimiliki oleh suatu perusahaan asing. Di tahun 2013, PT. Universal mencatatkan peredaran bruto sebesar Rp 24.000.000.000,00 serta total biaya operasi dan non operasi sesuai laporan finansial sebesar Rp 20.350.000,00. Atas pemeriksaan ulang, nilai tersebut perlu mendapatkan koreksi fiskal positif senilai Rp 2.585.000.000,00. Jika penghasilan BUT seluruhnya dikirimkan kepada perusahaan induk, berapakah PPh 26 yang seharusnya dipotong terhadap penghasilan PT. Universal? Bagaimana PT. Universal melakukan penjurnalan?
Jawaban :
Peredaran bruto Rp 24.000.000.000
Biaya operasi dan non operasi (Rp 20.350.000.000) Koreksi fiskal positif Rp 2.585.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.235.000.000 Bagian PKP terkena keringanan tarif pasal 31E
= 4.800.000.000/ 24.000.000 * 6.235.000.000 = Rp 1.247.000.000
PPh badan atas penghasilan BUT
= 50% x 25% x 1.247.000.000 + 25% x (6.235.000.000 - 1.247.000.000)
= 12,5% x 1.247.000.000 + 25% x 4.988.000.000 = 155.875.000 + 1.247.000.000
= Rp 1.402.875.000 Jawaban :
Peredaran bruto Rp 24.000.000.000
Biaya operasi dan non operasi (Rp 20.350.000.000) Koreksi fiskal positif Rp 2.585.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.235.000.000 Bagian PKP terkena keringanan tarif pasal 31E
= 4.800.000.000/ 24.000.000 * 6.235.000.000 = Rp 1.247.000.000
PPh badan atas penghasilan BUT
= 50% x 25% x 1.247.000.000 + 25% x (6.235.000.000 - 1.247.000.000)
= 12,5% x 1.247.000.000 + 25% x 4.988.000.000 = 155.875.000 + 1.247.000.000
= Rp 1.402.875.000
Jawaban :
Penghasilan sebelum pajak Rp 6.235.000.000 PPh badan (Rp 1.402.875.000)
Penghasilan setelah pajak Rp 4.832.125.000 PPh 26 atas penghasilan setelah pajak
= 20% x 4.832.125.000 = Rp 966.425.000,00 Jurnal
Income Summary 3.650.000.000
Laba Ditahan 3.650.000.000
Beban pajak 2.369.300.000
Utang PPh 29 1.402.875.000 Utang PPh 26 966.425.000 Jawaban :
Penghasilan sebelum pajak Rp 6.235.000.000 PPh badan (Rp 1.402.875.000)
Penghasilan setelah pajak Rp 4.832.125.000 PPh 26 atas penghasilan setelah pajak
= 20% x 4.832.125.000 = Rp 966.425.000,00 Jurnal
Income Summary 3.650.000.000
Laba Ditahan 3.650.000.000
Beban pajak 2.369.300.000
Utang PPh 29 1.402.875.000 Utang PPh 26 966.425.000
Objek PPh 26 Bersifat Tidak Final
Penghasilan kantor pusat dari usaha,
kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa yang serupa dengan
kegiatan BUT.
Penghasilan kantor pusat selama
terdapat hubungan efektif antara BUT
dengan harta atau kegiatan sumber
penghasilan.
Penghasilan WP LN orang pribadi atau
badan yang berubah menjadi WP DN
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
WP luar negeri dapat dikenai pajak di Indonesia
sekaligus di negara asal.
P3B mengatur tarif dan hak
pemajakan, sehingga pengenaan pajak
hanya satu kali.
P3B mengatur tarif dan hak
pemajakan, sehingga pengenaan pajak
hanya satu kali.
Tarif PPh 26 menjadi tidak berlaku ketika terdapat
P3B.
Tarif PPh 26 menjadi tidak berlaku ketika terdapat
Leichi merupakan warga negara China yang memiliki HAKI yang diakui di dunia. Sebuah perusahaan di Indonesia memanfaatkan HAKI tersebut dan membayarkan royalti sebesar Rp 195.000.000,00 setiap tahunnya. Pemerintah Indonesia dan China terikat P3B dengan ketentuan atas royalti dipungut pajaknya oleh Pemerintah Indonesia dengan tarif 10%. Bagaimanakah perusahaan tersebut melakukan penjurnalan?
Jawaban :
Pajak terutang = 10% x 195.000.000 = 19.500.000
Jurnal oleh perusahaan
Beban royalti 195.000.000 Utang pajak 19.500.000 Kas 175.500.000