• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DAN PANGGILAN KRISTIANI | | Nirmana DKV03050102

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DAN PANGGILAN KRISTIANI | | Nirmana DKV03050102"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DAN PANGGILAN

KRISTIANI

1

Herlianto2

Email: [email protected]

ABSTRAK

Disain Komunikasi Visual merupakan perkembangan yang makin maju dari seni sebagai aspek kebudayaan yang berkembang makin holistik dan punya daya pengaruh empat dimensional terhadap kehidupan manusia, yaitu pandangan dan pola perilaku dan kehidupan seseorang. Ditinjau dari Iman Kristiani, setidaknya ada berbagai bentuk pengaruh penyajian media visual yang perlu dihadapi dengan kewaspadaan.

Kata kunci : Desain Komunikasi Visual, Nilai-nilai Kristiani.

ABSTRACT

Visual Communication Design is one of the arts movements. Being one aspect of the culture, it shows a holistic development and develops a great influence on human life including the way of thinking and attitude. To the Christian point of view, there are some visual media presentations that need special and precautious treatment.

Keywords: Visual Communication Design, Christian values.

PENDAHULUAN

Berbicara masalah Disain Komunikasi Visual, kita tidak dapat melepaskan diri dari

dunia Seni yang juga merupakan bagian dan Kebudayaan. Kebudayaan berasal dari kata

Sansekerta ‘budaya’ yaitu bentuk jamak dari ‘budi’ yang artinya roh atau akal. Jadi kata

kebudayaan berarti segala sesuatu yang diciptakan oleh roh dan akal manusia.

Kebudayaan adalah mengerjakan kemungkinan-kemungkinan dalam alam oleh manusia.

Dimanapun manusia mengubah dan mengusahakan/mengerjakan

1

Artikel ini adalah makalah yang disampaikan pada Seminar Sehari dengan tema Disain Komunikasi Visual Dalam T'ata Nilai Kristiani, pada Jurusan Disain Komunikasi Visual, Universitas Kristen Petra, Surabaya, pada tanggal 23 Agustus 2002. Makalah ini disusun sesuai dengan format jurnal oleh Redaksi NIRMANA.

2

(2)

kemungkinan jasmani dan rohani, disitulah terdapat kebudayaan. Koentjaraningrat

menggambarkan kebudayaan mencakup 7 unsur universal sesuai urutan dari yang lebih

sukar berubah, yaitu: (1) sistem religi dan upacara keagamaan; (2) sistem dan organisasi

kemasyarakatan; (3) sistem pengetahuan; (4) sistem bahasa; (5) sistem kesenian; (6)

sistem mata pencarian hidup; dan (7) sistem teknologi dan peralatan.

Kebudayaan adalah khas hasil manusia, karena di dalamnya, manusia menyatakan

dirinya sebagai manusia, mengembangkan keadaannya sebagai manusia, dan

memperkenalkan dirinya sebagai manusia. Dalam kebudayaan, bertindaklah manusia

sebagai manusia dihadapan alam, namun ia membedakan dirinya dari alam dan

menundukkan alam bagi dirinya.

CIRI-CIRI KEBUDAYAAN

Ciri-ciri khas kebudayaan adalah: (1) Bersifat historis. Manusia membuat sejarah

yang bergerak dinamis dan selalu maju yang diwariskan secara turun temurun.

Kebudayaan manusia selalu merupakan tahap dalam kehidupan manusia untuk

melangkah lebih lanjut, dan dalam kebudayaan terdapat dorongan untuk berjalan terus

dan maju terus, baik maju dalam hal kebaikan maupun maju dalam hal merusak; (2)

Bersifat geografis. Kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang

berkembang pesat dan ada yang lamban, dan ada pula yang mandeg (stagnan) yang nyaris

berhenti kemajuannya. Semula kebudayaan disuatu daerah berbeda dengan daerah

lainnya karena bersifat terisolasi, namun dalam interaksi dengan lingkungannya

kemudian berkembang pada komunitas tertentu, dan lalu meluas dalam kesukuan dan

kebangsaan/ras (kebudayaan Cina, Romawi, Jawa dan lain lain). Kemudian kebudayaan

itu meluas dan mencakup wilayah regional (kebudayaan Eropah, Asia, Latin dan 1ain

lain.), dan makin meluas dengan belahan-bumi (Utara versus Selatan, Barat versus

Timur). Puncaknya adalah kebudayaan kosmo (duniawi) dalam era informasi dimana

terjadi saling melebur dan berinteraksinya kebudayaan-kebudayaan; dan (3) Bersifat

perwujudan nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan kebudayaan, manusia selalu berusaha

melampaui (batas) keterbatasannya. Di sinilah manusia terbentur pada nilai, nilai yang

(3)

mana? Di sini pulalah timbul perwujudan dari nilai-nilai sehingga manusia tidak terjerat

pada kebebasan yang tidak bertanggung jawab dalam mengelola alam ciptaan ini, sebab

kalau tidak, manusia akan menghadapi malapetaka yang dibuatnya sendiri.

KEBUDAYAAN DAN SENI SEBAGAI BAGIAN KEBUDAYAAN

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah bagian dari kebudayaan. Bila ilmu

pengetahuan berhubungan dengan dorongan manusia kepada pengetahuan, pengenalan,

dan pemahaman, maka teknologi berhubungan dengan dorongan manusia kepada

kemampuan dan penguasaan dunia.

Namun, dalam diri manusia tidak hanya ada dorongan kepada pengetahuan dan

teknologi saja, sebab dalam diri manusia ada juga dorongan akan keindahan, baik untuk

dilihat maupun untuk mewujudkan apa yang dilihat, dirasakan atau dialami sebagai

keindahan itu. Di dalam penginderaan kesan-kesan keindahan dan dalam kecenderungan

untuk memujudkan kesan-kesan itu terletak dasar-dasar kesenian. Kesadaran akan

keindahan itu disebut kesadaran estetis atau kesadaran keindahan, dan dorongan kepada

pernyataan atau pemberian wujud itu disebut dorongan ekspresi estetis. Di sinilah

kemudian timbul ‘seni’, yaitu keahlian mewujudkan keindahan itu dengan alat-alat

tertentu.

SENI DISAIN KOMUNIKASI VISUAL

Seni, berasal dari kata latin ‘ars’ yang artinya keahlian dalam mengekspresikan

ide-ide dan pemikiran estetika, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi

penciptaan benda, suasana, atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah. lstilah seni

bisa juga merujuk pada salah satu dari sejumlah cara pengekspresian yang dikategorikan

oleh manfaat yang ditimbulkan atau bentuk yang dihasilkan, termasuk lukisan, patung,

film, tari-tarian, dan beberapa hasil karya yang merupakan ekspresi keindahan, termasuk

kerajinan. Sistem klasifikasi tradisional yatig biasanya digunakan untuk seni-seni murni,

terdiri atas seni sastra (sajak, drama), seni rupa (lukis, patung), seni grafis (disain), seni

(4)

Disain Grafis semula beranjak dari Seni Grafis yang menonjol sejak ditemukan

mesin cetak oleh Gutenberg, dan sekalipun profesinya terus bertumbuh dan marak pada

saat revolusi industri, istilahnya baru muncul sekitar tahun 1920-an. Disain Komunikasi

Visual(DKV) sebagai istilah mulai muncul setengah abad kemudian di tahun 1970-an

dan mulai digunakan di Institut Teknologi Bandung pada sekitar tahun 1983, dan

mencakup bidang yang lebih luas dan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat grafika

sebab berurusan dengan komunikasi yang beragam lewat bahasa visual, medianya bisa

apa saja seperti advertising (pernah disebut commercial art), ilustrasi, fotografi,

infographics, termasuk juga graphic design. Sekarang lebih marak lagi dengan interactive

design, web design, game design dan lain lain.

Dari sejarah ini kita dapat melihat bahwa sebagai bagian dari seni dan budaya,

perkembangan DKV sudah meluas keluar batas seni dan kebudayaan bahkan sudah

bersifat interdisipliner, sebab lama kelamaan cenderung juga berkiblat ke Information

Technology yang disebabkan oleh penemuan media jaringan (web) dan perkembangan

teknologi digital. Hal ini memacu masyarakat menggunakan media baru yang dianggap

lebih luas jangkauannya, bisa tajam isinya, dan bisa interaktif.

KEBUDAYAAN DAN ALKITAB

Bila kita mempelajari sejarah kebudayaan dan agama, kita dapat mengetahui

bahwa ada hubungan dan pengaruh timbal balik antara agama dan kebudayaan, dan perlu

disadari bahwa agama mencakup lingkup yang lebih luas dari kebudayaan, namun

kebudayaan lebih cepat mengalami perubahan daripada agama. Kebudavaan adalah hasil

usaha manusia sedangkan agama khususnya agama Wahyu, dipercaya bukan berasal dari

manusia melainkan penyataan yang suci (revelational). Di sinilah interaksi keduanya

menjadi menarik, sesuatu yang berbeda namun saling terikat.

Dipandang dari sudut lman Kristiani dalam Alkitab, kebudayaan manusia

dapat

dilihat dari beberapa aspeknya, yaitu antara lain:

1. Tugas Kebudayaan

Allah memberikan tugas kebudayaan kepada manusia. Dalam Alkitab disebutkan

(5)

1:26-27), artinya pada dasarnya manusia memiliki gambar seorang pencipta. Selanjutnya,

dalam hubungan yang sangat erat dengan penciptaan manusia menurut gambar Allah itu,

diberikanlah kepada manusia tugas kebudayaan, yakni: "Taklukkanlah dan

perintahkanlah Bumi" (Kej. 1:28).

Jadi, manusia menerima suatu mandat dari Allah dan mandat itu adalah mandat

kebudayaan. Lebih jelas lagi disebutkan bahwa: ”Tuhan Allah mengambil manusia itu

dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman

itu.” (Kej.2: 15).

2. Tujuan Kebudayaan

Di samping tugas kebudayaan yang mulia itu, Tuhan juga memberikan tujuan

kebudayaan kepada manusia untuk dicapai. Tujuan ideal dari kebudayaan terlihat dalam

ungkapan pemazmur (Mzm.150) yang menekankan bahwa tujuan manusia adalah untuk

“Memuji Tuhan” dengan seruan “Pujilah Allah dalam tempat kudusNya.” (ayat-l), dan

usaha itu juga dicapai dengan menggunakan hasil-hasil kebudayaan yang disebutkan

sebagai nyanyian, tari-tarian, dan dengan menggunakan berbagai alat musik: “Biarlah

segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya.” (ayat-6).

Hukum kasih memiliki dua dimensi, yaitu ke atas yang ditujukan untuk

memuliakan Allah dan ke samping untuk melayani sesama manusia. Jadi, tujuan

kebudayaan yang utama adalah untuk memuliakan dan mengasihi Allah, dan yang

lainnya adalah agar kebudayaan itu digunakan untuk melayani dan mengasihi sesama

manusia seperti diri sendiri. Kedua dimensi kebudayaan itu sangat penting dalam

menentukan kemana kebudayaan itu diarahkan, mengingat bahwa banyak sekali

kebudayaan yang bukan digunakan untuk tujuan mengasihi Allah dan sesama manusia

tetapi untuk penyembahan berhala dan kebanggaan diri sendiri/kelompok (ingat menara

Babel dalam Kej. ll ).

KUASA DOSA DAN IBLIS DALAM KEBUDAYAAN

Dalam awal kitab Kejadian kita melihat betapa kebudayaan itu bisa salah arah,

yaitu bukan ditujukan untuk memuliakan Allah tetapi ditujukan untuk berhala & diri

(6)

pada keturunan manusia dan kejatuhan manusia dalam dosa menempatkan manusia dalam

kuasa iblis. Allah kemudian menghukum manusia dengan air bah, namun dalam Kej. ll

kita dapat melihat puncak dari kejatuhan manusia dalam dosa, dimana kebudayaan

manusia yang meningkat sehingga dapat membuat bangunan tinggi itu yang sayangnya

bukan ditujukan untuk memuliakan Allah namun untuk memuliakan diri

sendiri/kelompok: “... Marilah kita mencari nama ...” (Kej. ll:4). Bukan saja hasil

kebudayaan itu tidak memuliakan Allah, sebaliknya malah digunakan untuk alat

meninggikan diri dan menantang Allah.

Bagaimana dan Dimana Kuasa Dosa itu Kelihatan di dalam Kebudayaan ?

Tidaklah mudah untuk melihat bagaimana dan di mana kuasa dosa itu kelihatan di

dalam kebudayaan. Kadang-kadang kuasa dosa itu kelihatan pada hasil kebudayaan.

Misalnya sebuah patung dapat menjadi obyek penyembahan berhala, musik dapat

menjerumuskan manusia dan dipakai untuk menyembah dewa-dewi berhala, dan filsafat

dapat menjadi filsafat yang kosong dan tidak sesuai dengan firman Allah (Kol. 2:8).

Senjata nuklir/kimia dapat kita lihat sebagai wujud bagaimana hasil kebudayaan

dapat menjadi alat pemusnah yang menjadi malapetaka bagi manusia.

Kuasa dosa dapat pula dilihat pada cara menggunakan hasil itu. Daud

meng-gunakan alat musik untuk memuliakan Tuhan, tetapi anak-anak Kain mengmeng-gunakannya

dengan semangat permusuhan dan pemuliaan diri sendiri. Hasil kebudayaan bisa

ditujukan untuk pembunuhan masal (senjata nuklir & kimia), film & seni visual telah

dibelokkan dengan motivasi merusak gambar Allah melalui pornografi dan sadisme.

Mobil sebagai alat angkut bisa menjadi alat kesombongan pribadi (gengsi) dan tidak

difungsikan sebagai alat angkut masyarakat.

Para Nabi dan Rasul sering mengkritik kebudayaan yang sudah tidak lagi sesuai

dengan tugas dan tujuan yang diberikan Allah. Yesaya mengkritik nafsu kemewahan dan

wanita yang memperagakan dirinya di Yerusalem (3:16-24). Amos mengecam gejala

mamonisme, kemabukan, dan nafsu kemewahan yang berkecamuk di Samaria (6:1-10),

(7)

HUBUNGAN IMAN KRISTEN & KEBUDAYAAN

Dalam menghadapi kebudayaan dengan berbagai kecenderungannya, kita patut

memperhatikan bagaimana hubungan dan sikap iman Kristen menghadapi kebudayaan.

Ada 5 macam sikap umat Kristen terhadap kebudayaan yang sama diungkapkan oleh

Verkuyl dan Niebuhr , yaitu:

1. Antagonistis atau Oposisi

Sikap antagonistik (oposisi, menentang, menolak) terhadap kebudayaan ialah sikap

yang melihat pertentangan yang tidak terdamaikan antara agama Kristen dan kebudayaan

dan sebagai akibatnya menolak dan menyingkiri kebudayaan dalam semua ungkapannya.

Gereja dan umat beriman sebagai individu memang kerapkali harus berkata tidak atau

menolak terhadap ungkapan kebudayaan tertentu, yakni kebudayaan yang: (1) menghina

Tuhan; (2) menyembah berhala; dan (3) yang merusak kemanusiaan. Namun, itu tidak

berarti bahwa semua aspek kebudayaan perlu ditentang;

2. Akomodasi atau Persetujuan

Sebaliknya dari sikap antagonistis, adalah yang mengakomodasikan, menyetujui

atau menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada. Dengan demikian maka agama

Kristen dikorbankan untuk kepentingan kebudayaan yang ada. Akomodasi demikian

sering kita lihat dalam hubungan dengan agama-agama animis dan adat istiadat sehingga

terjadi sinkretisme yang berbahaya. Salah satu sikap demikian ditujukan untuk membawa

orang kepada suatu cara berfikir, cara hidup dan berkomunikasi atau berhubungan dengan

orang lain sedemikian rupa hingga seolah-olah 'semua agama sama saja' dan di dalam

pergaulan hidup disingkirilah unsur agama Kristen yang sekiranya dapat menimbulkan

keengganan golongan lain serta menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya;

3. Dominasi atau Sintesa

Ada juga sikap dominasi gereja terhadap kebudayaan seperti yang dengan jelas

terlihat dalam gereja yang mendasari ajarannya dengan teologi Thomas Aquinas yang

menganggap bahwa sekalipun kejatuhan manusia dalam dosa telah membuat citra

(8)

kehendak bebas yang mandiri. ltulah sebabnya dalam menghadapi kebudayaan kafir

sekalipun, umat bisa melakukan akomodasi secara penuh dan menjadikan kebudayaan

kafir itu menjadi bagian iman, namun kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan oleh

sakramen yang menjadi alat anugerah ilahi;

4. Dualisme atau Pengkutuban

Yang dimaksudkan dengan sikap dualistis/pengkutuban (mendua) terhadap kebudayaan ialah pendirian yang hendak memisahkan iman dari kebudayaan. Pada satu

pihak terdapatlah dalam kehidupan kaum beriman kepercayaan kepada pekerjaan Allah

dalam Tuhan Yesus Kristus, namun manusia tetap berdiri di dalam kebudayaan kafir dan

hidup di dalamnya. Peran penebusan Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia berdosa

dan mengubahnya menjadi kehidupan dalam iman tidak ada artinya dalam menghadapi

kebudayaan. Manusia beriman hidup dalam kedua suasana atau lapangan baik agama

maupun kebudayaan secara bersama-sama;

5. Pengudusan atau Pentobatan

Sikap pengkudusan tidak menolak (antagonistis) namun juga tidak menerima

(akomodasi), tetapi dengan sikap keyakinan yang teguh bahwa kejatuhan manusia dalam

dosa tidak menghilangkan kasih Allah atas manusia melainkan menawarkan

pengampunan dan kesembuhan bagi manusia untuk bertobat, memulai suatu kehidupan

yang lebih baik dengan mengalami transformasi kehidupan etika dan moral sesuai

kehendak Allah. Manusia dapat menerima hasil kebudayaan selama hasil-hasil itu

memuliakan Allah, tidak menyembah berhala, mengasihi sesama dan kemanusiaan.

Sebaliknya bila kebudayaan itu memenuhi salah satu atau ketiga sikap budaya yang salah

itu, umat beriman harus menggunakan firman Tuhan untuk mengkuduskan kebudayaan

itu sehingga terjadi trasformasi budaya kearah ‘memuliakan Allah’, ‘tidak menyembah

berhala’ dan mengasihi manusia dan kemanusiaan.

PENGARUH MEDIA VISUAL

Dalam penelitian psikologis pesanan pemerintah yang kemudian dibukukan,

Eysenck dan Nias mengemukakan adanya lima bentuk pengaruh mass-media terhadap

(9)

1. Imitasi

Sejak kecil manusia belajar dari meniru dan seterusnya cenderung untuk meniru apa

saja yang diperlihatkan, apalagi kalau hal itu sejalan dengan dorongan yang ada dalam

dirinya;

2. Identifikasi

Manusia cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh atau pola hidup

yang dilihatnya dan kemudian terpengaruh untuk menyatukan dirinya dengan perilaku

yang dilihatnya;

3. Runtuhnya Rem Pengaman

Sebenarya dalam diri manusia melalui pendidikan keluarga maupun agama telah

memiliki filter untuk mengerem perilaku atau pola hidup yang tidak sesuai, namun

bila pengaruh luar begitu kuat, rem pengaman ini akan runtuh dan terlepaslah

kecenderungan azali hati manusia.

4. Stimulasi atau Pemicuan

Apa yang terus-menerus dilihat seseorang memicu kecenderungan hatinya untuk

melakukan hal serupa, misalnya adegan-adegan kemewahan cenderung mendorong

seseorang mengejar kemewahan dengan cara apapun, demikian juga dosa-dosa

seksual terpicu karena pornografi.

5. Katharsis atau Substitusi

Puncak dari deretan reaksi terhadap apa yang dilihat dan didengar seseorang melalui

media visual adalah katharsis atau substitusi dimana dengan runtuhnya rem pengaman,

seseorang kemudian memuntahkan dorongan hatinya melalui berbagai cara.

Dari ke-lima tahap pengaruh mass-media itu kita dapat melihat bagaimana dampak

media-visual yang dikomunikasikan kepada seseorang yang dilakukan terus menerus

akan membentuk pandangan dan pola hidup (world view) yang baru bagi seseorang.

PANGGILAN IMAN KRISTEN

Kita sudah melihat bahwa Disain Komunikasi Visual merupakan perkembangan

yang makin maju dari seni sebagai aspek kebudayaan yang berkembang makin holistik

(10)

pandangan dan pola perilaku dan kehidupan seseorang. Ditinjau dari Iman Kristiani,

setidaknya ada berbagai bentuk pengaruh penyajian media visual yang perlu dihadapi

dengan kewaspadaan, seperti pengaruh:

1. Hedonisme

Sikap hidup materialistis (mementingkan kebendaan), sekularistis (menolak kehadiran

Allah), dan bahkan hedonis (mengejar kenikmatan hidup) yang ditujukan kepada diri

sendiri;

2. Adiktif

Daya tarik pemuas nafsu akan minuman atau makanan adiktif seperti rokok, minuman

keras, dan narkoba yang kemudian mengikat menjadi kecanduan;

3. Pornografi

Sikap hidup yang menekankan pemuasan kenikmatan daging dan nafsu seksual, baik

soft-porn, hard-porn, sampai distorted sex (homo, lesbi, paedofile dan lain lain.);

4. Sadisme

Penonjolan kekerasan/kesadisan manusia super yang merendahkan kemanusiaan yang

lebih lemah. Sadisme bisa diekspresikan melalui visualisasi gambar sampai film;

5. New Age-isme

Pada masa kini ada kebangunan kekuatan-kekuatan mistik dan okultisme yang

berorientasi pada pendewaan ‘aku manusia’ atau ‘setan’ dan berpaling dari Allah

pencipta alam semesta ini.

LALU BAGAIMANA ?

Bagaimana menghadapi tugas disain komunikasi visual yang sesuai prinsip-prinsip

pandangan hidup Kristiani? Beberapa ayat berikut memberikan kita rambu-rambu

pengarah, yaitu:

”Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu. Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu. Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau.” (Mzm.119 “9-11).

(11)

kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah. kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu - bahwa barang siapa melakukan hal-hal yang demikian. ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Tetapi buah Roh ialah: Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal ini. Barang siapa menjadi milik Kristus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita dipimpin oleh Roh.” (Gal. 5:19-25).

“Mata ada1ah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap. betapa gelapnya kegelapan itu. Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada seseorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat. 6:22-24).

“Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” (Gal. 5:13).

“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Flp. 4:8) A m i n !

KEPUSTAKAAN

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Penerbit Gramedia, Jakarta, h.12. 1980

Jan Verkuyl, Etika Kristen dan Kebudayaan, BPK, Jakarta, h.33-47 (Bagian Pertama, Bab-II). 1966,

H. Richard Niebuhr, Christ and Culture, Harper & Row. New York, h.39-44 (IV. The Typical Answer) 1980,

Referensi

Dokumen terkait

(TIR). Sinar yang dipantulkan sempurna sebesar 80 % untuk membuat tubuh kunang kunang bercahaya sedangkan 20 % disebarkan diluar tubuhnya. Ada 2 kategori bioluminisensi

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2009, telah membeli hak cipta

Berdasarkan analisis lingkungan industri dapat diketahui bahwa perusahaan saat ini berada dalam tingkat persaingan industri yang tinggi, memiliki ancaman masuknya

Kromium dalam air akan menyerap pada endapan dan menjadi takbergerak.Hanya sebagian kecil dari kromium yang berakhir di air pada akhirnya akan larut.Kromium

- Maka tetahedron tersebut akan terpisah pisah menjadi beberapa piramid, yang dapat dilihat dengan garis potong seperti terlihat pada objek yang diberi tanda panah. • Setelah

The main purpose of the present paper consists in providing a straightforward proof of Carleman estimates for second order elliptic operators with real coef- ficients in the

The monthly number of forest fires (or number of fire scars) and monthly total burned area are plotted against the monthly near surface soil moisture deviation in figures 2 and 3

We notice that taking semi-simplification does not change the group of connected components of the arithmetic monodromy group. The neutral component. A first result one can prove on