• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Di Pesisir Pantai Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Di Pesisir Pantai Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ciri-ciri Nelayan

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

tergantung langsung dari hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan

atau pun budidaya. (Mulyadi, 2005)

Ciri – ciri nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut:

a. Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah yang segala aktivitasnya berkaitan

dengan lingkungan laut dan pesisir, atau yang menjadikan perikanan sebagai

mata pencaharian.

b. Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong.

Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada

saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan

pengerahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah,

atau tanggul penahan gelombang disekitar desa.

c. Dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat

namun pada umumnya memiliki keterampilan sederhana. Kebanyakan nelayan

bekerja adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari

secara profesional.

d. Dari segi bangunan struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas

yang heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah mereka

yang bermukim di desa–desa nelayan terpencil yang sulit dijangkau

transportasi darat. Komunitas nelayan di desa yang terpencil biasanya

(2)

rendah. Sementara itu kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga

akanmenjadi penyebab rendahnya hasil laut di daerah mereka. (Sasmita, 2006)

B. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kegiatan Nelayan

Masyarakat nelayan yang sampai saat ini masih merupakan tema yang

sangat menarik untuk didiskusikan. Membicarakan nelayan hampir pasti isu dan

selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran

eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik. (Sasmita, 2006)

Berdasarkan pendapatannya, nelayan dapat dibagi menjadi :

a. Nelayan Tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya

berasal dari perikanan.

b. Nelayan sambilan utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya

berasal dari perikanan.

c. Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil

pendapatannya berasal dari perikanan.

d. Nelayan musiman, yakni orang yang dalam musim – musim tertentu saja aktif

sebagai nelayan.

Munurut Sasmita (2006), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

tingkat produksi nelayan, yaitu:

1. Peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan yaitu, perahu

tanpa mesin atau perahu dengan mesin (motorisasi), jaring dan pancing.

2. Peralatan/modal nelayan dinilai dari peralatan yang digunakan, seperti :

a. Harga perahu, apakah perahu mempergunakan mesin atau tidak.

(3)

c. Bahan bakar, oli (untuk satu kali melaut), konsumsi, es, biaya lapor

restribusi, dan lain – lain merupakan modal kerja dalam melaut.

d. Tenaga kerja, yang digunakan untuk melaut (menangkap ikan)

menggunakan tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga.

e. Musim, sangat berpengaruh terhadap kegiatan kerja nelayan yaitu musim

barat dan musim timur.

C. Modal dan Biaya Produksi

Modal ada dua macam, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap

diterjemahkan menjadi biaya produksi melalui deprection cost dan bunga modal.

Modal bergerak langsung menjadi biaya produksi dengan besarnya biaya itu sama

dengan nilai modal yang bergerak (Rangkuti, 1995)

Sebagian modal nelayan digunakan untuk biaya operasi, yaitu penyediaan

input produksi (sarana produksi), biaya operasi dan biaya – biaya lain dalam satu

usaha kegiatan nelayan. Biaya produksi atau biaya operasi nelayan biasanya

diperoleh dari kelompok nelayan kaya atau pemilik modal, karena adanya

hubungan pinjam meminjam uang sebagai modal kerja dimana pada musim

panen, hasil tangkapan (produksi) ikan nelayan digunakan untuk membayar

seluruh pinjaman utang, dan tingkat harga ikan biasanya ditentukan oleh pemilik

modal (Sasmita, 2006)

D. Faktor Tenaga Kerja

Tenaga kerja di Indonesia dan sebagian besar negara – negara berkembang

termasuk negara maju pada umumnya merupakan tenaga untuk usaha nelayan

(4)

kebutuhan manusia dan semakin majunya suatu kegiatan usaha nelayan karena

semakin maju teknologi yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan,

sehingga dibutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar setiap

sekali turun melaut sesuai dengan produksi ikan yang dihasilkan. (Masyuri, 1999)

E. Waktu Melaut

Setidak – tidaknya ada tiga pola penangkapan ikan yang lazim dilakukan

oleh nelayan. Pertama, penangkapan ikan lebih dari satu hari. Penangkapan ikan

seperti ini merupakan penangkapan ikan lepas pantai. Jauh dekat daerah

tangkapan dan besar kecilnya perahu yang digunakan menentukan lamanya

melaut. Kedua, pola penangkapan ikan satu hari, biasanya nelayan berangkat

melaut sekitar 14.00 mendarat kembali sekitar jam 09.00 hari berikutnya.

Penangkapan ikan seperti ini biasa dikelompokkan sebagai penangkapan ikan

lepas pantai. Ketiga, pola penangkapan ikan tengah hari, penangkapan ikan seperti

ini merupakan penangkapan ikan dekat pantai, umumnya mereka berangkat

sekitar jan 03.00 dini hari atau setelah subuh dan mendarat kembali pagi hari

sekitar jam 09.00. (Masyuri, 1999)

2.1. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Rahim (2011), di wilayah Pesisir Pantai Sulawesi Selatan

menunjukkan terdapat perbedaan jumlah tangkapan dan pendapatan usaha

tangkap nelayan dengan perahu motor dan perahu tanpa motor. Rata – rata jumlah

tangkapan nelayan dengan perahu adalah 45,25 kg/trip dan 3.993 kg/tahun.

(5)

kg/tahun, dengan pendapatan masing – masing perahu motor Rp 27.400.476/tahun

dan perahu tanpa motor Rp 12.215.298/tahun.

Pendapatan nelayan perahu motor dipengaruhi secara positif dan nyata

oleh harga minyak tanah dan produktivitas, dan secara negatif oleh harga bensin,

lama melaut, trip dan perbedaan wilayah, sementara pendapatan nelayan perahu

tanpa motor dipengaruhi oleh produktivitas, tanggungan keluarga, jaring ingsang

tetap, dan perbedaan wilayah produksi

Hasil penelitian Pasaribu (2012) menganalisis: (1) pengaruh intensitas

melaut, pengalaman melaut, tingkat pendidikan, dan jenis perahu yang digunakan

terhadap produksi ikan di Desa Tuapejat Kecamatan Sipora Utara Kabupaten

Kepulauan Mentawai, (2) pendapatan bersih nelayan per bulan di Desa Tuapejat

Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, (3) pengaruh produksi

ikan terhadap pendapatan bersih nelayan di Desa Tuapejat Kecamatan Sipora

Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Alat analisis yang di gunakan adalah

regresi linier sederhana dan berganda dengan metode Ordinary Least Squares

(OLS), analisis penerimaan dan pendapatan bersih nelayan.

Dari hasil analisis regresi berganda di ketahui bahwa faktor intensitas

melaut, pengalaman melaut, dan jenis perahu yang digunakan nelayan secara

parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi ikan. Secara

simultan, intensitas melaut, pengalaman melaut, tingkat pendidikan, dan jenis

perahu yang di gunakan berpengaruh signifikan terhadap produksi ikan.

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih per

orang nelayan perbulan di Desa Tuapejat Kecamatan Sipora Utara Kabupaten

(6)

menunjukkan bahwa produksiikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pendapatan bersih nelayan.

Salim (1999), dalam penelitian tentang analisis faktor – faktor yang

mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan di Kecamatan Syiah Kuala Banda

Aceh, menyatakan bahwa variabel independen (jarak tempuh melaut, modal,

pengalaman, jumlah perahu, dan tenaga kerja) dapat menerangkan variasi variabel

dependen (pendapatan nelayan) sebesar 98,7% dan variabel independen yang

berpengaruh terhadap variabel dependen adalah pengalaman dan jumlah perahu

dan masing – masing berpengaruh nyata.

Sasmita (2006), dalam penelitian tentang analisis faktor – faktor yang

mempengaruhi pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Asahan, menyatakan

bahwa variasi variabel dependen (pendapatan usaha nelayan) yang diterangkan

oleh variable independen sebesar 60,7 %. Variabel independen ( modal kerja dan

melaut) berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan.

Sujarno (2008), menganalisis empat faktor yang mempengaruhi

pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat yaitu modal kerja, tenaga kerja,

pengalaman dan jarak tempuh melaut, dengan menggunakan metode Ordinary

Least Squares (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja, tenaga

kerja, pengalaman, dan jarak tempuh melaut secara bersama – sama berpengaruh

terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat.

Dari empat faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan, ternyata

modal kerja memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan faktor

tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut. Dengan demikian, dalam

(7)

menunjukkan bahwa modal kerja memberikan kontribusi yang lebih besar

dibandingkan dengan faktor – faktor yang lain terhadap pendapatan nelayan, maka

disarankan membuka akses untuk mendapatkan modal kerja dengan cara

bekerjasama dengan koperasi atau lembaga keungan bank dan non bank.

Disamping itu, kepada nelayan diberikan pembinaan dan pengembangan

kemampuan dalam menangkap ikan dengan menggunakan teknologi yang tepat.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Wilayah Pesisir Pantai

Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah

darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air,

yang masih dipengaruhi oleh sifat – sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan

perembesan air asin (Supriharyono, 2007)

Wilayah pesisir merupakan sumberdaya potensial di Indonesia, suatu

wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Indonesia merupakan wilayah

kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17,508, pulau panjang pantai kurang lebih

81,000 Km sehingga memiliki wilayah pesisir terluas kedua didunia setelah

Canada. Dengan garis pantai, Indonesia menyimpan potensi pembangunan yang

besar yang didukung dengan adanya ekosistem dengan produktivitas hayati seperti

terumbu karang, hutan mangrove, estuari, dan padang lamun (Sidik. et al, 2002).

2.2.2. Ketidakberdayaan Teknologi dan Ekonomi Nelayan

Ketergantungan nelayan terhadap teknologi penangkapan itu sangat tinggi

(8)

tempat ketempat lain, disisi lain, untuk menangkap ikan nelayan perlu sarana

bantu untuk dapat bertahan lama hidup diatas air. Umumnya para nelayan

mengalami keterbatasan dalam teknologi penangkapan. Dengan alat tangkap yang

sederhana, menyebabkan :

1. Wilayah operasi menjadi terbatas hanya disekitar perairan pantai.

2. Ketergantungan terhadap musim sangat tinggi, sehingga nelayan tidak setiap

saat bisa turun melaut, terutama pada musim ombak, yang berlangsung lebih

dari satu bulan yang mengakibatkan hasil tangkapan menjadi terbatas.

3. Alat tangkap sederhana (teknologi penangkapan yang rendah) yang dimiliki

oleh nelayan mengakibatkan jumlah tangkapan rendah. Kondisi ini merugikan

nelayan karena pendapatan yang diperoleh nelayan rendah.

4. Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh para juragan, cenderung kurang

menguntungkan nelayan buruh (Mulyadi, 2005)

Pada umumnya ilmu ekonomi (ekonomika) diartikan sebagai ilmu yang

mempelajari tentang bagaimana tingkah laku manusia baik secara perorangan

maupun masyarakat berusaha memenuhi kebutuhan dari berbagai alat pemuas

kubutuhan atau sumberdaya yang terbatas adanya. Alat pemuas kebutuhan ini

disebut sebagai sumberdaya, dapat berupa barang konsumsi maupun barang

produksi (Suparmoko, 1997)

Pada dasarnya prisip – prinsip dalam ekonomika sumberdaya alam

tidaklah terlalu khusus dan menggunakan prinsip – prinsip analisis pada

umumnya. Barang – barang sumberdaya alam tidaklah bebas adanya sehingga

untuk memperolehnya memerlukan pengorbanan. Selanjutnya dalam melakukan

(9)

adanya pemuasan kebutuhan dengan tujuan untuk memaksimalkan produksi, baik

untuk perorangan ataupun untuk masyarakat.

Penggunaan sumberdaya alam untuk masa datang secara langsung perlu

dihubungkan dengan apa yang disebut sebagai imbangan antara penduduk dan

sumberdaya alam. Apabila penduduk membutuhkan terlalu banyak barang dan

jasa, maka muncul kebutuhan untuk meningkatkan penggalian sumberdaya alam

baik yang ekstraktif sifatnya maupun sumberdaya alam seperti lapangan terbuka,

tempat rekreasi, dan udara yang bersih. Namun dampaknya adalah justru

memburuknya kondisi fisik dari dunia ini, dan sayangnya masyarakat sangat

lamban dalam menemukan pemecahan terhadap masalah yang timbul. Beberapa

hal yang menjadi alasan dari lambannya penyesuaian itu ialah bahwa :

1. Masyarakat lebih mengenal adanya pemilikan pribadi (privat) dan mekanisme

pasar, sehingga pengertian bahwa lingkungan sebagai barang milik bersama

dan dipelihara bersama masih sulit dimengerti.

2. Kita tidak mengetahui secara pasti apa yang sesungguhnya diinginkan oleh

masyarakat itu, demikian pula tentang teknologi untuk menghasilkan apa yang

diinginkan tersebut tidak banyak kita ketahui.

3. Karena adanya eksternalitas, maka biaya produksi barang dan jasa sering

menjadi tidak jelas, di samping adanya kelambanan dalam mobalitas manusia

(Suparmoko, 1997)

2.2.3. Pengelolaan Sumberdaya Ikan

Perikanan merupakan subsektor yang penting, yaitu sebagai sumber

(10)

distribusi. Masalah efisiensi dikaitkan dengan jumlah persediaan ikan yang terus

terancam punah dan masalah distribusi berkaitan dengan siapa yang akan

memperoleh manfaat. Ikan merupakan sumberdaya alam yang dapat pulih

(renewable resource) yang memerlukan usaha – usaha pengelolaan yang baik agar

dapat mempertahankan dan mengembangkan unit populasi yang ada, dalam usaha

pengelolaan tersebut diperlukan pengetahuan dan informasi tentang perikanan

dalam rangka mempelajari perilaku kehidupan dan sifat – sifat dari unit populasi

yang merupakan suatu komunitas dalam sumberdaya alam (Suparmoko, 1997)

Dengan dicetusnya wilayah perikanan dalam Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) sejauh 200 mil laut, maka hal ini mendorong negara – negara yang

bersangkutan menyatakan batas – batas lepas pantai penangkapan yang diperluas

untuk pengawasan eksklusif terhadap aktivitas – aktivitas ekonomi negara yang

bersangkutan. Keberhasilan pembangunan perikanan tidak terlepas dari

perencanaan yang mantap berdasarkan informasi tentang semua aspek yang

mempengaruhi sumberdaya alam tersebut, terutama aspek sumberdaya kehidupan

dan penggunaannya.

Subsektor perikanan memberikan harapan yang menjamin kelangsungan

hidup manusia masa kini dan masa yang akan datang, perikanan merupakan satu

bagian dari kegiatan ekonomi yang memberikan harapan untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidup manusia melalui berbagai usaha yang pada akhirnya bertujuan

untuk meningkatkan pendapatan nelayan dalam rangka mencapai tingkat

kesejahteraan hidup yang lebih baik. Dewasa ini, usaha perikanan di dunia telah

mendapatkan banyak perhatian karena meningkatnya keprihatinan terhadap

(11)

pengambilan secara besar – besaran dan tidak terkendali. Dalam rangka mencapai

tujuan pokok pembangunan perikanan, dilakukan usaha sebagai berikut :

1. Peningkatan produksi dan produktivitas

2. Peningkatan kesejahteraan petani ikan (nelayan) melalui perbaikan pendapatan

3. Penyediaan lapangan kerja

4. Menjaga kelestarian sumberdaya hayati perikanan

5. Pola manajemen dalam pengelolaan semberdaya ikan

Sebagaimana diketahui bahwa sumberdaya ikan merupakan sumberdaya

alam milik bersama atau milik umum yang berperan dalam kehidupan manusia

untuk pemenuhan kebutuhan hidup baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan

lainnya seperti keindahan ikan sebagai hiburan (Suparmoko,1997)

2.2.4. Prinsip Pengolahan Perikanan Yang Statis

Sebagaimana diketahui sumberdaya perikanan senantiasa tergantung pada

waktu, sehingga perlu diketahui pola atau fungsi produksi ikan, pertumbuhan

populasinya dan apa yang ingin dicapai dengan beberapa kendala tertentu.

Adapun yang dimaksud dengan nilai kelangkaan (scarcity rent) adalah nilai ikan

pada waktu yang akan datang yang cenderung meningkat dengan meningkatnya

biaya penangkapan ikan saat ini karena berkurangnya populasi ikan itu sendiri.

Untuk mempertahankan keberadaan populasi ikan, berbagai prinsip dasar yang

dapat dijadikan pedoman adalah sebagai berikut.

Meningkatkan pertumbuhan populasi ikan dan menekan biaya serta

manaikkan scarcity rent. Sedangkan, bila usaha penangkapan ikan dihubungkan

(12)

menangkap ikan secara berlebihan, sebaliknya bila tingkat bunga rendah, jumlah

ikan akan bertambah karena orang cenderung memperlambat proses penangkapan

ikan. Apabila sewa kelangkaan sebesar nol maka harga ikan cenderung sama

dengan biaya marginal penangkapan ikan sehingga penangkapan ikan cukup

tinggi. Jadi pada dasarnya dalam kondisi pengelolaan semberdaya ikan secara

statis, tidak menggunakan tingkat pengambilan yang secara ekonomis efisien

karena tidak diketahuinya secara pasti mengenai kondisi – kondisi yang ada.

(Suparmoko, 1997)

2.2.5. Prinsip Pengelolaan Perikanan Yang Bersifat Dinamis

Bila subsektor perikanan tidak mendapatkan suatu pola pengaturan yang

baik maka subsektor tersebut akan menjadi subsektor yang bersifat milik umum.

Pengelolaan sumberdaya ikan dalam hal ini dapat dilakukan dengan beberapa

cara:

a. Melarang penangkapan ikan pada suatu musim tertentu.

b. Menutup daerah penangkapan tertentu.

c. Membatasi jumlah ikan yang ditangkap.

Usaha –usaha tersebut perlu di barengi dengan usaha ekstra yang berupa

peningkatan pengawasan dan penerapan hukum secara mendasar di samping

pengukuran jenis usaha penangkapan atau teknologi perikanan yang sesuai,

seperti penggunaan jala atau alat tangkap lainnya. Disamping itu, ada faktor

penting yaitu perlunya campur tangan pemerintah dalam pengaturan pemberian

izin lisensi, pengaturan pajak, dan pungutan yang dapat merangsang untuk usaha

(13)

Jadi pada prinsipnya pengelolaan perikanan yang bersifat dinamis

menunjukkan maksimisasi nilai yang ada pada saat ini yang dapat mendorong

timbulnya kepunahan, karena pengelolaan perikanan yang bersifat dinamis ini

menunjukkan dinamika keluar masuknya perusahaan yang dikombinasikan

dengan keberadaan tertentu sumberdaya ikan sehingga menorong kearah industri

yang tidak menguntungkan dan tidak stabil yang disebabkan oleh kepunahan

populasi ikan yang tidak sengaja. Pengelolaan sumberdaya ikan yang optimum

dicapai dengan jalan melibatkan masyarakat dan pihak pemerintah karena kondisi

perikanan ini bersifat sumberdaya alam milik umum (Suparmoko, 1997)

Pada mulanya, pengelolaan sumberdaya ini banyak didasarkan pada faktor

biologis semata, dengan pendekatan yang disebut maximum sustainable yield

(MSY). Unit pendekatan ini bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan

untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila

surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu

bertahan secara berkesinambungan (sustainable). Pendekatan pengelolaan dengan

konsep ini belakangan banyak dikritik oleh berbagai pihak sebagai pendekatan

yang terlalu sederhana dan tidak mencukupi. Kritik yang paling mendasar

diantaranya adalah karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan sama sekali

aspek sosial ekonomi pengelolaan semberdaya alam. Lebih jauh Conrad dan

Clark (1987) misalnya, menyatakan bahwa kelemahan pendekatan MSY antara

lain adalah:

1. Tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa

(14)

2. Didasarkan pada konsep steady state (keseimbangan) semata, sehingga tidak

berlaku pada kondisi non-steady state.

3. Tidak memperhitugkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen

(imputed value).

4. Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya.

5. Sulitditerapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis

(multispecies). (Fauzi, 2010)

2.2.6. Pola Kegiatan Nelayan

Di dunia kenelayanan dikenal adanya empat macam musim, yaitu Musim

Barat, Musim timur, Musim Utara, dan Musim Selatan. Musim Barat dikenal

sebagai musim paceklik, yang biasanya ombak terlalu besar sehingga nelayan

tidak dapat melaut.

Pola kerja nelayan melaut cukup bervariasi tergantung pada jenis alat

tangkap yang digunakan. Nelayan yang menggunakan rawai biasanya pergi

melaut hanya 1–2 hari, kemudian mendaratkan hasil perolehannya. Sementara itu,

nelayan yang menggunakan jaring besar, lebih dari lima inci, khususnya yang

menangkap ikan untuk keperluan ekspor, melaut 5–7 hari dan kemudian 1–2 hari

mendaratkan ikan kepada pedagang pengumpul (Mulyadi, 2005)

2.2.7. Pengertian Pendapatan

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau

dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan

(15)

komoditas secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. (Soekartawi,

1995)

Pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usaha, biaya usahatani

merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen dalam mengelola

usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini disebut

usahatani untuk petani, melaut untuk nelayan, dan berternak untuk peternak

(Rahim dan Retno, 2008).

Ada beberapa konsep biaya dalam ilmu ekonomi yaitu :

1. Biaya tetap (Fixed cost) adalah sebagian biaya yang relatif tetap jumlahnya dan

terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit.

2. Biaya tidak tetap (Variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi

oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh.

3. Biaya total (Total cost) adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang

dikeluarkan atau penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel tetap total.

4. Biaya tetap rata – rata (average fixed cost) adalah biaya tetap total dibagi

kuantitas keluaran. Ketika keluaran naik, biaya tetap rata – rata menurun

karena biaya total yang sama ditanggung oleh kuantitas keluaran yang

semakin besar.

5. Biaya variabel rata – rata (Average variable cost) adalah biaya variabel total

dibagi kuantitas keluaran.

6. Biaya total rata – rata (Average cost) adalah biaya total dibagi kuantitas

keluaran. ATC sama juga dengan jumlah biaya tetap rata – rata dan biaya

(16)

Penerimaan adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Besarnya

penerimaan suatu usaha tangkap sangat tergantung pada besarnya produk yang

dihasilkan dan harga produk tersebut. Faktor – faktor yang mempengaruhi

besarnya biaya dan pendapatan dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai

berikut :

1. Faktor internal dan faktor eksternal akan bersama – sama mempengaruhi biaya

dan pendapatan. Faktor internal meliputi pengalaman, alat tangkap, lama

melaut, biaya operasional, umur, dan jarak tempuh melaut.

2. Faktor eksternal yaitu input dan output. Dari segi faktor produksi (input)

terdiri dari dua yaitu ketersediaan dan harga. Faktor ketersediaan dan harga

faktor – faktor produksi tidak dapat dikuasai oleh nelayan sebagai individu

berapapun dana tersedia. Demikan juga dari segi produksi (output), jika

permintaan akan produksi tinggi maka harga ditingkat nelayan tinggi pula

sehingga dengan biaya yang sama nelayan akan memperoleh pendapatan yang

tinggi pula, sebaliknya jika petani berhasil meningkatkan produksi tetapi harga

turun maka pendapatan petani akan turun pula. (Suratiyah, 2011)

2.3 Kerangka Penelitian

Beberapa input terkait dengan usaha penangkapan ikan yaitu :

pengalaman, alat tangkap, lama melaut, sarana dan prasarana menangkap ikan dan

umur. Input menjadi komponen utama dalam usaha penangkapan ikan, dimana

masing – masing komponen biaya dipengaruhi jumlah input yang digunakan

dengan tingkat harga masing – masing input. Komponen biaya produksi terdiri

(17)

ikan : tongkol, kakap, kerapu, gembung, tenggiri, ekor kuning, dan ikan laut

lainnya.

Hasil tangkapan ikan oleh nelayan setelah dijual ke pedagang ikan,

diperoleh penerimaan, selanjutnya pendapatan bersih diperoleh dari pengurangan

penerimaan dengan biaya produksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema

kerangka pemikiran berikut:

Gambar 42. Kerangka Penelitian Input (biaya

penangkapa n)

Penangkapan

Ikan Output ( hasil

Tangkapan)

- alat Tangkap

- Bahan Bakar

- biaya

operasional

Px

Total Biaya

Pendapatan

(18)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

- Tidak ada perbedaan tingkat pendapatan, waktu melaut, dan hasil

tangkapan terhadap pendapatan nelayan

- Hasil tangkapan, harga ikan, biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya

Referensi

Dokumen terkait

Tim tersebut telah mendiskripsi kondisi riil kinerja UIN Sumatera Utara Medan secara keseluruhan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BAN-PT, meliputi standar (1)

The major steps of methodology are: preparation of multi-date Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) images from geo-referenced multi-date AWiFS data, use of mustard crop

modified to derive the soil water status in the top layer (top 30 cm) of the soil profile. This is a simple book keeping-bucket type- water tight model which is based on law

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan evaluasi kualifikasi menurut ketentuan- ketentuan yang tercantum dalam Dokumen Prakualifikasi oleh Kelompok Kerja (Pokja), maka

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah internal audit yang dilihat dari jumlah anggotanya, proporsi dewan komisaris independen yang didapatkan dari jumlah

Jumlah Tween 80-PEG 400 dan waktu pengadukan merupakan faktor yang signifikan berpengaruh pada ukuran diameter globul karena terkait dengan peranan Tween 80 sebagai surfaktan

Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak tedapat interaksi antar konsentrasi PGPR dan pengurangan dosis pupuk anorganik pada diameter batang tanaman krisan potong pada

Setelah melakukan penelitian dan observasi dengan mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak terkait yaitu ketua laboratorium dan asisten laboratorium STT