FAKTOR RISIKO YANG MEMENGARUHI KETERLAMBATAN
KONSEPSI (INFERTLITAS)PASANGAN SUAMI ISTRI PADA
LAKI-LAKI DI KECAMATAN PALU UTARA KOTA PALU
RISK FACTORS AFFECTING THE DELAYS CONCEPCION
(INFERTILITY) COUPLES TO THE MAN IN THE
DISTRICT OF NORTH PALU, PALU CITY
Ahsan1, Buraerah Abd. Hakim2, Muh. Tamar3
1
Bagian Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 2Bagian Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 3Bagian Konseling Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alamat Korespondensi:
Ahsan S.Kep, Ns
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makassar,
HP: 081354887373
Abstrak
Pada dasarnya secara konseptual keterlambatan konsepsi merupakan bagian dari infertilitas yang dimana merupakan bentuk kegagalan reproduksi, yang menjadi masalah besar bagi kesehatan dan kehidupan sosial pasangan suami-istri (pasutri) di seluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko kelainan alat reproduksi pria (Undecensus testis), riwayat penyakit menular seksual, riwayat minum alkohol, obesitas dan kualitas sperma terhadap keterlambatan konsepsi (infertilitas) pasutri pada laki-laki di Kecamatan Palu Utara Kota Palu. Desain penelitian adalah “Case Control Study”, dengan unit observasi yang terdiri dari kelompok kasus dan kontrol. Besar sampel sebanyak 140 orang yaitu kelompok kasus 70 responden dan kelompok kontrol 70 responden yang diambil dengan cara purposive sampling. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji Odds Ratio dan analisis multivariat dengan regresi berganda logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berisiko terhadap keterlambatan konsepsi (infertilitas) pasutri pada laki-laki yaitu: riwayat PMS (p=0,000; OR=6.526 CI: 2,724-15.635), riwayat minum alkohol (p=0,000; OR=13409 CI: 5.867-30.646), obesitas (p=0,004; OR=2,695; CI: 1,361-5,337), kualitas sperma (p=0,029; OR=0.407; CI: 0,180-0,922). Perlunya peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi bagi Pasutri terhadap besar risiko konsumsi alkohol yang berdampak terhadap terjadinya keterlambatan konsepsi. Bagi pasutri yang memiliki ketergantungan alkohol sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik agar dapat berhenti total dari ketergantungan alkoholl
Kata Kunci : Keterlambatan konsepsi (infertilitas) pasutri pada laki-laki
Abstract
Basically conceptually delay conception is part of infertility which is a form of reproductive failure, which is a big problem for the health and social life of a married couple (couples) in the whole world. This study aims to determine the risk of abnormalities of male reproductive organs (testes Undecensus), history of sexually transmitted diseases, history of alkoholl drinking, obesity and quality of sperm to the delay in conception (infertility) couples to the men in the Northern District of Palu Palu. The study design is the "Case Control Study", the observation unit iconcisting of case and control groups. A sample size of 140 people that is the case group and control group of 70 respondents and 70 respondents were drawn by purposive sampling. Data analysis was performed by univariate, bivariate with Odds Ratio test and multivariate analysis with logistic regression. The results showed that the risk variable delay conception (infertility) couples in men are: a history of STD (p = 0.000; OR = 6526 CI: 2.724 to 15,635), a history of drinking alkoholl (p = 0.000; OR = 13 409 CI: 5867-30646), obesity (p = 0.004; OR = 2.695; CI: 1.361 to 5.337), sperm quality (p = 0.029; OR = 0407; CI: 0.180 to 0.922). The need for increased knowledge about reproductive health for the married couple of major risks affecting alkoholl consumption in a delay of conception. For couples who have alkoholl dependence should conduct periodic medical examinations in order to stop completely from alkoholl dependence
PENDAHULUAN
Berkembang biak adalah salah satu fungsi luhur dari makhluk hidup, termasuk manusia. Seluruh makhluk hidup, termasuk manusia berkeinginan untuk menjaga kelangsungan garis keturunannya dengan cara berkembang biak. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, memiliki anak secara tidak tertulis merupakan
keinginan yang dianggap sebagai kewajiban bagi semua orang. Tetapi bila kewajiban tersebut tidak terpenuhi, itu akan menyebabkan suatu masalah yang cukup mengkhawatirkan bagi setiap manusia. Ketidaksuburan atau sering juga kita dengar dengan infertil ( delayed conception) bukanlah hal yang tabu untuk kita bicarakan. Diperkirakan sekitar 20% penduduk Indonesia mengalami gangguan infertilitas. Hal ini
menunjukan angka infertilitas di Indonesia yang cukup tinggi.
Sekitar 85% pada pasangan suami istri terjadi kehamilan pada usia 6 sampai 12
bulan pernikahan, dan 15% dari pasangan suami istri gagal hamil pada 12 bulan setelah pernikahan, infertilitas yang terjadi diakibatkan dari faktor laki-laki sekitar 30% dan gangguan dari perempuan 30% gangguan dari keduanya 30% dan yang tidak di ketahui sekitar 10% (Baker, 2008). Menurut WHO diantara pasangan subur di Nigeria terdapat 85,7% yang mengalami infertilitas sekunder, di Amerika Latin mencapai 40%
infertilitas sekunder, di Asia terdapat 23% pasangan subur mengalami infertilitas sekunder kecuali Mongolia 43% mengalami infertilitas sekunder, dan di Afrika Utara hanya 16% yang mengalami infertilitas sekunder.
Di Iran pasangan subur terdapat 5,52% telah infertilitas, diantaranya, infertilitas primer sebesar 3,48% dan infertilitas sekunder 2,04% (Aflatoonian, 2009). Secara umum, di dunia diperkirakan 1 dari 7 pasangan bermasalah dalam hal kehamilan. Di
Indonesia, angka kejadian perempuan infertil 15% pada usia 30-34 tahun, meningkat 30 % pada usia 35-39 tahun dan 64 % pada usia 40- 44 tahun. Dari data Biro Pusat Statistik (BPS) di Indonesia, diperkirakan terdapat 12% pasutri yang tidak mampu membuahkan keturunan (Ambara, 2005).
Berdasar survei kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3,5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil. Mereka disebut infertil karena belum hamil
dan 10% tidak diketahui (Kurniawan, 2009). Beberapa orang laki-laki ternyatakan steril
selama masa perkawinan. Pada laki-laki dengan infertil sering ditemukan kualitas sperma yang buruk. Kadang-kadang produksi spermarozoa dalam testis terlalu sedikit dan testis sendiri terlalu kecil, sebab-sebab lain yang menyebabkan mutu sperma berkurang ialah epididimitis, prostatitis, varikokel, atau kelainan endokrin (Scholtmeijer,1996)
Pemeriksaan analisa sperma pada semen laki-laki merupakan suatu analisa lengkap yang penting untuk pasangan yang berkonsultasi masalah infertilitas. Infertilitas yang diperkirakan 10% hingga 15% dari seluruh jumlah pasangan yang ada, bila ditelusuri setengah dari kasus-kasusnya, penyebabnya dari pihak laki-laki (Widodo, 2009). Adanya semen memungkinkan pemeriksaan langsung dari sel benih laki-laki, memberikan informasi berharga yang tidak dapat diperoleh pada wanita.
Tujuan penelitian ini adalah a)Untuk mengetahui besar risiko Kelainan Alat Reproduksi terhadap keterlambatan konsepsi pasangan suami istri pada laki-laki. b)Untuk mengetahui besar risiko Riwayat Penyakit Menular Seksual terhadap keterlambatan konsepsi pasangan suami istri pada laki-laki. c) Untuk mengetahui besar risiko Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap keterlambatan konsepsi pasangan suami
istri pada laki-laki. d) Untuk mengetahui besar risiko langsung Obesitas terhadap keterlambatan konsepsi pasangan suami istri pada laki-laki. e) Untuk mengetahui besar risiko kualitas sperma terhadap keterlambatan konsepsi pasangan suami istri pada laki-laki.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di klinik yang melayani konsultasi pada pasangan yang mengalami keterlambatan konsepsi yang ada di Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian retrospektif dengan rancangan kasus
kontrol (case control study). Populasi dan Sampel
telah memenuhi kriteria syarat untuk observasi yaitu Pasangan suami istri yang telah
menikah pada usia reproduksi aktif, Pasangan suami istri yang tidak mengalami penyakit tertentu yang berhubungan dengan alat reproduksi, Bersedia menjadi responden secara sukarela dengan menandatangani informkonsent. Kasus bila dalam status pasangan suami istri laki-laki tercatat mengalami keterlambatan konsepsi, dengan catatan istrinya tidak mengalami gangguan reproduksi, yang di ketahui dengan hasil
pemeriksaan USG dan kelompok kontrol bila dalam status pasangan suami istri laki-laki tercatat tidak mengalami keterlambatan konsepsi dan sudah memiliki anak.
Metode Pengumpulan Data
Data Primer diperoleh dengan melakukan kunjungan rumah, wawancara dan observasi dengan mengunakan kuesioner yang telah disusun sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian, untuk pengambilan sampel kualitas sperma dilakukan oleh petugas
laboratorium kesehatan daerah, dengan cara : yang memiliki tempat tinggal dekat dengan laboratoriunra pengambilan sperma dilakukan di rumah responden dengan pasangan melakukan koitus interuptus, untuk responden yang memiliki tempat tinggal jauh dari laboratorium, dianjurkan untuk ke laboratorium kesehatan daerah, jika datang dengan pasangannya, dianjurkan untuk koitus interuptus dan jika datang sendiri
responden responden di sarankan untuk melakukan onani/masturbasi dengan rangsangan menonton film blue. Data sekunder diperoleh dari data instansi terkait dengan tujuan penelitian, dan dari hasil analisis sperma yang telah /pernah di lakukan anlisis sperma terhadap responden sebelum penelitian dilakukan oleh peneliti.
Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan SPSS for windows 18.0. Dilakukan analisis
bivariat untuk mengetahui besar risiko terhadap faktor yang mempengaruhi keterlambatan konsepsi (infertlitas) pasangan suami istri pada laki-laki dengan menggunakan analisis Odds Ratio (OR). Analisis multivariat untuk mengetahui faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan konsepsi (infertlitas) pasangan suami istri pada laki-laki dengan menggunakan uji Regresi Logistik.
HASIL
Karakteristik Responden
41.4% pada kelompok kontrol. Kasus kejadian keterlambatan konsepsi terbanyak ditemukan pada usia perkawinan 1-3 tahun pada kelompok kasus yaitu 72.9% . Dari 140 responden terdapat 67 (47,9%) yang melakukan hubungan seks selama 4-6 tahun , dan 35 (25%) dari responden telah melakukan hubungan seks selama > 7 tahun.
Persentase responden terbanyak pada tingkat pendidikan SMA/Sederajat dimana
kelompok kasus lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol yaitu 55.7% pada kelompok kasus dan 48,6% pada kelompok kontrol. Persentase pekerjaan responden yang tertinggi yaitu PNS. Dimana kelompok kasus sebesar 55.7% sedangkan kelompok kontrol sebesar 42.9%. Dari 140 responden, dari jumlah spermatozoa yang di kategorikan baik berjumlah 68,6%, sedangkan yang di kategorikan buruk adalah 31,4%. Berdasarkan bentuk spermatozoa terdapat 65,7% bentuk spermatozoa yang baik dan 34,3% bentuk spermatozoa yang dikategorikan buruk. Sedangkan berdasarkan
pergerakan spermatozoa terdapat 70% yang baik baik dan yang memiliki pergerakan spermatozoa yang buruk berkisar 29,3%.
Analisis Bivariat
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa dari 140 responden yang di teliti, dari 70 responden yang mengalami keterlambatan konsepsi terdapat 6 (8,6%) responden yang
mengalami kelainan alat reproduksi. Berdasarkan hasil analisis Odds Ratio (OR) terhadap gangguan hubungan seksual didapatkan OR sebesar 2.094 pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan batas bawah = 0.502 dan batas atas = 8.728. Oleh karena nilai batas bawah dan batas atas mencakup nilai satu, maka nilai 2.094 dianggap tidak berisiko terhadap keterlambatan konsepsi.
Pada responden yang pernah menderita penyakit menular seksual 32 (45.7%)
responden yang pernah menderita panyakit menular seksual dan 38 (54.3%) responden yang tidak pernah mengalami penyakit seksual menular. Berdasarkan hasil analisis Odds Ratio (OR) terhadap riwayat penyakit menular seksual didapatkan OR sebesar 6.526 pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan batas bawah = 2.724. Dengan demikian, responden yang mengalami riwayat penyakit menular seksual memiliki risiko 6.526 kali lebih besar untuk mengalami keterlambatan konsepsi pada pasangan
suami istri pada laki-laki.
(71.4%) responden. Berdasarkan hasil analisis Odds Ratio (OR) terhadap kebiasaan
konsumsi alkohol didapatkan OR sebesar 13.409 pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan batas bawah = 5.867 dan batas atas = 30.646. Oleh karena batas bawah dan batas atas tidak mencakup nilai satu, maka nilai 13.409. Dengan demikian, responden yang memiliki kebiasaan konsumsi alkohol memiliki risiko 13.409 kali lebih besar untuk mengalami keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada
laki-laki bila dibandingkan dengan responden yang tidak menkonsumsi alkohol, atau dapat disimpulkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol merupakan faktor risiko terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki.
Pada variabel obesitas terdapat 71 responden yang obesitas, 44 (62,9%) responden diantaranya memiliki keterlambatan konsepsi dan 27 (38,6%) responden kontrol. Berdasarkan hasil analisis Odds Ratio (OR) terhadap berat badan didapatkan
OR sebesar 2.685 pada tingkat kepercayaan (CI)=95% dengan batas bawah = 1.361 dan batas atas = 5.337. Dengan demikian, responden yang obesitas atau yang memiliki indeks massa tubuh >= 25 kg/m2 memiliki risiko 2.685 kali lebih besar mengalami keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasagan suami isutri pada laki-laki.
Pada variabel kualitas sperma dari 107 responden yang mengalami kualitas
sperma buruk, 48 (48,6%) diantaranya memiliki keterlambatan konsepsi dan 59 (84,3%) responden kontrol . Berdasarkan hasil analisis Odds Ratio (OR) terhadap kualitas sperma didapatkan OR sebesar 0.407 pada tingkat kepercayaan (CI)=95% dengan batas bawah = 0.180 dan bayas atas = 0.922. Oleh karena nilai batas bawah dab batas atas tidak mencakup nilai satu, maka nilai 0.407. Dengan demikian, responden yang kualitas spema buruk berisiko 0.407% terhadap keterlambatan Konsepsi.
Analisis Multivariat
PEMBAHASAN
Penyebab spesifik kejadian keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar risiko dari beberapa faktor yang diduga erat kaitannya
dengan peningkatan keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki. Beberapa faktor risiko yang dimaksud yaitu kelainan alat reproduksi pria (undecensus testis), riwayat penyakit menular seksual (PMS), riwayat konsumsi alkohol dan obesitas . Untuk tujuan tersebut maka pada analisis data digunakan nilai OR (Odds Ratio) yang sejalan dengan jenis rancangan penelitian yang digunakan yaitu case control (Retrospektif). Adapun pembahasan untuk masing-masing variabel independen berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan selengkapnya sebagai berikut:
Pada variabel alat reproduksi (undecensus testis) dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya keterlambatan konsepsi dimana pada penelitian ditemukan kemaknaan antara undecensus testis terhadap keterlambatan konsepsi pada pasangan suami istri pada laki-laki. Hasil analisis bivariat dengan Odds Ratio (OR) terhadap
undecensus testis didapatkan OR sebesar 2.094. Dengan demikian responden yang memiliki kelainan undecensus testis tidak memiliki risiko untuk mengalami keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki.
Testis yang tidak turun didefinisikan sebagai kegagalan testis untuk turun menjadi non-alokasi dalam skrotum. Undecensus testis adalah umum ditemukan pada bayi, yang sinonim dengan Chryptorchidism. Hal ini ditemukan 3-5% di antara anak
laki-laki istilah penuh dan anak laki-laki praremaja 30% (Effendi, 2008). Undecensus testis tidak memiliki risiko terhadap keterlambatan konsepsi di karenakan jumlah penderita undecensus testis (1 testis) hanya berjumlah 9 responden dari 140 responden, sehingga tidak ditemukan risiko terhadap keterlambatan konsepsi. Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui risiko undecensus testis terhadap keterlambatan konsepsi dengan jumlah responden yang memiliki kelainan undecensus
testis yang lebih banyak.
dapat mempengaruhi kesuburan laki-laki dengan secara langsung merusak sperma,
proporsi fragmentasi DNA, dan reaksi akrosom kapasitas yang terganggu dengan infeksi klamidia (Cunningham and Beagley, 2008). Hasil analisis bivariat dengan Odds Ratio (OR) terhadap riwayat penyaki menular seksual didapatkan OR sebesar 6.526 dengan demikian, responden yang memiliki riwayat PMS memiliki risiko 6,526 kali terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada
laki-laki. Berdasarkan hasil uji analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel riwayat PMS merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (infertilitas) pasutri pada laki-laki dengan nilai Wald sebesar 11,876 dan signifikansi sebesar 0,001.
Perlu diketahui bahwa sampai 25 % pria yang menderita gonore, diserta infeksi chlamydia. Bila uretritis karena Chlamydia tidak diobati sempurna, infeksi dapat
menjalar ke uretra posterio dan menyebabkan epididimitis dan mungkin prostatitis. Dari hasil penelitian terakhir mengatakan bahwa C. trachomatis merupakan penyebab utama epididimitis pada pria kurang dari 35 tahun (sekitar 70 - 90 %). Secara klinis, chlamydial epididimitis dijumpai berupa nyeri dan pembengkakan scrotum yang unilateral dan biasanya berhubungan dengan chlamydial uretritis , walaupun uretritisnya
asimptomatik (Karmila,2001).
Alkohol adalah zat yang paling sering disalahgunakan manusia, alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15 % tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi. Hasil analisis bivariat dengan Odds Ratio (OR) terhadap riwayat konsumsi alkohol didapatkan OR
sebesar 13.409, sehingga kebiasaan konsumsi alkohol merupakan faktor risiko terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki. Dimana responden yang memiliki riwayat konsumsi alkohol memiliki risiko 13,409 kali lebih besar untuk mengalami keterlambatan konsepsi bila dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat konsumsi alkohol.
Dari hasil penelitian Jarkko (2006), Di antara laki-laki dengan asupan sehari-hari
moderat dapat mempengaruhi kualitas air mani lebih sering dari pada yang diperkirakan
sebelumnya, sedangkan konsumsi alkohol yang tinggi akan mempengaruhi secara serius terhadap proses spermatogenesis.
Alkoholisme telah lama dikaitkan dengan gangguan kesehatan reproduksi seperti impotensi dan atropi testis, spermatogenesis tampak semakin memburuk dengan meningkatnya asupan alkohol, konsumsi alkohol kronik memiliki efek merugikan pada
reproduksi laki-laki, hormon dan kualitas sperma (Mendiola, 2008) .
Konsumsi alkohol kronis memiliki efek merugikan pada reproduksi laki-laki hormon dan pada kualitas air mani . Sebuah kasus-kontrol studi yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa alkohol asupan secara signifikan lebih umum pada infertile pria dibandingkan pada kontrol. Alkohol paparan in vitro menginduksi penurunan motilitas sperma dan morfologi, dan respon berhubungan dengan dosis. Selain itu,
risiko aneuploidi sperma XY adalah lebih besar pada peminum alkohol dibandingkan dengan bukan peminum (RR = 1,38, CI 95%: 1,2-1,6) (Mendiola, 2008).
Berdasarkan hasil uji analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel riwayat minum alkohol merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (infertilitas) pasutri pada laki-laki dengan nilai OR sebesar
11.705 dan signifikansi sebesar 0,000. Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan rendahnya kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu pertumbuhan sperma. Mariyuana juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan pertumbuhan sperma, sehingga penghentian penggunaan mariyuana dan alkohol merupakan usaha preventif untuk infertilitas.(Taher, 2008).
Berat badan dan perubahan pada berat badan yang melebihi berat badan normal
(terlalu gemuk) akan mempengaruhi kejadian keterlambatan konsepsi (infertilitas). Untuk menentukan obesitas diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) dimana berat badan dikatakan obesitas bila perhitungan IMT >= 25 kg/m² dan normal bila perhitungan IMT < 25 kg/m². Hasil analisis bivariat dengan Odds Ratio (OR) terhadap obesitas didapatkan OR sebesar 2.695 sehingga obesitas merupakan faktor risiko terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada
laki-laki.
Studi dari Ruby dkk (2007) menambahkan dukungan lebih lanjut bahwa pria
dianggap remeh karena kasus yang paling parah, pasangan yang tidak hamil, tidak termasuk dalam kelompok kelahiran. Penelitian diperlukan untuk melihat apakahpenurunan berat badan meningkatkan kesuburan bagi laki-laki.
Kasus-kasus infertilitas yang disebabkan obesitas tidak saja memberikan dampak buruk bagi wanita. Pada pria terdapat hubungan kuat antara berat badan meningkat dengan rendahnya produksi sperma serta disfungsi ereksi. Obesitas sangat
terkait dengan kemandulan pada pria. Sel-sel lemak memroduksi estrogen. Dan laki-laki dengan sel lemak berlebih, lebih banyak menghasilkan estrogen dibandingkan pria dengan berat badan normal. Jadi salah satu penyebab paling umum kemandulan pria adalah produksi sperma yang abnormal (Sallmen M, dkk, 2006).
Kualitas pergerakan spermatozoa disebut baik bila 50% atau lebih spermatozoa menunjukkan pergerakan yang sebagian besar adalah gerak yang cukup baik atau sangat
baik (grade II/III). ). Gradasi menurut W.H.O. untuk pergerakan spermatozoa adalah sebagai berikut :
0 = spermatozoa tidak menunjukkan pergerakan, 1 = spermatozoa bergerak ke depan dengan lambat, 2 = spermatozoa bergerak ke depan dengan cepat, 3 = spermatozoa
bergerak ke depan sangat cepat.
Hasil analisis bivariat dengan Odds Ratio (OR) terhadap obesitas didapatkan OR sebesar 0.407 pada tingkat kepercayaan (CI)=95% dengan nilai batas bawah = 0.180 dan nilai batas atas = 0.922. Oleh karena nilai batas bawah dan batas atas tidak mencakup nilai satu, maka nilai 0.407 dianggap bermakna secara statistik sehingga kualitas sperma merupakan faktor risiko terhadap kejadian keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki.
Eksposur kerja dan lingkungan dapat mempengaruhi reproduksi. Paparan panas dari mandi sauna sering, mengemudi kendaraan, tungku, dan mungkin bekerja di luar rumah di musim panas dapat menyebabkan penurunan spermatogenesis. Gangguan pertukaran panas testis dari obesitas dan varicoceles dapat menonjolkan efek. Paparan
kerusakan organ lain, seperti sirosis, yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi testis dalam melakukan proses spermatodenesis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ditemukan adanya risiko kejadian keterlambatan konsepsi (infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki yang memiliki
kelainan alat reproduksi (Undecensus testis). Variabel riwayat PMS, riwayat konsumsi alkoholl dan obesitas bermakna terhadap kejadian keterlambatan konseps (infertiltas) pasangan suami istri pada laki-laki. Perlunya peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi bagi Pasutri terhadap besar risiko konsumsi alkohol yang berdampak terhadap terjadinya keterlambatan konsepsi. Bagi pasutri yang memiliki ketergantungan alkohol sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Palu Utara Kota Palu Tahun 2012
Variabel Kasus Kontrol Jumlah
n % N % n %
Tabel 2. Besar Risiko Kejadian keterlambatan konsepsi pada pasutri laki-laki di Kecamatan Palu Utara Kota Palu Tahun 2012
Obesitas
Obesitas 44 62,9 27 38,6
2,685 1,361-5,337 0,004
Tidak obesitas 26 37,1 43 61,4
Kualitas Sperma
Buruk 48 68,6 59 84,3
0,407 0,180-0,922 0,029
Baik 22 31,4 11 15,7
Tabel 3. Hasil Uji Regresi Logistik yang Paling Berpengaruh Terhadap
Keterlambatan konsepsi pasutri pada laki-laki di kecamatan Palu Utara Kota Palu 2012
Variabel B S.E Wald df Sig. Exp(B) 95% CI
Lower Upper
Riwayat
PMS 1,724 0,515
11,201 1
0,001 5,608 2,043 15,393
Riwayat
Alkohol 2,460 0,451
29,765 1
0,000 11,705 4,837 28,327
Obesitas 0,826 0,439 3,540 1 0,060 2,283 0,966 5,396
Constant -1,907 0,395 23,364 1 0,008 0,149
DAFTAR PUSTAKA
Aflatoonia, A. (2009). The epidemiological and etiological aspects of infertility in Yazd province of Iran. Iranian Journal of Reproductive Medicine 23 (7): 12-2
Ambara, P. (2005). Pengertian infertilitas. (online) diunduh 6 Maret 2012. Available
from URL HYPERLINK
http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2005/9/18/kel4.html
Baker, (2008). Clinical Management of Male Infertility, (online) diunduh 28 Januari
2012. Available from URL HYPERLINK
http://www.endotext.org/male/male7/maleframe7.htm
Cunningham, and Beagley, (2010). Male Genital Tract Chlamydial Infection: Implications for Pathology and Infertility. Journal Biology of Reproduction 79(8) 180–189.
Effendi, A. (2008). Undescanded Testis Pada Bayi Baru Lahir Insidens Dan Perkembangannya, (online) diunduh 26 Januari 2012. Available from URL: HYPERLINK http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6185
Jarkko, (2006). Moderate Alkoholl Consumption and Disorders of Human Spermatogenesis. (online) diunduh 4 Maret 2012. Available from URL HYPERLINK http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1530-0277.1996.tb01648.x/abstract
Karmila, N. (2001). Infeksi Chlamydia Trachomatis. Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Sumatera Utara: Fakulas Kedokteran
Kurniawan, (2009). Infertilitas Pasutri. Artikel muslimah, (online) diunduh 3 Februari 2012. Available from URL HYPERLINK http://muslimah.or.id/kesehatan-muslimah/infertilitas-pasutri-1.html
Mendiola, dkk, 2008. Lifestyle factors and male infertility: an evidence-based review,(online) diunduh 7 Maret 2012. Available from URL HYPERLINK www.clevelandclinic.org/.../agradoc313.pdf…….
Ruby. (2007). Men’s body mass index and infertility. Journal of Human Reproduction, 22(9): 36-45
Sallmen M, dkk 2006. Reduced fertility among overweight and obese men. Epidemiology
Scholtmeijer R.J & F.H. Schroder. (1996). Urologi untuk praktek umum, Jakarta: EGC. Taher, A. 2008. Infertilitas Pada Pria; artikel, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, (online) diunduh 16 Februari 2012. Available from URL: HYPERLINK http://www.asrihospital.com/