• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK J"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Jalan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun

2004 adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu

lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah

permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,

jalan lori, dan jalan kabel.

1.1. SEJARAH DAN FUNGSI JALAN

a. Jejak

Sejarah jalan pada hakekatnya dimulai bersama dengan sejarah manusia,

pada saat mula pertama manusia ‘mendiami’ bumi. Usaha mereka yang

paling utama adalah mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup, yaitu

berupa kebutuhan makan dan minum.

Mereka (dan binatang) mencari tempat sumber-sumber makanan dan

minuman yang rintangannya paling sedikit, sehingga didapat jejak-jejak

saja, misal: jejak menuju danau atau sungai.

b. Jalan Setapak dan Lorong Tikus

Pada saat manusia sudah melakukan kehidupan secara berkelompok,

mereka membutuhkan tempat berdiam (meski sementara). Mereka

berpindah-pindah tempat secara musiman atau bila di tempat sekitarnya

ketersediaan bahan kebutuhan makan sudah berkurang atau habis.

Jejak-jejak yang menghubungkan antara tempat berdiam (seperti: gua) dengan

tempat atau sumber air misalnya, tampak berupa jejak jalan setapak atau di

(2)

Jalan setapak ini merupakan jalan musiman, yaitu jalan yang dilewati hanya

pada musim-musim tertentu sesuai dengan rotasi ekologi yang berkaitan

dengan kebutuhan makan dan minum, seperti: musim mencari ikan, musim

berburu, dan lain sebagainya.

c. Jalan Sebagai Prasarana Sosial

Pada saat kehidupan berkelompok manusia meningkat secara kuantitas, seiring

dengan berkembangnya tingkat keberadaban manusia, maka terbentuklah

suku-suku atau bangsa-bangsa. Mereka mulai menggunakan jalan secara

‘permanen’ untuk melakukan hubungan antar suku/bangsa, baik hubungan

sosial maupun ekonomis, berupa barter barang-barang kebutuhan hidup.

d. Jalan Sebagai Prasarana Sosial, Ekonomi, Politik, Militer dan Budaya

Sejarah mencatat, bangsa Persia (± 6 abad SM) dan bangsa Romawi (± 4 abad

SM) sudah menaruh perhatian yang besar kepada pembuatan jalan untuk

mempertahankan persatuan bangsanya dan untuk keperluan gerakan

tentaranya dalam rangka memperluas imperium (jalan berperan sebagai

prasarana politik dan militer), selanjutnya dengan perluasan imperium terjadi

suatu transformasi budaya terhadap bangsa-bangsa yang ditaklukan/dikuasai

(jalan berperan sebagai prasarana transformasi budaya)

Prestasi bangsa Persia dan Romawi dalam pembangunan jalan:

9 Semenjak abad ke-6 SM, bangsa Persia telah membuat jalan ± 1755 mil, yang melewati Asia kecil, Asia Barat Daya sampai Teluk Persia.

9 Antara abad ke 4 SM – abad ke 4 Masehi, bangsa bangsa Romawi telah membangun jalan ± 50.000 mil yang membentang mulai dari Italia –

Perancis – Inggris – hingga bagian barat Asia kecil dan bagian utara

Afrika

Sukses bangsa Romawi dalam membangun jalan, disebabkan oleh 3 faktor: 9 Ahli-ahli negara Bangsa Romawi banyak yang memahami dan tahu arti

pentingnya jalan sebagai prasarana perhubungan untuk mempertahankan

negara dan memperluas imperium.

9 Bangsa Romawi lebih mengenal teknik pembangunan jalan, dibandingkan dengan bangsa lain pada zamannya, Mereka telah mengenal lapisan

(3)

9 Bangsa Romawi memiliki armada tenaga kerja yang sangat besar, yaitu budak-budak dari bangsa jajahannya, disampng bala tentaranya bila tidak

ada perang.

e. Jalan Dalam Arti Strategi

9 Setelah kerajaan Romawi mulai runtuh pada pertengahan abad ke 4 M, maka jalan-jalan yang buatnya menjadi rusak, yang disebabkan kurangnya

perhatian/pemeliharaan.

Pada abad ke 5 M, orang Barbar merusak sama sekali jalan-jalan tersebut,

mereka takut mendapat serangan kembali dari bangsa Romawi (yang

dimungkinkan bangkit kembali) ataupun dari bangsa lain. Tindakan

destruktif tersebut diikuti pula oleh bangsa-bangsa lain, sehingga sistem

perangkutan darat (pada saat itu) sangat merosot, dimana gerobak-gerobak

(pengangkut barang) hampir hilang, dan barang diangkut kembali dengan

hewan (tanpa gerobak)

9 Pada abad ke 19 Deandles (Gubernur Belanda di Indonesia) membuat jalan membujur Pulau Jawa, yang meliputi: Merak – Jakarta – Bandung –

Cirebon – Purwokerto – Yogyakarta – Solo – Surabaya sampai

Banyuwangi (± 1500 Km), yang melewati kota-kota penting/pusat

kerajaan ⇒ dalam rngka menguasai ekonomi, keadaan dan ‘menjinakkan’

kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa.

9 Bangsa Jerman dalam mempersiapkan Perang Dunia ke 2, membangun jalan raya dari Berlin menuju ke segala penjuru untuk mensukseskan

blitz-kriegnya.

9 Dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia melawan Belanda yang unggul dalam persenjataan dan teknik militer, pejuang Indonesia

mela-kukan tindakan yang penting dalam arti strategis militer dan ekonomi (⇒

penghancuran jalan-jalan darat dan KA, penghancuran sumber produksi/

pabrik, dll)

Jalan bagi suatu bangsa: bahwa keadaan jalan & jaringannya, dapat dijadikan

barometer tentang tingginya kebudayaan & kemajuan ekonomi suatu bangsa

(4)

1.2. PENGELOMPOKAN JALAN

a. Lokasi

Lokasi jalan yang akan dibangun menentukan bentuk disain konstruksi

(geometrik), yang dipengaruhi oleh faktor-faktor utama seperti populasi dan

tata guna lahan. Karakteristik lokasi yang sangat relevan adalah kawasan

perkotaan (urban area) dan kawasan pedesaan – luar kota (rural area).

a.1. Jalan perkotaan (Urban road)

Jalan perkotaan dicirikan oleh: 9 konsentrasi populasi relatif tinggi

9 intensitas tata guna lahan relatif tinggi, dimana banyak lahan yang dipergunakan untuk perkantoran, pertokoan, pendidikan,

permu-kiman, dan lain-lain.

9 berdasar konsentrasi populasi dan intensitas tata guna lahan, maka kebutuhan akses (perjalanan) tinggi, sehingga volume arus lalu lintas

atau permintaan angkutan umum juga tinggi.

9 manual yang digunakan untuk disain konstruksi (geometrik) adalah Standar Perencanaan Geometrik Untuk Perkotaan, Maret 1992.

a.2. Jalan antar kota/luar kota (Rural road)

Jalan antar kota dicirikan oleh:

9 konsentrasi populasi relatif rendah

9 intensitas tata guna lahan yang relatif rendah, dimana sebagian besar lahan dipergunakan untuk kegiatan pertanian, perkebunan,

pertam-bangan, dan lain-lain.

9 berdasar konsentrasi populasi dan intensitas tata guna lahannya, maka kebutuhan akses (perjalanan) relatif rendah,

9 volume arus lalu lintas atau permintaan angkutan umum bergantung pada jarak antar kota yang dihubungkannya.

9 Manual yang dipergunakan untuk disain konstruksi (geometrik) adalah Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,

(5)

b. Pengelompokan Jalan Umum Menurut Sistem

b.1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua

simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

b.2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan

dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

c. Pengelompokan Jalan Umum Menurut Fungsi

c.1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata

tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

c.2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan pengumpul atau pembagi dengan cirri perjalanan jarak

sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c.3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan

rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

c.4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan

kecepatan rata-rata rendah.

Adapun implementasi pengelompokan jalan menurut fungsinya dalam sistem

jaringan jalan, dibedakan sebagai berikut:

♦ Sistem jaringan jalan primer, meliputi: Jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer dan jaringan jalan lokal primer. Hirarkie

sistem jaringan ini divisualisaikan pada gambar 1.1.

♦ Sistem jaringan jalan sekunder, meliputi: Jaringan jalan arteri sekunder, Jaringan jalan kolektor sekunder dan jaringan jalan lokal sekunder.

(6)
(7)
(8)

d. Pengelompokan Jalan Umum Menurut Status

d.1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota

provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

d.2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota

kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan

strategis provinsi.

d.3. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota

kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan

pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum

dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan

jalan strategis kabupaten.

d.4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota,

penghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan

antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang

berada di dalam kota.

d.5. Jalan desa merupakan jalan umum yang penghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

e. Pengaturan & Pengelompokan Jalan Umum Menurut Kelas

Untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas, jalan

dibagi dalam beberapa kelas jalan. Pembagian kelas jalan diatur sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan

angkutan jalan.

Pengaturan kelas jalan (menurut UURI nomor 38 tahun 2004) berdasarkan

spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas

hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

e.1. Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas

menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan

(9)

persim-pangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan,

paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan dilengkapi dengan

median;

e.2. Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus

dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi

dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah;

e.3. Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak

sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling

sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 7

(tujuh) meter;

e.4. Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas

setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar

paling sedikit 5,5 (lima setengah) meter.

Sedangkan pengelompokan kelas jalan menurut karakteristik kendaraan

yang dilayani, berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993: ♦ Jalan kelas I, merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan

bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2 500

milineter, ukuran panjang tidak melebihi 18 000 milimeter dan muatan

sumbu terberat (MST) yang diizinkan lebih besar dari 10 ton.

♦ Jalan kelas II, merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2 500

milineter, ukuran panjang tidak melebihi 18 000 milimeter dan muatan

sumbu terberat (MST) yang diizinkan 10 ton.

♦ Jalan kelas IIIA, merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar

tidak melebihi 2 500 milineter, ukuran panjang tidak melebihi 18 000

milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) yang diizinkan 8 ton. ♦ Jalan kelas IIIB, merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui

kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak

melebihi 2 500 milineter, ukuran panjang tidak melebihi 12 000

(10)

♦ Jalan kelas IIIC, merupakan jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2 100

milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9 000 milimeter dan muatan

sumbu terberat (MST) yang diizinkan 8 ton.

f. Menurut Medan - Topografi

Berdasarkan kondisi sebagian besar kelandaian – kemiringan medan yang

diukur tegak lurus terhadap garis kontur, maka untuk perencanaan

geometrik jalan medan diklasifikasikan sebagai berikut:

f.1. Medan datar, kemiringan medan < 3 %

f.2. Medan Perbukitan, kemiringan medan 3 – 25 %

f.3. Medan Pegunungan, kemiringan medan > 25 %

g. Tipe Jalan

g.1. Jalan Tidak Terbagi (TB), yaitu ruas jalan yang pembatas jalurnya berupa marka jalan (terputus-putus atau menerus/solid).

g.2. Jalan Terbagi (B), yaitu ruas jalan yang pembatas jalurnya berupa bangunan, yang disebut median, secara teknis berupa bangunan yang

dilengkapi dengan taman atau sekedar pasangan kerb beton.

Beberapa contoh tipe jalan yang dimaksud, divisualisasikan pada gambar

1.3 untuk tipe jalan 2 jalur – 2 lajur tak terbagi, gambar 1.4 untuk tipe

jalan 1 jalur – 2 lajur tak terbagi dan gambar 1.5 untuk tipe jalan 2 jalur –

(11)

Gambar 1.3 Jalan 2 jalur – 2 lajur – 2 arah (2/2 TB)

B

a

ta

s

T

e

p

i

M

a

rk

a

B

a

ta

s

T

e

p

i

L

a

ju

r

L

a

ju

r

Jalur Lalu Lint as

Pot ongan I - I

(12)

Gambar 1.4 Jalan 1 jalur – 2 lajur – 1 arah (2/1 TB)

Jalur Lalu Lint as

Pot ongan I - I

B

a

ta

s

T

e

p

i

M

a

rk

a

B

a

ta

s

T

e

p

i

L

a

ju

r

L

a

ju

r

(13)

h. Pengelompokan Jalan Berdasar Jenis Konstruksi

Berdasarkan jenis konstruksi (termasuk jenis material penyusun), maka

jalan dikelompokkan sebagai berikut:

h.1. Jalan tanah, yaitu berupa jalan yang tidak menggunakan material

tambahan yang lebih baik sebagai pengeras jalan. Jalan tanah pada

umumnya berkembang secara alamiah, sesuai dengan dinamika

masyarakat setempat.

h.2. Jalan konstruksi perkerasan batu pecah, yaitu perkerasan jalan yang Gambar 1.5 Jalan 2 jalur – 4 lajur Terbagi (2/4B)

I I

Jalur Lalu Lint as

(14)

dengan batuan yang berukuran lebih kecil (kerikil), sedangkan

bagian permukaan ditutup (dihampar) dengan batuan yang lebih

halus (pasir).

h.3. Jalan konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu

perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.

Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan

beban lalu lintas ke tanah dasar.

h.4. Jalan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan

yang menggunakan bahan semen (portland cement) sebagai bahan

pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas

tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas

sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

h.5. Jalan konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu

konstruksi jalan kombinasi antara perkerasan kaku dengan

perkerasan lentur. Implementasi yang lazim dari jenis konstruksi ini

adalah perkerasan lentur berada di atas perkerasan kaku.

j. Bagian-Bagian Jalan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004, menjelaskan

bagian-bagian jalan sebagai berikut:

j.1. Ruang Manfaat Jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk

konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta

ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan

atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki.

Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar, dari ruang

manfaat jalan, dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan

jalan.

Kriteria teknis ruang manfaat jalan, diantaranya:

♦ Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan.

♦ Tinggi ruang bebas 5 meter di atas permukaan pada sumbu jalan.

(15)

j.2. Ruang Milik Jalan (right of way) meliputi ruang manfaat jalan dan

sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih

menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas

ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan

keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan

pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang.

Lebar ruang milik jalan adalah sama dengan ruang manfaat jalan,

ditambah dengan ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi

5 meter dan kedalaman 1,5 meter.

j.3. Ruang Pengawasan Jalan adalah ruang tertentu yang terletak di

luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh

penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan pengemudi,

konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas,

dan tidak mengganggu fungsi jalan. Terganggunya fungsi jalan

disebabkan oleh pemanfaatan ruang pengawasan jalan yang tidak

sesuai dengan peruntukannya.

Lebar ruang pengawasan jalan diukur dari sumbu jalan, sebagai

berikut :

= jalan arteri, minimum 20 meter

= jalan kolektor, minimum 15 meter

= jalan lokal, minimum 10 meter

Ruang pengawasan jalan sebagai fasilitas untuk keselamatan

pemakai jalan, maka untuk di daerah tikungan ditentukan oleh jarak

pandang bebas.

Visualisasi dari bagian-bagian jalan tersebut, disajikan pada gambar 1.6

dan gambar 1.7.

k. Jenis / Bentuk Lain Jalan Raya

1). Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan

jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan

membayar tol. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan

untuk penggunaan jalan tol

(16)
(17)

1.3. TINGKAT PELAYANAN JALAN

Berdasar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 14 Tahun 2006, tingkat

pelayanan pada ruas jalan diklasifikasikan atas:

a. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi:

a.1. Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi;

a.2. Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat

diken-dalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/

minimum dan kondisi fisik jalan;

a.3. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa

atau dengan sedikit tundaan.

b. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi:

b.1. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai

dibatasi oleh kondisi lalu lintas;

b.2. Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum

mempe-ngaruhi kecepatan;

b.3. Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya

dan lajur jalan yang digunakan.

c. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi:

c.1. Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh

C

L

1, 50 3, 50 1, 00 7, 00 2, 00 7, 00 1, 00 3, 50 1, 50 Jalur Samping Jalur Lalu Lint as Jalur Lalu Lint as Jalur Samping Trot oar Separat or Median Separat or Trot oar

Gambar 1.7 Ruang Manfaat Jalan Dilengkapi Jalur Samping Dalam

(18)

c.2. Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas

meningkat;

c.3. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur

atau mendahului.

d. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi:

d.1. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan

kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan

kondisi arus;

d.2. Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan

hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang

besar;

d.3. Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan

kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir

untuk waktu yang singkat.

e. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi:

e.1. Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu

lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah;

e.2. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi;

e.3. Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.

f. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi:

f.1. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang;

f.2. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi

kemacetan untuk durasi yang cukup lama;

f.3. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.

Adapun tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan

jalan sesuai dengan fungsinya, dijelaskan sebagai berikut:

• Sistem jaringan jalan primer

(19)

• Sistem jaringan jalan sekunder sesuai fungsinya untuk:

9 jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; 9 jalan kolektor sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; 9 jalan lokal sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D; 9 jalan lingkungan, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D.

1.4. PROSEDUR PERENCANAAN JALAN RAYA

a. Standar Perencanaan

1) Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum

2) American Association Of State Highway and Transportation Oficial

(AASHTO)

b. Disiplin Ilmu Terkait

1) Geologi - Mekanika Tanah & Pondasi

2) Hidrologi

3) Hidrolika

4) Geodesi

5) Teknologi & Struktur Beton

6) Struktur Baja

7) Ekonomi Teknik

c. Prosedur Perencanaan

Untuk mendapatkan jalan raya yang ‘baik’ (biaya konstruksi murah,

biaya pemeliharaan rendah, pelayanan optimum, nilai ekonomis bagi

masyarakat maksimum), maka prosedur perencanaanya harus difahami

dengan baik oleh perencana jalan. Ada beberapa konsep prosedur

perencanaan jalan raya, 3 (tiga) diantaranya dikemukakan dalam buku

ini, yaitu:

1) Prosedur Perencanaan Jalan Raya Secara Umum

Prosedur perencanaan tipe ini bersifat sederhana dan global. Untuk

mendapatkan suatu rencana jalan yang baik, maka prosedur ini dapat

dijadikan referensi. Secara skematis, prosedur perencanaan jalan ini

(20)

9 Reconnaissance, yaitu berupa kegiatan observasi/peninjauan awal lokasi dari jalan raya yang akan dibangun.

9 Preliminary, yaitu berupa persiapan atau studi pendahuluan berkaitan dengan rencana pembangunan jalan raya.

9 Feasibility, yaitu berupa studi kelayakan atas pembangunan jalan. 9 Design, yaitu perencanaa (teknis) jalan raya berupa model 2

dimensi (gambar) atau model 3 dimensi (maket).

9 Construction, yaitu masa pelaksanaan pembangunan jalan raya dari rencana yang telah dibuat.

2) Prosedur Perencanaan Jalan Raya Berbasis Potensi Pergerakan

Berorientasi bahwa pelayanan jaringan jalan sangat dipengaruhi oleh

jumlah pergerakan (bangkitan pergerakan, sebaran pergerakan,

pemilihan moda/jenis kendaraan) dan kuantitas & kualitas jaringan

jalan (pembebanan rute). Kualitas pelayanan jaringan jalan yang baik Reconnaissance

Preliminary

Feasibility

D e s i g n

C o n s t r u c t i o n

M o d e l Final Design

Gambar 1.8 Diagram Alir Prosedur Perencanaan Jalan

(21)

(optimum) adalah apabila jumlah pergerakan relatif dapat dipenuhi

secara proporsional oleh sistem jaringan jalan, sehingga pergerakan

tidak banyak mengalami hambatan. Untuk mendapatkan ukuran jalan

yang baik (menurut orientasi tersebut), maka dalam perencanaan

jalan harus mengacu – berpedoman pada prosedur perencanaan jalan

tipe ini. Secara skematis, prosedur tipe ini dijelaskan gambar 1.9.

& Zoning adalah menentukan batas-batas wilayah dari satu ruang,

yang dilakukan untuk mengetahui pola perjalanan dari setiap

zona diantaranya dengan membuat kriteria homogenitas tata guna

lahan (land-use), misal: tata guna lahan permukiman (high

income, midlle income dan low income), tata guna lahan industri,

tata guna lahan pertanian/ perkebunan, dan lain-lainnya.

& Coding yaitu menetapkan dan menentukan kode-kode (biasanya

dalam bentuk angka) yang dipergunakan untuk mempermudah

analisa data, terutama analisa dengan menggunakan alat bantu

perangkat lunak (computerized system), misal: kode zona-zona

dalam wilayah studi, kode pergerakan kendaraan (lurus, belok

kiri, belok kanan), kode arah pergerakan (masuk wilayah studi,

keluar wilayah studi), dan lain sebagainya.

& Inventory atau pengumpulan data, baik data primer maupun data

sekunder. Data primer adalah data yang diambil sendiri oleh

peneliti, baik dengan cara observasi lapangan/pengukuran

langsung maupun dengan cara wawancara. Sedangkan data

sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, baik berupa

data mentah hasil pengukuran pihak lain maupun data matang

yang telah disajikan dalam suatu laporan penelitian. Data yang

dikumpulkan diupayakan selengkap mungkin, yang kiranya dapat

merepresentasikan semua aspek kehidupan masyarakat yang

berkaitan dengan kegiatan perjalanan. Dan pada saat

merenca-nakan pengumpulan data, hendaknya diantisipasi kemungkinan

terjadinya kekurangan data, baik dalam konteks ukuran sample

(22)

tidak 1. CODING &

ZONING 2. INVENTORY 3. FORCASTING I

4. TRIP FORCASTING

5. MASALAH THD INFRASTRUKTUR STOP

8. MASALAH THD. SKENARIO

ya

tidak ya

6. SKENARIO PEMECAHAN MASALAH

7. FORCASTING II

9. DETAIL PLAN

Gambar 1.9 Diagram Alir Prosedur Perencanaan Jalan Raya

(23)

& Forecasting I/Peramalan I, adalah tahapan untuk meramalkan permasalahan yang dimungkinkan akan timbul terhadap kondisi

eksisting. Pada peramalan ini, variabelnya dibuat sederhana/

makro, diantaranya adalah: aspek tata guna lahan, aspek

sosio-ekonomi dan aspek kebijakan & peraturan yang relevan.

& Trip Forecasting/Peramalan jumlah perjalanan yang akan terjadi

pada suatu wilayah studi dalam rentang waktu tertentu, sesuai

dengan tujuan dan sasaran studi yang dikehendaki. Peramalan

perjalanan ini meliputi ramalan jumlah perjalanan yang

dihasilkan (bangkitan perjalanan), ramalan sebaran perjalanan

(distribusi perjalanan), ramalan penggunaan/pemilihan moda

untuk perjalanan dan ramalan rute-rute jaringan transportasi yang

akan terbebani/pemilihan rute.

& Masalah Terhadap Eksisting Infra Struktur, yaitu suatu penilaian

kondisi eksisting infrastruktur sistem transportasi terhadap hasil

peramalan jumlah perjalanan yang akan terjadi. Dimana kapasitas

infrastruktur kondisi eksisting disimulasikan dengan jumlah

perjalanan yang akan terjadi, sehingga akan dapat diketahui

tingkat kinerja infrastruktur. Bila pada tahapan ini diketahui

bahwa tingkat kinerja infrastruktur masih ‘bagus’ (infrastruktur

kondisi eksisting tidak menimbulkan masalah) maka kegiatan

perencanaan bisa dihentikan. Namun sebaliknya, apabila

diketahui bahwa tingkat kinerja infrastruktur sudah ‘buruk’ maka

kegiatan perencanaan dilanjutkan untuk mencari skenario

pemecahannya.

& Skenario Pemecahan Masalah, adalah berupa upaya

pengembangan alernatif-alternatif yang mungkin dalam beberapa

untuk dapat mengatasi permasalahan yang akan terjadi menurut

hasil simulasi. Sehingga jumlah perjalanan yang terjadi dapat

dilayani dengan baik dengan tanpa mengakibatkan penurunan

(24)

pemecahan masalah setidaknya dapat mencakup permasalahan

seperti: infrastruktur, saran dan kebijakan.

& Forecasting II/Peramalan II ini secara sederhana merupakan

tindak lanjut dan gabungan dari peramalan I dengan peramalan

perjalanan, yang akan digunakan sebagai bahan kajian

perencanaan detail (detail plan).

& Masalah Terhadap Skenario. Pada tahapan ini, dilakukan

peni-laian (bisa juga simulasi) secara lebih komprehensif dari hasil

skenario pemecahan masalah yang merupakan alternatif terbaik/

optimal dengan hasil peramalan II. Dengan demikian standar

penilaian yang digunakan cukup lengkap, seperti: tingkat

pela-yanan/kinerja (level of service), biaya pengguna (user cost), nilai

waktu (time value), tingkat keselamatan (safety), tingkat

keamanan, konsentrasi polusi (pollution consentration), aspek

ekonomi (economic evaluation), aspek finansial (financial

evaluation).

& Detail Plan adalah proses akhir dari prosedur perencanaan jalan

berbasis potensi pergerakan, berupa hasil perencanaan (teknis)

jalan, yang mencakup gambar-gambar geometrik jalan, rencana

perkerasan, dan lain sebagainya.

3) Prosedur Perencanaan Jalan Raya Berdasar Kajian Teknis

Prosedur perencanaan jalan raya dengan kajian pendekatan teknis

yang relevan, dikemukakan secara skematis sebagaimana pada

(25)
(26)

1.5. RUANG LINGKUP PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Perencanaan Geometrik Jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan,

yang menitik beratkan pada perencanaan bentuk fisik jalan raya. Tujuan dari

perencanaan geo,etrik jalan adalah untuk memenuhi fungsi dasar jalan, yaitu

memberikan pelayanan kepada pergerakan arus lalu lintas (kendaraan)

secara optimum.

Sedangkan Sasaran perencanaan geometrik jalan adalah untuk menghasilkan

design infrastruktur jalan raya yang aman, efisien dalam pelayanan arus lalu

lintas dan memaksimumkan ratio tingkat penggunaan / biaya pelaksanaan.

Dasar-dasar dalam perencanaan geometrik jalan diantaranya adalah sifat

gerakan dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan

kendaraan, karakteristik arus lalu lintas.

Elemen daalam perencanaan geometrik jalan, yaitu :

•Penampang melintang, menjelaskan bagian-bagian dari (konstruksi) jalan

•Alinyemen horisontal/tikungan (trase jalan), memperlihatkan kondisi jalan yang lurus, menikung ke kiri - menikung ke kanan; dimana sumbu jalan

tampak berupa rangkaian garis lurus, atau lengkung berbentuk lingkaran

dan lengkung peralihan dari bentuk lurus ke bentuk busur lingkaran, atau

sebaliknya.

•Alinyemen vertikal (penampang memanjang), memperlihatkan kondisi jalan yang datar (0 %), mendaki (+ g%) atau menurun (- g%); dimana

kondisi ini berkait erat terhadap sifat operasi kendaraan, keamanan, jarak

pandang dan fungsi jalan, selanjutnya aspek ini berkaitan pula terhadap

terhadap estimasi volume galian dan timbunan yang harus dilakukan untuk

Gambar

Gambar 1.1  Sistem Jaringan Jalan Primer
Gambar 1.2  Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Gambar  1.3   Jalan 2 jalur – 2 lajur – 2 arah (2/2 TB)
Gambar  1.4   Jalan 1 jalur – 2 lajur – 1 arah (2/1 TB)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia sedangkan sumber daya manusia berkualitas sangat dipengaruhi oleh kualitas

Mengatasi permasalahan tersebut, peneliti berencana untuk mengembangkan lembar kegiatan siswa (LKS) yang dapat mencapai kompetensi sekaligus penguasaan keterampilan

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spectrum sinar tampak, umumnya dalam

BOGOR 2011.. Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi

After the codon optimization step, caf1 was synthesized by “gapless” PCR using 22 overlaping oligonucleotides cover the complete sequence of this gene.. The sequencing

Magister Pendidikan Ekonomi; berijazah Sarjana (S1) dengan disiplin ilmu (1) Sarjana Pendidikan Ekonomi (Pendidikan Dunia Usaha, Ekonomi Koperasi, Tata Niaga,

Pada awalnya PT Garuda Indonesia selaku airlines melaksanakan kegiatan ground handling untuk keperluan perusahaan sendiri, mengingat kebutuhan akan pelayanan yang