BAB II
PERANAN DAN KEDUDUKAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN
A. Proses Hukum pembentukan Perusahaan Induk
Adakalanya bisnis dari suatu perusahaan sudah sedemikian besar dan melebar sehingga perusahaan itu sendiri perlu dipecah pecah menurut penggolongan bisnisnya. Tetapi merupakan kebutuhan pula agar bisnis yang telah dipecah-pecah tersebut, yang masing masing akan menjadi Perseroan Terbatas yang mandiri masih dalam kepemilikan yang sama dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam bentuk-bentuk dan batas-batas tertentu11
Untuk itu, pecahan-pecahan perusahaan tersebut bersama-sama dengan perusahaan-perusahaan lain yang mungkin telah terlebih dahulu ada, dengan pemilik yang sama atau minimal ada hubungan khusus, dimiliki dan pimpin oleh suatu perusahaan yang mandiri pula. Perusahaan pemilik (dan pemimpin) ini yang disebut sebagai perusahaan induk (holding)
.
12
Perusahaan Induk sering juga disebut dengan Holding Company, parent
company, atau Controlling Company. Yang dimaksud dengan perusahaan induk
adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu Perusahaan Induk memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang sangat berbeda-beda
.
13
11
Fuady, Munir. Hukum bisnis dalam teori dan praktek. Buku kesatu. Bandung : PT Citra Aditya Bakti,1996, hal 88 12 Ibid 13 Ibid .
Proses pembentukan perusahaan induk dapat dilakukan dengan tiga prosedur,yaitu : 1. Prosedur residu 2. Prosedur penuh 3. Prosedur terprogram (1). Prosedur residu
Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai dengan masing-masing sekor usaha. Perusahaan yang telah dipecah-pecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi perusahaan Induk, yang juga memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.
(2). Prosedur Penuh
Pada prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonversi dalam suatu perusahaan induk. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan induk bukan sisa dari perusahaan asal seperti prosedur residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan induk ini dapat berupa:
1. Dibentuk perusahaan baru
2. diambil salah satu dari perusahan yang sudah ada tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan
3. diakusisi perusahaan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain.
(3). Prosedur terprogram
Dalam prosedur ini, sejak semula orang-orang bisnis tersebut sudah sadar akan pentingnya perusahaan induk. Sejak awal mula sudah terpikir untuk membentuk suatu perusahaan induk. Karenanya, perusahaan yang pertamasekali didirikan dalam grupnya adalah perusahaan induk. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan induk sebagai partner bisnis. Dengan demikian, maka jumlah perusahaan baru sebagai anak perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan.
Apabila dilihat dari segi usaha variasi usahanya, suatu grup usaha konglomerat dapat digolong-golongkan kedalam kategori sebagai berikut :
1. Grup usaha vertikal,
2. Grup usaha horisontal. Dan 3. Grup usaha kombinasi
Untuk itu dapat dijelaskan sebagai berikut ;
1). Grup usaha vertikal
Dalam grup ini, jenis-jenis usaha dari masing-masing perusahaan satu sama lain masih tergolong serupa. Hanya mata rantainya saja yang berbeda. Misalnya ada anak perusahaan yang menyediakan bahan baku, ada yang memproduksi bahan setengah jadi, bahan jadi, bahkan ada pula yang bergerak dibidang eksport-import. Jadi, suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis produksi dari hulu ke hilir. Untuk itu, dapat dilihat dari diagram berikut 14
14
Said, M, N, Perusahaan-perusahaan Pemerintah di Indonesia. Alumni, Bandung, 1985. Hal 34
Keterangan :
H : Perusahaan Induk A : perusahaan anak
2). Grup usaha horisomtal
Dalam grup usaha horizontal, bisnis dari masing-masing anak perusahaan tidak ada kaitannya antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu, dapat diskemakan sebagai berikut15
15
Ibid
Grup usaha horizontal
3). Grup usaha kombinasi
Ada juga grup usaha, dimana jika dilihat dari segi bisnis anak perusahaannya, ternyata ada yang terkait dalam suatu mata rantai produksi (dari hulu ke hilir), disamping ada juga anak perusahaan yang bidang bisnisnya terlepas dari satu sama lain. Sehingga dalam grup tersebut terdapat kombinasi antara grup vertical dengan grup horizontal. Diagram berikut ini menunjukkan bagaimana struktur dari grup usaha kombinasi16
Grup usaha kombinasi
.
16
Dilihat dari sumber hukum perusahaan, sumber hukum perusahaan adalah setiap pihak yang menciptakan kaidah atau ketentuan hukum perusahaan. Pihak-pihak tersebut dapat berupa badan Legislatif yang menciptakan Undang-Undang. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang menciptakan kontrak, hakim yang memutuskan perkara yang menciptakan yurisprudensi, masyarakat pengusaha yang menciptakan kebiasaan mengenai perusahaan. Dengan demikian, hukum perusahaan itu terdiri dari kaidah-kaidah atau ketentuan yang tersebar dalam Perundang-Undangan, kontrak, yurisprudensi, dan kebiasaan mengenai perusahaan.
Dalam Perundang-Undangan yang meliputi ketentuan Undang-Undang peninggalan zaman Hindia Belanda dahulu, yang masih berlaku hingga sekarang ini berdasarkan aturan peralihan UUD 1945, seperti ketentuan yang terdapat dalam KUHPdt dan KUHD. Selain itu, sudah banyak Undang-Undang yang diciptakan
Pembuat Undang-Undang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 mengenai perusahaan yang berkembang cukup pesat hingga sekarang ini.
Dengan mengacu kepada Undang-undang wajib daftar perusahaan, maka perusahaan didefenisikan sebagai “setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba”. Bertitik tolak dari defenisi berikut, maka lingkup pembahasan hukum perusahaan meliputi dua hal pokok, yaitu bentuk usaha dan jenis usaha17. Tegasnya hukum perusahaan meliputi bentuk usaha dan jenis usaha. Keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan jenis usaha disebut dalam hukum perusahaan18
B. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN DARI PERUSAHAAAN INDUK
.
Sungguh pun eksistensi suatu grup usaha konglomerat cenderung untuk mempunyai perusahaan induk (holding) , tetapi keberadaan dari perusahaan induk itu sendiri punya keuntungan dan kerugian. Di antara keuntungan mempunyai suatu prerusahaan induk dalam suatu kelompok usaha adalah sebagai berikut:
1). KEMANDIRIAN RISIKO
Karena masing-masing anak perusahaan merupakan badan hukum berdiri sendiri yang secara legal terpisah satu sama lain, maka pada prinsip nya setiap kewajiban , risiko dan klaim dari pihak ketiga terhadap suatu anak perusahaan tidak dapat di brban kan kepada anak perusahaan yang lain, walaupun masing- masing anak
17
Drs. C. S. T. Kansil , S.H. Hukum Perusahaan Indonesia.Jakarta.PT Pradnya Paramitha.hal 109
18
perusahaan tersebut masih dalam suatu grup usaha , atau dimiliki oleh pihak yang sama. Namun demikian , prinsip kemandirian anak perusahaan ini dalam hal dpat diterobos19
Kadang kala perusahaan induk dapat melakukan kotrol yang lebih besar terhadap anak perusahaan, sungguh pun misal nya memiliki saham di anak perusahaan kurang dari 50%
.
2). HAK PENGAWASAN YANG LEBIH BESAR
20
c). Jika perusahaan induk diberikan hak veto .
Hal seperti ini dapat terjadi antara lain dalam hal-hal sebagai berikut:
a). Eksistensi perusahaan induk dalam anak perusahaaan sangat diharap kan oleh anak perusahaan. Bias jadi disebabbkan karena perusahaan holding dan/atau pemiliknya sudah sangat terkenal.
b). Jika pemegang saham lain selain perusahaan induk tersebut banyak dan terpisah-terpisah
21
Perusahaan induk dapat mengontrol seluruh anak perusahaan dalam suatu grup usaha, sehingga kaitan nya lebih mudah diawasi
.
3). PENGOTROLAN YANG LEBIH MUDAH DAN EFEKTIF
22 19 Ibid. 20 Ibid. 21 Ibid. 22 Ibid. . 4). OPERASIONAL YANG LEBIH EFISIEN
Dapat terjadi bahwa atas prakarsa dari perusahaan induk, nasing-masing anak perusahaan dapat saling bekerja sama, saling membantu sama lain. Misal nya promosi bersama, pelatihan bersama, saling meminjam sumber daya manusia, dan sebagai nya. Disamping itu, kegiatan masing-masing anak perusahaan tidak 0verlapping23
Karena masing-masing anak perusahaan lebih besar dan lebih bonafid dalam suatu kesatuan dibandingkan jika masing-masing lepas satu sama lain, maka kemungkinan mendapatkan dana oleh anak perusahaan dari pihak ketiga relative lebih besar. Disampin itu, perusahaan induk maupun anak perusahaan lainnya dalam grup yang bersangkutan dapat memberikan berbagai jaminan hutang terhadap hutangnya anak perusahaan yang lain dalam grup yang bersangkutan
.
5). KEMUDAHAN SUMBER MODAL
24 23 Ibid. 24 Ibid. .
6). KEAKURATAN KEPUTUSAN YANG DIAMBIL
Karena keputusan diambil secara central oleh induk perusahaan, maka tingkat akurasi keputusan yang diambil dapat lebih terjamin dan lebih prospektif. Hal ini disebabkan, disamping karena staf manajemen perusahaan induk mempunyai kesempatan untuk mengetahui persoalan anak, tetapi juga staf manajemen perusahaan induk mempunyai kesempatan untuk mengetahui persoalan bisnis lebih banyak, karena dapat memperbandingkan dengan anak perusahaan lain dalam grup yang sama, bahkan mungkin belajar dari pengalaman anak perusahaan lain tersebut. Walaupun begitu, manfaat seperti ini tidak dipunyai perusahaan dalam grup konglomerat investasi.
Disamping keuntungan dari eksistensi perusahaan induk dalam suatu grup usaha konglomerat, terdapat pula kerugian-kerugian. Kerugian-kerugian tersebut antara lain dapat disebutkan sebagai berikut.
1). Pajak ganda
Dengan adanya perusahaan induk, maka terjadilah pembayaran pajak berganda. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan pemungutan pajak ketika deviden diberikan kepada perusahaan induk sebagai pemegang saham. Kecuali perusahaan induk merupakan perusahaan modal ventura, yang memegang saham sebagai penanaman modal pada investee company. Dalam hal ini Undang-Undang pajak yang berlaku sekarang tidak memberlakukan pajak ganda25
Karena harus diputuskan oleh manajemen perusahaan induk, maka mata rantai pengambilan keputusan akan menjadi lebih panjang dan lamban. Kecuali pada perusahaan induk investasi, yang memang tidak ikut terlibat dalam manajemen perusahaan induk
. 2). Lebih birokratis
26
Keberadaan perusahaan induk dapat lebih memberikan kemungkinan akan adanya management one man show oleh perusahaan induk. Ini akan berbahaya, terlebih lagi terhadap kelompok usaha yang horizontal, atau model kombinasi, dimana kegiatan bisnisnya sangat beraneka ragam. Sehingga, masing-masing bidang
.
3). Management one man show
25
Gatot Supramono,S.H.,M.Hum, kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam gugatan perdata di Pengadilan,(Jakarta: PT.Rineka Cipta,2007)hal.87
26
bisnis tersebut membutuhkan skill dan pengambilan keputusan sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu sama lain27
Variasi hubungan hukum antara perusahaan induk dengan anak perusahaan juga terlihat dari terdapatnya klasifikasi perusahaan induk.klasifikasi perusahaan induk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai criteria berupa tinjauan dari keterlibatannya dalam berbisnis, keterlibatannya dalam hal pengambilan keputusan, dan keterlibatan dalam hal equity
. 4). Conglomerat game
Terdapat kecenderungan terjadinya conglomerate game, yang dalam hal ini berkonotasi negative, seperti manipulasi pelaporan income perusahaan, transfer pricing, atau membesar-besarkan informasi tertentu.
5). Penutupan usaha
Terdapat kecenderungan yang lebih besar untuk menutup usaha dari satu atau lebih anak perusahaan jika usaha tersebut mengalami kerugian usaha.
6). Resiko usaha
Membesarkan resiko kerugian seiring dengan membesarnya keuntungan perusahaan.
C.KLASIFIKASI PERUSAHAAN INDUK.
28
Klasifikasi perusahaan induk ditinjau dari segi keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis, apabila dipakai sebagai kriterianya berupa keterlibatan perusahaan
.
27
Ibid.
28
Munir Fuady,S.H.M.H.LL.M, Hukum Perusahaan dalam paradigma hukum bisnis (Bandung:PT.Citra Aditya Bakti, 1999)hal.95
induk dalam berbisnis sendiri(tidak lewat anak perusahaan), maka perusahaan induk dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) Perusahaan induk semata-mata
Jenis perusahaan induk semata-mata ini secara de facto tidak melakukan bisnis sendiri dalam praktek, terlepas dari bagaimana pengaturan dalam anggaran dasarnya. Sebab, jarang ada anggaran dasar perusahaan yang menyebutkan bahwa maksud dan tujuan perusahaan semata-mata untuk menjadi perusahaan induk. Akan tetapi disebutkan bahwa perusahaan induk tersebut juga mempunyai maksud dan tujuan umumnya di berbagai bisnis. Jadi perusahaan induk semata-mata ini sebenarnya memang dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan mengontrol anak perusahaannya. Tidak lebih dari itu29
(b) Perusahaan induk beroperasi .
Berbeda dengan perusahaan induk semata-mata, perusahaan induk beroperasi disamping bertugas memegang saham dan mengontrol anak perusahaan, juga melakukan bisnis sendiri. Biasanya perusahaan induk seperti ini memang dari semula, sebelum menjadi perusahaan induk, sudah terlebih dahulu aktif berbisnis sendiri. Sebab, dikhawatirkan akan menjadi masalah jika dengan menjadi perusahaan induk kemudian dihentikan usaha bisnisnya yang sudah terlebih dahulu dilakukannya. Yakni, disamping harus memenuhi prosedur hukum tertentu yang kadang tidak mudah jika bisnisnya dihentikan atau dialihkan kepada pihak lain, apalagi jika banyak ongoing transaction dengan pihak mitra bisnis tersebut.
29
Disamping kekhawatiran akan menurunnya perkembangan bisnis jika bisnisnya itu dialihkan ke perusahaan lain30
(a) Perusahaan induk investasi
.
Klasifikasi perusahaan induk ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dilihat dari factor sejauh mana perusahaan induk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan oleh anak perusahaan, maka perusahaan induk dapat dibeda-bedakan kedalam dua (2) kategori, yaitu :
(b) Perusahaan induk manajemen
1. Perusahaan induk investasi
Dalam hal ini, tinjauan dari perusahaan induk investasi memiliki saham pada anak perusahaan semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu mencapuri soal manajemen dari anak perusahaan. Biasanya dalam praktek, eksistensi dari perusahaan induk investasi disebabkan karena factor-faktor sebagai berikut31
(i) Perusahaan induk tidak mempunyai kemauan / kemampuan / pengalaman / pengetahuan terhadap bisnis anak perusahaannya.
:
(ii) Perusahaan induk hanya memegang saham minoritas pada anak perusahaan.
(iii) Mitra usaha dalam anak perusahaan lebih mampu . lebih terkenal dalam bidang bisnisnya.
30
Ibid.
31
2. Perusahaan induk manajemen
Berbeda dengan perusahaan induk investasi, pada perusahaan induk manajemen, keterlibatannya pada anak perusahaan tidak hanya memegang saham pasif semata-mata. Tetapi ikut juga mencampuri, atau setidak-tidaknya memonitor terhadap pengambilan keputusan bisnis dari anak perusahaan32
(i) Bisnis perusahaan konglomerat tersebut akan keropos dan mati pelan-pelan atau bahkan mati mendadak.
.
Keterlibatan yang terlalu jauh dari pemilik perusahaan induk kedalam manajemen anak perusahaan, berarti kurang memberi kesempatan kepada anak perusahaan untuk mempunyai direktur yang professional yang dapat bekerja secara independent. Jika misalnya kepada perusahaan indukpun tidak dipercayakan manajemennya kepada para professional, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah hal-hal sebagai berikut :
(ii) Para pihak pemilik usaha konglomerat cukup mampu mengelola bisnisnya, tetapi bisnisnya itu tidak mampu bertahan sampai ke generasi kedua, apalagi kegenerasi ketiga. Banyak contoh dalam hal ini dapat disebutkan. Misalnya musibah-musibah yang terjadi di awal decade Sembilan puluhan, yang menimpa beberapa grup usaha konglomerat di Indonesia ini. Ambruknya grup summa justru ketika generasi kedua dari konglomerat astra mulai memegang tampuk pimpinan. Sebab, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa eksistensi dari grup summa merupakan pemandirian dari sebagian perusahaan /
32
bisnis dari grup astra. Demikian juga dengan kesulitan likuiditas grup mantrust di awal decade Sembilan puluhan tersebut, juga terjadi ketika generasi kedua mulai naik tahta. Sementara krisis grup bentoel juga di awal decade Sembilan puluhan terjadi ketika grup tersebut masih ditangani oleh generasi kedua, sungguhpun grup bentoel ini sudah mulai masuk ke generasi ketiga. Krisis di generasi kedua juga melanda grup pardede di Medan, atau grup gunung agung di Jakarta.
Data pada tahun 1993 menunjukkan bahwa grup usaha yang telah sampai ke generasi ketiga di Indonesia sedikit sekali,yakni seperti terlihat pada table sebagai berikut33
NO
:
Nama group Generasi ketiga
1 Bentoel Hengky E.S. Satyadharma
2 Hadlex Janto Hidjadja
3 Jamu Jago Jaya Sempurna
4 Nyonya meneer Charles Ong
5 Sampoerna Putera Sampurna
Terlihat bahwa secara yuridis banyak factor internal perusahaan yang cukup potensial dapat menggerogoti grup usaha konglomerat dari dalam. Hal tersebut dapat pula menyebabkan eksistensi kelompok usaha konglomerat tersebut terancam.
Secara yuridis, keterlibatan perusahaan induk dalam pengambilan keputusan anak perusahaan dimungkinkan dengan memakai beberapa pola sebagai berikut :
(i) Operasionalisasi hak veto
(ii) Ikut serta dalam dewan direksi secara langsung.
33
(iii) Ikut serta dalam dewan komisaris
(iv) Ikut serta dalam kepengurusan / komisaris secara tidak langsung (v) Ikut serta tanpa ikatan yuridis
Selanjutnya akan ditinjau satu persatu dari kategori perusahaan induk dimaksud. (a) Operasional hak veto
Perusahaan induk dapat melakukan pengawasan terhadap anak perusahaan dengan menggunakan hak veto yang ada pada perusahaan induk. Sebagai pemegang saham pada anak perusahaan, perusahaan induk secara yuridis dianggap mempunyai kekuasaan tertinggi, yang mekanisme dapat dilakukan lewat Rapat Umum Pemegang Saham (biasa atau luar biasa). Konsekuensinya, perusahaan induk mempunyai hak veto yakni apabila ;
(i) Perusahaan induk memegang saham dalam jumlah sedemikian rupa, sehingga selalu memenuhi quorum Rapat Umum Pemegang Saham dan / atau dapat mengambil keputusan sendiri berdasarkan suara terbanyak seperti dimaksudkan kedalam anggaran dasar perusahaan. (ii) Dapat mempengaruhi mitra/mitra-mitranya, yaitu pemegang saham
lainnya untuk berpihak kepadanya dalam hal pemberian suara.
(iii) Sungguhpun perusahaan induk misalnya memegang saham saham minoritas, tetapi oleh anggaran dasar misalnya memberikan hak veto kepadanya. Undang tentang perseroan terbatas, Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tidak secara tegas melarang ataupun membenarkan pemberian “hak veto” kepada salah satu atau beberapa pemegang saham tertentu. Yang jelas, menurut Pasal 86 ayat (1)
Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, tidaklah dimungkinkan suatu Rapat Umum Pemegang Saham mengambil keputusan jika suara yang setuju kurang dari simple majority, dalam hal ini Pasal 86 ayat (1) tersebut menggunakan istilah “suara terbanyak biasa.” Tetapi jika penggunaan semacam veto untuk tetap bertahan pada status quo memang dimungkinkan oleh pasal tersebut lewat voting dengan menggunakan asas super majority. Hal ini baik karena ditentukan sendiri dalam anggaran dasar berdasarkan kemungkinan yang diberikan oleh pasal 86 ayat (1), ataupun terhadap hal-hal yang oleh Undang-Undang tentang perseroan terbatas telah ditentukan untuk quorum khusus, seperti Pasal 88 ayat(1) tentang perubahan anggaran dasar. Disamping itu, dengan dibukanya system saham tanpa hak suara, maka pemberlakuan hak veto kepada pemegang saham tertentu kembali terbuka, dengan tidak memberi hak suara kepada pemegang saham lainnya.
(b) Ikut serta dalam dewan direksi secara langsung
Mungkin juga dan memang sering terjadi bahwa direktur utama dan/atau salah seorang direktur dari anak perusahaan dipegang oleh direktur perusahaan induk ataupun para nominee mereka. Konsekuensinya, perusahaan induk pemilik grup usaha konglomerat dapat secara langsung mendikte jalannya bisnis anak perusahaan.
Pola keikutsertaan dalam dewan direksi atau dewan komisaris ini banyak terjadi pada grup usaha konglomerat di Indonesia saat ini, sehingga menimbulkan fenomena sebagai berikut34
- management one man show, ;
- management perusahaan keluarga, - management tertutup,
- usaha konglomerat sulit bertahan sampai ke generasi selanjutnya.
(c) Ikut serta dalam dewan komisaris.
Dapat juga usaha memantau jalannya bisnis anak perusahaan dengan cara direktur / komisaris / pemilik perusahaan induk duduk sebagai presiden komisaris / amggota komisaris, akhirnya para pemegang saham sebagai pemutus terakhir, keikutsertaan dalam board komisaris tersebut sudah sangat merepotkan direktur perusahaan jika misalnya akan dilakukan bisnis yang bertentangan dengan kehendak komisaris
(d) Ikut serta dalam kepengurusan / komisaris secara tidak langsung
Tidak jarang pula para pemilik tidak langsung menduduki jabatan di dewan direksi / komisaris, tetapi hanya mengangkat orang-orang kepercayaannya (nominee), baik mereka yang berhubungan tali keluarga atau tidak. Mereka inilah yang menduduki jabatan sebagai direktur atau komisaris dari anak perusahaan. Sebagai nominee, mereka selalu tunduk dan patuh kepada atasan, karena itu pula selalu menjalankan kewajibannya sesuai dengan kehendak atasannya itu, yang dalam hal ini adalah perusahaan induk.
34
(e) Ikut serta tanpa ikatan yuridis
Terutama jika pemilik perusahaan induk yaitu orang yang cukup punya nama dan disegani, maka sungguhpun dia tidak ikut dalam board (direksi / komisaris), tetapi dia selalu dapat mendikte jalannya anak perusahaan. Dalam hal ini, board terpaksa menuruti kehendak pemilik perusahaan induk, karena :
(i) Adanya ikatan moral, dan/atau
(ii) Demi melestarikan kedudukannya sebagai board, sebab sewaktu-waktu dapat saja diberhentikan dari jabatannya oleh Rapat Umum Pemegang Saham, rapat mana mungkin dapat didikte oleh perusahaan induk.
Jika melihat kepada sejauh mana perusahaan induk terlibat dalam equity dari anak perusahaan, maka perusahaan induk dapat dibagi kedalam :
(a) Perusahaan induk afiliasi, (b) Perusahaan induk subsidiary,
(c) Perusahaan induk non kompetitif, dan (d) Perusahaan induk kombinasi
Berikut ini penjelasan satu persatu dari masing-masing kategori dimaksud35 (a) Perusahaan induk afiliasi
.
Dalam hal ini perusahaan induk memegang saham pada anak perusahaan tidak sampai 51 % dari saham anak perusahaan.
(b) Perusahaan induk subsidiary
35
Pada perusahaan induk subsidiary, perusahaan induk memiliki saham pada anak perusahaan sampai 51 % atau lebih. Sehingga, kedudukan perusahaan induk bagi anak perusahaan sangat menentukan,.
(c) Perusahaan induk non kompetitif
Dengan perusahaan induk non kompetitif, dimaksudkan setiap perusahaan induk yang memiliki saham tidak sampai 51 %, tetapi tetap tidak kompetitif dibandingkan pemegang saham lainnya. Hal ini dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut :
(i) Jika pemegang saham lebih dari dua pihak, sehingga sungguhpun perusahaan induk tidak sampai memegang saham 51 %, tetapi presentasinya masih yang terbesar dibandingkan dengan masing-masing pemegang saham lainnya.
(ii) Sungguhpun perusahaan induk memegang saham lebih kecil dari pemegang saham lainnya, tetapi perusahaan induk mempunyai hubungan tertentu secara kontraktual dengan pemegang saham lainnya, misalnya ada saham pihak lain yang digadaikan / difidusiakan kepada perusahaan induk. (iii) Perusahaan induk, sungguhpun minoritas, tetapi diberikan hak veto oleh
anggaran dasar anak perusahaan. Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas hanya membenarkan pemberian hak veto untuk statusquo lewat pemberlakuan asas voting super majority, dan lewat pemberlakuan saham tanpa suara36
(d) Perusahaan induk kombinasi. .
36
Munir Fuady,S.H.M.H.LL.M,perseroan terbatas dalam paradigma baru(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti,2003)hal.135
Jenis perusahaan induk selanjutnya, yang justru kebanyakan terdapat dalam praktek adalah jenis kombinasi, yakni kombinasi antara perusahaan induk afiliasi, subsidiary dan non kompetitif seperti tersebut diatas. Dalam hal ini, suatu perusahaan induk memiliki saham pada beberapa anak perusahaan sekaligus, dimana ada yang memegang saham sampai 51% atau lebih, dan ada yang kurang dari 51%, kompetitif atau non kompetitif. Dan dinamika dari kepemilikan saham oleh perusahaan induk dalam praktek juga tidak stabil. Suatu ketika menjadi subsidiary, tetapi pada suatu ketika berubah menjadi afiliasi. Demikian juga sebaliknya37.
37