Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan
Renata Pardosi
Skripsi
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Judul : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan
Nama : Renata Pardosi
NIM : 051101058
Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2009-2010
ABSTRAK
Perilaku ibu dalam pemberian makanan tambahan adalah perilaku yang dilakukan oleh ibu dengan memberikan makanan tambahan yang mengandung energi dan zat-zat gizi berupa makanan pokok, lauk hewani/nabati, sayuran dan buah-buahan yang diolah sendiri maupun olahan pabrik yang diberikan pada bayi setelah berusia enam bulan. Namun, di masyarakat masih banyak ibu yang telah memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan yang dampaknya dapat beresiko pada kesehatan bayi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku ibu dalam pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan, dengan menggunakan desain deskriptif. Kriteria sampel adalah ibu-ibu yang memiliki bayi kurang dari enam bulan dan telah diberikan makanan tambahan. Jumlah sampel sebanyak 46 orang dan menggunakan teknik total sampling. Penelitian dilakukan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar pada tanggal 1 Juli sampai 11 Juli 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan tambahan yang diberikan ibu adalah susu formula (93,5%) dan nasi tim (23,9%). Jumlah makanan tambahan yang diberikan ibu kurang dari 5 sendok makan adalah nasi tim (19,5%) dan biskuit (10,8%), serta susu formula lebih dari 300cc (36,9%). Waktu pemberian susu formula dan air putih (100%) diberikan pada pagi, siang dan sore hari, serta (93,5%) pada selingan pagi dan selingan siang. Ibu memberikan nasi tim pada pagi (15,2%), siang (10,8%), dan sore (13%). Frekuensi makanan tambahan yang diberikan ibu adalah susu formula (76,1%) dan air putih (84,6%) setiap hari, makanan pokok (23,9%), nasi tim (19,5%), dan sayur hijau (13%) setiap hari, serta pisang (6,5%) 1-2 kali seminggu. Alasan ibu memberikan makanan tambahan agar bayi lebih sehat (89,1%), dan resiko setelah pemberian makanan tambahan pada bayi sering susah buang air besar (BAB) (26,1%),
Berdasarkan hasil penelitian, tim kesehatan perlu melakukan penyuluhan mengenai resiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan dan mendukung ibu mengikuti program ASI eksklusif.
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari
Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan”, yang
merupakan salah satu syarat bagi penulis menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih kepada Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan
Fakultas Keperawatan USU dan kepada Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku
Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU. Terima kasih yang
sebesar-besarnya pada Ibu Farida Linda Sari Siregar S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen
pembimbing skripsi penulis dan selalu sabar untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini. Juga kepada Nur Asnah
Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II dan bersedia menguji
validitas data penulis, serta Ibu Reni Asmara Ariga S.Kp, MARS selaku dosen
penguji III. Terima kasih buat kedua dosen penguji yang telah berkenan
menyediakan waktu dan memberikan masukan-masukan yang berharga dalam
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih pula pada Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns
dan Bapak Ikhsanuddin, SKp, MNS yang pernah menjadi dosen pembimbing
akademik penulis, serta Ibu Luftiani, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing
akademik saat ini dan para dosen yang telah banyak mendidik penulis selama
proses perkuliahan.
Terima kasih kepada Ibu dr. Nensi Hutagalung selaku Kepala Puskesmas
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Simalingkar yang telah membantu penulis selama proses pembuatan skripsi ini
beserta segenap pihak yang berada di Puskesmas Simalingkar.
Teristimewa kepada Bapak H. Pardosi dan Mama N. br Pardede tercinta
atas didikan, kasih sayang dan doa yang telah diberikan selama ini. Kepada
saudara-saudaraku (Bang Jonri, Bang Gilbert ,dan Adek Rionardo) yang
mencurahkan segalanya, Uda Nomensen dan Pardosi’s family serta sobat
sePerumnas (Heni dan Nancy a long life together) yang memberi motivasi.
Teman-teman seperjuangan stambuk 2005 yang senantiasa memberikan
semangat kepada penulis. Sahabat-sahabatku Polma’brain, Mindo’spirit,
Eva’share, Oon’energy, Domi’plus, Nenci’funny dan Rianti’energy, K’Herlina,
(Echa, Silvi, Dina M) dan semua sobat belajar bersama di kampus tercinta yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Tuhan selalu mencurahkan
berkatNya pada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Semoga
skripsi ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi
keperawatan.
Medan, Juli 2009
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR SKEMA ... viii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku ... 8
2.1.1 Defenisi Perilaku ... 8
2.1.2 Domain Perilaku ... 8
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 10
2.2 Makanan Tambahan ... 11
2.2.1 Defenisi Makanan Tambahan ... 11
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Pemberian Makanan Tambahan ... 12
2.2.3 Komposisi Makanan Tambahan ... 13
2.2.4 Jenis Makanan Tambahan ... 16
2.2.5 Jumlah, Waktu, dan Frekuensi Pemberian Makanan Tambahan ... 20
2.3 Pemberian ASI dan Makanan Tambahan Menurut Usia Bayi ... 25
2.3.1 Pemberian ASI Eksklusif Bayi Usia 0-6 bulan ... 25
2.3.2 Makanan Tambahan Bayi Usia 6-9 Bulan ... 26
2.3.3 Makanan Tambahan Bayi Usia 9-12 Bulan ... 28
2.3.4 Makanan Tambahan Bayi Usia 12-24 Bulan... 29
2.4 Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan ... 31
2.4.1 Alasan Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan ... 31
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian... 40
3.2 Defenisi Operasional ... 41
BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 42
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 42
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43
4.4 Pertimbangan Etik ... 43
4.5 Instrumen Penelitian ... 44
4.6 Uji Validitas Instrumen... 45
4.7 Pengumpulan Data ... 46
4.8 Analisa Data ... 47
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 48
5.1.1 Karakteristik Responden ... 48
5.1.2 Jenis Pemberian Makanan Tambahan... 50
5.1.3 Jumlah Pemberian Makanan Tambahan ... 50
5.1.4 Waktu Pemberian Makanan Tambahan ... 51
5.1.5 Frekuensi Pemberian Makanan Tambahan ... 53
5.1.6 Alasan Pemberian Makanan Tambahan... 54
5.1.7 Resiko Pemberian Makanan Tambahan... 55
5.2 Pembahasan ... 55
5.2.1 Usia Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pertama Kali pada Bayi ... 55
5.2.2 Jenis Pemberian Makanan Tambahan... 56
5.2.3 Jumlah Pemberian Makanan Tambahan ... 57
5.2.4 Waktu Pemberian Makanan Tambahan ... 58
5.2.5 Frekuensi Pemberian Makanan Tambahan ... 60
5.2.6 Alasan Pemberian Makanan Tambahan... 61
5.2.7 Resiko Pemberian Makanan Tambahan... 62
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 64
6.2 Saran ... 65
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Responden Penelitian 2. Instrumen Penelitian
3. Izin Penelitian dan Pengumpulan Data 4. Hasil Uji Validitas
5. Jadwal Penelitian 6. Biaya Penelitian 7. Lembar Konsul
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Pengenalan Makanan Sesuai Usia Anak ... 17
Tabel 2.2 Estimasi Jumlah Energi yang Dubutuhkan dari MP ASI menurut Kelompok Usia ... 20
Tabel 2.3 Estimasi Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak Indonesia ... 21
Tabel 2.4 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi ... 22
Tabel 2.5 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan menurut Usia Bayi, Jenis Makanan, dan Frekuensi Pemberian ... 23
Tabel 2.6 Makanan Tambahan Anak Usia 6-24 bulan ... 24
Tabel 2.7 Makanan Tambahan pada Bayi Usia 6-8 bulan ... 27
Tabel 2.8 Makanan Tambahan pada Bayi Usia 9-12 bulan ... 29
Tabel 2.9 Makanan Tambahan Usia 12-24 bulan ... 30
Tabel 2.10 Resiko Pemberian Susu Formula sebelum Bayi Berusia 6 bulan ... 33
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ... 49
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis pemberian makanan tambahan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ... 50
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan jumlah pemberian makanan tambahan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ... 51
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan jumlah pemberian makanan tambahan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ... 51
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan waktu pemberian makanan tambahan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ... 52
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan frekuensi pemberian makanan tambahan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ... 53
Tabel 5.7 Distribusi responden berdasarkan alasan pemberian makanan tambahan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ... 54
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
DAFTAR SKEMA
Skema Halaman
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya
pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh kembang
yang optimal (Sulastri, 2004). Pemberian makanan tambahan pada bayi adalah
pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi atau anak
usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah pemberian ASI eksklusif
(Depkes RI, 2007). Pemberian makanan tambahan pada bayi harus dilakukan
secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah, menelan,
dan mampu menerima bermacam-macam bentuk makanan yaitu dari bentuk bubur
cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan
lembek, dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001).
Pemberian ASI eksklusif pada bayi baru lahir sampai usia enam bulan
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi tersebut, namun setelah usia enam
bulan kebutuhan gizi bayi akan meningkat sehingga dibutuhkan tambahan zat gizi
pendamping ASI, selain itu alasan pemberian makanan tambahan ini karena
produksi ASI juga semakin menurun. Pemenuhan gizi yang tidak optimal ini akan
menimbulkan kekurangan energi protein (KEP) pada bayi atau anak.
Jumlah kebutuhan energi dan zat-zat gizi yang diperlukan dari makanan
tambahan bayi ditinjau berdasarkan pada usia bayi, suhu lingkungan, aktivitas
bayi sendiri, faktor kelamin, status gizi ibu, makanan tambahan pada ibu waktu
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah usia bayi lebih dari enam bulan
atau setelah pemberian ASI eksklusif karena pada usia tersebut kebutuhan nutrisi
masih terpenuhi melalui ASI, selain itu pemberian ASI akan mengurangi faktor
resiko jangka pendek seperti diare. Bayi yang lebih cepat mendapatkan makanan
tambahan akan lebih rentan terhadap penyakit infeksi seperti infeksi telinga dan
pernapasan, diare, resiko alergi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi
(Arisman, 2004), perubahan perilaku bayi, pengurangan produksi ASI, penurunan
absorpsi besi dari ASI, dan resiko terjadinya kehamilan baru (Boedihardjo, 1994).
Penundaan pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum berusia enam bulan
akan mengurangi faktor resiko tersebut pada bayi.
Fenomena yang terjadi dimasyarakat bahwa ibu yang tidak memberikan ASI
eksklusif lebih memilih memberikan susu formula atau makanan tambahan pada
bayi usia kurang dari enam bulan. Sebagian ibu menganggap bahwa dengan
memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan akan
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan bayi tidak akan merasa kelaparan
lagi. Di samping itu, masih banyak ibu yang belum mengetahui manfaat
pemberian ASI eksklusif. Hal ini berbahaya dilihat dari sistem pencernaan bayi
belum sanggup mencerna atau menghancurkan makanan secara sempurna
(Boedihardjo, 1994).
Departemen Kesehatan Republik Indoneia (Depkes RI) (2004) menyatakan
bahwa di Indonesia hanya (14%) bayi mendapat ASI eksklusif sampai enam
bulan, selanjutnya diberikan susu formula dan makanan tambahan pada bayi. Data
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) (2005&2006) menunjukkan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
eksklusif enam bulan pada tahun 2005 sebesar (18,1%) meningkat menjadi
(21,2%) pada tahun 2006, sedangkan pemberian ASI eksklusif pada seluruh bayi
dibawah enam bulan (0-6 bulan) meningkat dari (49,0%) pada tahun 2005
menjadi (58,5%) pada tahun 2006 (Depkes RI, 2007). Meski dilaporkan
pemberian ASI Ekslusif pada bayi meningkat, akan tetapi di beberapa daerah di
Indonesia masih banyak yang memiliki gangguan nutrisi bayi akibat pemberian
makanan yang terlalu dini.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) (2002) menyatakan bahwa
persentase ibu yang memberi makanan tambahan terlalu dini kepada bayi usia 2-3
bulan sebanyak (32%) dan bayi usia 4-5 bulan sebanyak (69%) di Indonesia.
Sehubungan dengan itu, hasil penelitian Padang (2007) menyatakan bahwa
sebesar (52,15%) dari 1.268 bayi sudah mendapat makanan tambahan di bawah
usia enam bulan di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. Hasil
penelitian Harsiki (1991) di Padang juga menunjukkan bahwa pemberian
makanan tambahan sudah dimulai sejak bayi berusia kurang dari tiga bulan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Baso (2007) mengenai Studi
Longitudinal Pertumbuhan Bayi yang Diberi Makanan Pendamping ASI Pabrik
dan Makanan Pendamping ASI Non Pabrik di Kabupaten Gowa dari 99 orang
bayi didapatkan bahwa makanan pendamping ASI pabrik telah diberikan sejak
bayi berusia kurang dari 4 bulan (54,4%) dan makanan pendamping ASI non
pabrik diberikan pada bayi usia kurang dari 4 bulan (45,5%). Jenis pemberian
makanan pendamping ASI non pabrik pada bayi usia kurang dari 4 bulan adalah
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
pendamping ASI pabrik seperti susu tidak diberikan pada bayi usia kurang dari
empat bulan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Manalu mengenai Pola Makan
dan Penyapihan Serta Hubungannya dengan Status Gizi Batita di Desa Palip
Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008 dari 41 orang
bayi didapatkan bahwa (92,68%) bayi mendapatkan makanan tambahan dalam
bentuk bubur, dan (7,26%) dalam bentuk nasi. Dari penelitian tersebut pemberian
makanan tambahan pada bayi usia 2 bulan (75,61%), 5-7 bulan (19,51%), dan
selebihnya 3-4 bulan (4,88%). Dari penelitian tersebut juga didapatkan rata-rata
pemberian makanan tambahan pada bayi dengan frekuensi 2 kali sehari (63,41%),
3 kali sehari (26,83%), dan satu kali sehari (9,36%). Semua bayi yang diteliti
mengkonsumsi beras dan ubi sebagai makanan tambahan bayi yang utama 1-3 kali
sehari, sumber protein adalah ikan asin 1-3 kali sehari (80,49%), telur dan daging
1 kali seminggu (19,51%). Semua bayi yang diteliti kekurangan konsumsi buah
untuk frekuensi 1-3 kali seminggu (100%) (Manalu, 2008).
Di wilayah Simalingkar terdapat ibu-ibu yang memiliki bayi usia kurang
dari enam bulan. Survei awal yang dilakukan oleh peneliti di wilayah Simalingkar
bahwa ibu-ibu yang memiliki bayi usia kurang dari enam bulan telah
mendapatkan makanan tambahan yang seharusnya masih mendapatkan ASI
eksklusif selama enam bulan.
Fenomena mengenai pemberian makanan tambahan yang terlalu dini pada
bayi yang terus terjadi hingga saat ini telah mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian tentang perilaku ibu dalam pemberian makanan tambahan pada bayi
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku ibu dalam pemberian
makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan di Kelurahan Mangga
Perumnas Simalingkar Medan.
1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perilaku ibu dalam
pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan di
Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan.
1.3.1 Tujuan khusus
a. Karakteristik responden meliputi usia ibu, usia bayi, suku, pendidikan,
penghasilan per bulan, pekerjaan ibu, usia bayi waktu pertama kali
diberikan makanan tambahan.
b. Mengidentifikasi jenis pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar
Medan.
c. Mengidentifikasi jumlah pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
d. Mengidentifikasi waktu pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar
Medan.
e. Mengidentifikasi frekuensi pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar
Medan.
f. Mengidentifikasi alasan ibu memberikan makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar
Medan.
g. Mengidentifikasi resiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar
Medan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan sebagai
bahan masukan bagi perawat yang bekerja di rumah sakit maupun perawat di
instansi lain supaya dapat meningkatkan mutu dan memotivasi ibu untuk tidak
memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan.
1.4.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah studi kepustakaan dan
menjadi suatu masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
sesuai dengan usianya dan tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari enam bulan.
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dan informasi
bagi penelitian selanjutnya yang memiliki topik dan ruang lingkup terkait
penelitian tentang perilaku ibu dalam pemberian makanan tambahan pada bayi
usia kurang dari enam bulan.
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Defenisi Perilaku
Perilaku menurut Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003)
adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respons).
Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan
kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skinner ini disebut sebagai
teori ”S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon (Notoatmodjo, 2003).
Skinner membedakan adanya dua jenis respon, yaitu Responden respons
dan Operant respons. Responden respon adalah respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan tertentu yang menimbulkan respon yang bersifat relatif tetap misalnya
makanan yang lezat dan beraroma akan merangsang keluarnya air liur. Operan
respon adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh rangsangan
tertentu karena bersifat memperkuat respon. Operan respon merupakan bagian
terbesar dari perilaku manusia, serta kemampuan untuk dimodifikasi sangat besar
dan tidak terbatas (Suliha, 2001).
2.1.2 Domain Perilaku
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai cakupan
yang sangat luas (Notoatmodjo, 2003).
Benyamin Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) seorang
ahli psikikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu dalam tiga domain,
ranah atau kawasan yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan yakni:
a. Kognitif (pengetahuan)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Afektif (sikap)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat, tapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Seperti
halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab.
c. Psikomotor (tindakan atau praktek)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi tindakan atau perbuatan nyata diperlukan faktor
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
dan dukungan dari pihak lain. Dalam praktek atau tindakan ini mempunyai
beberapa tingkatan antara lain: persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adopsi.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau
rangsangan berupa pengetahuan dan sikap, pengalaman, keyakinan, sosial,
budaya, sarana fisik. Pengaruh atau rangsangan itu bersifat internal dan eksternal,
dan diklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu: faktor
predisposisi, faktor pemungkin, faktor pendorong atau penguat.
a. Faktor Predisposisi (Predispossing factors); merupakan faktor internal yang ada
pada diri individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang mempermudah
individu untuk berperilaku seperti pengetahuan, sikap, nilai, persepsi, dan
keyakinan.
b. Faktor Pemungkin (Enabling factors); merupakan faktor yang memungkinkan
individu berperilaku karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan
dan keterampilan.
c. Faktor Pendorong atau Penguat (Reinforcing factors); merupakan faktor yang
memungkinkan perilaku seperti sikap dan keterampilan petugas kesehatan,
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
2.2 Makanan Tambahan
2.2.1 Defenisi Makanan Tambahan
Makanan tambahan pada bayi adalah makanan atau minuman yang
mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak berusia 6-24 bulan untuk
memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan
adalah memberi makanan lain selain ASI oleh karena ASI merupakan makanan
alami pertama untuk bayi dan harus diberikan tanpa makanan tambahan
sekurang-kurangnya sampai usia 6 bulan (WHO, 2003). Makanan tambahan atau makanan
pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,
diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI (Dinkes propinsi, 2006). Makanan tambahan pada bayi adalah
makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6-24 bulan
(Krisnatuti, 2000).
Menurut Depkes RI (2004) menyatakan bahwa makanan tambahan atau
makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi
disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI diberikan mulai
umur 6–24 bulan, dan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan
keluarga, pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap
baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan
kemampuan alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI.
Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam yakni makanan
pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan, weaning food,
makanan peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa Jerman yang berarti makanan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
pengertian bahwa ASI maupun pengganti ASI (PASI) untuk berangsur diubah ke
makanan keluarga atau orang dewasa (Depkes RI, 2004).
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Pemberian Makanan Tambahan
Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi diantaranya untuk
melengkapi zat-zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi akan semakin
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia bayi atau anak, mengembangkan
kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai
bentuk, tekstur dan rasa, melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung
kadar energi yang tinggi, serta mengembangkan kemampuan untuk mengunyah
dan menelan bayi (Depkes, 1992).
Pemberian makanan tambahan pada bayi juga bertujuan untuk melengkapi
ASI (mixed feeding) dan diperlukan setelah kebutuhan energi dan zat-zat gizi
tidak mampu dipenuhi dengan pemberian ASI saja. Pemberian makanan tambahan
tergantung jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu dan keperluan bayi yang
bervariasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya diantaranya untuk
mempertahankan kesehatan serta pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk
mendidik kebiasaan makan yang baik mencakup penjadwalan waktu makan,
belajar menyukai, memilih dan dapat merugikan karena tumbuh kembang bayi
akan terganggu (Sembiring, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan bayi yang
normal dapat diketahui dengan cara melihat kondisi pertambahan berat badan
anak (Krisnatuti, 2000).
Makanan tambahan pada bayi bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain
untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan
tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar untuk
mengunyah dan menelan makanan padat, serta membiasakan selera-selera baru
(Sohardjo, 1992).
Pemberian makanan tambahan dilakukan secara bertahap untuk
mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima
bermacam-macam makanan. Pemberian makanan tambahan harus bervariasi, dari
bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat,
makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001).
2.2.3 Komposisi Makanan Tambahan
Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu
hewani dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, daging. Golongan
nabati terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, padi-padian (Baso, 2007).
Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori
atau energi (karbohidrat, protein dan, lemak), vitamin, mineral dan serat untuk
pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga
terjangkau (Judarwanto, 2004), makanan harus bersih dan aman, terhindar dari
pencemaran mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluwarsa (Kepmenkes RI,
2007).
Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah. Untuk
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan
kalorinya berasal dari karbohidrat terutama laktosa (Krisnatuti, 2000).
Protein ASI rata-rata sebesar 1,15g/100ml sehingga apabila bayi
mengkonsumsi ASI selama 4 bulan pertama (sekitar 600-900ml/hari).
Bertambahnya usia bayi maka suplai protein yang dibutuhkan oleh bayi semakin
meningkat. Pertambahan protein pada bayi yang diberi makanan tambahan ASI
untuk pertama kalinya (usia 6-12 bulan) pertambahan proteinnya tidak terlalu
besar. Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan protein sekitar dua
kali lipat pada masa sebelumnya (Krisnatuti, 2000). Kacang-kacangan merupakan
sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan campurannya
digunakan tempe kedelai, kacang tanah, dan tempe koro benguk (Baso, 2007).
Lemak merupakan sumber energi dengan konsentrasi cukup tinggi. Lemak
berfungsi sebagai sumber asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K,
serta pemberi rasa gurih dan sedap pada makanan. Apabila energi dan protein
sudah terpenuhi maka kecukupan gizi lemak yang dianjurkan tidak dicantumkan
karena secara langsung kecukupan lemak sudah terpenuhi (Krisnatuti, 2000).
Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak dan
vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak terdiri atas vitamin
A, D, E, dan K, sedangkan vitamin yang larut dalam air terdiri dari vitamin C, B1,
riboflavin, niasin, B6, B12, asam folat, dan vitamin lain yang tergolong vitamin B
kompleks (Krisnatuti, 2000). ASI tidak mengandung vitamin D dalam konsentrasi
yang dibutuhkan bayi. Vitamin ini secara alami dihasilkan oleh kulit ketika
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
atau matahari beberapa kali seminggu maka kulitnya akan menghasilkan semua
vitamin D yang dibutuhkan bayi (Satyanegara, 2004).
Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Unsur Fe (besi)
dan I (iodium) merupakan dua jenis mineral bayi yang jarang terpenuhi yang
mengakibatkan anemia dan gondok. Bayi tidak dilahirkan dengan cadangan zat
besi yang memadai yang akan melindungi bayi dari anemia. Jika bayi diberi ASI,
terdapat cukup zat besi yang dapat diserap baik untuk memberikan pasokan yang
memadai pada bayi sehingga tidak dibutuhkan tambahan. Setelah bayi berusia
enam bulan, bayi harus mulai diberikan makanan yang mengandung zat besi
(sereal, daging, sayuran hijau), yang dapat menjamin pasokan zat besi yang
mencukupi untuk pertumbuhan yang sehat (Satyanegara, 2004). Jenis mineral
lainnnya yang dibutuhkan bayi seperti kalsium, fosfor dan seng (Krisnatuti, 2000).
Menurut Cameron dan Hofvander (1983) dam Krisnatuti (2000), campuran
bahan pangan untuk makanan bayi terdiri dari dua jenis:
- Campuran dasar (basic mix), terdiri dari serealia (biji-bijian) atau
umbi-umbian dan kacang-kacangan. Campuran ini belum memenuhi kandungan
zat gizi yang lengkap sehingga masih perlu tambahan zat gizi lainnya seperti
zat vitamin dan mineral.
- Campuran ganda (multi mix) terdiri dari makanan pokok sebagai bahan
pangan utama dan merupakan sumber karbohidrat seperti serealia;
lauk-pauk (hewani ataupun nabati) sebagai sumber protein, misalnya susu,
daging, sapi, ayam, ikan, telur, dan kacang-kacangan; sumber vitamin dan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
dan jingga), dan tambahan energi berupa lemak, minyak, atau gula yang
berfungsi untuk meningkatkan kandungan energi makanan campuran.
2.2.4 Jenis Makanan Tambahan a. Makanan Tambahan Lokal
Makanan tambahan lokal adalah makanan tambahan yang diolah di rumah
tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat,
mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan
pengolahan sebelum dikonsumsi oleh bayi. Makanan tambahan lokal ini disebut
juga dengan makanan pendamping ASI lokal (MP-ASI lokal) (Depkes RI, 2006).
Pemberian makanan tambahan lokal memiliki beberapa dampak positif,
antara lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan tambahan
dari pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga
ibu dapat melanjutkan pemberian makanan tambahan secara mandiri,
meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta memperkuat
kelembagaan seperti Posyandu, memiliki potensi meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui penjualan hasil pertanian, dan sebagai sarana dalam
pendidikan atau penyuluhan gizi (Depkes RI, 2006).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan makanan bayi di rumah
diantaranya menyiapkan makanan bayi dengan mengikuti cara-cara yang bersih
dan higiene, menggunakan bahan makanan yang segar dan beku, melakukan
metode masak yang baik diantaranya pengukusan lebih baik dari perebusan dan
penyaringan lebih baik dari penggorengan, menambahkan sedikit gula bila
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
kemungkikann madu mengandung Clostridium botulinum yang tidak aman bagi
bayi, menghaluskan atau membuat pure (bubur) buah segar yang telah dicuci
bersih dan dikupas seperti pisang, pepaya, pir dan melon, serta makanan bayi yang
dimasak di rumah dapa segera dibekukan atau disimpan dalam wadah tertutup dan
disimpan di dalam lemari es selama satu atau dua hari kemudian dipanaskan dan
segera diberi kepada bayi (Krisnatuti, 2000).
Tabel 2.1 Pengenalan Makanan Sesuai Usia Anak
Usia
Sereal/ Gandum
Sayuran Buah Daging
& Protein Susu & Produk Susu Kacang-kacangan/ biji-bijian Penyajian 0-6 bulan
ASI/ASI PERAH Langsung
dari ibu atau diberi dengan sendok. 6 bulan - beras putih - beras merah - ubi kuning - labu parang - pisang - pear - apel - alpukat - pepaya
belum belum - kacang
hijau Dimasak dan dihaluskan (puree atau saring) 1 sendok makan 7 bulan
sama - kentang - ketimun - timun suri - blewah - tahu - tempe - daging ayam - hati ayam
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Lanjutan Tabel 2.1 10-12 bulan - pasta (mie) yg tdk ada telur - buncis - kacang panjang - kacang kapri - kacang kedelai - jus sayuran - nanas - kiwi - melon - kuning telur - keju cheddar - yogurt bayi - rempah-rempah alami Sayuran/buah yg dimasak dan dipotong kecil Makanan yang mudah meleleh di mulut 12-24 bulan
Semua - jagung - tomat - seledri - daun slada - bawang bombay - sayuran yang dimakan tanpa dimasak - buah sitrus: jeruk, lemon, jeruk bali, jeruk limo, dll - Buah berri: strawberi, raspberi, - kurma - cherry - anggur (dipotong empat) - daging babi - ham - ikan - putih telur - telur utuh - susu sapi segar - susu - yogurt plain - susu bubuk biasa (non formula) - ice cream - cottage cheese
- madu - selai kacang - rempah-rempah lainnya. Makan makanan keluarga yg di potong-potong atau tumbuk kasar Mulai menggunakan alat makan sendiri
Sumber : (Safitri, 2007)
b. Makanan Tambahan Olahan Pabrik
Makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan
dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi
dan zat-zat gizi esensial pada bayi (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan
pabrikan disebut juga makanan pendamping ASI pabrikan (MP-ASI pabrikan)
atau makanan komersial. Secara komersial, makanan bayi tersedia dalam bentuk
tepung campuran instan atau biskuit yang dapat dimakan secara langsung atau
dapat dijadikan bubur (Krisnatuti, 2000).
Sunaryo (1998) dalam Krisnatuti (2000) menyatakan bahwa untuk membuat
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
- Formula
Formula harus dibuat berdasarkan angka kecukupan gizi bayi dan balita,
bahan baku yang diizinkan, kriteria zat gizi protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
dan mineral.
- Teknologi proses
Pemilihan teknologi proses berkaitan dengan spesifikasi produk yang
diinginkan, tingkat sanitasi dan higienitas yang dikehendaki, faktor keamanan
pangan, serta mutu akhir produk.
- Higiene
Produk jadi makanan tambahan ASI harus memenuhi syarat-syarat seperti
bebas dari mikroorganisme patogen, bebas dari kontaminan hasil pencemaran
mikroba penghasil racun atau alergi, bebas racun, harus dikemas tertutup sehingga
terjamin sanitasinya dan disimpan di tempat yang terlindung.
- Pengemas
Kemasan yang dipakai harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak beracun,
tidak mempengaruhi mutu inderawi produk (dari segi penampakan, aroma, rasa
dan tekstur), serta mampu melindungi mutu produk selama jangka waktu tertentu.
- Label
Persyaratan label makanan bayi harus mengikuti codex standard 146-1985,
dengan informasi yang jelas, tidak menyesatkan konsumen, komposisi
bahan-bahan tercantum dalam kemasan, nilai gizi produk dan petunjuk penyajian.
Makanan tambahan pabrikan seperti bubur susu diperdagangkan dalam
keadaan kering dan pre-cooked, sehingga tidak perlu dimasak lagi dan dapat
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
dari tepung serealia seperti beras, maizena, terigu ditambah susu dan gula, dan
bahan perasa lainnya. Makanan tambahan pabrikan yang lain seperti nasi tim
yakni bubur beras dengan tambahan daging, ikan atau hati serta sayuran wortel
dan bayam, dimana untuk bayi kurang dari sepuluh bulan nasi tim harus disaring
atau diblender terlebih dahulu. Selain makanan bayi lengkap (bubur susu dan nasi
tim) beredar pula berbagai macam tepung baik tepung mentah maupun yang sudah
matang (pre-cooked) (Pudjiadi, 2000).
2.2.5 Jumlah, Waktu dan Frekuensi Pemberian Makanan Tambahan
Keragaman aneka sumber makanan dapat diperkenalkan setelah bayi berusia
setelah enam bulan. Beberapa sumber makanan yang dapat diperkenalkan yaitu
sumber karbohidrat seperti nasi, ubi jalar, singkong, jagung, kentang, terigu.
Aneka sayuran dan buah-buahan (pada tahap usia ini dihindari konsumsi buah
yang memiliki sifat merangsang peningkatan asam lambung seperti nangka dan
durian), kacang-kacangan, dan aneka sumber hewani seperti telur, ayam, sapi, dan
ikan (Dep. Pertanian, 2008). Jumlah energi yang diperlukan oleh bayi dan anak
berdasarkan kelompok umur oleh Brown dkk (1995), dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Estimasi Jumlah Energi yang dibutuhkan dari MP ASI menurut Kelompok Usia
KEBUTUHAN USIA
6 - 8 bln 9 - 11 bln 12 - 23 bln
Asupan energi yang dianjurkan 783 946 1170
Jumlah ASI yang dikonsumsi (gr/24 jam) 673 592 538
Asupan energi dari ASI (Kkal/hari) 437 387 350
Energi yang dibutuhkan dari MP ASI(Kkal/hari) 346 561 820
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Tabel di atas menggambarkan jumlah energi yang dibutuhkan sesuai usia
anak dan jumlah energi yang diperoleh dari ASI menurun dari bulan ke bulan. Hal
ini menyebabkan kebutuhan energi meningkat pada setiap pertambahan usia bayi.
Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi dapat dilihat
pada setiap Recommended Dietary Allowance (RDA) yang telah diestimasi
berdasarkan kelompok usia, seperti tabel berikut:
Tabel 2.3 Estimasi Kecukupan Gizi Yang dianjurkan Untuk Anak Indonesia
Standar Berat Badan UMUR
Tinggi Badan dan Kecukupan Zat Gizi
0 - 6 bln 7 - 12 bln 12 - 36 bln
Berat badan (kg) 5,5 8,5 12
Tinggi badan (cm) 60 71 90
Energi (Kkal) 560 800 1250
Protein 12 15 23
Vitamin A (RE) 350 350 350
Ribovlavin (mg) 0,3 0,5 0,6
Niasin (mg) 2,5 3,8 5,4
Vitamin B12 (mg) 0,1 0,1 0,5
Asam Folat 22 32 40
Vitamin C (mg) 30 35 40
Kalsium (mg) 600 400 500
Fosfor (mg) 200 250 250
Magnesium (mg) 35 55 75
Besi (mg) 3 5 8
Seng (mg) 3 5 10
Lodium (mg) 50 70 70
Selenium (mg) 10 15 20
Sumber: (SK. Menkes No.332/Menkes/SK/IV/1994 dalam Baso, 2007)
Angka kebutuhan diatas bukanlah suatu kebutuhan minimum dan
maksimum, akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat konsumsi dari
suatu populasi.
Beberapa contoh menu sehat makanan untuk bayi sesuai dengan kebutuhan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Tabel 2.4 Jadwal pemberian makanan tambahan pada bayi (Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia/IDAI)
0-6 bulan 6-7 bulan 7-9 bulan 9-12 bulan >12 bulan
Pukul 06.00
ASI on demand
ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI
Pukul 08.00 (makan pagi) ASI on demand
Bubur susu Bubur
menuju nasi tim Nasi tim menuju makanan keluarga Makanan keluarga Pukul 10.00 ASI on demand Buah segar/biskuit Buah segar/biskuit Buah segar/biskuit Snack Pukul 12.00 (makan siang) ASI on demand
ASI Bubur
menuju nasi tim Nasi tim menuju makanan keluarga Makanan keluarga Pukul 14.00 ASI on demand
ASI ASI/PASI ASI/PASI
Pukul 16.00 ASI on demand Buah segar/biskuit Buah segar/biskuit Buah segar/biskuit Snack Pukul 18.00 ASI on demand
Bubur susu Bubur
menuju nasi tim Nasi tim menuju makanan keluarga Makanan keluarga Pukul 21.00 ASI on demand
ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Tabel 2.5 Jadwal pemberian makanan tambahan menurut umur bayi, jenis makanan, dan frekuensi pemberian
Usia Bayi Jenis Makanan Berapa kali
sehari
0-6 bulan ASI 10-12 kali sehari
6-7 bulan - ASI Saat dibutuhkan
- Buah lunak/sari buah
- Bubur : bubur havermout/ bubur tepung beras merah
1-2 kali sehari
7-9 bulan - ASI Saat dibutuhkan
- Buah-buahan
- Hati ayam atau kacang-kacangan - Beras merah atau ubi
- Sayuran (wortel, bayam) - Minyak/santan/advokad - Air tajin
3-4 kali
9-12 bulan - ASI Saat dibutuhkan
- Buah-buahan - Bubur/roti -
Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan
- Beras merah/kentang/labu/jagung - Kacang tanah
- Minyak/santan/avokad - Sari buah tanpa gula
4-6 kali
12-24 bulan - ASI Saat dibutuhkan
- Makanan pada umumnya,
termasuk telur dengan kuning telurnya dan jeruk
4-6 kali
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Tabel 2.6 Makanan Tambahan Anak Usia 6-24 bulan
6 – 8 bulan 8 – 9 bulan 9-12 bulan 12 –24 bulan
Jenis 1 jenis bahan dasar (6 bulan) 2 jenis bahan dasar (7 bulan)
2-3 jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau dicampur) 3-4 jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau dicampur) Makanan Keluarga (tanpa garam, gula, penyedap, hindari santan dan gorengan) Tekstur Semi-cair
(dihaluskan atau puree), secara bertahap kurangi campuran air sehingga menjadi semi-padat. Lunak (disaring) dan potongan makanan yg dpt digenggam dan mudah larut. Kasar (dicincang) Makanan yang dipotong & dpt digenggam. Padat
Frekuensi Makan Utama: 1-2x/hari
Camilan: 1 x/hari
Makan Utama: 2-3x/hari Camilan: 1x/hari Makan Utama: 3x/hari Camilan: 2x/hari Makan Utama: 3-4x /hari Camilan: 2x/hari Porsi 1-2 st, secara
bertahap ditambahkan. 2-3 sm makanan semi padat. Potongan makanan seukuran sekali gigit. 3-4 sm makanan semi padat yang kasar. Potongan makanan ukuran kecil/sekali gigit.
5 sm makanan atau lebih.
ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi
Susu & produk susu olahan
- Belum boleh
susu sapi ½ slice keju cheddar ¼ cangkir yogurt utk bayi
Belum boleh susu sapi ½ slice keju cheddar ¼ cangkir yogurt utk bayi
1-2 porsi susu sapi atau produk susu olahan
Keterangan:
sm = sendok makan
st = sendok teh
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
2.3 Pemberian ASI dan Makanan Tambahan Menurut Usia Bayi 2.3.1 Pemberian ASI Eksklusif Bayi Usia 0-6 Bulan
ASI satu-satunya makanan dan minuman yang diperlukan oleh seorang bayi
dalam enam bulan pertama. Tidak ada makanan atau minuman lain, termasuk air
putih, yang diperlukan selama periode ini. Susu hewan, susu formula, susu bubuk,
teh, minuman yang mengandung gula, air putih, pisang dan padi-padian tidak
memiliki kandungan sebaik ASI. ASI adalah makanan yang bergizi dan berkalori
tinggi, yang mudah untuk dicerna. ASI memiliki kandungan yang membantu
penyerapan nutrisi, membantu perkembangan dan pertumbuhannya, juga
mengandung sel-sel darah putih, antibodi, antiperadangan dan zat-zat biologi aktif
yang penting bagi tubuh bayi dan melindungi bayi dari berbagai penyakit (Safitri,
2007).
ASI yang diproduksi ibu mempunyai komposisi yang sempurna untuk
bayinya. Tidak ada yang bisa membuat makanan yang sesempurna ini. Antibodi
yang terkandung dalam ASI dibuat khusus untuk virus dan bakteri yang dihadapi
ibu dan bayinya pada saat itu. Komposisi ASI berbeda-beda mulai dari pagi
sampai malam hari, dari tegukan pertama sampai akhir setiap kali anak menyusui
selalu berubah untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi dengan rasa
yang dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu, sehingga setiap teguk ASI
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
2.3.2 Makanan Tambahan Bayi Usia 6-9 Bulan
Pemberian ASI diteruskan serta pemberian makanan tambahan mulai
diperkenalkan dengan pemberian makanan lumat dua kali sehari. Pemberian
makanan tambahan pada usia 6-9 bulan diperkenalkan karena keadaan alat cerna
sudah semakin kuat. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi
ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak seperti santan atau
minyak kelapa (margarin). Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan
bayi, disamping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin A
dan zat gizi lain yang larut dalam lemak (Satyanegara, 2004).
Makanan yang diberikan pada bayi usia ini harus sudah bervariasi, terutama
dalam memilih bahan makanan yang akan digunakan. Bahan makanan lauk pauk
seperti telur, hati, daging sapi, daging ayam, ikan basah, ikan kering, udang, atau
tempe tahu, dapat diberikan secara bergantian. Kaldu sayuran dapat diganti
dengan sup kacang merah, sup kacang hijau atau sup sayuran yang diperlukan
untuk membangkitkan selera makan bayi (Moehji, 1998).
Antara usia 6–9 bulan, ASI (atau susu formula yang diperkaya zat besi)
masih menjadi sumber nutrisi bagi bayi. Sebagian besar nutrisi yang diperlukan
bayi tetap berasal dari ASI dan susu formula, meskipun telah ditambahkan
makanan padat ke dalam menu makan bayi. ASI menyediakan nutrisi yang
diperlukan bayi, seperti kalsium, zat besi, protein dan zinc (zat seng). Pada usia ini
bayi biasanya membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng daripada yang
kandungan yang ada di dalam ASI (dan susu formula) dan pada usia ini,
tambahan nutrisi dapat diperoleh dari makanan padat dalam porsi kecil (Safitri,
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Tabel 2.7 Makanan Tambahan pada Bayi Usia 6-8 bulan
6 bulan – MAKANAN PERTAMA Yang diberikan:
· ASI
· Serealia: beras putih, beras merah, havermuth
· Sayuran: labu parang, ubi jalar, kentang, kacang hijau, labu, zucchini
· Buah: pisang, alpukat, apel, pir
Yang belum boleh diberikan: · Daging dan makanan yg mengandung protein · Ikan dan kerang-kerangan · Susu sapi dan produk susu olahan
Tipe:
- 1 jenis makanan
- Semi cair (dihaluskan atau dibuat puree) - Dimasak (kecuali buah tertentu, seperti
alpukat, semangka dan pisang)
Frekuensi:
- Makan besar: 1-2 kali per hari
- Cemilan: 1 kali per hari
- ASI: kapan saja bila diminta atau formula umumnya setiap 3-4 jam
Porsi:
- Makanan: 1-2 ujung sendok teh pada awalnya, bertahap tingkatkan sesuai bertambahnya usia dan minat bayi.
7-8 bulan – MAKANAN SEMI PADAT Yang diberikan:
· ASI
· Serealia: lanjutkan pemberian beras merah, beras putih dan havermut.
· Sayuran: asparagus, wortel, bayam, brokoli, sawi,
kembang kol, bit, lobak, kol · Buah: mangga, pir, peach, blewah, timun suri.
· Biskuit bayi.
· Daging dan makanan yg mengandung protein: ayam, sapi, hati ayam, tahu, tempe
Yang Belum Boleh Diberikan: · Ikan dan kerang
· Susu sapi & produk susu olahan
Tipe:
- 1-2 macam makanan
- Semi padat (haluskan dgn saringan kawat, puree)
- Soft finger food (8 bln+)
- Dimasak (kecuali buah tertentu, spt alpukat, semangka dan pisang)
Frekuensi:
- Makan besar: 2 kali per hari
- Cemilan: 1 kali per hari
- ASI: kapan saja bila diminta atau formula umumnya setiap 3-4 jam
Porsi:
- 3 sampai 9 sendok makan cereal, untuk 2 sampai 3 kali pemberian makan
- 1 sendok teh buah, bertahap tingkatkan menjadi ¼ sampai ½ cangkir untuk 2 sampai 3 kali pemberian makan
- 1 sendok teh sayuran, perlahan ditingkatkan menjadi ¼ sampai ½ cangkir untuk 2 sampai 3 kali pemberian makan.
- 1 sendok teh makanan sumber protein, perlahan tingkatkan menjadi 2 sm untuk 2 kali pemberian makan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
2.3.3 Makanan Tambahan Bayi Usia 9-12 Bulan
Usia sembilan bulan merupakan usia peralihan kedua dalam pengaturan
makanan bayi. Makanann bayi yang dulunya bertumpu pada ASI sebagai pemberi
zat gizi utama, setelah usia sembilan bulan akan beralih ke makanan sapihan dan
ASI hanya sebagai pelengkap saja. Makanan sapihan penting untuk
mempersiapkan agar bayi tidak kaget dan sudah terbiasa makan makanan yang
bermacam-macam dalam keluarga (Moehji, 1998).
Pada umur sepuluh bulan, bayi mulai diperkenalkan dengan makanan
keluarga secara bertahap. Karena merupakan makanan peralihan ke makanan
keluarga, bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur,
selanjutnya akan mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga. Pengenalan
berbagai bahan makanan sejak usia dini setelah bayi berusia enam bulan akan
berpengaruh baik terhadap kebiasaan makan yang sehat dikemudian hari
(Satyanegara, 2004). Apabila sewaktu-waktu pemberian ASI dihentikan sama
sekali, tidak akan terjadi kesulitan dalam pemberian makanan pada bayi di hari
kemudian (Moehji, 1998). Bayi pada usia 9-12 bulan sangat aktif dan cenderung
sulit untuk berhenti bergerak. Makanan bayi akan semakin bervariasi dan
bertekstur kasar. Frekuensi makan juga bisa ditingkatkan menjadi 2-3 kali dengan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Tabel 2.8 Makanan Tambahan pada Bayi Usia 9-12 bulan
Usia: 9 - 12 bulan Apa yang diberikan:
- ASI atau susu formula - Beras/sereal (jenis apa saja) - Sayuran: buncis, kacang kapri, kacang panjang, labu
- Buah: nanas, kiwi, mangga, melon - Protein: daging sapi, daging ayam, hati, kuning telur.
- Produk susu olahan: keju cheddar dan yogurt untuk bayi.
- Finger food: potongan buah, biskuit bayi.
- Jus buah yang tidak asam
Yang belum boleh diberikan: - Ikan dan kerang
- Susu sapi
Jenis:
· 3-4 bahan dasar (sajikan terpisah atau dicampur)
· Tekstur kasar dan Finger Foods · Dimasak (kecuali alpukat dan pisang matang)
Frekuensi:
· Makan utama: 2-3 kali per hari · Cemilan: 2 kali per hari
· ASI sekehendak.
Porsi:
· Yogurt 50 ml, keju ukuran 1 kartu domino.
· ¼ - ½ cangkir beras/cereal · ¼ - ½ cangkir buah
· ¼ - ½ cangkir sayuran
· 1/8 - ¼ cangkir sumber protein. · 50 ml jus buah
Sumber: (Safitri, 2007)
2.3.4 Makanan Tambahan Bayi usia 12-24 bulan
Pemberian ASI tetap diteruskan meskipun pada periode ini jumlah ASI
sudah berkurang. Pemberian makanan tambahan ASI atau pemberian makanan
keluarga sekurang-kurangya 3 kali sehari dengan porsi sebagian makanan orang
dewasa setiap kali makan. Disamping itu pemberian makanan selingan tetap
diberikan 2 kali sehari. Variasi makanan perlu diperhatikan dengan menggunakan
Padanan Bahan Makanan, misalnya nasi diganti dengan mie, bihun, roti, dan
kentang; hati ayam diganti dengan tahu, tempe, kacang hijau, telur dan ikan;
bayam diganti dengan daun kangkung, wortel, dan tomat; bubur susu diganti
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
dilakukan secara bertahap dan tidak tiba-tiba dengan mengurangi frekuensi
[image:39.595.112.512.146.757.2]pemberian ASI sedikit demi sedikit (Satyanegara, 2004).
Tabel 2.9 Makanan Tambahan Usia 12-24 bulan
Usia 12-24 bulan
Tipe:
- 4 jenis makanan atau lebih
- Padat, makanan keluarga
- Dimasak (kecuali buah tertentu, spt alpukat, semangka dan pisang)
Frekuensi:
- Makan besar: 3-4 kali per hari
- Cemilan: 2 kali per hari
- ASI: kapan saja bila diminta
Kelompok Makanan
Jumlah porsi per hari
Ukuran 1 porsi Contoh Makanan
Serealia (Padi-padian)
6 atau lebih Bahan mentah: ¼ - cangkir
Bahan matang: ¼ - cangkir
Roti: ¼ - ½ iris Cracker: 2 atau 3 keping
Pasta: ¼ - cangkir
Beras (putih/merah), mie, bihun, kwetiau, makaroni, pasta lainnya, kraker, havermut, roti, dll.
Sayur dan buah
5 atau lebih Bahan matang: ¼ cangkir
Cincangan, mentang: ¼ cangkir
Buah/sayuran potong ¼ - ½ potong
Sari buah asli: 60-80 ml
Pepaya, anggur dibelah 4, strawberi, kiwi, mangga, melon. Tomat, brokoli, bayam, kembang kol, dll.
Susu dan produk susu olahan
3 Susu atau yogurt: 110
ml
Keju: 14 gr
Susu: UHT, susu di pasturisasi, bubuk full cream, bubuk instant.
Yogurt, low-fat yogurt, reduced fat.
Keju: cheddar, edam,
cottage, ricotta, etc.
Sumber protein
2 Daging, ikan,
kerang-kerangan: 1 - 3 sdm Telur: 1 butir Polong-polongan, kacang-kacangan: 1 - 3 sdm
Ayam, sapi,
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
Lemak Sesedikit
mungkin
Mentega, margarine, minyak: 1 sdt
Mentega, margarine, minyak sayur
Sumber : (Safitri, 2007)
2.4 Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan
2.4.1 Alasan Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan
Kehidupan masyarakat sampai saat ini masih banyak ibu yang meyakini
mitos tentang menyusui sehingga dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun
dukungan yang diterimanya. Mereka akhirnya memilih pemberian makanan
tambahan pada bayi dibanding pemberian ASI eksklusif (Hatta, 2005). UNICEF
dan WHO IDAI (2005) menyatakan ada beberapa alasan ibu tidak ingin menyusui
bayinya yaitu ibu yang sudah berhenti menyusui namun tidak dapat atau ingin
menyusui lagi, ibu yang pernah mengalami stres sehingga produksi ASI
berkurang tidak ingin menyusui lagi setelah keadaan ibu sudah pulih kembali,
kekurangan gizi ibu akan mengurangi produksi ASI sehingga susu formula dan
makanan tambahan pada bayi menjadi jalan keluar pemenuhan nutrisi bayi, dan
bayi yang mengalami diare akan diberikan cairan tambahan yang seharusnya
pemberian ASI sudah cukup. Pada pemberian makanan tambahan ASI yang
terlalu dini banyak ibu yang beranggapan bahwa bayi tidak apa-apa setelah
diberikan makanan dari umur 2 atau 3 bulan sehingga hal tersebut menjadi alasan
untuk mengikuti aturan yang berlaku dalam masyarakat.
Banyak juga ibu yang beranggapan jika anaknya kelaparan dan akan tidur
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
menjadi pintar dikemudian hari, terjadi tekanan dari lingkungan seperti pekerjaan,
dan promosi produsen makanan bayi yang belum mengindahkan ASI eksklusif
selama 6 bulan (Kavindra, 2006).
Alasan lain yang salah dan membuat ibu tidak ingin menyusui yaitu bayi
sudah diberi air tajin sebagai pengganti ASI atau susu, susu formula atau makanan
tambahan lebih mencegah bayi kurang gizi dibandingkan ASI, dan sebagian ibu
ketakutan akan perubahan bentuk dan ukuran payudara (UNICEF dan WHO
IDAI, 2005).
Kelompok masyarakat yang menganut pandangan bahwa bayi yang sehat
adalah bayi gemuk akan terus-menerus memberikan makanan tambahan yang
berlebihan. Konsekuensi pada usia kehidupan bayi selanjutnya akan berhubungan
dengan kelebihan berat badan bayi ataupun dengan adanya kebiasaan makan yang
tidak sehat (Boedihardjo, 1994).
2.4.2 Resiko Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan
Pada bulan-bulan pertama, saat bayi berada pada kondisi yang sangat rentan,
pemberian makanan atau minuman lain selain ASI akan meningkatkan resiko
terjadinya diare, infeksi telinga, alergi, meningitis, leukemia, Sudden Infant Death
Syndrome (SIDS) atau sindrom kematian tiba-tiba pada bayi, penyakit infeksi dan
penyakit-penyakit lain yang biasa terjadi pada bayi (Safitri, D., 2007).
Resiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam
bulan berbahaya karena pemberian makanan yang terlalu dini dapat meningkatkan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
yang terlalu cepat hingga dapat terjadi obesitas, alergi terhadap salah satu zat gizi
yang terdapat dalam makanan yang diberikan pada bayi, bayi yang mendapat
zat-zat tambahan seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan pada ginjal bayi yang
belum matang, dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat pewarna atau
zat pengawet yang membahayakan, dan adanya pencemaran dalam penyediaan
dan penyimpanan makanan (Pudjiadi, 2000).
Anak yang tidak mendapatkan ASI secara eksklusif selama 6 bulan
[image:42.595.114.505.316.661.2]mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar penyakit dan kondisi di bawah ini:
Tabel 2.10 Resiko pemberian susu formula sebelum bayi berusia 6 bulan
Penyakit Resiko
Alergi, eczema 2-7 kali
Infeksi Saluran Kencing 2.6 – 5.5 kali
Radang perut (Inflamatory bowel disease) 1.5-1.9 kali
Diabetes tipe 1 2.4 kali
Gastroenteritis 3 kali
Hodgkin's lymphoma 1.8—6.7 kali
Otitis media 2.4 kali
Haemophilus influenzae meningitis 3.8 kali
Necrotizing enterocolitis 6-10 kali
Pneumonia 1.7-5 kali
Respiratory syncytial virus infection 3.9 kali
Sepsis 2.1 kali
Sindrom Kematian Bayi Mendadak (Sudden infant
death syndrome)
2 kali
Obesitas 25%
Infeksi Telinga yang berulang 60%
Leukemia 30%
Diare 100%
Infeksi pernapasan (seperti asma) 250%
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
a. Resiko Jangka Pendek
- Penyakit Diare
Dalam makanan tambahan bayi biasanya terkandung konsentrasi tinggi
karbohidrat dan gula yang mana masih sukar untuk dicerna oleh organ pencernaan
bayi apabila diberikan terlalu dini, karena produksi enzim-enzim khususnya
amylase pada bayi masih rendah. Karena produksi enzim-enzim pencernaan masih
rendah maka akan terjadi malabsorpsi di dalam organ pencernaan bayi. Akibatnya
akan terjadi gangguan gastrointestinal pada bayi yang salah satunya adalah
kejadian diare. Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya. Bayi yang
berusia lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensinya lebih dari
3 kali sehari ( IKA FKUI, 2000). Selang waktu antara pemberian makanan
tambahan dengan timbulnya kejadian diare antara 1-2 hari, ditandai dengan
frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali per hari, konsistensi feses encer
dengan warna kuning muda dan disertai lendir. Kejadian ini dapat berlangsung
antara 2-3 hari (Ngastiyah, 2002 dalam mitrariset.co.cc, 2009).
Diare juga dapat diakibatkan dari makanan yang telah terkontaminasi
mikroorganisme seperti bakteri Escherichia coli dan dapat mengakibatkan
terjadinya infeksi intestinal pada bayi. Suhu lingkungan dan lama waktu
penyimpanan makanan setelah dibuat juga terkontaminasi langsung dengan
jumlah bakteri yang ditemukan (Boedihardjo, 1994).
- Penurunan absorbsi besi dari ASI
Gangguan keseimbangan zat besi pada bayi karena pemberian makanan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
sayur-sayuran dapat mempengaruhi penyerapan zat besi dari ASI, meski
konsentrasi zat besi lebih rendah dalam ASI namun lebih mudah diserap.
(Boedihardjo, 1994). Pengenalan suplemen zat besi dan makanan yang
mengandung zat besi, terutama pada usia enam bulan pertama, mengurangi
efisiensi penyerapan zat besi pada bayi. Bayi yang sehat dan lahir cukup bulan
yang diberi ASI eksklusif dan ASI lanjutan selama 6-9 bulan menunjukkan
kecukupan kandungan hemoglobin dan zat besi yang normal. Dalam suatu studi
(Pisacane, 1995) para peneliti menyimpulkan bahwa bayi yang diberikan ASI
eksklusif selama enam bulan (dan tidak diberikan suplemen zat besi atau sereal
yang mengandung zat besi) menunjukkan level hemoglobin yang secara signifikan
lebih tinggi dalam waktu satu tahun dibandingkan bayi yang mendapat ASI tapi
menerima makanan padat pada usia kurang dari enam bulan
- Gangguan Menyusui
Pengenalan makanan selain ASI pada diet bayi berusia kurang dari enam
bulan akan menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan bayi, yang
merupakan suatu resiko untuk terjadinya penurunan produksi ASI. Makanan yang
telah diberikan tidak akan berperan sebagai makanan pelengkap terhadap ASI,
tetapi sebagai pengganti sebagian ASI (Boedihardjo, 1994).
- Penyakit Lain
Pemberian makanan tambahan ASI dini sama saja dengan membuka pintu
gerbang masuknya kuman. Belum lagi jika tidak disajikan secara higienis. Bayi
yang mendapat makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan akan
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
besar), batuk dan pilek, dan panas dibandingkan dengan yang diberi ASI eksklusif
(Lely, 2005 dalam mitrariset.co.cc).
Jika bayi mengalami demam, pernapasannya dapat meningkat kira-kira 2
napas per menit untuk setiap derajat kenaikan suhu. Hidung yang berair atau pilek
dapat mengganggu pernapasan karena saluran hidung sempit dan mudah penuh.
Kondisi ini dapat dikurangi dengan menggunakan pelembab cool-mist dan dengan
lembut menyedot hidung menggunakan mangkuk aspirasi karet. Kadang obat tetes
hidung dari larutan garam ringan digunakan untuk membantu mengencerkan
lendir dan membersihkan saluran hidung (Satyanegara, 2004).
b. Resiko Jangka Panjang
- Kenaikan berat badan terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas
Bayi yang mendapat ASI maupun yang mendapat makanan buatan
mempunyai pola pertumbuhan yang sama selama tiga bulan pertama
kehidupannya, penambahan berat badan akan lebih besar pada bayi yang
mendapat makanan buatan, dengan perbedaan lebih dari 410 gram lebih banyak
pada saat bayi berusia satu tahun pada bayi laki-laki dan pada bayi wanita terjadi
perbedaaan lebih dari 750 gram (Boedihardjo, 1994).
Kelompok masyarakat yang menganut pandangan bahwa bayi yang sehat
adalah bayi gemuk, tidak berpikir bahwa pemenuhan nutrisi tidak terukur akan
dapat berperan dalam terjadinya pemberian makanan berlebihan. Makanan
tambahan yang diberikan kepada bayi cenderung mengandung protein dan lemak
Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.
berhubungan dengan kelebihan berat badan bayi ataupun dengan adanya
kebiasaan makan yang tidak sehat (Boedihardjo, 1994).
-Alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan
Ibu yang menyusui berkepanjangan dan pengenalan makanan tambahan
yang dipilih dengan hati-hati