• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Bakteri Escherichia coli dan Kandungan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Pada Tahun 2017"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fungsi Makanan

Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan

manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang

diakibatkan oleh makanan (Budiman,2007).

Makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak

termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk

pengobatan. Terdapat 3 (tiga) fungsi makanan, yaitu (Chandra, 2007):

1. Makanan sebagai sumber energi karena panas dapat dihasilkan dari

makanan seperti juga energi.

2. Makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk

membangun jaringan tubuh baru, memelihara dan memperbaiki jaringan

tubuh yang sudah tua.

3. Makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta mengatur proses

alami, kimia dan proses faal dalam tubuh.

Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan

harus diperhatikan. Kualitas makanan mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang

dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan

dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia,2005).

Makanan dan minuman adalah bahan makanan yang sangat dibutuhkan

oleh manusia, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan baik untuk

(2)

bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan yang

rusak,untuk bekerja dan untuk memelihara pertahanan tubuh terhadap penyakit

(Adams, 2003).

2.2 Pengertian Makanan Jajanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi

Makanan Jajanan, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah

oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan

siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah

makan/restoran dan hotel.

Makanan jajanan adalah makanan/minuman yang dipersiapkan dengan

teknologi yang sangat sederhana, dimana seringkali faktor hiegine atau kebersihan

kurang diperhatikan, baik kebersihan bahan yang digunakan,peralatan yang

dipakai maupun kebersihan lingkungannya. Selain itu, karena tingkat pendidikan

pedagang yang relatif rendah dan ketidaktahuannya, mengakibatkan mereka

seringkali menggunakan bahan-bahan tambahan makanan seperti pemanis,

pewarna, pengawet, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak diijinkan untuk

bahan-bahan tersebut dapat lebih murah (Fardiaz & Fardiaz 1994). Makanan jajanan

menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan

dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima dan di tempat-tempat keramaian umum

lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan

(3)

Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan

manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang

diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease)

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain,

kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian

yang tidak bersih, dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra,2007).

Makanan yang aman adalah makanan yang tidak tercemar, tidak

mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah

diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta

tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik

secara bakteriologi, kimia, fisik maupun selalu diperhatikan. Kualitas dari produk

pangan yang untuk dikonsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh

mikroorganisme (Silaonang, 2008).

2.3 Keamanan Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam

menjaga kesehatan tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat

kesehatan serta kecerdasan masyarakat. Oleh karena itu, pangan yang dikonsumsi

harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi jumlah, jenis maupun

mutu, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya.

Sumber ketidakamanan pangan dapat berasal dari berbagai cemaran, baik

yang merupakan cemaran biologis, cemaran kimia, maupun cemaran fisik. Selain

berbagai cemaran tersebut, pangan juga dapat menjadi tidak aman karena kondisi

(4)

pengolahan pangan. Sementara itu, lingkungan dan penjamah yang terlibat dalam

proses pengelolaan pangan juga dapat turut berperan serta dalam menentukan

kondisi keamanan pangan tersebut.

2.3.1 Cemaran Biologis

Cemaran biologis pada umumnya disebabkan oleh rendahnya kondisi

higiene dan sanitasi. Contoh cemaran biologis yang umum mencemari makanan,

adalah :

a. Salmonella pada unggas. Salmonella dapat ditularkan dari kulit telur yang

kotor;

b. Escherichia coli O157-H7 pada sayuran mentah, daging cincang (kontaminasi

dapat berasal dari kotoran hewan maupun pupuk kandang yang digunakan dalam

proses penanaman sayur);

c. Clostridium perfringens pada umbi-umbian (kontaminasi dapat berasal dari

debu dan tanah);

d. Listeria monocytogenes pada makanan beku.

Cemaran biologis ini dapat mencemari makanan pada berbagai tahapan

pengelolaan makanan, mulai dari tahap pemilihan bahan pangan, penyimpanan

bahan pangan, persiapan dan pemasakan bahan pangan, pengemasan makanan

matang, penyimpanan makanan matang dan pendistribusiannya serta pada saat

(5)

2.3.2 Cemaran Kimia

Cemaran kimia dapat berasal dari lingkungan yang tercemar limbah

industri, radiasi, dan penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk

pangan, yang ditambahkan kedalam pangan. Contoh bahan yang terkategori bahan

berbahaya adalah formalin, Rhodamin B, Boraks, dan Methanil yellow. Selain

penyebab tersebut, cemaran kimia dapat juga berasal dari racun alami yang

terdapat dalam bahan pangan itu sendiri, seperti :

a. Singkong atau kentang yang berwarna kehijauan diduga mengandung sianida

b. Ikan buntal mengandung tetradotoksin

c. Logam berat seperti merkuri, arsenik, dan timbal dari tinta, kertas fotocopy,

koran, dan limbah industri

d. Penyalahgunaan pewarna tekstil untuk makanan

e. Residu pestisida pada sayur dan buah

f. Perpindahan bahan plastik kemasan ke dalam makanan

Cemaran kimia ini dapat berasal dari bahan pangan, BTP, peralatan,

lingkungan, bahan kimia, pembasmi hama dan bahan pengemas. Seperti halnya

cemaran biologis, cemaran kimia dapat mencemari makanan pada saat pemilihan

bahan baku, penyimpanan bahan, persiapan dan pemasakan, pengemasan,

penyimpanan makanan jadi, pendistribusian serta pada saat makanan dikonsumsi.

2.3.3 Cemaran Fisik

Cemaran fisik dapat berupa: rambut yang berasal dari penjamah makanan

yang tidak menutup kepala saat bekerja, potongan kayu, potongan bagian tubuh

(6)

Cemaran fisik ini dapat berasal dari bahan pangan, dari penjamah

makanan (pakaian dan perhiasan), dan dari fasilitas yang tersedia pada saat

pengolahan, seperti peralatan yang dipergunakan (alat yang terbuat dari bahan

besi), hama, dan lingkungan (dapat diakibatkan dari pembangunan di sekitar

pengolahan bahan pangan). Cemaran fisik ini dapat mencemari makanan pada

tahapan : pemilihan, penyimpanan, persiapan, dan pemasakan bahan pangan,

pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian makanan matang serta pada saat

makanan dikonsumsi.

2.3.4 Cemaran Radiasi

Radiasi nuklir sangat berbahaya apabila langsung mengenai tubuh

manusia. Di daerah yang terpapar radiasi secara langsung maka efeknya akan

turut mengenai segala hal yang ada di sekitar wilayah paparan radiasi misalnya

tanaman pertanian, ternak, perikanan, air, maupun yang sudah berupa produk

pangan dan bahkan manusia itu sendiri. Dalam proses pengolahan pangan, radiasi

sebenarnya digunakan juga yaitu pada saat pengemasan. Kegiatan dengan

menggunakan teknik radiasi/iradiasi pangan sebenarnya masih diperkenankan jika

dilakukan dengan prosedur yang ketat sehingga produk pangan yang dihasilkan

tetap aman.

2.4 Mikrobiologi Pangan

Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

Mikroorganisme berukuran sangat kecil, biasanya bersel tunggal, tidak dapat

dilihat dengan mata telanjang dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan

(7)

pangan. Beberapa diantaranya, jika terdapat dalam jumlah yang banyak maka

dapat menyebabkan keracunan makanan (Gaman dkk, 1992).

Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi

langsung atau tidak langsung dalam sumber-sumber pencemaran mikroba, seperi

tanah, air, udara, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia ataupun

hewan (Nurwantoro dkk, 2001).

Jenis-jenis mikrobiologi pangan :

1. Protozoa merupakan binatang kecil bersel tunggal dan bersifat motil yaitu

dapat melakukan gerakan sendiri. Hampir semua jenis protozoa hidup

didalam air. Protozoa akan makan dengan cara menelan partikel-partikel

kecil makanan dan memperbanyak diri dengan pembelahan biner yaitu

membelah diri menjadi dua bagian (Gaman dkk, 1992).

2. Virus adalah mikroorganisme terkecil dan bersifat aseluler yaitu tidak

memiliki struktur sel. Virus hanya dapat hidup sebagai parasit dalam sel

hidup yang lebih besar (pada inangnya). (Gaman dkk, 1992).

3. Kapang dapat menghasilkan toksin/mikotoksin yang bersifat karsinogenik

yaitu dapat menyebabkan kanker yang berbahaya bagi manusia dan hewan

(Nurwantoro dkk, 2001).

4. Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil yang tersebar luas di

lingkungan sekitar manusia dan dapat dijumpai di udara, air, tanah, dalam

usus binatang, tumbuhan, permukaan tubuh, mulut maupung hidung.

Bakteri yang paling umum digunakan sebagai indikator adanya polusi

(8)

Bakteri koliform digunakan sebagai indikator digunakan sebagai indikator

adanya polusi yang berasal dari kotoran manusia atau hewan dan

menunjukkan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu

dan produk-produk susu (Supardi dkk, 1999).

2.5 Eschericia coli

2.5.1. Definisi Escherichia coli

Eschericia coli merupakan bakteri facultatively anaerobic gram-negative

berbentuk batang yang termasuk kedalam family Enterobacteriaceae dan

merupakan penghuni normal usus. Bakteri ini pertama kali ditemukan pada tahun

1885 dan dikenali bersifat komensal maupun berpotensi patogen. Bila Escherichia

coli tersangkut di organ lain, misalnya saluran kemih maka dapat menyebabkan

penyakit (Arisman, 2009).

Eschericia coli bersifat gram negatif berbentuk batang dan tidak

membentuk spora. E.coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 nm, tersusun

tunggal, berpasangan. E.coli tumbuh pada suhu udara 10-40c, dengan suhu

optimum 37C. pH optimum pertumbuhannya adalah 7,0-7,5. Bakteri ini sangat

sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi (Supardi,

1999).

Eschericia coli yang umumnya menyebabkan diare terjadi di seluruh

dunia. Peletakan pada sel ephitelial pada usus kecil atau usus besar sifatnya

(9)

2.5.2. Sifat-sifat Escherichia coli

Eschericia coli merupakan bakteri yang mempunyai ukuran panjang 2,0 –

6,0 nm, tersusun tunggal, berpasangan dengan peritikus ( supardi, 2001).

Eschericia colitumbuh pada suhu antara 10°C - 40°C, dengan suhu optimum 37°C

dan mati pada suhu 60°C selama 30 menit, tidak bisa bertahan pada tempat yang

kering dan kena pembasmi hama. Eschericia coli relative peka terhadap panas,

segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan proses

pembekuan tidak membinasakan bakteri, sehingga dapat hidup dalam suhu yang

rendah dalam jangka relative panjang (Volk dan Wheleer, 1984).

Ada 4 (empat) kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen yaitu

(Hawley,2003; Arisman,2009):

1. Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC)

Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di negara

berkembang. Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel

mukosa usus kecil dan membentuk filsmentous actin pedestal sehingga

menyebabkan diare cair yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berkelanjutan

menjadi kronis.

Distribusi penyakit ; sejak akhir tahun 1960-an EPEC tidak lagi sebagai

penyebabutama diare pada bayi di amerika utara dan eropa. Namun EPEC masih

sebagai penyakit utama diare pada bayi di beberapa Negara sedang berkembang

(10)

Resrvoirnya adalah manusia.

Cara penularan : dari makanan bayi dan makanan tambahan yang

terkontaminasi. Di tempat perawatan bayi, penularan dapat terjadi melalui

alat-alat dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar

diabaikan.

Masa inkubasi : berlangsung antara 9-12 jam pada penelitian yang

dilakukan di kalangan dewasa. Tidak diketahui apakah lamanya masa inkubasi

juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah.

Masa penularan : tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan

dapat berlangsung lama.

Kerentanan dan kekebalan : walaupun fakta menunjukkan bahwa mereka

yang rentan terhadap infeksi adalah bayi namun tidak diketahui apakah hal ini

disebabkan oleh faktor kekebalan ataukah ada hubungannya dengan faktor umur

atau faktor lain yang lebih spesifik. Oleh karna itu diare ini dapat ditimbulkan

melalui percobaan pada sukarelawan dewasa maka kekebalan spesifik menjadi

penting dalam menentukan tingkat kerentanan. Infeksi EPEC jarang terjadi pada

bayi yang menyusui (mendapat ASI). Diare seperti ini dapat disembuhkan dengan

pemberian antibiotika.

2. Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)

Merupakan penyebab diare umum pada bayi di negara berkembang seperti

indonesia. Berbeda dengan EPEC, Esherichia coli jenis ini memproduksi

beberapa jenis eksotoksin yang tahan maupun tidak tahan panas di bawah kontrol

(11)

merangsang sel epitel usus untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi

Diare.

Identifikasi ; penyebab utama “Travelers diarrhea” orang-orang dari negara maju

yang berkunjung ke negara berkembang. Penyakit ini juga sebagai penyebab utaa

dehidrasi pada bayi dan anak di negara berkembang. Strain enteroksigenik dapat

miripdengan vibrio cholerae dalam hal menyebabkan diare akut yang berat

(profuse watery diarrhea) tanpa darah atau lendir (mucus). Gejalan lain berupa

kejang perut, muntah , asidosis, lemah dan dehidrasi lebih dari 5 hari. Distribusi

penyakit : penyakit yang muncul terutama di negara yang sedang berkembang.

Dalam 3 tahun pertama dari kehidupan , hampir semua anak-anak di

negara-negara berkembang mengalami berbagai macam infeksi ETEC yang menibulkan

kekebalan. Oleh karena itu penyakit ini jarang menyerang anak yang lebih tua dan

orang dewasa. Infeksi terjadi antara para pelancong yang berasal dari

negara-negara maju yang berkunjung ke negara-negara-negara-negara berkembang. Reservoir : manusia.

Infeksi ETEC terutama oleh spesies khusus, manusia merupakan reservoir strain

penyebab diare pada manusia.

Cara penularan: melalui makanan yang tercemar dari air minum yang

tercemar. Khususnya penularan melalui makanan tambahan yang tercemar

merupakan cara penularan yang paling penting terjadinya infeksi pada bayi.

Penularan melalui kontak langsung tangan yang tercemar tinja jarang terjadi.

3. Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)

Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, ETEC menyebabkan

(12)

akut dan bisa sembuh spontan, penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri abdomen,

diare disertai darah, gejala seperti ini merupakan komplikasi dari diare ringan.

Kategori Escherichia coli penyebab diare ini kenal pada tahun 1982 ketika

terjadi suatu KLB hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan oleh

serotipeyang tidak lazim, Escherichia coli yang sebelumnya tidak terbukti sebagai

patogen enterik. EHEC menghasilkan verotoksin. Verotoksin memiliki banyak

sifat yang serupa dengan toksin. Diare dapat bervariasi mulai dari yang ringan

tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam tinja tetapi tidak

mengandung lekosit.

Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik

(HUS) dan purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare

karna EHEC berkembang lanjut menjadi HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin

kuat yang disebut toksin shiga 1 dan 2. Toksin shiga 1 identik dengan toksin shiga

yang dikeluarkan oleh shigella dysentriae 1.

4. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)

Menimbulkan penyakit yang sangat mirip shigelosis. Penyakit ini terjadi

paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan pada pengunjung

negara-negara tersebut. Seperti shigela, strain EIEC tidak memfermentasikan laktosa atau

memfermentasikan laktosa dengan lambat dan nonmotil. EIEC menimbulkan

penyakit dengan menginvasi sel epitel mukosa usus.

Escherichia colijuga dapat menyebabkan infeksi di luar saluran

pencernaan seperti : infeksi saluran kemih, abses usus buntu, peritonitis, radang

(13)

Tabel 2.1 ciri-ciri infeksi yang disebabkan oleh Escherichia coli

Usia < 2 tahun Semua umur Tidak diketahui Anak-anak, dewasa Gejala Diare,

gangguan pernafasan

Choleralike Seperti shigella Diare berdarah

2.5.3 Kontaminasi Escherichia coli pada makanan dan pencegahannya

Escherichia coli merupakan flora normal di dalam saluran pencernaan

manusia dan hewan yang dapat dengan mudah mencemari air. Oleh karena itu,

biasanya kontaminasi Escherichia coli pada makanan dapat terjadi karena

menggunakan air yang tercemar tersebut. Bahan makanan yang sering

terkontaminasi oleh Escherichia coli adalah daging ayam, daging sapi, daging

babi selama penyembelihan, ikan dan makanan hasil laut lainnya, telur dan

produk olahannya, sayur, buah-buahan, sari buahserta bahan minuman seperti

susu dan lainnya. Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan pangan juga sering

terkontaminasi oleh Escherichia coli, yang berasal dari air yang digunakan untuk

(14)

pengolahan pangan merupakan suatu tanda praktik sanitasi yang kurang baik

(Supardi dkk, 1999).

Mencegah pertumbuhan bakteri ini pada makanan, sebaiknya makanan

disimpan pada suhu yang rendah. Bakteri ini juga relatif sensitif terhadap panas

dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemanasan

makanan. Suhu pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan

sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab

penyakit seperti bakteri penyebab penyakit (Supardi dkk, 1999). Pencegahan

lainnya juga dapat dengan menjaga higiene, makanan dimasak dengan baik dan

mencegah air dari kontaminasi oleh tinja/kotoran atau bila perlu air diberi

perlakuan khlorinasi (Nurwanto dkk, 1997).

2.6 Bahan Tambahan pangan

Menurut Permenkes RI No. 722/MENKES/PER/IX/88, Bahan Tambahan

Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan

biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak

mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk

maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan,

penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau

pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau mempengaruhi sifat khas

makanan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012 tentang

Bahan Tambahan Pangan agar makanan jajanan tersebut tidak mengandung bahan

(15)

Penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan untuk dapat meningkatkan

atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pengan

lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada

umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu

sebagai berikut (Cahyadi, 2009):

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam

makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan

membantu pengolahan. Contohnya adalah pengawet, pewarna, pengeras

dan lain sebagainya.

2. Bahan tambahan pangan dengan tidak sengaja ditambahkan ke dalam

makanan (bahan yang tidak memiliki fungsi dalam makanan tersebut),

baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama

proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula

merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan

untuk produksi bahan mentah atau penangananya yang masih terus

terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contohnya adalah

residu pestisida, antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklik.

Pemakaian bahan tambahan pangan yang aman merupakan pertimbangan

yang penting. Jumlah bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan

dalam pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan

prngaruh yang dikehendaki. Batasannya harus ditetapkan dengan memperhatikan

(16)

1. Perkiraan jumlah pangan yang dikonsumsi atau bahan tambahan pangan

yang diusulkan ditambahkan.

2. Ukuran minimal yang pada pengujian terhadap binatang percobaan

menghasilkan penyimpanan yang normal pada kelakuan fisiologisnya.

3. Batasan terendah yang cukup aman bagi kesehatan semua golongan

konsumen.

2.6.1 Bahan Tambahan Pangan Yang Diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

722/MENKES/Per/IX/1988, golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang

diizinkan diantaranya sebagai berikut :

1. Antioksidan (antioxidant) adalah bahan tambahan makanan yang dapat

mencegah atau menghambat oksidasi. Contohnya : asam askorbat dan

asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging, ikan, dan

buah-buahan kaleng. Butil hidroksianisol (BHA) atau butil hidroksi toluen

(BHT) untuk lemak, minyak, danmargarin.

2. Antikempal (anticaking agent) adalah tambahan makanan yang dapat

mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung, atau

bubuk. Contohnya : aluminium silikat serta magnesium karbonat untuk

susu bubuk dan krim bubuk.

3. Pengatur keasaman (acidity regulator) adalah bahan tambahan makanan

(17)

keasaman makanan. Contohnya : asam klorida untuk bir, dan asam

fumarat untuk jeli.

4. Pemanis buatan (artificial sweetener) adalah bahan tambahan makanan

yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau

hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contohnya : sakarin dan siklamat.

5. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent) adalah bahan

tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau

pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

Contohnya : asam askorbat dan aseton peroksida.

6. Pengemulasi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener)

adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau

memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Contohnya :

karagenan untuk pemantap dan pengental produk susu, gelatin dan

amonium alginat untuk pemantap es krim.

7. Pengawet (preservative) adalah bahan tambahan makanan yang mencegah

atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap

makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya : natrium

benzoat untuk pengawet kecap dan saus tomat, asam propionat untuk keju

dan roti.

8. Pengeras (firming agent) adalah bahan tambahan makanan yang dapat

memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya :

(18)

ketimun dalam botol, kalsium sitrat untuk apel kalengan dan sayur

kalengan.

9. Pewarna (colour) adalah bahan tambahan makanan yang dapat

memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contohnya : karamel

untuk warna coklat, xanthon untuk warna kuning, dan klorofil untuk warna

hijau.

10.Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer) adalah

bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau

mempertegas rasa dan aroma. Contohnya : monosodium glutamat untuk

menyedapkan rasa daging.

11.Sekuestran (sequestrant) adalah bahan tambahan makanan yang dapat

mengikat ion logam yang ada dalam makanan. Contohnya : asam fosfat

dan asam sitrat. Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri

tersebut masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa digunakan dalam

pangan, misalnya (Cahyadi, 2009) :

a. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba,

yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat

pangan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.

b. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan serupa asam amino, mineral,

atau vitamin, baik tunggal, maupun campuran, yang dapat

meningkatkan nilai gizi pangan.

c. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air)

(19)

2.6.2. Bahan Tambahan Pangan Yang Tidak Diizinkan

Bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan atau dilarang menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

722/MENKES/PER/IX/1988 dan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 sebagai

berikut (Cahyadi, 2009) :

1. Natrium tetraborat (boraks)

2. Formalin (formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)

4. Kloramfenikol (chlorampenicol)

5. Kalium klorat (pottasium chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)

7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)

9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1168/MENKES/PER/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada

tambahan kimia yang dilarang, seperti Rhodamin B (pewarna merah), methanyl

yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis), dan potasium bromat

(pengeras) (Yuliarti, 2007).

2.7. Zat Pewarna

2.7.1. Pengertian Zat Pewarna

Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas

(20)

dalam makanan. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap

konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga

produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya (Yuliarti,

2007).

Zat pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang dapat

memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan warna pada

makanan dimaksudkan untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau

menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada

makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik (Winarno, 1997).

2.7.2. Jenis Zat Pewarna

Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna

yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan

pewarna sintetis.

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang berasal dari tanaman dan hewan yang dapat

digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut

menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan

bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.

Umumnya pewarna alami aman untuk digunakan dalam jumlah yang besar

sekalipun, berbeda dengan pewarna sintetis yang demi keamanan penggunaannya

(21)

2. Pewarna Sintetis

Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur

pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang

diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut Permitted Color atau Certified

Color. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur

penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi

pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna

tersebut (Yuliarti, 2007).

2.7.3. Dampak Zat Pewarna

Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun

mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, di antaranya dapat

membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan

mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama

pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan dan

bahkan mungkin memberikan dampak negatif kesehatan manusia. Beberapa hal

yang mungkin member dampak negatif tersebut terjadi apabila :

1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.

2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.

3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda – beda, yaitu

tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari –

hari, dan keadaan fisik.

4. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna

(22)

5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang

tidak memenuhi persyaratan.

2.8. Rhodamin B

2.8.1. Pengertian Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada

makanan, terutama makanan jajanan. Rhodamin B adalah zat pewarna berupa

serbuk kristal berwarna merah keunguan, tidak berbau, serta mudah larut dan

dalam larutan warna merah terang berfluorensi. Rhodamin B termasuk salah satu

zat pewarna yang diperuntukkan sebagai pewarna kertas atau tekstil serta

dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk

pangan (Syah, 2005).

Rhodamin B memiliki nama lain, di antaranya acid butirat pink B, ADC

Rhodamin B, Brilliant pink B, Calcozine Rhodamin BL, aizen Rhodamin BH,

aizen Rhodamin BHC, akiriku Rhodamin B, calcozine Rhodamin BX, calcozin

Rhodamin BXP, cerise toner, certiqual Rhodamin, cogilor red 321.10, cosmetic

briliant pink bluish D conc, edicol supra rose B, elcozine Rhodamin B, geranium

lake N, hexacol Rhodamin B extra, rheonin B, symulex magenta, takaoka

Rhodamin B, tetraetil Rhodamin (Anonimous, 2011).

Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat

molekul sebesar 479.000. Menurut Direktur Jendral Pengawasan Obat dan

Makanan No.00366/C/II/1990, zat pewarna Rhodamin B dinyatakan sebagai

(23)

2.8.2 Manfaat Rhodamin B

Pemakaian bahan pewarna Rhodamin B dalam pangan mempunyai

dampak positif bagi produsen dan konsumen, yang diantaranya dapat membuat

suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna

dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan (Cahyadi,2009).

Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, woll, serat kulit

kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan pernis, sabun, dan bulu (Merck Indeks,

2006). Rhodamin B biasanya juga digunakan untuk memberikan kesan lebih

merah atau lebih terang kepada sifat benda yang dicampur dengan Rhodamin B.

2.8.3. Dampak Rhodamin B Terhadap Kesehatan

Menurut Yuliarti (2007), penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam

waktu yang lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati

maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar

maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila

Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi

pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing

yang berwarna merah ataupun merah muda. Menghirup Rhodamin B dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran

pernafasan. Demikian pula apabila zat kimia ini mengenai kulit maka kulit pun

akan terkena iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi

(24)

2.8.4. Tindakan Bila Terpapar Rhodamin B

Tindakan yang bisa dilakukan bila terpapar Rhodamin B adalah sebagai

berikut (Syah, 2005) :

1. Bila terkena kulit, lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu penderita yang

terkontaminasi atau terkena Rhodamin B;

2. Cuci kulit dengan sabun dan air mengalir sampai bersih dari Rhodamin B,

selama kurang lebih 15 menit sampai 20 menit. Bila perlu hubungi dokter;

3. Bila terkena mata, bilas dengan air mengalir atau larutan garam fisilogis,

mata dikedip –kedipkan sampai dipastikan sisa Rhodamin B sudah tidak

ada lagi atau sudah bersih. Bila perlu hubungi dokter;

4. Bila tertelan dan terjadi muntah, letakan posisi kepala lebih rendah dari

pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan masuk ke saluran

pernapasan. Bila korban tidak sadar, miringkan kepala ke samping atau ke

satu sisi. Bila perlu hubungi dokter.

2.9 Pengertian Higiene dan Sanitasi

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk

melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring,

membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan

secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Higiene adalah suatu usaha pencegahan

penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia

(25)

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih

untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadai

sampar agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Sanitasi adalah upaya

pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan

lingkungan hidup manusia. (Widyati, 2002).

Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena

erat kaitannya. Misalnya Higienenya sudah baik karena mau mencuci tangan,

tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedianya air bersih,

maka mencuci tangan tidak sempurna. (Depkes RI, 2004).

2.10 Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang

menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan

dan minuman dari segala bahaya yang dapat menggangu atau merusak kesehatan,

mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,

penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan minuman

tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen (Depkse

RI, 2004).

Menurut Haris (1986), sanitasi makanan ini bertujuan untuk :

1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan.

2. Mencegah konsumen dari penyakit.

(26)

Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang

harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut (Budiman, 2007) :

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.

2. Kebersihan individu dalam pengolahan makanan.

3. Keamanan terhadap penyediaan air.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,

penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian dan pembersihan peralatan alat perlengkapan.

2.10.1. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat

dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi

tubuh. Pengolahan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan

berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan sanitasi makanan.

Prinsip-prinsip ini penting untuk diketahui karena berperan besar sebagai faktor kunci

keberhasilan usaha makanan. Menurut Depkes RI 2004, enam prinsip makanan

dan minuman, yaitu :

1. Pemilihan Bahan Makanan

Bahan makanan yang akan diolah terutama yang mengandung protein

hewani seperti, daging, susu, ikan/udang dan telur harus dalam keadaan baik dan

segar. Demikian pula bahan sayur harus dalam kedaan segar dan tidak rusak,

begitu juga dengan bahan makanan lainnya keadaanya tidak boleh berubah

(27)

adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber

yang tidak jelas karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya

(Mukono, 2006).

2. Penyimpanan Bahan Makanan

a. Tidak semua bahan makanan langsunh dikonsumsi, tetapi sebagian

mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di

gudang (Budiman, 2007). Menurut Depkes RI dalam Purnamasari (2009),

bahwa ada empat cara penyimpan makanan yang sesuai dengan suhunya

yaitu:Penyimpan sejuk (coolling), yaitu suhu penyimpanan 10oC -15oC

untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur.

b. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4oC-10oC untuk

bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.

c. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0oC- 4oC

untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24

jam.

d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan <0oC untuk bahan

yang mudah rusak utnuk jangka waktu > 24 jam.

Penyimpanan bahan mentah harus dilakukan dengan baik untuk mencegah

terjadinya kebusukan, kontaminasi, dan kerusakan lainnya. Aturan yang penting

dalam penyimpanan diringkas menjadi FIFO (First In First Out). Makna dari

istilah tersebut adalah bahwa bahan yang harus digunakan berdasarkan urutan

(28)

yang tiba terakhti diletakkan di belakang bahan yang diterima lebih awal

(Arisman, 2009).

Makanan yang cepat membusuk seperti daging, ikan, susu, dan telur

disimpan pada tempat khusus sesuai suhu yang ditetapkan dan diusahakan adanya

sirkulasi udara/ventilasi, untuk bahan lainnya pada tempat yang tidak terjangkau

tikus, serangga, dan binatang pengganggu lainnya. Sedangkan untuk

rempah-rempah dan kacang-kacangan lebih baik disimpan di tempat yang kering dan

dalam wadah yang telah diatur kelembabannya agar tidak mudah tumbuh spora

(Mukono, 2006).

3. Pengolahan Makanan Proses

Pengolahan makanan harus memenuhi peryaratan sanitasi terutama

berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak (Budiman,

2007). Pengolahan bahan makanan menjadi makanan siap santap, yang

merupakan salah satu titik rawan terjadinya keracunan. Banyak kasus keracunan

terjadi karena tenaga pengolahannya tidak memperhatikan aspek higiene dan

sanitasi (Sjahmien, 1992).

Pada proses atau cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu

diperhatikan, yaitu:

a. Tempat pengolahan makanan

Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah,

tempat pengolahan ini sering disebut dengan dapur. Dapur mempunyai peranan

(29)

dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur

yang memenuhi syarat-syarat kesehatan antara lain (Azwar, 1996):

1. Selalu dalam keadaan bersih.

2. Mempunyai cukup persediaan air bersih untuk mencuci.

3. Mempunyai saluran pembuangan air kotor .

4. Mempunyai bak pencuci tangan dan alat-alat yang dipergunakan.

5. Mempunyai tempat sampah.

6. Alat-alat dapur selalu dalam keadaan bersih.

7. Mempunyai ventilasi yang cukup guna memasukkan udara segar serta

mengeluarkan asap serta mengeluarkan bau makanan yang kurang sedap.

8. Mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan yang baik, artinya

sampai tidak tercemar oleh debu, tidak menjadi sarang serangga atau tikus.

9. Tidak meletakkan zat-zat yang berbahaya (misalnya insektisida) berdekatan

dengan bumbu dapur.

10. Mempunyai alat pencegah kebakaran.

b. Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan

dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan,

pengolahan, pengangkutan sampai penyajian (Depkes RI, 2006).

Menurut Depkes RI tahun 2003, penjamah makanan jajanan dalam

melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi

persyaratan antara lain :

1. Tidak menderita penyakit mudah menular seperti : batuk, pilek,

(30)

2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya).

3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian.

4. Memakai celemek dan tutup kepala.

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

c. Cara pengolahan makanan

Menurut Purawidjaja (1995), tujuan pengolahan bahan makanan adalah

agar terciptanya makanan yang memnuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa

yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera. Cara pengolahan

makanan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai

akibat cara pengolahan makanan yang salah dan mengikuti kaidah atau

prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (Good Manufacturing

practice).

4. Pengangkutan Makanan

Ketika bahan makanan diangkut dari sumber ke pasar, maka sanitasinya

harus pula diperhatikan. Tergantung dari bahan makanan apa yang diangkut, maka

cara pengangkutan yang dipakai bermacam-macam. Berbagai cara pengangkutan

ini pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yakni agar bahan makanan tidak sampai

tercemar oleh zat-zat yang membahayakan,dan agar bahan makanan tersebut tidak

sampai rusak. Pengangkutan daging atau ikan segar mislanya, sebaiknya

dilakukan dengan mempergunakan alat pengangkut yang dilengkapi alat

pendingin yang tertutup. Dengan cara ini, daging atau ikan tersebut tidak rusak

serta berbagai penyebab yang diperkirakan dapat mencemarkannya dapat

(31)

5. Penyimpanan Makanan Masak

Jika makanan yang telah dimasak tidak habis sekali makan, atau karena

mungkin dimasak dalam jumlah yang banyak (pada restoran) maka makanan ini

biasanya disimpan (Azwar, 1996). Sisa makanan yang disimpan kembali harus

dijaga sanitasinya dengan memperhatikan tempat dan suhu penyimpanan serta

suhu pemanasannya (Widyati, 2002).

Syarat penyimpanan makanan jadi yaitu :

a. Terlindung dari debu, bahan kimia yang berbahaya, serangga dan hewan.

b. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 650C atau lebih atau

disimpan dalam suhu dingin 40C atau kurang.

c. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (> 6 jam) disimpan

dalam suhu 50C sampai 10C (Mukono, 2006).

6. Penyajian/penjaja makanan

Penyajian/penjaja makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan

makanan. Makanan sebelum disajikan harus diatur sedemikian rupa sehingga

selain menarik, juga menambah selera makan dan terhindar dari kontaminasi serta

terjaga sanitasinya. Makanan yang disajikan disini sudah dikemas dalam bungkus

plastik dan akan dijual. Bahan tersebut harus sesuai dengan produk yang akan

dikemas, kondisi penyimpanan yang diharapkan dan tidak boleh mengeluarkan zat

yang tidak dikehendaki melampaui batas yang ditetapkan oleh instansi yang

(32)

Untuk meningkatkan mutu makanan jajanan, perlengkapan/sarana penjaja

disarankan juga memenuhi syarat kesehatan, antara lain (Depkes RI, 2003) :

a. Mudah dibersihkan.

b. Harus terlindungi dari debu dan pencemar.

c. Tersedia tempat untuk :

- Air bersih

- Penyimpanan bahan makanan

- Penyimpanan makanan jadi/siap

- Penyimpanan peralatan

- Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)

Selain itu dalam penyajian/penjajaan makanan hal yang juga harus

diperhatikan adalah lokasi penjualan yang mana juga harus memenuhi syarat

kesehatan, antara lain:

a. Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 m dari sumber pencemar.

b. Lokasi usaha terhindar dari serangga.

c. Lokasi usaha dilengkapi tempat pembuangan sampah yang tertutup.

d.Lokasi usaha dilengkapi fasilitas sanitasi air bersih, tempat

(33)

Gambar

Tabel 2.1 ciri-ciri infeksi yang disebabkan oleh Escherichia coli

Referensi

Dokumen terkait

Bushido merupakan kode etik yang digunakan oleh samurai namun seiring dengan berjalannya waktu meluas hingga menjadi tradisi pada masyarakat Jepang. Nilai-nilai

Kajian ini adalah bertujuan untuk mengkaji keberkesanan penggunaan modul pembelajaran bagi mata pelajaran Sistem Elek1:ronik 2 ( E2002 ) dapat membantu pensyarah dan pelajar dalam

Kegiatan ini diawali dengan melakukan kesepakatan dengan kedua mitra, yaitu usaha mikro “ Dua Kelapa” dan usaha mikro “ Ngetop Gula Merah”. Dengan melakukan

-  Video Lecture: Komposisi Pakan dan Tubuh Hewan  Video: Pengukuran komposisi tubuh dengan urea space technique  Tugas: menghitung komposisi pakan dan konversi dari

Untuk menganalisis pengaruh current ratio, debt to equity ratio, net profit margin, dan total asset turnover terhadap earning per share pada perusahaan property dan

Pengurutan data (sort) adalah algoritma yang meletakkan elemen pada sebuah list atau tabel dengan urutan

Namun, untuk jumlah bilangan di dalam himpunan tersebut cukup besar, algoritma exhaustive search menjadi sangat tidak efisien karena kompleksitas waktu algoritma

Penilaian kinerja manajemen rantai pasok antara pemasok, perusahaan dan pelanggan yang baik dapat diukur dengan salah satu model pengukuran kinerja SCM, yaitu model