• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Konsentrasi Polutan Karbon Monoksida (Co) Dan Nitrogen Dioksida (NO2) Di Terminal Terpadu Amplas Medan Dengan Model Screen3 Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Konsentrasi Polutan Karbon Monoksida (Co) Dan Nitrogen Dioksida (NO2) Di Terminal Terpadu Amplas Medan Dengan Model Screen3 Chapter III V"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan spasial. Analisis kuantitatif yaitu melakukan perhitungan konsentrasi polutan CO dan NO2 di Terminal Terpadu Amplas menggunakan model SCREEN3. Sementara itu, analisis spasial yaitu memetakan konsentrasi CO dan NO2 dengan program Surfer 11. Tahapan awal yang dilakukan adalah menghitung jumlah dan jenis kendaraan untuk mendapatkan laju emisi. Selanjutnya laju emisi dan data sekunder berupa data dimensi (panjang dan lebar) Terminal Terpadu Amplas dan data meteorologi dimasukkan ke model SCREEN3 untuk mendapatkan konsentrasi maksimum.

(2)

III-2

Visualisasi distribusi konsentrasi CO dan NO2 dengan Surfer 11

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

(3)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan Terminal Terpadu Amplas Kota Medan yang berada di Jalan Panglima Denai, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dan penempatan peralatan pengambil contoh uji mengacu pada SNI 19-7119.6-2005. Titik sampling penelitian berjumlah 6 (enam) titik, yaitu:

1. Titik 1 : Gerbang masuk Terminal Terpadu Amplas;

Semua kendaraan yang hendak masuk ke kawasan terminal akan melewati pintu masuk ini, sehingga diperkirakan titik ini merupakan salah satu titik dengan jumlah kendaraan yang besar.

2. Titik 2 : Area parkir kendaraan;

Titik ini merupakan pelataran parkir kendaraan seperti angkot dan minibus serta merupakan titik perlintasan kendaraan setelah melewati gerbang masuk terminal. 3. Titik 3 : Area parkir bus AKAP

Titik ini merupakan tempat bus AKAP menunggu penumpang dan titik perlintasan kendaraan. Selain itu di titik ini juga terdapat truk yang keluar dari tempat pengujian kendaraan bermotor.

4. Titik 4 : Pelataran bus AKDP;

Titik ini merupakan area parkir bus AKDP saat menunggu penumpang. Banyak terdapat kios kecil/warung makan di sekitar titik sampling ini.

5. Titik 5 : Area parkir angkutan kota;

Titik ini merupakan pelataran angkutan kota dan merupakan salah satu titik dengan jumlah kendaraan yang besar.

6. Titik 6 : Gerbang keluar Terminal Terpadu Amplas.

(4)

III-4 Lokasi penelitian dan titik sampling ini dipilih atas beberapa pertimbangan, yaitu:

1. Terminal Terpadu Amplas merupakan terminal tersibuk di Kota Medan. Terminal ini tidak hanya melayani rute perjalanan dalam provinsi seperti Tebing Tinggi, Siantar, dan lain-lain melainkan juga melayani rute luar provinsi hingga ke Jakarta (Siagian, 2016). Hal ini menunjukkan adanya aktivitas kendaraan bermotor yang tinggi di Terminal Terpadu Amplas yang dapat menyumbangkan polutan ke udara seperti polutan CO dan NO2;

2. Titik-titik tersebut dipilih karena merupakan titik terpadat di sekitar lingkungan terminal sehingga diharapkan dapat mewakili kualitas udara ambien di Terminal Terpadu Amplas;

3. Penentuan titik sampling berdasarkan data windrose yang didapat dari data arah dan kecepatan angin di Kota Medan tahun 2011 hingga tahun 2015. Windrose ini mengilustrasikan fluktuasi arah dan kecepatan angin di Kota Medan sehingga dapat digunakan untuk penentuan lokasi penelitian. Hasil windrose menunjukkan arah angin dominan Kota Medan bergerak dari arah utara ke selatan dengan kecepatan 2,1 – 3,6 m/detik. Lokasi Terminal Terpadu Amplas sendiri berada di daerah selatan Kota Medan, sehingga diperkirakan lokasi ini sesuai untuk dijadikan lokasi penelitian. Gambar windrose dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran II.

Lokasi Terminal Terpadu Amplas dapat dilihat pada Gambar 3.2 sedangkan tampak atas Kawasan Terminal Terpadu Amplas yang dilihat dari Google Earth dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar ini menunjukkan penggunaan lahan di sekitar kawasan Terminal Terpadu Amplas. Peletakan titik sampling dapat dilihat pada Gambar 3.4.

(5)

Gamba

Gambar 3.3

bar 3.2 Peta Lokasi Terminal Terpadu Amplas

Sumber: Bappeda Kota Medan (2007)

Tampak Atas Kawasan Terminal Terpadu Amplas

(6)

III-6 Gambar 3.4 Peta Titik Sampling di Terminal Terpadu Amplas

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan (2012)

Keterangan:

Titik Sampling Jalan

Skala 1 : 2000

(7)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) hari yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis tanggal 7-9 Februari 2017 dengan pembagian 1 (satu) hari untuk 2 (dua) titik sampling. Data primer yang diambil adalah konsentrasi CO dan NO2, kecepatan angin, koordinat titik sampling, serta jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah pada Lampiran VI menjelaskan bahwa untuk mendapatkan data/nilai 1 (satu) jam pada pengambilan sampel manual diperlukan pengukuran konsentrasi CO dan NO2 pada salah satu interval waktu di bawah ini. Durasi pengukuran di setiap interval adalah 1 (satu) jam.

1. Interval waktu 06.00 – 09.00 (pagi); 2. Interval waktu 12.00 – 14.00 (siang); 3. Interval waktu 16.00 – 18.00 (sore).

Berdasarkan Permen LH No.12 Tahun 2010 tersebut, dipilih waktu sampling yaitu waktu pagi dan waktu siang. Waktu dan parameter yang diukur saat sampling dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Titik dan Parameter yang Diukur saat Sampling

Hari Titik Titik Koordinat Waktu Parameter

Ke-1

(8)

III-8 karyawan BTKLPP Kota Medan hanya sampai pukul 16.00 WIB, sehingga durasi pengukuran yang memungkinkan hanya waktu pagi dan waktu siang.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah:

1. Jumlah dan jenis kendaraan di Terminal Terpadu Amplas; 2. Konsentrasi CO dan NO2;

3. Data meteorologi: intensitas radiasi matahari, kecepatan angin, dan kelas stabilitas atmosfer.

3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data primer yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil sampling langsung di lapangan. Metode sampling yang digunakan adalah grab sampling (pengukuran sesaat). Data primer yang dikumpulkan yaitu:

1. Jumlah dan jenis kendaraan

Perhitungan jumlah kendaraan dilakukan secara manual menggunakan alat counter. Klasifikasi jenis kendaraan yang dihitung adalah sepeda motor, angkutan kota, mobil, penumpang, pick-up, minibus, bus, dan truk.

2. Koordinat titik sampling

Koordinat titik sampling pemantauan kualitas udara ambien yaitu konsentrasi CO dan NO2 diketahui dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS). Alat GPS dapat dilihat pada Gambar 3.5. Data ini akan dimasukkan ke program Surfer 11 untuk memvisualisasikan konsentrasi polutan dari Terminal Terpadu Amplas dalam bentuk peta isopleth konsentrasi CO dan NO2.

(9)

Gambar 3.5 Global Positioning System 3. Kecepatan angin

Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer yang ditunjukkan Gambar 3.6. Spesifikasi anemometer yang digunakan adalah:

Merk : KRISBOW KW06-562

Aliran udara : 0-999,900 ft3/menit Percepatan udara : 1,00-30,00 m/detik

Akurasi : ±3% ±0,20% m/detik

Dimensi : 163×45×34 mm

Diameter kipas : 27,2 mm

Berat : 257 g

(10)

III-10 4. Konsentrasi CO dan NO2 observasi.

Prosedur pengukuran karbon monoksida (CO) di udara ambien sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) 7119.10:2011 tentang Cara Uji Kadar Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Metode Non Dispersive Infra Red (NDIR). Prinsip kerja CO analyzer dapat dilihat pada Tabel 3.2, sementara CO analyzer ditunjukkan oleh Gambar 3.7.

Tabel 3.2 Prinsip Kerja CO analyzer

Alat Bahan Prinsip Kerja

CO analyzer 1. Gas nol (zero gas): N2 atau He

2. Gas rentang induk: gas standar CO untuk kalibrasi 3. Gas rentang kerja:

gas standar CO untuk uji linieritas

Pengukuran berdasarkan sinar infra merah yang terabsorbsi oleh analit. CO analyzer bekerja berdasarkan kemampuan gas CO menyerap sinar infra merah. Banyaknya intensitas sinar infra merah yang diserap sebanding dengan konsentrasi CO.

Sumber: BSN (2011)

Gambar 3.7 CO Analyzer Spesifikasi alat CO analyzer yang digunakan adalah:

Merk : Quest Technologies Type AQ50000 Pro

Prinsip langsung : Secara kimia Prinsip deteksi : Sensoring Metode deteksi : Elektrokimia

Aplikasi : Analisa gas

Dimensi : 15 × 10,5 × 6 in (38 × 26,7 × 15 cm)

Berat : 9 kg

(11)

Peralatan daya : Baterai NiMH rechargeable, AA alkaline, dan AC adapter

Kondisi operasi : 0 sampai 50 oC (32 sampai 122 oF) Jadwal kalibrasi : Tahunan

Data konsentrasi CO dengan menggunakan alat CO analyzer adalah dalam satuan ppm, sehingga untuk perhitungan validasi data tersebut harus diubah terlebih dahulu ke dalam satuan µg/m3. Konversi ppm ke dalam µg/m3 dilakukan dengan menggunakan

Patm = Tekanan udara pada kondisi STP (Standart Temperature and Pressure), 1 atm Tatm = Temperatur udara pada kondisi STP, 298 K

R = 0,0821 L.atm/mol.K

Prosedur pengukuran nitrogen dioksida (NO2) di udara ambien suai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) 19-7119.2:2005 tentang Cara Uji Kadar Nitrogen Dioksida (NO2) Dengan Metode Griess Saltzman Menggunakan Spektrofotometer. Prinsip kerja impinger dapat dilihat pada Tabel 3.3, sementara impinger ditunjukkan oleh Gambar 3.8.

Tabel 3.3 Prinsip Kerja Impinger

Alat Bahan Prinsip Kerja

Impinger 1. Asam sulfanilat 2. Air suling

Gas NO2 diserap dalam larutan Griess Saltzman

sehingga membentuk suatu senyawa azo dye berwarna merah muda yang stabil setelah 15 menit. Konsentrasi larutan ditentukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm.

(12)

III-12 Gambar 3.8 Impinger

Spesifikasi impinger yang digunakan adalah:

Nama alat : Air Sampler Impinger

Tipe : ITP-1011

Merek : InScienPro

Kapasitas penghisap : Maksimum 2 liter udara/menit tanpa beban Teknologi penghisap : Vibrasi katup ganda

Jumlah pompa hisap : 5 unit

Pengatur hisapan : Saklar putar bertahap Lubang hisap : 5 buah ukuran ¼ inch Lubang tiup/ukur : 5 buah ukuran ¼ inch

Dimensi mekanikal : Panjang 51 cm; lebar 21 cm; tinggi 22 cm; berat +/- 5 kg Perlengkapan utama : 5 unit tabung reaksi (impinger); 5 unit pengaman 1 slot

selang fleksibel (¼ inch); 1 buah buble flow meter Kemampuan operasi : 24 jam

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengambil data yang telah tersedia di instansi-instansi terkait. Jenis data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Jenis Data Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian

Jenis Data Instansi

Layout peta dan luas Terminal Terpadu Amplas Dinas Perhubungan Kota Medan Data meteorologi

1. Intensitas radiasi matahari

2. Arah dan kecepatan angin di Kota Medan Tahun 2011-2015

BMKG Sampali Medan BMKG Kota Medan

(13)

3.5 Teknik Pengolahan Data

Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan metode analisis kuantitatif dan spasial.

3.5.1 Arah dan Kecepatan Angin

Data arah dan kecepatan angin di Kota Medan selama 5 tahun terakhir (2011-2015) diperlukan untuk pembuatan windrose menggunakan program WRPLOTVIEW. Windrose ini mengilustrasikan fluktuasi arah dan kecepatan angin di Kota Medan sehingga dapat digunakan untuk penentuan lokasi penelitian. Data arah dan kecepatan angin Tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Lampiran I dan gambar windrose dapat dilihat pada Lampiran II.

3.5.2 Perhitungan Laju Emisi CO dan NO2 per Unit Area

Laju emisi per unit area adalah besarnya massa polutan yang dikeluarkan oleh suatu sumber emisi dalam satuan waktu per unit area (EPA, 1995). Laju emisi CO dan NO2 per unit area didapat dari perhitungan beban emisi dibagi dengan luasan lokasi penelitian dalam hal ini luas Terminal Terpadu Amplas. Sementara itu, beban emisi adalah besarnya massa polutan yang diemisikan ke udara oleh kegiatan lalu lintas per satuan waktu tertentu (Sengkey, dkk., 2011). Beban emisi bergantung pada jumlah dan jenis kendaraan yang ada di Terminal Terpadu Amplas. Faktor emisi dapat digunakan untuk menentukan dan mengetahui beban emisi CO dan NO2 dari berbagai tipe kendaraan yang dapat dilihat pada Tabel 2.3.

(14)

III-14 Terminal Terpadu Amplas diibaratkan berbentuk persegi panjang seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Layout Terminal Terpadu Amplas yang Diibaratkan Persegi Panjang

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan (2012)

Perhitungan keliling Terminal Terpadu Amplas menggunakan persamaan:

2 (3.2)

Keterangan:

p = keliling terminal (m) L = lebar terminal (m) P = panjang terminal (m)

Keterangan:

Titik Sampling

Jalan Skala 1 : 2100

262,6 m 175,5 m

(15)

Persamaan yang digunakan untuk menghitung beban emisi adalah persamaan (2.1). Setelah mendapatkan beban emisi polutan, langkah selanjutnya adalah menghitung laju emisi polutan per unit area. Laju emisi polutan per unit area dihitung dengan persamaan (Purwanto, 2015):

A emisi beban

Q= (3.3)

Keterangan:

Q = laju emisi polutan per unit area (g/jam.m2) A = luas terminal (m2)

Luas terminal dapat dihitung dengan persamaan:

A = P × L (3.4)

3.5.3 Perhitungan Konsentrasi CO dan NO2 dengan model SCREEN3

SCREEN3 adalah model dispersi polutan single-source dari US-EPA yang menggunakan persamaan Gaussian steady-state. Model ini menggunakan data meteorologi “kondisi terburuk” untuk memprediksi konsentrasi polutan. Artinya kombinasi kecepatan angin dan stabilitas atmosfer yang menghasilkan konsentrasi ground-level maksimum. Sumber emisi polutan dengan menggunakan model SCREEN3 dapat berasal dari sumber titik, flare, volume, dan area. Penelitian ini menggunakan model SCREEN3 sumber area. Output dari hasil running model SCREEN3 adalah kosentrasi maksimum polutan. SCREEN3 mengibaratkan sumber area wilayah studi berbentuk persegi panjang (EPA, 1995).

Untuk membuat sebaran polutan CO dan NO2, input data yang harus dimasukkan ke program SCREEN3 yaitu:

1. Laju emisi (g/s/m2)

2. Ketinggian sumber emisi (dalam hal ini tinggi knalpot kendaraan bermotor = 0,3 m dari permukaan tanah)

(16)

III-16 5. Pencarian melalui batasan arah angin? Bila “tidak” maka arah angin relatif terhadap

panjang dimensi area (deg).

Untuk lebih jelasnya mengenai input data SCREEN3 sumber area dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Tampilan Awal Input Data SCREEN3 Sumber Area Keterangan Gambar:

1. Main menu: menunjukkan nama-nama menu. Untuk membuka menu, arahkan mouse ke nama menu lalu klik kiri. Tampilan pilihan menu akan muncul di layar; 2. Toolbar buttons: berisi tombol-tombol pintas untuk menjalankan beberapa perintah

menu;

3. Input window: menampilkan jendela source inputs atau jendela options. Disinilah informasi spesifik mengenai sumber pencemar dimasukkan;

4. Help: menunjukkan jendela bantuan; 5. Previous: tombol kembali;

6. Next: tombol lanjut ke tahapan berikutnya.

Menu Toolbar Buttons

New: membuat projek baru. Main Menu

Toolbar Buttons

Input Window

(17)

Open: membuka projek yang telah ada sebelumnya.

Print: menampilkan dialog print preview, untuk mencetak projek.

Run: menampilkan dialog project status, dimana kita dapat melihat apakah data yang dimasukkan sudah terisi penuh.

Inputs: kembali ke halaman pertama dari SCREEN3.

Options: kembali ke halaman kedua dari SCREEN3.

Graph: untuk menampilkan grafik, yaitu tampilan plot XY konsentrasi rata-rata polutan per jam dan per hari.

Output: membuka file output.

help: menampilkan jendela bantuan.

(18)

III-18 Gambar 3.11 Tampilan Input Data Meteorologi SCREEN3 Sumber Area

Gambar 3.12 Tampilan Input Data Automated DistancesSCREEN3 Sumber Area

(19)

Gambar 3.13 Tampilan Input Data Discrete Distances SCREEN3 Sumber Area

Metode yang digunakan untuk menentukan kondisi stabilitas atmosfer adalah metode Pasquill-Gifford. Kategori stabilitas atmosfer ditentukan berdasarkan kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Kecepatan angin yang diukur adalah pada ketinggian 10 meter di atas permukaan tanah (Noll dan Miller,1997). Kriteria stabilitas atmosfer Pasquill-Gifford dapat dilihat pada Tabel 2.4.

3.5.4 Validasi Model

(20)

III-20 3.5.5 Visualisasi Penyebaran Polutan CO dan NO2

Pemetaan pola sebaran polutan CO dan NO2 divisualisasikan dengan program Surfer 11. Output yang didapat adalah peta sebaran konsentrasi polutan dalam bentuk peta isopleth konsentrasi. Koordinat yang digunakan adalah koordinat kartesius tiga arah (XYZ). Tahapannya adalah dengan memasukan data koordinat titik sampling berupa garis bujur (longitude) dan garis lintang (latitude) sebagai sumbu X dan Y, sedangkan konsentrasi CO dan NO2 di sumbu Z pada program Surfer 11. Program akan mengkalkulasikan data dan merubahnya ke dalam pola spasial dalam bentuk isopleth konsentrasi CO dan NO2. Peta isopleth konsentrasi CO dan NO2 selanjutnya akan ditumpangtindihkan (overlay) dengan layout peta Terminal Terpadu Amplas sehingga dapat terlihat titik yang memiliki konsentrasi tertinggi dan terendah. Langkah-langkah pembuatan peta isopleth konsentrasi polutan dengan menggunakan Surfer 11 yaitu:

1. Membuat data XYZ (*.dat)

a. Klik File | New | Worksheet atau klik tombol , lalu masukkan data XYZ, dimana data X dan Y adalah data koordinat titik sampling sedangkan Z adalah konsentrasi polutan.

b. Simpan data dengan mengklik File | Save atau klik tombol . Pada kotak dialog Save As, pilih format penyimpanan dalam bentuk DAT Data (*.dat). Lalu ketik nama file yang akan disimpan, klik OK.

2. Membuat Grid File (*.grd)

a. Klik File | New | Plot atau pilih tab Plot1.

(21)

b. Pilih menu Grid | Data, lalu kotak dialog Open Data akan terbuka. Pilih data xyz.dat yang telah dibuat sebelumnya. Klik Open.

c. Kotak dialog Grid Data akan terbuka. Atur titik koordinat maksimum dan minimum pada Output Grid File, lalu klik OK.

3. Membuat peta isopleth konsentrasi polutan

a. Klik Map | New | Countour Map atau klik tombol pada toolbar.

b. Kotak dialog Open Grid akan terbuka. Pilih file grid yang telah dibuat pada langkah sebelumnya. Klik Open.

4. Meng-overlay peta isopleth konsentrasi dengan peta layout Terminal Terpadu Amplas.

a. Siapkan peta layout Terminal Terpadu Amplas.

b. Pilih kedua peta yang akan di-overlay dengan menggunakan tombol Shift+klik pada kedua peta.

(22)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Terminal Terpadu Amplas

Pengambilan data jumlah kendaraan bermotor di kawasan Terminal Terpadu Amplas dilakukan pada tanggal 7-9 Februari 2017 di 6 (enam) titik berbeda. Titik-titik pengambilan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Titik Sampling dan Jumlah Kendaraan Bermotor

di Terminal Terpadu Amplas

Hari/ 2 Area Parkir Kendaraan 3

o

5 Area Parkir Angkutan Kota Pengambilan data jumlah kendaraan bermotor dilakukan selama 3 (tiga) hari yaitu hari Selasa, Rabu, dan Kamis. Waktu pengambilan data dilakukan pada waktu pagi yaitu pukul 07.00 WIB – 09.05 WIB dan waktu siang yaitu pukul 12.00 WIB – 14.05 WIB.

Penelitian ini mengklasifikan kendaraan bermotor yang dihitung di Terminal Terpadu Amplas menjadi 7 (tujuh) kategori yaitu sepeda motor, angkot, mobil, pick-up, minibus, bus, dan truk. Data jumlah dan jenis kendaraan dari hasil pengamatan langsung di lapangan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

(23)

Tabel 4.2 Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Terminal Terpadu Amplas

Hari/ Titik

Pengamatan Waktu

Jumlah Kendaraan Bermotor (kendaraan/jam) Jumlah (unit/

Terminal Terpadu Amplas merupakan terminal angkutan umum terbesar yang ada di Kota Medan dengan luas wilayah ± 42.134,625 m2 (Dishub Kota Medan, 2012). Terminal ini melayani rute perjalanan angkutan umum antar kota hingga antar provinsi, sehingga terdapat banyak angkutan umum yang menaikkan penumpang/barang. Selain didominasi oleh angkutan umum, Terminal Terpadu Amplas juga banyak disinggahi oleh kendaraan lain seperti sepeda motor dan mobil yang hendak mengantarkan penumpang/barang ke terminal.

4.1.1 Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Lokasi Pengamatan

(24)

Gambar 4.1 Jumlah

Berdasarkan Gambar 4.1, merupakan titik sampling y kendaraan bermotor pada w diikuti oleh Area Parkir A Terpadu Amplas sebesar 1 Area Parkir Bus AKAP seb kendaraan bermotor adalah

Jumlah kendaraan bemotor siang terlihat mengalami dengan titik sampling di A

lah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Lokasi Pengama di Terminal Terpadu Amplas

terlihat bahwa Gerbang Masuk Terminal Terp yang paling banyak dilewati oleh kendaraan bermo a waktu pagi di titik sampling ini sebesar 23,89% r Angkutan Kota sebesar 20,84%, Gerbang Kel r 17,02%. Kemudian Area Parkir Kendaraan seb sebesar 15,50%, dan titik sampling yang paling se ah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 7,18%.

tor di Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas mi penurunan sebesar 2,63% menjadi 21,26%.

Area Parkir Kendaraan mengalami penurunan se tnya penurunan jumlah kendaraan bermotor pada rkir Bus AKAP sebesar 2,62% menjadi 12,88% akin menurun di Pelataran Bus AKDP sebesar 0, Area Parkir Angkutan Kota mengalami peningkat enjadi 21,57% dan Gerbang Keluar Terminal Ter sebesar 6,61% menjadi 23,63%.

7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017

(25)

Secara keseluruhan, Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas merupakan titik sampling dengan jumlah kendaraan terbanyak yaitu sebesar 23,89% pada waktu pagi dan 21,26% pada waktu siang. Hal ini disebabkan setiap kendaraan bermotor yang akan memasuki kawasan Terminal Terpadu Amplas akan selalu melewati titik sampling ini, sehingga lalu lintas kendaraan di titik sampling ini pun cenderung lebih padat dari titik sampling lainnya.

Sementara itu, Pelataran Bus AKDP merupakan titik sampling dengan lalu lintas kendaraan paling sedikit. Jumlah kendaraan yang melintas pada waktu pagi hanya sebesar 7,18% dan 6,33% pada waktu siang. Hal ini dapat dijelaskan karena mayoritas kendaraan yang melewati titik sampling ini adalah kendaraan umum berjenis angkot, minibus, dan bus.

Bila dilihat dari Gambar 4.1, pengamatan waktu pagi cenderung memiliki jumlah kendaraan yang relatif lebih banyak daripada pengamatan waktu siang. Hal ini disebabkan pada waktu pagi hari aktivitas masyarakat baru dimulai, sehingga kebutuhan akan kendaraan umum di pagi hari menjadi lebih tinggi daripada di siang hari.

Rata-rata jumlah kendaraan yang masuk ke Terminal Terpadu Amplas pada tahun 2015 tercatat sebanyak 288 unit per jam. Data ini merupakan data perhitungan jumlah kendaraan pada jam-jam sibuk (Dishub UPT Terminal Terpadu Amplas, 2016). Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa jumlah kendaraan yang masuk ke Terminal Terpadu Amplas pada waktu pagi (jam sibuk) sebesar 313 unit per jam. Hal ini menunjukkan data hasil perhitungan jumlah kendaraan pada saat sampling tidak jauh berbeda dengan data sekunder dari Dinas Perhubungan UPT Terminal Terpadu Amplas.

4.1.2 Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis Kendaraan

(26)

jumlah kendaraan yang m penelitian menurut jenisnya

Gambar 4.2 Jumla

Berdasarkan Gambar 4.2, te mendominasi di Terminal T siang. Jumlah angkot pada 66,54%, kemudian jumlah 18,40% dan 18,14%, kemu pada waktu siang sebesar waktu siang berturut-turut sebesar 2,90% pada waktu kendaraan yang paling se dengan kendaraan lain yai siang.

Dominasi angkot yang ter terminal itu sendiri sebagai penumpang/barang. Angkot ditemui di Terminal Terpa seperti minibus dan bus. B

melintasi Terminal Terpadu Amplas selama ya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

mlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis Kendaraa di Terminal Terpadu Amplas

, terlihat bahwa angkot merupakan jenis kendaraan al Terpadu Amplas baik pada waktu pagi maupun sedikit melintasi Terminal Terpadu Amplas

aitu sebesar 1,53% pada waktu pagi dan 1,29%

terdapat di Terminal Terpadu Amplas sesuai d gai tempat angkutan umum untuk menaikkan atau kot sendiri merupakan jenis angkutan umum yang rpadu Amplas dibandingkan dengan angkutan u

Berdasarkan data Dinas Perhubungan UPT Termi

Angkot Mobil Pick-Up Minibus Bus Truk

(27)

Amplas (2016), pada tahun 2015 jumlah angkot yang keluar-masuk terminal tiap harinya mencapai 1.164 unit. Sementara itu, jumlah minibus sebanyak 514 unit per hari, bus AKDP sebanyak 39 unit per hari, dan bus AKAP sebanyak 10 unit per hari.

4.2 Laju Emisi CO dan NO2 per Unit Area di Terminal Terpadu Amplas

Laju emisi CO dan NO2 per unit area dihitung berdasarkan perhitungan beban emisi dibagi dengan luas Terminal Terpadu Amplas. Perhitungan beban emisi menggunakan Persamaan (3.3) dimana perhitungan ini bergantung pada jumlah dan jenis kendaraan bermotor, faktor emisi kendaraan, dan keliling terminal. Faktor emisi yang digunakan adalah faktor emisi dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 2.3. Keliling Terminal Terpadu Amplas dihitung dengan Persamaan (3.2). Berdasarkan Gambar 3.9 diketahui panjang dan lebar kawasan Terminal Terpadu Amplas berturut-turut adalah 262,6 m dan 175,5 m, sehingga didapat: Keliling terminal = 2 (262,6 m + 175,5 m)

= 876,2 m = 0,8762 km ≈ 0,88 km

Sebelum menghitung laju emisi CO dan NO2, perlu dihitung beban emisi CO dan NO2 tiap kendaraan terlebih dahulu. Langkah-langkah perhitungan laju emisi CO dan NO2 di Terminal Terpadu Amplas adalah:

1. Menghitung beban emisi CO dan NO2 di Terminal Terpadu Amplas

Berikut diberikan contoh perhitungan beban emisi CO dan NO2 dari jenis kendaraan sepeda motor di titik sampling 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas pada waktu pagi:

Diketahui jumlah kendaraan (n) = 83 kendaraan/jam; faktor emisi (FE) CO untuk sepeda motor = 14 g/km; faktor emisi (FE) NO2 untuk sepeda motor = 0,29 g/km; dan keliling terminal (p) = 0,88 m. Berdasarkan Persamaan (3.3) maka didapat:

Beban emisi (BE) CO = n × FE × p

(28)

IV-7 Beban emisi (BE) NO2 = n × FE × p

= 83 kendaraan/jam × 0,29 g/km × 0,88 km = 21,18 g/jam

Setelah diketahui semua beban emisi CO dan NO2 dari masing-masing jenis kendaraan, maka beban tersebut dijumlahkan berdasarkan titik pengambilan sampel. Beban emisi yang didapat diklasifikasikan berdasarkan waktu sampling pagi dan waktu sampling siang. Berikut contoh perhitungan beban emisi CO pada waktu pagi di titik sampling 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas.

Diketahui BEsepeda motor = 1.022,56 g/jam; BEangkot = 6.789,11 g/jam; BEmobil = 399,17 g/jam; BEpick-up = 223,87 g/jam; BEminibus = 359,04 g/jam; BEbus = 87,12 g/jam; BEtruk = 22,18 g/jam.

BE CO total = (1.022,56 + 6.789,11 + 399,17 + 223,87 + 359,04 + 87,12 + 22,18) g/jam = 8903,05 g/jam

Contoh perhitungan beban emisi NO2:

Diketahui BEsepeda motor = 21,18 g/jam; BEangkot = 330,79 g/jam; BEmobil = 28,34 g/jam;

BEpick-up = 14,08 g/jam; BEminibus = 23,19 g/jam; BEbus = 94,25 g/jam; BEtruk = 46,73

g/jam.

BE NO2 total = (21,18 + 330,79 + 28,34 + 14,08 + 23,19 + 94,25 + 46,73) g/jam = 558,55 g/jam

Sehingga didapat total beban emisi CO dan NO2 pada waktu pagi di titik sampling 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas berturut-turut adalah sebesar 8.903,05 g/jam dan 558,55 g/jam.

2. Menghitung luas Terminal Terpadu Amplas

Luas Terminal Terpadu Amplas dihitung dengan menggunakan persamaan (3.5), didapat:

A = 262,6 m × 175,5 m = 46.086,3 m2

(29)

3. Menghitung laju emisi CO dan NO2 per unit area di Terminal Terpadu Amplas Laju emisi per unit area dapat dihitung dengan Persamaan (3.4). Contoh perhitungan laju emisi per unit area untuk polutan CO dan NO2 pada waktu pagi di titik 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal adalah:

QCO = 2

Selengkapnya perhitungan laju emisi CO dan NO2 per unit area tiap-tiap titik sampling dapat dilihat pada Lampiran III. Laju emisi CO dan NO2 per unit area pada waktu pagi dan waktu siang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Laju Emisi CO dan NO2 per Unit Area di Terminal Terpadu Amplas

Hari/Tanggal Titik Pengamatan Hari/

(30)

IV-9 lainnya. Sementara itu, Pelataran Bus AKDP merupakan titik pengamatan yang menyumbang laju emisi paling rendah yaitu sebesar 1,71 × 10-5 g/s/m2 untuk parameter CO dan 1,32 × 10-6 g/s/m2 untuk parameter NO2.

Laju emisi CO dan NO2 paling tinggi pada waktu siang adalah di Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 5,96 × 10-5 g/s/m2 dan 3,89 × 10-6 g/s/m2. Hal ini dapat dijelaskan karena pada waktu siang hari, banyak kendaraan yang keluar dari Terminal Terpadu Amplas terutama angkot. Umumnya di Terminal Terpadu Amplas, pengemudi angkot mempunyai pergantian jam kerja (shift). Adanya pergantian shift pengemudi angkot pada siang hari mengakibatkan angkot yang tadinya terparkir di terminal, keluar untuk mencari penumpang. Sementara itu, laju emisi CO dan NO2 paling rendah adalah di Pelataran Parkir Bus AKDP yaitu sebesar 1,32 × 10-5 g/s/m2 dan 1,16 × 10-6 g/s/m2. Berdasarkan pembahasan tersebut, laju emisi CO dan NO2 berfluktusi sesuai dengan jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Menurut Ruktiningsih (2014), semakin tinggi jumlah kendaraan maka emisi CO dan NO2 yang dikeluarkan juga akan semakin meningkat. Hal ini didukung pula oleh Suhadi (2008) dalam Hodijah (2014) yang menerangkan bahwa jenis dan jumlah kendaraan akan mempengaruhi emisi yang dihasilkan.

4.3 Faktor Meteorologi

Faktor meteorologi yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Data-data meteorologi berupa suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin didapat dari pengukuran langsung di lapangan selama 3 (hari) di Terminal Terpadu Amplas. Sementara data intensitas radiasi matahari didapat dari Stasiun Klimatologi Sampali.

4.3.1 Suhu Udara

Data suhu udara merupakan data primer yang diambil langsung di lapangan menggunakan hygrotermometer. Tabel 4.4 menunjukkan data suhu udara pada 6 (enam) titik sampling di kawasan Terminal Terpadu Amplas.

(31)

Tabel 4.4 Suhu Udara di Terminal Terpadu Amplas

Hari/Tanggal Titik Sampling Suhu udara (

o

C)

Pagi Siang

Selasa 7/2/2017

Gerbang Masuk Terminal 33,5 37,3 Area Parkir Kendaraan 34,7 35,7 Rabu

Area Parkir Angkutan Kota 32,2 35,2 Gerbang Keluar Terminal 33,9 34,5

Rata-rata 33,03 35,02 Terminal Terpadu Amplas menggunakan hygrotermometer. Hasil pengukuran kelembaban udara dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Kelembaban Udara di Terminal Terpadu Amplas

Hari/Tanggal Titik Sampling Kelembaban Udara (%) Pagi Siang Selasa

7/2/2017

Gerbang Masuk Terminal 55,4 45,7 Area Parkir Kendaraan 51,7 46,3 Rabu

Area Parkir Angkutan Kota 54,8 47,3 Gerbang Keluar Terminal 55,1 52,0

Rata-rata 55,60 48,87

(32)

IV-11 Area Parkir Bus AKAP. Sementara itu, kelembaban udara rata-rata hasil pengukuran pagi sebesar 55,60% dan hasil pengukuran siang sebesar 48,87%.

4.3.3 Kecepatan Angin

Pengukuran kecepatan angin pada penelitian ini menggunakan anemometer. Tabel 4.6 menunjukkan kecepatan angin di 6 (enam) titik sampling yang ada di Terminal Terpadu Amplas .

Tabel 4.6 Kecepatan Angin di Terminal Terpadu Amplas

Hari/Tanggal Titik Sampling Kecepatan Angin (m/s) Pagi Siang Selasa

7/2/2017

Gerbang Masuk Terminal 3,16 1,52 Area Parkir Kendaraan 2,53 2,55 Rabu

8/2/2017

Area Parkir Bus AKAP 3,55 1,92

Pelataran Bus AKDP 1,71 1,62

Kamis 9/2/2017

Area Parkir Angkutan Kota 2,52 2,36 Gerbang Keluar Terminal 1,61 1,4

Rata-rata 2,51 1,90

Berdasarkan Tabel 4.6, didapat kecepatan angin rata-rata di Terminal Terpadu Amplas adalah 2,51 m/s pada pagi hari dan 1,90 m/s pada siang hari. Kecepatan angin terendah adalah 1,4 m/s hasil pengukuran siang hari di Gerbang Keluar Terminal dan tertinggi adalah 3,55 m/s hasil pengukuran pagi hari di Area Parkir Bus AKAP. Data kecepatan angin ini akan digunakan bersama data intensitas radiasi matahari untuk menentukan kelas stabilitas atmosfer dengan metode Pasquill-Gifford yang tunjukkan Tabel 2.4.

4.3.4 Intensitas Radiasi Matahari

Data intensitas radiasi matahari didapat dari Stasiun Klimatologi Sampali yang dapat dilihat pada Lampiran IV. Data yang diambil adalah data intensitas radiasi matahari pada hari yang sama dengan hari sampling yaitu pada tanggal 7-9 Februari 2017. Tabel 4.7 menunjukkan data intensitas radiasi matahari dari Stasiun Klimatologi Sampali.

(33)

Tabel 4.7 Data Intensitas Radiasi Matahari Per Jam Pada Hari Sampling

Hari/ Pukul Intensitas Radiasi Matahari (W/m

2)

Keterangan: - Data tidak masuk

Sumber: BMKG Sampali, 2017

Berdasarkan Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa data intensitas radiasi matahari yang disediakan adalah dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Namun, data yang digunakan hanyalah data pada saat waktu pengamatan langsung di lapangan saja. Data waktu pagi yaitu data pada pukul 07.00-09.05 WIB, sedangkan data waktu siang yaitu data pada pukul 12.00-14.05 WIB. Data yang diambil pada rentang waktu penelitian tersebut adalah data dengan nilai maksimal. Hal ini disebabkan untuk memperkirakan konsentrasi maksimum polutan di udara, sebaiknya menggunakan kondisi udara yang maksimal (Turyanti, dkk., 2016). Tabel 4.8 menunjukkan data intensitas radiasi matahari pada waktu sampling.

Tabel 4.8 Data Intensitas Radiasi Matahari

Hari/Tanggal Titik Sampling

Area Parkir Kendaraan 50 300

Rabu Gerbang Keluar Terminal 210 600

Rata-rata 150 405

Keterangan: - Data tidak masuk

Sumber: BMKG Sampali, 2017

(34)

IV-13 4.4 Konsentrasi CO dan NO2 Observasi

Pengukuran konsentrasi CO dan NO2 observasidi Terminal Terpadu Amplas dilakukan di 6 (enam) titik berbeda. Pengukuran dilakukan selama 3 (tiga) hari dengan periode waktu waktu pagi dan waktu siang. Laporan hasil uji kedua parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran V.

Hasil uji konsentrasi CO observasi di laboratorium BTKLPP Kota Medan didapat dalam satuan ppm, sedangkan data konsentrasi CO prediksi adalah dalam satuan µg/m3, maka data tersebut harus dikonversi terlebih dahulu dengan persamaan (3.1). Contoh perhitungan konversi data konsentrasi CO observasi pada titik 1 (satu) waktu pagi

Perhitungan konversi data konsentrasi CO observasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VI. Data konsentrasi CO dan NO2 observasi dalam satuan µg/m3 ditampilkan pada Tabel 4.9. Selanjutnya grafik konsentrasi CO dan NO2 observasi dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.9 Konsentrasi CO dan NO2 Observasi

(35)

Gambar 4.3 Kon Berdasarkan Gambar 4.3, t pada waktu pagi dan siang h

Gambar 4.4 Kon

onsentrasi CO Observasi di Terminal Terpadu Ampla , terlihat bahwa pola atau tren nilai konsentrasi C g hari mendekati sama.

onsentrasi NO2 Observasi di Terminal Terpadu Ampla

emerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun an Udara, konsentrasi CO dan NO2 observasi m

u mutu, dimana baku mutu udara ambien untuk p

13.733,46 14.877,91

a 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/

Lokasi Pengamatan

rvasi pagi (µg/m³) Konsentrasi CO observasi siang

68,03 79,38 65,67 66,13

₂ observasi pagi (µg/m³) Konsentrasi NO₂ observasi siang (µ

(36)

IV-15 sebesar 30.000 µg/m3 dan parameter NO2 sebesar 400 µg/m3. Namun keberadaan parameter tersebut telah menurunkan kualitas udara ambien di sekitar Terminal Terpadu Amplas. Untuk lebih lengkapnya, baku mutu udara ambien nasional dapat dilihat pada Lampiran VII.

Berdasarkan Gambar 4.3, diperoleh konsentrasi CO observasi tertinggi hasil pengukuran waktu pagi dan waktu siang adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 18.311,28 µg/m3 dan 17.166,82 µg/m3. Konsentrasi CO observasi terendah hasil pengukuran waktu pagi adalah di Gerbang Masuk Terminal, Area Parkir Kendaraan, dan Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 13.733,46 µg/m3. Sementara untuk hasil pengukuran waktu siang, konsentrasi CO observasi terendah adalah di Area Parkir Kendaraan, Area Parkir Bus AKAP, dan Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 12.589,00 µg/m3.

Tingginya konsentrasi CO observasi di Pelataran Bus AKDP disebabkan adanya bus seperti bus AKDP yang menunggu penumpang sambil menghidupkan mesin namun kendaraan dalam keadaan berhenti. Kondisi ini disebut kondisi idle. Menurut Rao dan Rao (1994) dalam Azwarani (2012), konsentrasi CO akan meningkat sebesar 4-6% saat mesin dalam keadaan idle (diam). Hal ini disebabkan dalam kondisi idle pembakaran dalam mesin tidak sempurna sehingga emisi gas CO yang dihasilkan meningkat (Ramayana, 2014).

Gambar 4.4 menunjukkan konsentrasi NO2 observasi tertinggi hasil pengukuran waktu pagi adalah di Area Parkir Bus AKAP yaitu sebesar 79,38 µg/m3 dan konsentrasi NO2 observasi terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 65,67 µg/m3. Sementara untuk hasil pengukuran waktu siang, konsentrasi NO2 observasi tertinggi adalah di Gerbang Masuk Terminal yaitu sebesar 110,56 µg/m3 dan konsentrasi NO2 observasi terendah adalah di Area Parkir Bus AKAP yaitu sebesar 59,60 µg/m3.

Tingginya konsentrasi NO2 observasi di Area Parkir Bus AKAP dan Gerbang Masuk Terminal disebabkan adanya kendaraan bermotor lain selain kendaraan bermotor di terminal yang menyumbang emisi NO2 ke udara. Lokasi Gerbang Masuk Terminal sendiri berdekatan dengan Jalan Panglima Denai, sehingga kendaraan yang melintasi

(37)

jalan tersebut ikut menyumbang emisi NO2. Sementara itu, di Area Parkir Bus AKAP berdekatan dengan lokasi pengujian kendaraan bermotor (KIR), sehingga aktivitas tersebut turut menyumbang NO2 ke udara. Lokasi ini memang diperuntukkan untuk lahan parkir bus AKAP, tetapi pada kenyataannya lahan ini dipergunakan sebagai jalur perlintasan kendaraan di Terminal Terpadu Amplas. Hal inilah yang menyebabkan jumlah kendaraan yang menyumbang emisi NO2 ke udara di kedua titik sampling ini lebih banyak dibandingkan dengan titik sampling lainnya di Terminal Terpadu Amplas. Menurut Wiyandari (2010), konsentrasi NO2 mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan.

Selain berasal dari asap kendaraan bermotor, asap dapur dari tungku masak rumah-rumah makan yang terdapat di kawasan Terminal Terpadu Amplas juga mempengaruhi konsentrasi CO dan NO2 observasi. Hal tersebut dapat dilihat pada dokumentasi saat sampling di Terminal Terpadu Amplas. Menurut Haryanto dan Triyono (2012), proses pembakaran dari tungku masak menimbulkan emisi polutan seperti CO, H2S, NOx, SOx, dan partikel debu.

Konsentrasi CO observasi rata-rata hasil pengukuran pagi sebesar 15.259,40 µg/m3 cenderung lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran siang yang sebesar 14.305,68

µg/m3. Sementara itu, konsentrasi NO2 observasi rata-rata hasil pengukuran waktu siang sebesar 74,77 µg/m3 cenderung lebih tinggi daripada hasil pengukuran pagi yang sebesar 71,55 µg/m3. Walaupun perbedaan konsentrasi NO2 tersebut tidak terlalu signifikan. Konsentrasi CO dan NO2 observasi tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah kendaraan melainkan juga oleh faktor meteorologi seperti suhu udara, kelembaban udara, intensitas radiasi matahari, dan kecepatan angin.

(38)

IV-17 konsentrasi CO rendah. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Rosa (2015) dan Annisa (2014), dimana konsentrasi CO meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Aprilina (2016) menjelaskan bahwa pada keadaan normal (tidak ada intervensi antropogenik) hubungan antara konsentrasi CO dan suhu udara menunjukkan korelasi positif sedangkan saat ada intervensi antropogenik hubungan antara konsentrasi CO dan suhu udara menjadi tidak konsisten. Intervensi antropogenik adalah adanya emisi polutan yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti dari kegiatan perkantoran, transportasi, dan industri. Konsentrasi CO observasi dipengaruhi oleh intervensi antropogenik yaitu adanya kegiatan transportasi di Terminal Terpadu Amplas.

Sementara itu, konsentrasi NO2 yang lebih rendah di pagi hari dibandingkan dengan siang hari disebabkan sifat NO2 yang mudah terdeposisi basah jika kelembaban udara tinggi (Cahyono, 2010). Suhu udara yang rendah di waktu pagi di Terminal Terpadu Amplas mengakibatkan kelembaban udara lebih tinggi (53,83%) dibandingkan waktu siang (29,83%).

4.5 Konsentrasi CO dan NO2 Prediksi dengan Model SCREEN3

Proses perhitungan konsentrasi polutan CO dan NO2 dengan menggunakan model SCREEN3 sumber area memerlukan beberapa data yaitu: data sumber emisi dan data meteorologi. Data sumber emisi berupa laju emisi, tinggi keluaran emisi, serta panjang dan lebar area terminal. Laju emisi telah dihitung berdasarkan beban emisi tiap-tiap polutan. Tinggi keluaran emisi adalah tinggi knalpot kendaraan dari atas permukaan tanah yaitu 30 cm, sedangkan panjang dan lebar terminal dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Data meteorologi yang diperlukan berupa kecepatan angin dan kelas stabilitas atmosfer. Penentuan kelas stabilitas atmosfer menggunakan kelas stabilitas atmosfer Pasquill-Gifford yang ditunjukkan Tabel 2.4. Data-data yang dibutuhkan untuk menentukan kelas stabilitas atmosfer dengan menggunakan metode tersebut adalah kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Kecepatan angin didapat dari pengukuran langsung di lapangan pada saat sampling. Sementara intensitas radiasi matahari didapat dari data sekunder yang berasal dari Stasiun Klimatologi Sampali – Medan yang ditunjukkan Tabel 4.7.

(39)

Selanjutnya dapat diketahui kelas stabilitas atmosfer pada saat sampling untuk digunakan dalam perhitungan SCREEN3. Data olahan penentuan kelas stabilitas atmosfer ditunjukkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Data Meteorologi

Hari/Tanggal Hari/Titik

Dengan demikian, semua input data yang diperlukan untuk menjalankan model SCREEN3 telah terpenuhi. Berikut ditampilkan aplikasi model SCREEN3 untuk menentukan konsentrasi maksimum CO dan NO2 di Terminal Terpadu Amplas pada Gambar 4.5.

(40)

IV-19 (b) Input data yang berhubungan dengan data meteorologi

Gambar 4.5 Input Data pada Model SCREEN3

Berdasarkan penerapan model SCREEN3, maka didapat konsentrasi CO dan NO2 pada permukaan tanah. Hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan 4.12.

Tabel 4.11 Hasil Simulasi Model SCREEN3 Waktu Pagi

Hari/Tanggal Lokasi

Kecepatan Angin

(m/s)

Kelas Stabilitas Atmosfer

Konsentrasi CO (µg/m3)

Konsentrasi NO2 (µg/m

3 )

Selasa 07/02/2017

Gerbang Masuk

Terminal 3,16 C 308,5 15,54

Area Parkir

Kendaraan 2,53 C 264,8 15,72

Rabu 08/02/2017

Area Parkir Bus

AKAP 3,55 C 191,8 12,73

Pelataran Bus

AKDP 1,71 B 148,3 9,43

Kamis 09/02/2017

Area Parkir

Angkutan Kota 2,52 C 368,8 18,51 Gerbang Keluar

Terminal 1,61 B 397,0 20,34

Rata-rata 279,9 15,91

(41)

Tabel 4.12 Hasil Simulasi Model SCREEN3 Waktu Siang

Hasil analisis sebaran polutan menggunakan model SCREEN3 menunjukkan konsentrasi CO dan NO2 yang sangat bervariasi tergantung pada kondisi stabilitas atmosfernya. Stabilitas atmosfer pada kawasan Terminal Terpadu Amplas bervariasi antara stabilitas agak tidak stabil (C) hingga sangat tidak stabil (A).

Hasil pemodelan menunjukkan konsentrasi CO tertinggi pada waktu pagi adalah di Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 397,0 µg/m3, sedangkan yang paling rendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 148,3 µg/m3. Sementara pada waktu siang, konsentrasi CO tertinggi juga berada di Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 631,4

µg/m3, sedangkan Pelataran Bus AKDP merupakan titik pengamatan dengan konsentrasi CO terendah yaitu hanya sebesar 120,8 µg/m3.

Konsentrasi NO2 tertinggi pada waktu pagi adalah di Gerbang keluar Terminal yaitu sebesar 20,34 µg/m3, sedangkan yang terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 9,43 µg/m3. Sementara pada waktu siang, konsentrasi NO2 tertinggi yaitu berada di Gerbang Keluar Terminal, dimana pada titik pengamatan ini konsentasi NO2 sebesar 33,95 µg/m3. Sedangkan konsentrasi NO2 terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 8,75 µg/m3.

(42)

IV-21 kecepatan angin dan stabilitas atmosfer di titik itu. Berdasarkan pengukuran langsung di lapangan, kecepatan angin di Gerbang Keluar Terminal pada waktu pagi dan waktu siang berturut-turut adalah sebesar 1,61 dan 1,40 m/s. Kecepatan angin di titik sampling ini adalah yang terendah dibandingkan dengan titik-titik pengamatan lainnya. Sedangkan stabilitas atmosfernya pada waktu pagi dalam kondisi tidak stabil (B) dan pada waktu siang dalam kondisi sangat tidak stabil (A). Kecepatan angin yang rendah dan kondisi stabilitas atmosfer yang tidak stabil akan meningkatkan konsentrasi polutan di udara (Ocak dan Turalioglu, 2008; Ruhiyat, 2009; Liu, 1999).

Konsentrasi CO dan NO2 rata-rata pada waktu pagi lebih rendah dibandingkan dengan waktu siang. Konsentrasi CO rata-rata pada waktu pagi sebesar 279,9 µg/m3, sedangkan pada waktu siang 335,8 sebesar µg/m3. Sementara itu, Konsentrasi NO2 rata-rata pada waktu pagi sebesar 15,91 µg/m3, sedangkan pada waktu siang sebesar 18,11 µg/m3. Penyebab konsentrasi CO dan NO2 rata-rata hasil pemodelan pada waktu pagi lebih rendah dibandingkan dengan waktu siang adalah faktor meteorogi. Model SCREEN3 memperkirakan konsentrasi polutan di udara dengan mempertimbangkan beberapa faktor meteorologi seperti kecepatan angin dan stabilitas atmosfer. Kecepatan angin rata-rata pada waktu pagi sebesar 2,51 m/s lebih tinggi dibandingkan pada waktu siang yang sebesar 1,90 m/s. Konsentrasi CO dan NO2 akan menurun seiring dengan peningkatan kecepatan angin (Ocak dan Turalioglu, 2008; Novalia, 2014; Ramayana, 2014; Turyanti, 2016). Hal ini disebabkan gas CO yang terbawa angin akan lebih cepat berada ke daerah yang lebih luas karena terjadi penambahan volume wadah dan tidak diikuti pertambahan kadar gas, maka terjadi penurunan kadar gas CO (Tampubolon, 2011).

Kondisi stabilitas atmosfer ditentukan dari pengolahan data kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari dengan metode Pasquill-Gifford. Pada waktu pagi intensitas radiasi matahari lebih rendah dibandingkan waktu siang. Intensitas radiasi matahari pada waktu pagi sebesar 210 W/m2 dan waktu siang sebesar 405 W/m2. Sementara itu, polutan di udara akan meningkat jika intensitas radiasi matahari tinggi (Cooper dan Alley, 1994). Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi pada waktu pagi rendah. Berdasarkan metode Pasquill-Gifford, intensitas radiasi matahari

(43)

yang rendah dan diikuti dengan kecepatan angin yang tinggi akan meyebabkan kondisi atmosfer menjadi lebih stabil. Semakin stabil kondisi atmosfer maka konsentrasi polutan di sekitar sumber emisi semakin kecil (Ruhiyat, 2009; Liu, 1999).

4.6 Perbandingan Konsentrasi CO dan NO2 Observasi dengan Konsentrasi CO

dan NO2 Prediksi

Perbandingan konsentrasi CO observasi dengan konsentrasi COprediksi dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Perbandingan Konsentrasi CO Observasi dengan Konsentrasi CO Prediksi Perbandingan konsentrasi NO2 observasi dengan konsentrasi NO2 prediksi dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Perbandingan Konsentrasi NO2 Observasi dengan Konsentrasi NO2 Prediksi

0 5,000 10,000 15,000 20,000

pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang

Gerbang Masuk

Selasa 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017

K

Konsentrasi CO observasi (µg/m³) Konsentrasi CO prediksi (µg/m³)

0

pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang

Gerbang Masuk

Selasa 7/2/2017 Rabu 8/2/2017 Kamis 9/2/2017

K

(44)

IV-23 Berdasarkan Gambar 4.6 dan Gambar 4.7, terlihat adanya kesenjangan yang cukup jauh antara konsentrasi CO dan NO2 observasi dengan konsentrasi CO dan NO2 prediksi. Tingginya konsentrasi CO dan NO2 observasi (pengukuran langsung di lapangan) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti laju emisi, transformasi polutan secara kimia di udara, dan lain sebagainya. Laju emisi saat pengukuran langsung di lapangan berasal dari asap kendaraan bermotor dan aktivitas lain di sekitar kawasan Terminal Terpadu Amplas. Laju emisi yang berasal dari asap kendaraan bermotor tidak hanya berasal dari kendaraan bermotor yang ada di kawasan Terminal Terpadu Amplas melainkan juga berasal dari kendaraan bermotor di luar kawasan terminal. Sementara itu, aktivitas lain seperti kegiatan masak-memasak dan pembakaran sampah juga turut menyumbang laju emisi CO dan NO2 ke udara. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat dilihat dalam foto dokumentasi.

Kegiatan masak-memasak menimbulkan emisi polutan seperti CO, H2S, NOx, SOx, dan partikel debu ke udara (Haryanto dan Triyono, 2012). Sementara gas buang dari pembakaran sampah plastik menyumbang emisi CO, CO2, NOx, SOx, dan partikulat (Prasetyo dkk, 2015).

Selain itu, di udara bebas gas CO dan NO2 dapat terbentuk dari reaksi dengan zat lain di udara (transformasi kimia). Umumnya kendaraan bermotor di Terminal Terpadu Amplas bergerak dengan kecepatan rendah atau menunggu penumpang dalam keadaan memanaskan mesin kendaraan (idle). Pada keadaan seperti ini, nilai Air Fuel Ratio (AFR) rendah sehingga bahan bakar yang digunakan lebih banyak dari udara. Hal ini memungkinkan terjadinya reaksi CO dengan reaksi (Wardhana, 2004):

2C + O2 2CO

Bila jumlah oksigen cukup, maka akan terjadi reaksi lanjutan:

CO + 0,5O2 CO2

Reaksi pembentukan CO lebih cepat dari reaksi pembentukan CO2, sehingga pada akhir proses pembakaran gas CO akan tetap dihasilkan. Apabila pencampuran bahan bakar dan udara tidak rata dan terjadi pada suhu tinggi, maka gas CO akan dihasilkan dengan reaksi:

CO2 + C 2CO

(45)

Sementara itu, proses transformasi gas NO2 di udara mengikuti daur fotolitik NO2 sebagai berikut (Wiyandari, 2010 dan Wardhana, 2004):

NO2 + sinar matahari NO + O

O + O2 O3 (ozon)

O3 + NO NO2 + O2

Peletakan alat CO analyzer dan impinger saat sampling juga mempengaruhi konsentrasi CO dan NO2 observasi. Ketinggian probe (sampling inlet) CO analyzer 0,3 m diatas permukaan tanah dan ketinggian probe impinger 0,9 m diatas permukaan tanah seperti terlihat pada Gambar 4.8. Sementara itu, ketinggian sumber emisi (knalpot kendaraan bermotor) berada 0,3 m di atas permukaan tanah, sehingga diasumsikan gas buang kendaraan bermotor langsung diserap oleh kedua alat tersebut. Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi CO dan NO2 observasi jauh lebih tinggi dibandingkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi.

Gambar 4.8 Peletakan Alat Sampling

Sementara itu, konsentrasi CO dan NO2 prediksi (hasil model SCREEN3) hanya dipengaruhi oleh laju emisi, kecepatan angin, dan stabilitas atmosfer. Laju emisi hanya dihitung berdasarkan jumlah kendaraan yang ada di Terminal Terpadu Amplas. Model ini mengabaikan sumber emisi lain selain dari kendaraan bermotor yang ada di Terminal Terpadu Amplas atau konsentrasi background lokasi penelitian dan transformasi polutan secara kimia di udara. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan konsentrasi yang cukup signifikan antara konsentrasi CO dan NO2 observasi dengan konsentrasi CO dan NO2 prediksi.

4.7 Hasil Validasi Model

(46)

Tabel 4.13 Perhitungan Validasi Index of Agreement untuk Parameter CO

Titik

Pengamatan Waktu

Konsentrasi Observasi (Oi) (µg/m3)

Konsentrasi Prediksi

(Pi) (µg/m3) (Pi – Oi) 2

|Pi – Omean| |Oi – Omean| (|Pi – Omean| + |Oi – Omean|)2

Gerbang Masuk Terminal

Pagi 13.733,46 298,9 180.487.308,31 14.483,64 1.049,08 241.265.498,19

Siang 16.022,37 476,8 241.664.619,61 14.305,74 1.239,83 241.664.619,61

Area Parkir Kendaraan

Pagi 13.733,46 256,6 181.625.661,08 14.525,94 1.049,08 242.581.355,89

Siang 12.589,00 206,9 153.316.444,74 14.575,64 2.193,54 281.205.336,55

Area Parkir Bus AKAP

Pagi 14.877,91 185,8 215.858.131,71 14.596,74 95,37 215.858.131,71

Siang 12.589,00 241,6 152.458.330,97 14.540,94 2.193,54 280.042.759,68

Pelataran Bus AKDP

Pagi 18.311,28 148,2 329.897.305,49 14.634,34 3.528,74 329.897.305,49

Siang 17.166,82 120,8 290.566.819,08 14.661,74 2.384,28 290.566.819,08

Area Parkir Angkutan Kota

Pagi 17.166,82 357,4 282.556.621,68 14.425,14 2.384,28 282.556.621,68

Siang 14.877,91 336,6 211.449.731,61 14.445,94 95,37 211.449.731,61

Gerbang Keluar Terminal

Pagi 13.733,46 396,8 177.866.406,56 14.385,74 1.049,08 238.233.775,35

Siang 12.589,00 630,9 142.996.198,43 14.151,64 2.193,54 267.164.849,46

Jumlah (∑) 2.560.743.579,28 3.122.486.804,32

Omean 14.782,54 d 0,18

(47)
(48)

Selanjutnya data perhitungan tersebut dimasukkan ke dalam Persamaan (2.4) untuk memvalidasi data konsentrasi CO dan NO2 prediksi dengan data konsentrasi CO dan NO2 observasi. Perhitungan uji validasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VIII. Berdasarkan perhitungan validasi Index of Agreement untuk parameter CO dan NO2 pada Tabel 4

.

13 dan Tabel 4

.

14 didapat d = 0,18 untuk parameter CO dan d = 0,23 untuk parameter NO2. Menurut Wilmott dalam Rahayu (2012), bila didapat nilai d < 0,7 maka hasil tersebut dikategorikan “Kurang Baik”

.

Artinya keakuratan data konsentrasi CO prediksi hanya 18 % dan data konsentrasi NO2 prediksi hanya 23 %. Hasil ini menunjukkan data konsentrasi CO dan NO2 prediksi tidak akurat dengan data konsentrasi CO dan NO2 observasi, sehingga dapat disimpulkan model SCREEN3 tidak tepat untuk diterapkan dalam memprediksi konsentrasi CO dan NO2 di Terminal Terpadu Amplas. Hal ini dapat disebabkan oleh:

1

.

Tingginya konsentrasi CO dan NO2 observasi berasal dari asap kendaraan bermotor yang berada di kawasan Terminal Terpadu Amplas ditambah dengan aktivitas lain yang turut meyumbang emisi CO dan NO2 ke udara seperti kegiatan masak-memasak, pembakaran sampah, asap rokok, dan sebagainya

.

Sementara itu, konsentrasi CO dan NO2 prediksi hanya berasal dari jumlah kendaraan bermotor yang ada di kawasan terminal

.

2

.

Faktor meteorologi yang digunakan pada model SCREEN3 hanya kecepatan angin dan stabilitas atmosfer

.

Sementara pada pengukuran langsung di lapangan, aspek meteorologi seperti suhu udara, kelembaban udara, intensitas radiasi matahari, dan kecepatan angin turut memengaruhi konsentrasi CO dan NO2.

3

.

Adanya transformasi kimia polutan CO dan NO2 di udara bebas. Saat suhu udara tinggi CO2 akan terurai menjadi CO dan NO akan berubah menjadi NO2. Sementara itu, model SCREEN3 mengabaikan transformasi kimia polutan

.

4

.

Pada saat sampling ketinggian probe CO analyzer yaitu 0,3 m di atas permukaan tanah dan probe impinger 0,9 m di atas permukaan tanah

.

Sementara itu, ketinggian keluaran emisi 0,3 m di atas permukaan tanah, sehingga diasumsikan gas CO dan NO2 yang dikeluarkan langsung terserap oleh kedua alat tersebut

.

Hal inilah yang mengakibatkan konsentrasi CO dan NO2 observasi tinggi

.

(49)

4.8 Hasil Visualisasi Model

Pemetaan konsentrasi CO dan NO2 di Terminal Terpadu Amplas berdasarkan pada perhitungan di 6 (enam) titik sampling yang tersebar di sekitar kawasan terminal

.

Pemetaan dikategorikan berdasarkan waktu sampling pagi dan siang

.

Pemetaan konsentrasi CO dan NO2 pada waktu pagi ditunjukkan Gambar 4.9

,

sedangkan pada waktu siang dapat dilihat pada Gambar 4.10.

(a) CO Observasi (b) CO Prediksi

(a) (b)

(c) NO2 Observasi (d) NO2 Prediksi

Gambar 4.9 Pemetaan Konsentrasi CO dan NO2 Waktu Pagi

di Terminal Terpadu Amplas

(50)

IV-29 Konsentrasi CO observasi di titik ini adalah 18.311,28 µg/m3. Penyebab tingginya konsentrasi CO observasi di titik 4 (empat) adalah adanya bus AKDP yang menghidupkan mesin dalam keadaan kendaraan berhenti (idle). Menurut Rao dan Rao (1994) dalam Azwarani (2012), konsentrasi CO akan meningkat sebesar 4-6% saat mesin dalam keadaan idle (diam). Sementara itu, konsentrasi CO observasi terendah pada waktu pagi adalah di Gerbang Masuk Terminal, Area Parkir Kendaraan, dan Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 13.733,46 µg/m3.

Gambar 4.9 (c) menunjukkan konsentrasi NO2 observasi tertinggi pada waktu pagi berada di bagian utara Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 3 (tiga). Titik ini adalah Area Parkir Bus AKAP. Konsentrasi NO2 observasi pada titik ini sebesar 79,38 µg/m3. Sementara itu, konsentrasi NO2 observasi terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 65,67 µg/m3. Tingginya konsentrasi NO2 observasi di titik 3 (tiga) disebabkan lokasinya yang berdekatan dengan tempat pengujian kendaraan bermotor (KIR), sehingga jumlah kendaraan bermotor yang menyumbang NO2 ke udara bertambah (tidak hanya kendaraan di terminal). Wiyandari (2010) menyatakan bahwa konsentrasi NO2 mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan.

Gambar 4.9 (b) dan (d) menunjukkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi pada waktu pagi berada di bagian barat daya dari Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 6 (enam) yang ditandai dengan warna merah. Titik ini merupakan Gerbang Keluar Terminal Terpadu Amplas. Konsentrasi CO prediksi tertinggi di titik 6 (enam) adalah 397 µg/m3 dan konsentrasi NO2 prediksi sebesar 20,34 µg/m3. Sementara itu, konsentrasi CO dan NO2 prediksi terendah berturut-turut adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 148,3 µg/m3 dan 9,43 µg/m3.

Konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi pada waktu pagi berada di bagian barat daya yaitu di titik 6 (enam) disebabkan kecepatan angin pada titik ini lebih rendah dari titik lainnya. Walaupun pergerakan angin dominan cenderung ke arah selatan, rendahnya kecepatan angin di titik 6 (enam) menyebabkan polutan CO dan NO2 tidak terdispersi dan tetap berada di sekitar titik ini.

(51)

(a) CO Observasi (b) CO Prediksi

(a) NO2 Observasi (b) NO2 Prediksi

Gambar 4.10 Pemetaan Konsentrasi CO dan NO2 pada Waktu Siang

di Terminal Terpadu Amplas

Gambar 4.10 (a) menunjukkan konsentrasi CO observasi tertinggi pada waktu siang berada pada bagian timur terminal yaitu di titik 4 (empat) yang sebesar 17.166,82

(52)

IV-31 Gambar 4.10 (c) menunjukkan konsentrasi NO2 observasi tertinggi pada waktu siang berada di bagian barat laut Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 1 (satu) yang sebesar 110,56 µg/m3. Titik ini merupakan Gerbang Masuk Terminal dan bersebelahan langsung dengan Jalan Panglima Denai, sehingga kendaraan yang melintasi jalan tersebut ikut menyumbang emisi NO2.

Gambar 4.10 (b) dan (d) menunjukkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi pada waktu siang berada pada bagian timur dari Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 6 (enam) yang ditandai dengan warna merah. Titik ini merupakan Gerbang Keluar Terminal Terpadu Amplas. Konsentrasi CO prediksi pada titik ini adalah 631,4 µg/m3 dan konsentrasi NO2 prediksi sebesar 33,95 µg/m3. Sementara itu, konsentrasi CO dan NO2 prediksi terendah berturut-turut adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 120,8

µg/m3 dan 8,75 µg/m3.

Konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi berada di titik 6 (enam) baik pada waktu pagi dan waktu siang disebabkan kecepatan angin pada titik ini lebih rendah dari titik lainnya. Kecepatan angin pada titik 6 (enam) sebesar 1,61 m/s pada waktu pagi dan 1,4 m/s pada waktu siang. Kecepatan angin yang rendah menyebabkan polutan tidak terdispersi, sehingga konsentrasi polutan di sumber emisi tinggi (Ocak dan Turalioglu, 2008; Novalia, 2014; Ramayana, 2014; Turyanti, 2006). Kondisi stabilitas atmosfer pada titik 6 (enam) yang tidak stabil (B) hingga sangat tidak stabil (A) juga turut menyebabkan tingginya konsentrasi CO dan NO2. Menurut Ruhiyat (2009), kondisi stabilitas atmosfer yang tidak stabil akan meningkatkan konsentrasi polutan di udara.

Sementara itu, konsentrasi CO dan NO2 prediksi terendah berada di titik 4 (empat) baik pada waktu pagi dan waktu siang disebabkan laju emisi di titik ini jauh lebih kecil dari titik sampling lain di Terminal Terpadu Amplas. Laju emisi yang kecil di titik 4 (empat) disebabkan jumlah kendaraan yang melintas di titik ini sedikit. Titik 4 (empat) merupakan Pelataran Bus AKDP dimana banyak bus yang memarkirkan kendaraannya disini sehingga kendaraan bermotor lain yang melintas sedikit.

Perbedaan pola penyebaran konsentrasi CO observasi pada waktu pagi dan waktu siang adalah pada waktu pagi konsentrasi CO observasi tertinggi berada di sekitar titik 4 (empat) dan titik 5 (lima), sedangkan pada waktu siang berada di sekitar titik 4 (empat)

(53)

dan titik 1 (satu). Bila ditinjau dari aspek meteorologi, hal ini disebabkan pada waktu pagi kecepatan angin di titik 5 (lima) sebesar 2,52 m/s lebih rendah dibandingkan dengan titik 1 (satu) yang sebesar 3,16 m/s. Semakin rendah kecepatan angin menyebabkan konsentrasi CO observasi semakin tinggi.

Sedangkan pada waktu siang, kecepatan angin di titik 1 (satu) sebesar 1,52 m/s lebih rendah daripada titik 5 (lima) yang sebesar 2,36 m/s. Hal ini menyebabkan pada waktu siang konsentrasi CO observasi cenderung berada di titik 1 (satu). Kondisi stabilitas atmosfer yang sangat tidak stabil (A) pada waktu siang juga turut menyebabkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi di titik 1 (satu) tinggi.

Sementara itu, pola penyebaraan konsentrasi NO2 observasi pada waktu pagi berada di titik 3 (tiga), 1 (satu), dan 2 (dua) sedangkan pada waktu siang hanya berada di titik 1 (satu). Tingginya konsentrasi NO2 observasi pada waktu pagi di titik 3 (tiga) disebabkan titik ini berada di dekat tempat pengujian kendaraan bermotor (KIR). Kendaraan bermotor di Terminal Terpadu Amplas yang biasa melakukan uji KIR adalah bus dan truk. Bus dan truk merupakan kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar. Jumlah bus dan truk yang melewati titik 3 (tiga) pada waktu pagi adalah yang terbesar dari titik lainnya yaitu sebanyak 17 unit per jam. Menurut Bachtiar (2014), kendaraan berbahan bakar solar menghasilkan konsentrasi gas NO2 yang relatif tinggi saat idle (diam) dan bergerak dengan kecepatan rendah (< 20 km). Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi NO2 observasi di titik 3 (tiga) pada waktu pagi tinggi.

(54)

IV-33 Pola penyebaraan konsentrasi NO2 observasi tertinggi pada waktu siang hanya berada di titik 1 (satu) disebabkan oleh letaknya yang berdekatan dengan Jalan Panglima Denai dan kelembaban udara pada waktu siang di titik ini merupakan yang terendah dari titik lainnya yaitu 45,7%. Sementara itu, titik 3 (tiga) yang berdekatan dengan tempat uji KIR memiliki konsentrasi NO2 observasi yang rendah pada waktu siang. Rendahnya konsentrasi NO2 observasi pada waktu siang di titik 3 (tiga) disebabkan jumlah dan truk yang melintas di titik ini paling sedikit dibandingkan titik lainnya yaitu hanya sebanyak 8 unit per jam. Selain itu, kelembaban udara pada waktu siang di titik ini adalah yang paling tinggi dari titik lainnya yaitu sebesar 55%. Sifat NO2 yang mudah terdeposisi basah jika kelembaban udara tinggi menyebabkan konsentrasi NO2 observasi pada waktu siang di titik ini rendah.

Perbedaan pola penyebaran konsentrasi CO dan NO2 prediksi pada waktu pagi dan waktu siang adalah pada waktu pagi konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi berada di sekitar titik 5 (lima) dan titik 6 (enam), sedangkan pada waktu siang berada di sekitar titik 1 (satu) dan titik 6 (enam). Bila ditinjau dari aspek meteorologi, hal ini disebabkan pada waktu pagi kecepatan angin di titik 5 (lima) sebesar 2,52 m/s lebih rendah dibandingkan dengan titik 1 (satu) yang sebesar 3,16 m/s. Semakin rendah kecepatan angin menyebabkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi semakin tinggi.

Sementara pada waktu siang, kecepatan angin di titik 1 (satu) sebesar 1,52 m/s lebih rendah daripada titik 5 (lima) yang sebesar 2,36 m/s. Hal ini menyebabkan pada waktu siang konsentrasi CO dan NO2 prediksi cenderung berada di titik 1 (satu). Kondisi stabilitas atmosfer yang sangat tidak stabil (A) pada waktu siang juga turut menyebabkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi di titik 1 (satu) tinggi.

(55)

Gambar

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.4  Peta Titik Sampling di Terminal Terpadu Amplas
Gambar 3.6 Anemometer
Gambar 3.7 CO Analyzer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengujian DMRT diperoleh bahwa diameter puli pada alat pemeras santan sistem screw press memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas efektif alat dan

pada alat pemeras santan sistem screw press terhadap kapasitas efektif, rendemen dan persentase bahan tertinggal di alat.

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan peneliti pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa: (1) Penerapan media Mind Mapping dengan menggunakan pembelajaran

Vaihtoehdon 3 yhteydessä (VE3 Käsitellyn maa-aineksen hyötykäyttö tai loppusijoi- tus jätteenä) tarkastellaan lisäksi eri käsittelymenetelmien ympäristövaikutuksia ja

Dari 50 citra, 49 citra teridentifikasi sebagai citra dengan jenis kerusakan retak, sementara 1 citra teridentifikasi sebagai lubang. Sementara 2 citra

3.1 Mengenal teks laporan sederhana tentang alam sekitar, hewan, dan tumbuhan serta jumlahnya dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat

This study aims to determine the pattern or dynamics of growth and growth rate of fungi and yeast during the process of tempeh fermentation with the addition of Saccharomyces

Eko Susilo M menjelaskan karya ilmiah merupakan suatu tulisan ataupun karangan yang didapatkan sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari dari berbagai