• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan jumlah Cluster of Differentation 4 (CD4) setiap bulan pada penderita Human Immunodefficiency Virus yang mendapatkan Antiretroviral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan jumlah Cluster of Differentation 4 (CD4) setiap bulan pada penderita Human Immunodefficiency Virus yang mendapatkan Antiretroviral"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Berdasarkan data dari WHO di seluruh dunia pada tahun 1991 sudah ditemukan 47 penderita HIV, kemudian pada tahun 1994 dilaporkan sudah meningkat menjadi 274 penderita.10Angka kumulatif sampai akhir tahun 2000 sudah 1500 kasus (HIV + dan AIDS).11

Sampai akhir tahun 2002 diperkirakan terdapat 42 juta orang hidup dengan HIV atau AIDS di seluruh dunia.12 Dari jumlah ini, 28,5 juta (68%) hidup di Afrika Sub-Sahara dan 6 juta (14%) berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara.13 Pada tahun 2002, diperkirakan 5 juta orang yang baru terinfeksi HIV dan diperkirakan 3,1 juta orang meninggal karena HIV/AIDS.14

Infeksi HIV pada anak-anak terjadi dari orang tua yang menderita HIV sekitar 86% dan 12% terjadi melalui transfusi darah. 15

2.2 Etiologi

HIV merupakan lentivirus dari famili retroviridae dan ditandai dengan genom RNA rantai tunggal. 13,14,15 Hal ini bergantung pada enzim reverse

transcriptase untuk transkripsi kebalikan dari RNA menjadi DNA yang akan

(2)

kerjanya dari National Institute of Health, Amerika Serikat, menemukan virus lain yang disebut Human T Lymphotropic Virus Type III (HTIV-III).15,16

2.3 Penularan Infeksi HIV

Proses penularan virus HIV melalui beberapa cara yakni secara horizontal melalui hubungan seksual dan melalui darah yang terinfeksi, atau secara vertikal penularan dari ibunya ke bayi yang dikandungnya.17,18 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi human

immunodeficiency virus (HIV).17,18 AIDS dikelompokkan dalam infeksi menular seksual (IMS) karena paling banyak ditularkan melalui hubungan seksual (95%).2,17,19

Risiko penularan ini akan semakin meningkat bila terdapat infeksi menular seksual lain yang menyertai, terutama pada ulkus genital.16,19,20 Secara global ditemukan bahwa proses penularan melalui hubungan seksual menempati urutan pertama yaitu 70-80%.19,20 Disusul pada penggunaan jarum suntik bersamaan 5-10%.20 Infeksi perinatal juga memiliki persentase tinggi yaitu 5-10%.

(3)

Cairan tubuh yang paling banyak mengandung HIV adalah air mani (semen), cairan vagina/serviks, dan darah sehingga penularan utama HIV adalah melalui 4 jalur yang melibatkan cairan tubuh tersebut: 12,13,15,20

(1) Jalur hubungan seksual (homoseksual/ heteroseksual).

(2) Jalur pemindahan darah atau produk darah seperti transfusi darah, alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dokter gigi, alat cukur dan melalui luka kecil di kulit (termasuk lesi mikro).

(3) Jalur transplantasi alat tubuh.

(4) Jalur transplasental, janin dalam kandungan ibu hamil dengan infeksi HIV dan infeksi perinatal.

Penularan virus HIV transplasental dipengaruhi beberapa faktor. Disebutkan beberapa faktor yang meningkatkan risiko penularan virus HIV transplasental antara lain rendahnya sel CD4, rendahnya antibodi terhadap virus HIV, adanya keluhan terhadap infeksi HIV dan tingginya kadar virus HIV dalam tubuh ibu yang dapat terdeteksi melalui antigen p24 dalam serum ibu atau metode lain seperti mendeteksi asam nukleat HIV melalui PCR.11,15,16,17,20,21

(4)

2.4 Imunopatogenesis

Sasaran utama virus HIV adalah subset limfosit yang berasal dari timus, yaitu sel helper/ inducer.15,17,19-23 Pada permukaan sel ini terdapat molekul glikoprotein disebut CD4, yang diketahui berikatan dengan glikoprotein envelope virus HIV. Kerusakan CD4 pada limfosit ini merupakan salah satu penyebab terjadinya efek imunosupresif oleh virus.23,24,25 Saat ini telah ditemukan bahwa CD4 juga ada di sel-sel yang lainnya, walaupun dalam densitas yang lebih rendah, seperti pada monosit dan makrofag termasuk yang di jaringan seperti sel langerhans di kulit dan sel dendritik di darah dan limfonodi. 15,17,19-23-25 Sel-sel ini juga merupakan sel yang berperan penting untuk memulai respons imun sehingga fungsi ini juga terganggu oleh adanya ikatan dengan virus HIV. CD4 atau molekul yang mirip juga dideteksi ada di otak walaupun belum diketahui dengan jelas sel mana yang mengekspresikan CD4 tersebut.12-16,25

HIV yang sudah masuk ke dalam sel limfosit CD4 tersebut akan mengadakan multiplikasi dengan cara menumpang dalam proses pertumbuhan sel inangnya.12-16,25,26 Di dalam sel limfosit CD4, HIV mengadakan replikasi dan merusak sel tersebut dan apabila sudah matang virus-virus baru keluar dan selanjutnya masuk ke dalam sel limfosit CD4 yang lainnya, berkembang biak dan selanjutnya merusak sel tersebut. 12,15,17-19,23-26

Sel limfosit CD4 berperan sebagai pengatur utama respons imun. Ketika sel ini diaktifkan oleh kontak dengan antigen, mereka akan berespons melalui pembelahan sel dan menghasilkan limfokin seperti interferon, interleukin dan

(5)

sitotoksik/supresor (CD8) dan limfosit B penghasil antibodi. Limfokin juga memicu maturasi dan fungsi monosit dan makrofag jaringan.17,19,27

Awal setelah terinfeksi virus HIV, respons antibodi belum terganggu, sehingga timbul antibodi terhadap envelope dan protein core virus yang merupakan bukti prinsip adanya infeksi HIV. 12-16,25,28 Aktivasi poliklonal limfosit B selanjutnya ditunjukkan dengan adanya peningkatan konsentrasi imunoglobulin serum. Hal ini mungkin terjadi akibat aktivasi langsung virus terhadap sel B. Pada stadium penyakit selanjutnya, konsentrasi imunoglobulin cenderung untuk turun.23

(6)

2.5 Siklus Hidup HIV

Seperti virus lain, HIV tidak dapat berkembang biak sendiri melainkan harus berada pada sel inang/hospes. Tidak semua sel hospes bisa terinfeksi oleh HIV tetapi hanya sel yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel TCD4+ dan monosit/makrofag. Sejak menginfeksi sel hospes, HIV akan berkembang biak sangat cepat. Tanpa terapi antivirus, diperkirakan terbentuk virus baru sebesar 10 miliar virus setiap hari. Pengertian tentang proses/siklus perkembangbiakan HIV akan membantu memahami mekanisme kerja ARV. 6,9,15,20,21,22

HIV merupakan virus double stranded RNA. Sepanjang RNA virus mengandung tiga enzim yang berperan penting dalam replikasi HIV, yaitu enzim

reverse transcriptase, integrate, dan protease. Permukaan luar virus dilapisi

dengan protein gp120 dan gp41. 8,9,15,20,21,22,23

Proses replikasi HIV dalam sel hospes meliputi beberapa tahap: a. HIV memasuki sel hospes

(7)

b. HIV mengambil alih kontrol pembelahan sel

Di dalam sel, enzim reverse transcriptase HIV menginisiasi terjadinya kopi kode genetik virus (RNA) menjadi kode genetik pada sel hospes yang terinfeksi (DNA). ARV yang termasuk golongan reverse transcriptase inhibitors (RTIs) mempunyai efek menurunkan atau menghentikan aktivitas enzim reverse

transcriptase. RTIs merupakan ARV yang digunakan pertama kali. Ada tiga jenis

ARV yang termasuk dalam RTIs yaitu nudeoside analogue reverse transcriptase

inhibitors (NRTIs), non-nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitors

(NNRTIs), dan nudeotide analogue reverse transcriptase inhibitors (NtRTIs).8,15,20,21,23

c. HIV menjadi bagian dari sel yang terinfeksi

Enzim virus yang kedua adalah enzim integrase, yang berperan pada masuk dan bergabungnya DNA virus yang baru kedalam DNA sel hospes, dengan demikian virus menjadi bagian dari sel hospes dan materi genetik virus terintegrasi dalam DNA hospes. Tahap ini merupakan tahap infeksi yang ireversibel dan tidak mungkin mengeliminasi virus dari sel yang sudah terinfeksi. ARV yang berperan untuk menghambat tahap ini adalah yang termasuk golongan

integrase inhibitors. Obat yang termasuk golongan ini juga masih dikembangkan

dan masih dalam taraf penelitian. 15,20,21,23 c. Replikasi HIV dalam sel hospes

(8)

virus dalam sehari. Virus-virus baru yang terbentuk akan keluar dari sel yang sudah terinfeksi untuk menginfeksi sel-sel lain. ARV yang berperan dalam menghambat tahap ini adalah golongan protease inhibitors (PI) yang menghambat aktivitas enzim protease yang berperan dalam reproduksi virion serta pengeluaran partikel HIV yang infeksius dari sel yang terinfeksi.15,20,21,23

2.6 Perjalanan Penyakit

Perjalanan infeksi virus HIV melalui beberapa tahapan, yaitu: (l) infeksi HIV akut, (2) infeksi seropositif HIV asimtomatis, (3) persisten Generalized

Lymphadenophaty / PGL, (4) gejala-gejala yang berkaitan dengan HIV/ AIDS.

14,15,20,21

2.6.1 Infeksi HIV Akut

(9)

(windows periode). Tes serologi memberikan hasil positif pada 4-12 minggu setelah infeksi. Diagnosis infeksi HIV akut ditegakkan dengan ditemukannya antigen p24 RNA HIV di plasma. 1,6,10, 15

2.6.2 Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis

Pada orang dewasa terdapat periode laten infeksi HIV yang bervariasi dan lama untuk timbulnya penyakit yang terkait HIV dan AIDS. Seseorang yang terinfeksi HIV bisa tidak mengalami keluhan apa pun selama 10 tahun atau lebih. Pada anak-anak masa infeksi asimtornatis ini lebih pendek daripada orang dewasa. Beberapa bayi menjadi sakit dalam beberapa minggu pertama. Kebanyakan anak-anak menjadi sakit sebelum usia 2 tahun. Sebagian kecil bisa tetap sehat untuk beberapa tahun kemudian. Pada masa ini, meskipun penderita tidak nampak keluhan apa-apa, tetapi bila diperiksa darahnya akan menunjukkan seropositif. Hal ini akan sangat berbahaya dan berpotensi tinggi menularkan infeksi HIV pada orang lain.13,15,20,21,23

2.6.3 Persisten Generalized Lymphadenophaty/PGL

(10)

menyeluruh/generalisata, maka perlu pemeriksaan biopsi untuk mengetahui penyebab lainnya. 15,23-26

2.7 Gejala-gejala yang Berkaitan dengan HIV

Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, jika tidak diterapi, akan berkembang menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan dengan HIV . Progresivitas infeksi HIV ini tergantung pada karakteristik virus dan hospes. Karakteristik virus meliputi tipe dan subtipe virus: HIV-1 dan beberapa subtipe HIV-1 menyebabkan progresivitas lebih cepat. Karakteristik hospes yang bisa menyebabkan progresivitas yang lebih cepat antara lain: usia kurang dari 5 tahun atau lebih dari 40 tahun; infeksi yang menyertainya, dan faktor genetik. 21,23,24,25,27 Bersamaan dengan progresivitas infeksi HIV dan penurunan imunitas, penderita menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi ini meliputi antara lain TBC, pneumonia, infeksi jamur rekuren pada kulit dan orofaring, herpes zoster, dan lain-lain. 21,23,26,27,28 Beberapa penderita mengalami gejala konstitusional (demam dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya), sebelumnya diketahui sebagai AIDS-related complex (ARC). Beberapa penderita mengalami diare kronis dengan penurunan berat badan, sering diketahui sebagai "slim disease". Beberapa gejala yang terkait HIV ini disebabkan terutama karena proses imunosupresif yang berat. Hal ini meliputi beberapa infeksi oportunistik (misal meningitis

cryptococcal, pneumocystic carinii pneumonia) dan beberapa tumor (misal kaposi

(11)

2.8. Diagnosis

Karena banyak negara berkembang yang belum memiliki fasilitas pemeriksaan serologi maupun antigen HIV yang memadai, maka WHO menetapkan kriteria diagnosis AIDS sebagai berikut. Definisi kasus AIDS dicurigai bila paling sedikit mempunyai 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab penekanan imun yang lain yang diketahui, seperti kanker, malnutrisi berat atau sebab-sebab lain. 12,15,20,23,25

a. Gejala mayor yaitu:

• Penurunan berat badan > 10% berat badan

• Diare kronis lebih dari 1 bulan

• Demam lebih dari 1 bulan.

b. Gejala minor yaitu:

• Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan

• Pruritus dermatitis menyeluruh

• Infeksi umum yang rekuren (misal herpes zoster)

• Kandidiasis orofaringeal

• Infeksi herpes simplek kronis progresif atau yang meluas

• Limfadenopati generalisata

Adanya sarkoma Kaposi meluas atau meningitis cryptococcal sudah cukup untuk menegakkan AIDS. 15,25,27,28

2.9. Stadium Klinis Infeksi HIV

(12)

• PGL

Performance scale 1: asimtomatis, aktivitas normal

(b) Stadium 2:

• Penurunan berat badan < 10% berat badan

• Manifestasi mukokutaneus minor (misal ulserasi oral, infeksi jamur kuku) • Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

• Infeksi saluran napas atas rekuren (misal sinusitis bakterial) dan/atau

Performance scale 2: simtomatis, aktivitas normal

(c) Stadium 3:

• Penurunan berat badan > 10% berat badan

• Diare kronis yang tidak jelas sebabnya selama lebih dari 1 bulan • Demam lama yang tidak jelas sebabnya selama lebih dari 1 bulan • Kandidiasis oral (oral thrush)

Oral hairy leukoplakia

• Tuberkulosis paru

Infeksi bakterial berat (pneumonia, piomiositis) dan/atau performance scale 3: tidak bangun dari tempat tidur <50% sehari dalam satu bulan terakhir. 15,25,27,28,33,25

(d) Stadium 4:

HIV wasting syndrome

Pneumocystic carinii pneumonia

• Toksoplasmosis otak

(13)

• Penyakit infeksi sitomegalovirus (CMV) pada organ selain hati, limpa, kelenjar getah bening

• Infeksi virus herpes, mukokutan selama lebih dari 1 bulan atau pada organ viseral berapapun lamanya

Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)

• Infeksi jamur endemik diseminata yang lain (misal histoplasmosis) • Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru

• Mikobakteriosis atipikal, diseminata • Septisemia salmonella non-typhoid • Tuberkulosis ekstrapulmonar • Limfoma

• Sarkoma Kaposi

Ensefalopati HIVb dan/atau Performance scale 4: tidak bangun dari tempat tidur >50% sehari dalam satu bulan terakhir.

HIV wasting syndrome-penurunan berat badan > 10% berat badan, dengan diare yang tidak jelas sebabnya selama lebih dari 1 bulan atau kelemahan kronis dan demam yang tidak jelas sebabnya selama lebih dari 1 bulan.13,16,17,20

(14)

2.10. Manajemen Klinis Penderita HIV

Pemeriksaan awal pada penderita HIV meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu:

a. Riwayat

- Faktor risiko.

- Riwayat Infeksi Menular Seksual.

- Riwayat infeksi oportunistik dan penyakit yang berkaitan dengan HIV, termasuk TBC.

- Riwayat penyakit lain.

- Riwayat pengobatan (profilaksis dan terapi infeksi oportunistik, ARV sebelumnya).

- Riwayat alergi.

- Tanda dan keluhan penyakit saat ini. b. Pemeriksaan klinis

- Lakukan pemeriksaan fisik secara lengkap, termasuk berat badan, cari limfadenopati perifer, kelainan organ dan sistem organ.

- Nilai stadium klinis infeksi HIV.

- Cari infeksi oportunistik dan penyakit yang terkait HIV. - Saring kemungkinan TBC.

- Nilai kemungkinan adanya kehamilan. c. Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan darah lengkap: hemoglobin/ hematokrit, Total Lymphocyte

Count (TLC). Bila alat untuk pemeriksaan TLC tidak tersedia, perkirakan

(15)

- Jumlah sel T CD4. - X-ray dada.

- Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) sputum.

- Jika kemungkinan hepatitis: Periksa enzim fungsi hati Alanine

Transaminase (ALT), Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

(SGOT), Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT).

- HbsAg jika memungkinkan dan anti-HCV jika ada riwayat penggunaan narkoba suntik pada penderita.

- Tes Papanicolaou (Pap Smear) pada wanita. - Tes kehamilan jika diperlukan.

- Tes laboratorium lain yang diperlukan untuk mendeteksi infeksi oportunistik. 15,25,27

2.11. Terapi Antiretroviral (ARV) Pada HIV

Tujuan pengobatan ARV: (1) mengurangi laju penularan HIV di

masyarakat, (2) menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV, (3) memperbaiki kualitas hidup penderita HIV, (4) memulihkan

dan/atau memelihara fungsi kekebalan tubuh (5) menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus-menerus. 15,25,27,29

Replikasi virus HIV sangat cepat dan terus-menerus sejak awal infeksi, sedikitnya terbentuk 10 miliar virus setiap hari. Namun karena waktu paruh virus

(16)

Pemeriksaan CD4 ini berguna untuk memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV yang diberikan. 15,25,27,28,29

Pemberian ARV tergantung tingkat progresifitas masing-masing penderita. Terapi kombinasi ARV mampu menekan replikasi virus sampai tidak terdeteksi

oleh pemeriksaan PCR. Pada kondisi ini penekanan virus berlangsung efektif mencegah timbulnya virus yang resistan. terhadap obat dan memperlambat

progresivitas penyakit. Karena itu terapi kombinasi ARV harus menggunakan dosis dan jadwal yang tepat. Pada penderita yang pernah diterapi ARV, tidak boleh diberikan obat yang memiliki resistensi silang dengan obat yang pernah

dipakai. 15,25,27,28

ARV terdiri dari kombinasi golongan nucleoside reverse transcriptase

inhibitor (NRTI), non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor dan protease

inhibitor (PI). NRTI dan NNRTI dipakai bersamaan agar tubuh semakin kuat

menghambat perkembangan virus, saat proses perubahan deoxyribo nucleic acid (DNA) menjadi ribo nucleic acid (RNA). NRTI dan NNRTI menghambat

terbentuknya RNA, sedangkan antriretroviral golongan PI menghambat terbentuknya protein baru yang bakal menjadi virus baru. 15,25,27,28,33

(17)

Tabel 2.1. Dosis ARV untuk Penderita HIV/AIDS Dewasa

Golongan/Nama Obat Dosis

Nucleoside RTI (NRTIs)

Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam Didanosine (ddl) 40 mg sekali sehari

(250 mg sekali sehari jika BB < 60 kg) (250 mg sekali sehari bila diberikan bersama TDF) Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali

sehari

Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam

(30 mg setiap 12 jam bila BB < 60 kg) Nucleotide RTI (Nt RTIs)

Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari,

(Catatan : interaksi obat dengan ddl perlu mengurangi dosis ddl)

Non-Nucleoside RTIs (NN RTIs)

Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg setiap 12 jam

Protease inhibitors (Pls)

Indinavir/ritonavir (IDV/r) 800 mg/100 mg setiap 12 jam Lapinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg setiap 12 jam

(533 mg/133 mg setiap 12 jam bila dikombinasikan dengan EFV atau NVP)

Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam

Saquinavir/ritonavir (SQV/r) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam atau 1600 mg/200 mg sekali sehari

Ritonavir(RTV,r) f Kapsul 100 mg, larutan oral 400 mg/5 ml

2.12. Indikasi dan Waktu Terapi

Menurut WHO waktu diberikannya ARV dibagi dalam dua kategori, apakah ada perhitungan CD4 atau tidak ada perhitungan CD4. Perhitungan TLC dapat digunakan sebagai pengganti hitung CD4, meskipun hal ini dianggap kurang bermakna pada pasien asimtomatis. 21,22,23,25-28,33

(18)

Berdasarkan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium yang tersedia, maka WHO memberikan acuan pemberian ARV pada penderita HIV seperti yang terdapat pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2.2. Panduan Pengobatan ARV Menurut WHO 2010

Populasi target 2010

HIV+ Asimtomatis

Individu yang belum mendapatkan ARV

CD 4 <350sel/mm3

HIV + Simptomatik

Individu yang belum mendapatkan ARV

Stadium Klinis 2 berdasarkan WHO jika

CD 4 ≤ 350sel/mm3

atau stadium klinis 3 atau 4 berdasarkan WHO terlepas dari jumlah CD 4

HIV+ Wanita hamil CD 4 ≤ 350 sel/mm3 terlepas dari gejala klinis atau stadium klinis 3 atau 4 berdasarkan

WHO terlepas dari jumlah CD 4 HIV/ Tuberkulosis koinfeksi

Individu yang belum mendapatkan ARV

Adanya Tuberkulosis aktif, terlepas dari jumlah CD 4

HIV/HBV koinfeksi

Individu yang belum mendapatkan ARV

Individu-individu yang memerlukan terapi untuk infeksi HBV terlepas dari jumlah CD 4

Sebelum memulai terapi perlu dilakukan penilaian klinis pada penderita yang terdiri dari hal-hal berikut ini: 15,27,28

- Penggalian riwayat penyakit secara lengkap. - Pemeriksaan fisik dan psikologis lengkap.

- Pemeriksaan laboratorium rutin dan tambahan sesuai kondisi penderita. - Hitung limfosit total (Total lymphocyte count/TLC) dan pemeriksaan jumlah

CD4.

- Penilaian klinis tentang stadium klinis infeksi HIV, mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan HIV masa lalu dan saat ini yang membutuhkan

(19)

pengobatan, serta pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat mempengaruhi pengobatan.27,29,31-32

2.13. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Terapi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil dari pemberian ARV pada penderita HIV/AIDS yaitu:

(a) Kepatuhan penderita. Untuk mencapai penekanan virus sebesar 80% diperlukan kepatuhan minimal sebesar 95%. Penekanan virus gagal lebih dari 50% jika kepatuhan penderita kurang dari 90%

(b) Viral load awal menentukan penekanan virus yang bisa dicapai setelah

pemakaian antiretroviral.

(c) Pengalaman terapi antivirus sebelumnya dimana terdapat hubungan yang terbalik antara respons yang diperoleh dengan terapi antivirus yang sudah pernah diminum sebelumnya yang meliputi jumlah antivirus yang diminum, kelas antivirus, dan waktu terapi.

(d) Kadar terendah viral load menentukan lamanya respons terhadap terapi anti-retroviral yang dicapai.

(e) Kecepatan respons viral load menentukan kadar RNA HIV dalam plasma sehingga mempengaruhi waktu respons HIV

(20)

2.14. Pemantauan Terapi ARV

Pada pemberian ARV perlu pemantauan klinis pada penderita meliputi: berat badan, pemeriksaan daerah mulut (kandidiasis oral, kelainan gusi dan mukosa mulut, tanda-tanda kandidiasis esofagus seperti kesulitan atau sakit menelan, nafsu makan menurun), dan efek samping lain baik efek samping jangka pendek maupun jangka panjang.28,29,34,35 Pemantauan laboratorium yaitu: (a) monitoring sistem imun: hitung CD4, jumlah limfosit total (TLC), (b) monitoring virologis: pemeriksaan viral, (c) monitoring efek samping: darah lengkap, fungsi liver, fungsi ginjal, amilase, lemak darah, glukosa darah, kadar laktat.22,28,36

Kegagalan terapi dapat dinilai secara klinis dengan progresivitas penyakit, secara laboratorium dengan penghitungan CD4, dan secara virologis dengan pengukuran viral load. 28,29,37,38

Secara klinis tanda-tanda kegagalan terapi di antaranya munculnya infeksi atau keganasan oportunistik yang baru, kambuhnya infeksi oportunistik yang sudah ada, atau kembalinya kondisi stadium III menurut WHO.22,28,38,39

Penghitungan CD4 yang menggambarkan kegagalan terapi jika hitung CD4 kembali ke jumlah sebelum terapi atau dibawahnya tanpa ada sebab lain, atau kadar puncak CD4 turun >-50% tanpa ada penyebab lain.15,25,38,39

(21)

2.15 Kerangka Teori

2.15

Multiplikasi

Berikatan dengan molekul glikoprotein CD4 pada subset limfost dari timus

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Laboratorium, Penularan virus HIV masuk

melalui :

Horizontalhub seksual, darah terinfeksi(tranfusi),

Gambar

Tabel 2.1. Dosis ARV untuk Penderita HIV/AIDS Dewasa
Tabel 2.2. Panduan Pengobatan ARV Menurut WHO 2010

Referensi

Dokumen terkait