BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pneumonia Komuniti (PK) adalah penyakit infeksi terbanyak yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia saat ini baik di negara berkembang maupun di negara maju.1-9 Sebanyak 10-20 % pasien PK yang di rawat di rumah sakit harus mendapat perawatan di ICU dan sekitar 20-50 % diantaranya meninggal dunia.2
PK ditandai dengan adanya gejala klinis seperti batuk, produksi sputum, demam dan sesak napas serta adanya infiltrat baru pada foto toraks.2,10 Pada orang tua , PK dapat terjadi tanpa adanya gejala klinis termasuk demam. Diagnosa banding PK adalah penyakit infeksi paru lainnya (baik akibat bakteri maupun yang bukan disebabkan oleh bakteri) dan penyakit paru non infeksi.2
Pada PK yang disebabkan oleh bakteri sangat penting untuk memberikan terapi antibiotik sejak dini karena terlambatnya pemberian antibiotik lebih dari 4
perbaikan secara keseluruhan. Belum ada standardisasi dalam menilai respon klinis.2
Karena pentingnya menilai tingkat keparahan pada pasien PK saat pasien masuk Rumah Sakit, maka dibuatlah berbagai sistem skoring untuk menentukan tingkat keparahan PK seperti PSI (pneumonia severity index) yang juga dikenal
dengan nama PORT (Patient Outcome Research Team) skor 9, CURB-65 (Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), CRB-65
(Confusion, Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), IDSA / ATS (The Infectious Disease Society of America / American Thoracic Society) kriteria
mayor dan minor, CURXO-80 (Confusion, blood Urea nitrogen, Respiratory rate,
X-ray multilobar bilateral, Oxygenation, Age ≥ 80 years ) , SMART-COP (Systolic blood pressure, Multilobar involvement, Albumin, Respiratory rate,
Tachycardia, Confusion, Oxygenation, PH) dan CAP-PIRO (Community Acquired
Pneumonia, Predisposition, Insult, Response, Organ dysfunction).5,9,11 Kemudian digunakan juga berbagai penanda inflamasi seperti CRP (C-Reactive Protein),
TNF-alfa (tumour necrosis factor alpha), leukosit, laju endap darah, IL-1β (Interleukin-1β) , IL-6 (Interleukin-6) dan IL-10 (Interleukin-10) untuk
menentukan tingkat keparahan PK,4,6,10 tetapi penanda - penanda inflamasi tersebut kurang sensitif dan spesifik dalam membedakan antara inflamasi yang disebabkan proses infeksi dan proses non infeksi.10
Belakangan ini telah dikembangkan penanda inflamasi dan infeksi yang dikenal dengan nama Procalcitonin (PCT) yaitu suatu prekursor hormon
menyebabkan lepasnya PCT dari seluruh sel parenkim dan sel-sel yang terdiferensiasi di hati maupun sel-sel mononuklear. Pelepasan mediator inflamasi
PCT dapat diinduksi melalui 2 proses, antara lain: Terlepasnya toksin yang ada di dalam bakteri (endotoksin) dan respon imunitas seluler yang diperantarai oleh
sitokin pro inflamasi seperti: IL-1β, IL-6 dan TNF-α.2,4,10-15 Sebagai biomarker
yang baik untuk inflamasi dan infeksi, PCT memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut : memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, dapat diukur, biayanya terjangkau dan banyak rumah sakit menyediakan sarana pemeriksaan PCT, hasil
pemeriksaan dapat cepat diketahui (responsive) dan reproducible, memiliki waktu paruh 24 jam serta dapat diperiksa kapan saja.4
Penelitian oleh Huang dkk yang dilakukan sejak november 2001 sampai
november 2003 dengan sampel sebanyak 1651 pasien PK menunjukkan bahwa PCT lebih akurat dibandingkan skor PSI dan CURB-65 dalam memprediksi
tingkat keparahan PK.1
Schuetzdkk melaporkan hasil penelitiannya di swiss pada rentang waktu antara oktober 2006 sampai maret 2008 dengan sampel sebanyak 925 pasien PK
dengan kesimpulan bahwa PCT mempunyai akurasi yang tinggi untuk prognosis perburukan pada PK.16
Padapenelitian oleh Kruger dkk di jerman pada 1 oktober 2002 sampai 30 september 2005 yang melibatkan 1671 pasien PK dilaporkan bahwa kadar PCT dapat menjadi prognosis penyakit PK dengan akurasi yang sama dengan skor
CRB-65.17
Jean dkk melibatkan 589 pasien PK dalam penelitiannya yang
skor PSI yang tinggi (PSI kelas IV-V) PCT menjadi petunjuk tingkat keparahan yang baik pada PK.6,11
Masia dkk dari penelitiannya di Spanyol pada 15 oktober 1999 sampai 14 oktober 2001 pada 240 pasien PK, mendapatkan bahwa nilai PCT meningkat sesuai dengan peningkatan skor PSI.11,18
Dengan adanya hasil – hasil penelitian tersebut maka peran PCT menjadi sangat penting dalam menentukan tingkat keparahan PK. Dengan menilai tingkat
keparahan PK sedini mungkin pada saat pasien datang ke sarana kesehatan maka dapat direncanakan pengobatan yang efektif dan adekuat secepat mungkin yang dapat berpengaruh dalam mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada PK.
Saat ini pemeriksaan PCT sebagai biomarker untuk menentukan tingkat keparahan PK belum menjadi pemeriksaan yang rutin dilakukan di Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik Medan khususnya di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itulah, maka peneliti tertarik untuk membuat penelitian untuk
mencari tahu apakah ada hubungan PCT dengan skor PSI dalam menilai tingkat keparahan pasien PK.
1.2 Perumusan Masalah
Adakah hubungan procalcitonin dengan skor PSI dalam hal memprediksi tingkat keparahan pada pasien pneumonia komuniti yang dirawat inap di RSUP H. Adam
I.3 Hipotesis Penelitian
Peningkatan kadar Procalcitonin pada pasien PK yang datang berobat dan rawat
inap di RSUP H. Adam Malik medan akan diikuti pula dengan peningkatan skor PSI.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan procalcitonin dengan skor PSI dalam hal memprediksi
tingkat keparahan pada pasien pneumonia komuniti yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4.2 Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui kadar procalcitonin pada pasien yang didiagnosis
menderita pneumonia komuniti di Instalasi rawat jalan dan Instalasi gawat
darurat RSUP H.Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui kadar procalcitonin pada pasien pneumonia komuniti
yang dirawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan.
3. Untuk mencari hubungan dan membandingkan efektivitas procalcitonin
dengan skor PSI dalam hal memprediksi tingkat keparahan penyakit pada
pasien pneumonia komuniti yang di rawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Untuk Praktisi Bidang Paru: Dengan mengetahui hubungan procalcitonin
metode penilaian derajat keparahan pneumonia komuniti yang cepat, efektif dan efisien sehingga pengobatan yang adekuat dapat diberikan secepat
mungkin untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada pneumonia komuniti.
b. Untuk Rumah Sakit: Penggunaan procalcitonin sebagai biomarker untuk
menilai tingkat keparahan pneumonia komuniti yang akurat, cepat dan efisien akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
c. Untuk Peneliti berikutnya: sebagai data mendasar untuk penelitian selanjutnya
agar dapat bermanfaat dalam mendalami procalcitonin untuk menilai tingkat keparahan pneumonia komuniti sehingga dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas.
d. Untuk pengembangan keilmuwan: untuk memberikan informasi baru dalam
melengkapi pengetahuan mengenai metode untuk menentukan tingkat keparahan pneumonia komuniti.
e. Untuk Pihak Asuransi Kesehatan (Badan Pelayanan Kesehatan Sosial/BPJS
dan lain-lain: Dengan diketahuinya tingkat keparahan penyakit pneumonia komuniti berdasarkan procalcitonin, maka diharapkan pihak asuransi dapat
menyetujui dan memberikan kemudahan pada setiap pemberian antibiotik yang dibutuhkan sesuai beratnya derajat keparahan penyakit pada pasien dengan pneumonia komuniti, sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan