• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahu 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahu 2014"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

FAKTOR SOSIAL BUDAYA YANG MEMENGARUHI PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA USIA 15-19 TAHUN DI KELURAHAN MARTUBUNG

KECAMATAN MEDAN LABUHAN KOTA MEDAN TAHUN 2014

Oleh :

091000034

FRECILIA AGUSTINA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

ABSTRAK

Pernikahan dini yaitu pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Faktor-faktor yang memengaruhi pernikahan dini antara lain pendidikan, pengetahuan, sosial budaya, dan ekonomi.

Sebagian besar warga Kelurahan Martubung menikah pada usia 15-19 tahun. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosial budaya yang memengaruhi pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan jumlah sampel yang diambil adalah 50 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan sampling aksidental. Teknik analisis data menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pernikahan dini dengan p-value= 0,965, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pernikahan dini dengan p-value = 0,005, tidak ada hubungan antara ekonomi dengan pernikahan dini dengan p-value = 0,215, dan terdapat hubungan antara sosial budaya dengan pernikahan dini dengan p-value = 0,001.

(4)

ABSTRACT

Early marriage is a marriage that the one or the both of couple is under 18 years old or studying at senior high school. Factors related to early marrige are education, knowledge, social culture, and economic.

Most of people at Martubung Village married when they were 15-19 years old. Therefore, this research is done to know how the relationship of sosial culture and early marriage at Martubung Village, Medan Labuhan Subdistrict, Medan City 2014.

This research was analitic quantitative research with 50 samples that was choosen by accidental sampling technique. Technique of data analysis used chi-square analysis.

The result of this research showed education and early marriage had no relation with p-value = 0,965, knowledge and early marriage had had relation with p-value = 0,005, economic and early marriage no relation with p-value = 0,215, and sosial culture and early marriage had relationship with p-value = 0,001.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Frecilia Agustina

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 05 Agustus 1990

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Status Perkawinan : Belum Kawin

Nama Ayah : Dinhar Hasyim

Nama ibu : Tisafaridah

Alamat : Jl. Abdul hakim komplek classic 3 no 17 Medan

Riwayat Pendidikan :

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “FAKTOR SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA USIA 15-19 TAHUN DI KELURAHAN MARTUBUNG KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHU 2014”.

Selama penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan moril maupun materi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Drs.Surya Utama,M.S, selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM Selaku ketua departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

3. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan support yang tiada terhingga kepada penulis skripsi ini dapat terselesaikan.

(7)

5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko sebagai dosen penguji I yang telah banyak memberikan masukan selama skripsi.

6. Ibu Dr. Linda T.Maas, MPH sebagai dosen penguji II yang telah banyak memberikan masukan selama skripsi.

7. Seluruh Dosen dan Staf Dosen PKIP yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama mengerjakan skripsi.

8. Seluruh Dosen FKM USU yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama mengerjakan skripsi.

9. Kepada keluarga tercinta Papa, Mama, Adik-adik Silvia dan Akmal yang selalu memberikan doa, dukungan materi dan motivasi selama mengerjakan skripsi.

10. Kepada yang tersayang Heru Prastyo yang selama ini selalu memberi dukungan dalam doa, materi dan motivasi selama mengerjakan skripsi ini.

11. Seluruh teman-teman FKM khususnya buat Neni Anisyah, Ayu Indah Ningrum, Sundari Anggi Pratiwi, Nila Sari, Juliana, Iska Simarmata, Agustina, Winda Zulfi, Jufriadi, Damelta, Maria, Efa Rini yang telah banyak memberikan dukungan dan materi selama mengerjakan skripsi ini.

(8)

13. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Namun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun agar kedepannya jauh lebih baik.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2015

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Sosial Budaya ... 8

2.1.1 Pengertian Sosial Budaya ... 8

2.1.2 Pembagian Sosial Budaya ... 10

2.1.3 Unsur Budaya ... 11

2.2 Perilaku Pernikahan Dini ... 12

2.2.1 Pengertian Perilaku ... 12

2.2.2 Faktor-Faktor Perilaku ... 12

2.2.3 Pengertian Pernikahan Dini ... 13

2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pernikahan Dini ... 14

2.2.5 Dampak Pernikahan Dini ... 20

2.3 Remaja ... 25

2.3.1 Pengertian Remaja ... 25

2.3.2 Ciri-Ciri Masa Remaja ... 27

2.3.3 Masa Pubertas Remaja ... 29

2.3.4 Tugas Perkembangan Remaja ... 30

2.4 Kerangka Pikir ... 32

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4.1 Data Primer ... 37

3.4.2 Data Sekunder ... 38

3.5 Definisi Operasional ... 38

3.6 Aspek Pengukuran ... 38

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1 Demografi ... 42

4.2 Karakteristik Responden ... 43

4.3 Pengetahuan Responden Terhadap Pernikahan Dini ... 44

4.4 Ekonomi Responden Terhadap Pernikahan Dini ... 46

4.5 Sosial Budaya Responden Terhadap Pernikahan Dini ... 48

4.6 Hubungan Sosial Budaya Dengan Umur Menikah ... 52

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ... 53

5.2 Pengetahuan Responden Tentang Nikah Dini ... 53

5.3 Ekonomi Responden Terhadap Pernikahan Dini ... 59

5.4 Sosial Budaya Respondeng Terhadap Nikah Dini ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran ... 73

6.2.1 Bagi Responden ... 73

6.2.2 Bagi Pemerintah Setempat ... 73

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah anak ... 43 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Pernikahan

Dini ... 44 Tabel 4.3 Distribusi Kategori Pengetahuan Responden di Kelurahan

Martubung Kecamatan Medan Labuhan ... 45 Tabel4.4 Distribusi Frekuensi Ekonomi Responden Terhadap Pernikahan

Dini... 46 Tabel 4.5 Distribusi Kategori Ekonomi Responden di Kelurahan

Martubung Kecamatan Medan Labuhan ... 47 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sosial Budaya Responden Terhadap Pernikahan

Dini ... 48 Tabel 4.7 Distribusi Kategori Sosial Budaya Responden di Kelurahan

Martubung Kecamatan Medan Labuhan ... 51 Tabel 4.8 Distribusi Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, Ekonomi, dan

Sosial Budaya Terhadap Pernikahan Dini di Kelurahan

(12)

ABSTRAK

Pernikahan dini yaitu pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Faktor-faktor yang memengaruhi pernikahan dini antara lain pendidikan, pengetahuan, sosial budaya, dan ekonomi.

Sebagian besar warga Kelurahan Martubung menikah pada usia 15-19 tahun. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosial budaya yang memengaruhi pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan jumlah sampel yang diambil adalah 50 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan sampling aksidental. Teknik analisis data menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pernikahan dini dengan p-value= 0,965, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pernikahan dini dengan p-value = 0,005, tidak ada hubungan antara ekonomi dengan pernikahan dini dengan p-value = 0,215, dan terdapat hubungan antara sosial budaya dengan pernikahan dini dengan p-value = 0,001.

(13)

ABSTRACT

Early marriage is a marriage that the one or the both of couple is under 18 years old or studying at senior high school. Factors related to early marrige are education, knowledge, social culture, and economic.

Most of people at Martubung Village married when they were 15-19 years old. Therefore, this research is done to know how the relationship of sosial culture and early marriage at Martubung Village, Medan Labuhan Subdistrict, Medan City 2014.

This research was analitic quantitative research with 50 samples that was choosen by accidental sampling technique. Technique of data analysis used chi-square analysis.

The result of this research showed education and early marriage had no relation with p-value = 0,965, knowledge and early marriage had had relation with p-value = 0,005, economic and early marriage no relation with p-value = 0,215, and sosial culture and early marriage had relationship with p-value = 0,001.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan dini masih banyak terdapat di Indonesia, meskipun menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 (sembilan belas) tahun,

dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun.” Pasal 26 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, orang tua diwajibkan melindungi anak dari perkawinan dini, tetapi pasal ini, sebagaimana UU Perkawinan, tanpa ketentuan sanksi pidana sehingga ketentuan tersebut nyaris tak ada artinya dalam melindungi anak-anak dari ancaman perkawinan dini.

Praktek pernikahan dini banyak dipengaruhi oleh tradisi lokal, sekalipun ada ketetapan undang-undang yang melarang pernikahan dini, ternyata ada juga fasilitas dispensasi. Pengadilan agama dan kantor urusan agama sering memberi dispensasi jika mempelai wanita ternyata masih dibawah umur (Arni, 2009).

Di Indonesia masih sering terjadi praktek pernikahan anak di bawah umur. Undang-undang perkawinan dari tahun 1974 juga tidak tegas melarang praktek itu. Menurut UU perkawinan, seorang anak perempuan baru boleh menikah di atas usia 16 tahun, seorang anak laki-laki di atas usia 18 tahun, tapi ada juga dispensasi. Jadi, kantor urusan agama (KUA) masih sering memberi dispensasi untuk anak perempuan dibawah 16 tahun (Arni, 2009).

(15)

melainkan juga karena alasan ekonomi, ketidakcocokan, selingkuh, dan lain sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologi (Chariroh, 2004).

Menurut Gunadarma (2006) yang dikutip Naibaho (2012), banyak remaja kurang mempertimbangkan aspek-aspek yang berpengaruh ketika menikah muda, terutama pada remaja putri. Hal tersebut khususnya berkaitan dengan penyesuaian diri, baik yang berhubungan dengan perubahan dirinya maupun dalam hubungan dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan peran barunya dalam sebuah pernikahan.

Menurut Moeljarto (1977) dalam Supardi (2013) pernikahan dini memberikan pengaruh hubungan gender yang asimetris menyebabkan kurangnya akses wanita terhadap bermacam hal seperti pangan, kesehatan, pendidikan dan keterampilan secara langsung mengakibatkan kemiskinan.

Seharusnya remaja mengetahui bahaya dari pernikahan dini. Remaja seharusnya tahu bahwa masa remaja tidak hanya menjanjikan kesempatan untuk maju menuju kehidupan yang berhasil di masa depan tetapi juga menawarkan resiko terpaparnya masalah kesehatan. Perubahan organobiologik yang dialami remaja mempunyai sifat selalu ingin tahu, dan mempunyai kecendrungan mencoba hal-hal baru (Surjadi, 2002).

(16)

berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya. Namun demikian, sulit untuk dibedakan gejala kejiwaan yang mana menentukan perilaku pernikahan dini. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, lingkungan fisik, utamanya sarana dan prasarana, sosio-budaya masyarakat yang terdiri dari kebiasaan, tradisi, adat istiadat, dan sebagainya. Selanjutnya faktor-faktor tersebut akan menimbulkan pengetahuan, sikap, persepsi, keinginan, kehendak, dan motivasi yang akan mendorong terjadinya pernikahan dini (Notoatmodjo, 2010).

Budaya yang berkembang di masyarakat tentang pernikahan dini yaitu wanita tak boleh sampai terlambat menikah, atau mempunyai alasan jika dinikahkan dengan orang yang sudah berada, tak perlu khawatir masa depannya akan terpuruk. Oleh karena itu banyak anak-anak usia remaja pun sudah dinikahkan. Bahkan ada budaya perjodohan sejak anak perempuan belum lulus SD atau masih SMP. Namun, alasan budaya tidak semata-mata sebagai alasan utama keluarga menikahkan anak perempuannya saat masih belia (Lubis, 2012).

Penelitian UNICEF (2010) mencatat bahwa sekitar 60% anak perempuan di dunia

menikah di bawah usia 18 tahun .Survei yang dilakukan di negara-negara maju seperti

(17)

remaja putri rentan mengalami gangguan kehamilan dan permasalahan lain, yang berhubungan dengan kehamilan di usia yang masih muda (Eridani, 2011).

Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (bkkbn), rasio pernikahan dini di Indonesia khususnya perkotaan pada tahun 2012 adalah 26 dari 1.000 perkawinan dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 32 per 1.000 pernikahan. Angka ini berbanding terbalik dengan kenyataan di perdesaan, yang justru turun dari 72 per 1.000 pernikahan menjadi 67 per 1.000 pernikahan pada tahun 2013. Jadi, digabungkan antara rasio di perkotaan dan perdesaan pada 2013, rata-rata masih 48 per 1.000 pernikahan. Untuk menurunkan angka tersebut, bkkbn menggencarkan program Generasi Berencana (Genre) dan membuat target untuk menurunkan angka pernikahan dini sebesar 30 per 1.000 pernikahan. Program itu berisi sosialisasi tentang pengetahuan mengenai keluarga berencana yang sasarannya adalah siswa SMA dan mahasiswa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Perempuan Indonesia (KPI) cabang Rembang, pernikahan dini karena perjodohan saat usia sekolah masih terbilang tinggi. Pada tahun 2006-2010, jumlah anak menikah dini (di bawah 17 tahun) masih meningkat. Sementara data lain menunjukkan, adanya beberapa penyebab terjadinya pernikahan usia dini. Dr. Sukron Kamil dari UIN menyatakan, 62% wanita menikah karena hamil, 21% di paksa orangtua pernikahan karena ingin memperbaiki ekonomi dan keluar dari kemiskinan dan sisanya karena status sosial (Lubis, 2012).

(18)

orang dan perempuan sebanyak 2.038 orang. Dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, Kecamatan Medan Labuhan menjadi kecamatan dengan jumlah pernikahan di usia dini yang paling banyak yaitu 12,89%.

Berdasarkan survei pendahuluan, sekitar 65% dari jumlah penduduk di Kelurahan Martubung ini bermata pencaharian pedagang kecil dan jasa dengan penghasilan yang pas-pasan. Selain itu, pola perilaku remajanya lebih condong dengan perilaku barat. Dan dari wawancara terhadap 2 orang warga di keluarahan tersebut, keduanya menyatakan bahwa banyak remaja yang sudah menikah di daerah tersebut karena kondisi ekonomi dan sudah hamil di luar nikah.

warga setempat, remaja di lingkungan tersebut banyak yang sering berkumpul (nongkrong) di kafe-kafe malam bahkan ada anak tetangga mereka yang sering tidak pulang. Dan ada seorang anak perempuan tetangga mereka yang sudah hamil di luar nikah dan dikabarkan karena melakukan hubungan intim di kafe malam tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.”

1.2 Rumusan Masalah

(19)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosial budaya yang mempengaruhi pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap terjadinya pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

c. Untuk mengetahui hubungan faktor ekonomi terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

d. Untuk mengetahui hubungan faktor adat istiadat dan kebudayaan terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

(20)

lembaga swadaya masyarakat) dalam rangka menurunkan angka pernikahan pada usia muda di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosial Budaya

2.1.1 Pengertian Sosial Budaya

Sosial berasal dari kata ”socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama. Menurut Enda (2010), sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan. Sedangkan menurut Daryanto (1998) yang dikutip Naibaho (2012, sosial merupakan sesuatu yang menyangkut aspek hidup masyarakat.

Menurut Taylor (1989), budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diaturkan atau diajarkan manusia kepada generasi berikutnya. Sedangkan menurut Sir Eduarel Baylor (1871) dalam Andrew dan Boyle (1995), budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan, kepercaayaan seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunikasi setempat.

(22)

“buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Menurut Muhammad (1996) yang dikutip Naibaho (2012), kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi geografis) berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam hal ini adat istiadat saat ini, memang tidak kondusif untuk help seeking behavior dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia. Hal ini dikemukakan berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa menganggap bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar yang tidak memerlukan antenal care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya antenal care dan pemeliharaan kesehatan reproduksi lainnya.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, religius, dan segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut konsep budaya Lainingen (1978-1984) dalam Naibaho (2012), karakteristik budaya dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Budaya adalah pengalaman yang bersifat univerbal sehingga tidak ada dua budaya yang sama persis.

b. Budaya bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan.

(23)

2.1.2 Pembagian Budaya

Menurut pandangan antropologi tradisional, budaya dibagi menjadi dua yaitu: 1. Budaya Material

Budaya material dapat beruapa objek, seperti makanan, pakaian, seni, benda-benda kepercayaan.

2. Budaya Non Material

Mencakup kepercayaan, pengetahuan, nilai, norma, dan sebagainya. a. Kepercayaan

Menurut Rousseau kepercayaan adalah bagian psikologis terdiri dari keadaan pasrah untuk menerima kekurangan berdasarkan harapan positif dari niat atau perilaku orang lain. Sedangkan menurut Robinson kepercayaan adalah harapan seseorang, asumsi-asumsi atau keyakinan akan kemungkinan tindakan seseorang akan bermanfaat, menguntungkan atau setidaknya tidak mengurangi keuntungan yang lainnya (Koentjaraningrat, 2006).

b. Pengetahuan

(24)

c. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. d. Nilai

Nilai adalah merupakan suatu hal yang nyata yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan benar atau salah. Kimball Young mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.

e. Norma

Norma adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Emil Durkheim mengatakan bahwa norma adalah sesuatu yang berada di luar individu, membatasi mereka dan mengendalikan tingkah laku mereka.

2.1.3 Unsur Budaya

(25)

2.2 Perilaku Pernikahan Dini 2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri dari persepsi (perception), respon terpimpin (guided respons), mekanisme (mechanisme), adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2003).

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari perubahan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleks dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap.

2.2.2 Faktor-Faktor Perilaku

Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Dalam perilaku kesehatan menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) terbagi tiga teori penyebab masalah kesehatan yaitu : a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors) yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.

(26)

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

2.2.3 Pengertian Pernikahan Dini

Pernikahan dini yaitu perkawinan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Di dalam Undang-Undang Perkawinan terdapat beberapa pasal di antaranya pada pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada pasal 2 menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Usia dini merujuk pada usia remaja. WHO memakai batasan umur 10-20 tahun sebagai usia dini. Sedangkan pada Undang-undang Perlindungan Anak (UU PA) bab 1 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan usia dini adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, batasan tersebut menegaskan bahwa anak usia dini adalah bagian dari usia remaja. Dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh departemen kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah. Sementara itu, menurut Badan Koordinasi keluarga Berencana

(bkkbn) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun.

(27)

a. Remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan melahirkan, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi, kehilangan kesempatan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, interaksi dengan lingkungan teman sebaya menjadi berkurang, sempitnya mendapatkan kesempatan kerja, yang otomatis lebih mengekalkan kemiskinan (status ekonomi keluarga rendah karena pendidikan yang minim).

b. Dampak bagi anak, akan melahirkan bayi lahir dengan berat rendah, sebagai penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan bayi, cedera saat lahir, komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya mortalitas.

c. Pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan terhadap istri, yang timbul karena tingkat berpikir yang belum matang bagi pasangan muda tersebut.

d. Kesulitan ekonomi dalam rumah tangga.

e. Pengetahuan yang kurang akan lembaga perkawinan. f. Relasi yang buruk dengan keluarga.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini

Menurut Alfiah (2010) dalam Jannah (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini yaitu:

a. Faktor Ekonomi

(28)

merupakan sebuah solusi dari kesulitan yang mereka hadapi. Terutama bagi perempuan, dimana kondisi ekonomi yang sulit, para orangtua lebih memilih mengantarkan putri mereka untuk menikah, karena paling tidak beban mereka akan berkurang. Tetapi berbeda bagi anak laki-laki yang mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga sangatlah besar, sehingga bagi kaum adam minimal harus mempunyai keterampilan terlebih dahulu sebagai modal awal membangun rumah tangga mereka. Bagi sebuah keluarga yang miskin, pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial ekonomi keluarga.

b. Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan menjadikan para remaja tidak mengetahui berbagai dampak negatif dari pernikahan anak. Dengan demikian meraka menikah tanpa memiliki bekal yang cukup tentang dampak bagi kesehatan reproduksi, mereka tentu tidak tahu. Untuk itu perlu sosialisasi dampak negatif ini, karena rata-rata mereka hanya lulusan SD. Padahal pentingnya untuk memberikan pendidikan seks mulai anak berusia dini. Hal ini bertujuan agar anak nantinya setelah dewasa mengetahui betul perkembangan reproduksi mereka, bagaimana menjaga kesehatan reproduksi mereka, dan kapan atau pada usia berapa mereka sudah bisa memantaskan diri untuk siap melakukan hubungan yang sehat. c. Kekhawatiran Orang Tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki sangat dekat sehingga segera mengawinkan anaknya.

d. Media Massa

(29)

h. Faktor Adat

Faktor adat juga turut mengambil andil yang cukup besar, karena kebudayaan ini diturunkan dan sudah mengakar layaknya kepercayaan. Dalam adat setempat mempercayai apabila anak perempuannya tidak segera menikah, itu akan memalukan keluarga karena dianggap tidak laku dalam lingkungannya. Atau jika ada orang yang secara finansial dianggap sangat mampu dan meminang anak mereka, dengan tidak memandang usia atau status pernikahan, kebanyakan orangtua menerima pinangan tersebut karena beranggapan masa depan sang anak akan lebih cerah, dan tentu saja ia diharapkan bisa mengurangi beban sang orangtua. Tak lepas dari hal tersebut, tentu saja banyak dampak yang tidak terpikir oleh mereka sebelumnya.

Menurut R.T. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan usia muda adalah:

a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.

Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan oleh:

a. Masalah ekonomi keluarga

(30)

c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992).

Menurut teori Syafrudin dan Mariam, 2010. Faktor yang menyebabkan pernikahan usia

dini adalah :

1. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan secara umum dapat didefenisikan adalah suatu usaha pembelajaran yang

direncanakan untuk mempengaruhi individu ataupun kelompok sehingga mau melaksanakan

tindakan-tindakan untuk menghadapi masalah-masalah dan meningkatkan kesehatannya.

Berkaitan dengan defenisi tersebut, maka pendidikan dibedakan atas tiga jenis yaitu

pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal

berstatus swasta.

Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang dicapai

oleh seorang anak. Pernikahan anak seringkali menyebabkan anak tidak lagi bersekolah,

karena kini ia mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai istri dan sebagai calon ibu, atau

kepala keluarga dan calon ayah, yang lebih banyak berperan mengurus rumah tangga dan

(31)

berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab

orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya (UNICEF, 2006). Dari berbagai

penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan yang rendah dan usia

saat menikah.

2. Ekonomi

Motif ekonomi, harapan tercapainya keamanan sosial dan finansial setelah menikah

menyebabkan banyak orangtua menyetujui pernikahan usia dini (UNICEF, 2001). Secara

umum, pernikahan anak lebih sering dijumpai di kalangan keluarga miskin, meskipun terjadi

pula di kalangan keluarga ekonomi atas. Di banyak negara, pernikahan anak seringkali terkait

dengan kemiskinan. Sayangnya, pernikahan gadis ini juga menikah dengan dengan pria

berstatus ekonomi tak jauh berbeda, sehingga menimbulkan kemiskinan baru.

3. Sosial Budaya

Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk didalamnya pengetahuan,

kepercayaan, seni, moral, adat istiadat, dan kesanggupan serta kebiasaan yang diperolah

manusia sebagai anggota masyarakat. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang

penting terhadap aspek kehidupan manusia, yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa,

agama, bentuk keluarga, diet, pakian, bahasa tubuh

• Adat Istiadat

Di banyak daerah di Indonesia ada semacam anggapan jika anak gadis yang telah dewasa

belum berkeluarga dipandang merupakan aib keluarga. Untuk mencegah aib tersebut, para

orangtua berupaya secepat mungkin menikahkan anak gadis yang dimilikinya, yang pada

akhirnya mendorong terjadinya pernikahan dini.

(32)

Di banyak daerah masih ditemukan adanya pandangan dan kepercayaan yang salah,

misalnya kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan, adanya anggapan bahwa

status janda lebih baik daripada perawan tua, adanya anggapan bahwa kejantanan

seseorang dinilai dari seringnya melakukan pernikahan.

UNICEF mengemukakan dua alasan utama terjadinya pernikahan dini (early marriage):

1. Pernikahan dini sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi (early marriage as a strategy for economic survival).

Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan dini. Ketika kemiskinan semakin tinggi, remaja putri yang dianggap menjadi beban ekonomi keluarga akan dinikahkan dengan pria lebih tua darinya dan bahkan sangat jauh jarak usianya. Hal ini adalah strategi bertahan sebuah keluarga.

2. Untuk melindungi wanita (protecting girls)

Pernikahan dini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa anak perempuan yang telah menjadi istri benar-benar terlindungi, melahirkan anak yang sah, ikatan perasaan yang kuat dengan pasangan, dan sebagainya. Menikahkan anak di usia muda merupan salah satu cara untuk mencegah anak dari perilaku seks pranikah. Kebanyakan masyarakat sangat menghargai nilai keperawanan dan dengan sendirinya hal ini memunculkan sejumlah tindakan untuk melindungi anak perempuan mereka dari perilaku seksual pranikah.

(33)

Remaja adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan merupakan suatu periode ketika anak laki-laki dan anak perempuan menghadapi sejumlah tekanan yang menuntut mereka untuk menyesuaikan diri, menyelidiki, dan mengalami kehidupan seperti yang telah budaya definisikan. Anak laki-laki pada sebagian besar masyarakat menghadapi tekanan sosial dan budaya selama masa remaja untuk berhasil di sekolah, membuktikan seksualitasnya, ikut serta dalam olahraga dan aktivitas fisik, mengembangkan kelompok sosial dengan teman sebayanya, menunjukkan kemampuan mereka dalam menangani ekonomi keluarga dan tanggung jawab finansial. Remaja putri mengalami hal yang berlawanan. Pengalamam masa remaja bagi para remaja putri di banyak negara berkembang lebih difokuskan pada masalah pernikahan, menekankan pada pekerjaan rumah tangga dan kepatuhan, serta sifat yang baik untuk menjadi istri dan ibu.

2. Nilai virginitas dan ketakutan mengenai aktivitas seksual pranikah (value of virginity and fears about premarital sexual activity)

Beberapa budaya di dunia, wanita tidak memiliki kontrol terhadap seksualitasnya, tetapi merupakan properti bagi ayah, suami, keluarga, atau kelompok etnis mereka. Oleh karena itu, keputusan untuk menikah, melakukan aktivitas seksual, biasanya anggota keluarga yang menentukan, karena perawan atau tidaknya seseorang sebelum menikah menentukan harga diri keluarga. Ketika anak perempuan mengalami menstruasi, ketakutan akan aktivitas seksual sebelum menikah dan kehamilan menjadi perhatian utama keluarga.

(34)

Tekanan menggunakan pernikahan untuk memperkuat keluarga, kasta, atau persaudaraan yang kemudian membentuk penggabungan politik, ekonomi, dan sosial cenderung menurunkan usia untuk menikah pada beberapa budaya. Transaksi ekonomi juga menjadi bagian integral dalam proses pernikahan.

4. Kemiskinan (the role of proverty)

Kemiskinan dan tingkat ekonomi lemah juga merupakan alasan yang penting menyebabkan pernikahan dini pada remaja putri. Remaja putri yang tinggal di keluarga yang sangat miskin, sebisa mungkin secepatnya dinikahkan untuk meringankan beban keluarga.

Adapun pernikahan usia remaja yang disebabkan oleh faktor dari diri sendiri, yaitu:

1. Menurut Sarwono (2006), pernikahan muda atau pernikahan dini banyak terjadi pada masa pubertas karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah sehingga menyebabkan kehamilan yang kemudian solusinya adalah dengan menikahkan mereka.

2. Sanderowitz dan Paxman dalam Sarwono (2006) menyatakan bahwa pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berpikir secara emosional untuk melakukan pernikahan. Mereka berpikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Faktor penyebab lain pernikahan muda adalah perjodohan orangtua. Perjodohan sering terjadi akibat putus sekolah dan permasalahan ekonomi.

(35)

2.2.5 Dampak Akibat Pernikahan Dini 1. Dampak Positif

a. Dukungan Emosional

Dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ).

b. Dukungan Keuangan

Dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi menjadi lebih menghemat.

c. Kebebasan yang Lebih

Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional. d. Belajar Memikul Tanggung Jawab di Usia Dini

Banyak pemuda yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil karena ada orang tua mereka. Dengan menikah, mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.

e. Terbebas dari Perbuatan Maksiat

Dengan menikah akan menghindarkan seseorang dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain.

2. Dampak Negatif a. Segi Pendidikan

(36)

keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh pendidikan yang lebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran.

Selain itu belum lagi masalah ketenagakerjaan, seperti realita yang ada di dalam masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerja sebagai buruh saja. Dengan demikian dia tidak dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya.

b. Segi Kesehatan

Perempuan yang menikah di bawah umur 20 tahun mempunyai resiko terhadap alat reproduksinya sekalipun ia sudah mengalami menstruasi atau haid karena pada masa remaja ini, alat reproduksinya belum matang untuk melakukan fungsinya. Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah umur di atas 20 tahun sampai dengan usia 35 tahun, karena pada masa ini fungsi hormonal melewati masa yang maksimal. Pada usia 14-18 tahun, perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya sehingga jika terjadi kehamilan rahim dapat rupture (robek). Pada usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil, kehamilan menjadi tak stabil, mudah terjadi pendarahan dan terjadilah abortus atau kematian janin. Usia kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang rentang usia reproduksi aktif.

(37)

Dalam laporan WHO kanker leher rahim setidaknya sudah merenggut jiwa wanita hingga 5 juta, sedangkan di Indonesia walaupun belum jelas berapa angka pastinya, diperkirakan 90-100 jiwa dari 100 ribu penduduk mengindap kanker leher rahim. Hal ini menjadikan kanker leher rahim pembunuh wanita nomer dua setelah kanker payudara.

Perkawinan dalam usia muda merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keganasan mulut rahim. Kanker serviks adalah kanker yang menyerang bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke vagina. Kanker serviks merupakan kanker yang berasal dari leher rahim ataupun mulut rahim yang tumbuh dan berkembang dari serviks, dapat menembus keluar serviks sehingga tumbuh di luar serviks bahkan terus tumbuh sampai dinding panggul. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Sekitar 70% – 80% dari pengidap kanker serviks disebabkan oleh virus HPV 16 dan HPV 18 sebagai penyebab utamanya.

Infeksi HPV paling sering terjadi pada kalangan dewasa muda (18-28 tahun). Perkembangan HPV ke arah kanker serviks pada infeksi pertama tergantung dari jenis HPV-nya. HPV tipe risiko rendah atau tinggi dapat menyebabkan kelainan yang disebut pra-kanker.

2. Resiko Tinggi Ibu Hamil

(38)

usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental, kebutaan dan ketulian, berisiko pada kematian, pendarahan, keguguran, hamil anggur. Selain itu, risiko kematian akibat keracunan kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan di usia dini. Salah satunya penyebab keracunan kehamilan ini adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi.

Remaja tahap awal beresiko paling besar untuk menghadapi masalah dalam masa hamil dan melahirkan anak, BBLR, kematian bayi dan abortus, remaja tahap awal cenderung memulai perawatan prenatal lebih lambat daripada remaja berusia lebih tua dan wanita dewasa, mereka memiliki resiko tinggi.

Dengan demikian, dilihat dari segi medis, pernikahan dini akan membawa banyak kerugian. Bahkan pernikahan dini bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan psikis dan seks bagi anak, yang kemudian dapat mengalami trauma. c. Segi Psikologi

(39)

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal untuk mengisi kehidupan kelak.

Remaja selalu berusaha untuk menemukan pengalaman baru karena rasa keingintahuan yang besar dari remaja. Sayangnya, banyak di antara mereka yang tidak sadar bahwa terkadang pengalaman yang menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Dalam masa remaja terjadi masa strom and stress di mana terjadi pergolakan emosi yang disebabkan karena perubahan fisik dan perubahan psikis yang cepat. Pergolakan emosi yang terjadi ini akan berpengaruh terhadap munculnya perilaku.

Beberapa pengertian tentang remaja:

a. Menurut Daradjat (2003) remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa dewasa dimana anak-anak mengalami perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan orang dewasa yang telah matang.

b. Menurut WHO remaja adalah usia 12 tahun sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia tergolong dalam dewasa, atau bukan lagi remaja. Sebaliknya jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih bergantung pada orngtua (tidak mandiri) maka dimasukkan dalam remaja.

(40)

d. Menurut Monks (1998) remaja berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun masa muda pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir.

e. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

f. Menurut Stanley Hall dalam Santrock (2003), usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.

g. Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal 21 tahun. h. Menurut bkkbn (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi), batasan usia

remaja adalah 10-21 tahun.

i. Menurut Soetjiningsih (2004), berdasarkan kematangan psikososial dan seksual dalam tumbuh kembang menuju dewasa, semua remaja akan melewati tahapan berikut:

1. Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 11-13 tahun 2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14-16 tahun 3. Masa remaja lanjut (late adolescence): umur 17-20 tahun.

j. Menurut Sarwono (2006), batasan usia remaja adalah usia 11 sampai 24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut:

(41)

2. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh baik adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak.

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa. 4. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimum untuk memberi peluang

kepada mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua.

5. Remaja yang sudah menikah dianggap dan diperlakukan sebagai dewasa penuh dilihat dari sudut pandang hukum.

2.3.2 Ciri-Ciri Masa Remaja

a. Masa Remaja Sebagai Periode yang Penting

Pada masa remaja sebagai akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada awal masa remaja, dimana perkembangan itu dapat menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru (Hurlock,1999).

b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

(42)

harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock,1999).

c. Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah

Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu (1) sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. (2) Para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua dan guru-guru. Ketidakmampuan remaja untuk mangatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka yakini.

Banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. Banyak kegagalan yang seringkali disertai akibat tragis, bukan karena ketidakmampuan individu tetapi kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan kepadanya, justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan untuk mencoba mengatasi masalah pokok, yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal (Hurlock, 1999).

d. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas

(43)

2.3.3 Masa Pubertas Remaja

Dalam ilmu kedokteran dan ilmu faal, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangan, secara anatomis berarti alat kelamin pada khususnya dan keadaan tubuh yang sempurna dan secara faal alat–alat kelamin sudah berfungsi secara sempurna pula. Tahap ini dinamakan masa pubertas (Sarwono, 2006).

Masa pubertas adalah masa yang khusus dimana seorang anak merasakan adanya kebutuhan yang sangat kuat pada lawan jenis atau keinginan bercinta begitu mendalam. Dan masa ini disebut juga sebagai masa perkembangan seksual anak yang berada pada masa yang mengalami perubahan fisik dan psikis dengan cepat (Sarwono, 2006). Penyebab munculnya pubertas ini adalah hormon yang dipengaruhi oleh hipofisis (pusat dari seluruh sistem kelenjer penghasil hormon tubuh). Berkat kerja hormon ini, remaja memasuki masa pubertas sehingga mulai muncul ciri-ciri kelamin sekunder yang dapat membedakan antara perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, pubertas terjadi karena tubuh mulai memproduksi hormon-hormon seks sehingga alat reproduksi telah berfungsi dan tubuh mengalami perubahan.

Pubertas berasal dari bahasa Inggris “puberty”yang artinya usia kedewasaan (the age of manhord) dan berasal dari bahasa latin “pubescere” yang artinya masa pertumbuhan rambut di daerah tulang “pusic” (di wilayah kemaluan) (Sarwono, 2006).

Pertumbuhan fisik pada remaja ini lebih dikenal sebagai tanda-tanda seksualsekunder. Perubahan fisik yang dialami antara lain:

(44)

b. Pada remaja laki–laki akan mengalami mimpi basah, perubahan suara, tumbuh rambut halus di wajah dan daerah lainnya, dan lain–lain.

2.3.4 Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst dalam Santrock (2003), tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu, dan apabila berhasil mencapainya akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya. Tetapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu yang bersangkutan dan mengalami kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya. Adapaun yang menjadi sumber daripada tugas-tugas perkembangan adalah kematangan fisik, tuntutan masyarakat atau budaya, dan nilai-nilai, serta aspirasi individu. Tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. b. Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.

f. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan). g. Belajar merencanakan hidup berkeluarga. h. Mengembangkan keterampilan intelektual.

i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

(45)

k. Mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, baik pribadi maupun sosial.

Menurut Hurlock (1999), tugas-tugas dalam perkembangan mempunyai tiga macam tujuan, yaitu:

a. Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu.

b. Dalam memberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka.

(46)

2.4 Kerangka Konsep

[image:46.612.108.515.190.354.2]

Kerangka konsep penelitian diambil dari teori Syafrudin dan Mariam (2010), sehingga didapatkan kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Pernikahan Dini Tingkat Pendidikan

Ekonomi

(47)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

penelitian ini bersifat kuantitatif yang bersifat analitikuntuk mengetahui tentang pengaruh sosial budaya terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Dipilihnya Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan ini sebagai lokasi penelitian karena alasan sebagai berikut :

1. Belum pernah dilakukan penelitian tentang pernikahan dini di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan yang yang terjadi pada remaja usia 15-19 tahun.

2. Dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, Kecamatan Medan Labuhan menjadi kecamatan dengan jumlah pernikahan di usia dini yang paling banyak yaitu 12,89%. 3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak pejabat Kelurahan Martubung

(48)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan Desember 2014 dan selesai pada bulan Februari tahun 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi menurut Arikunto (2010) adalah kesuluruhan objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan yang sudah menikah di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan tahun 2014.

3.3.2 Sampel

Menurut Riduwan dan Akdon (2010), teknik penentuan sampel dengan sampling aksidental yaitu siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai karakteristiknya, maka orang tersebut dapat dijadikan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan yang sudah menikah di kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan.

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Lemeshow (1994), yaitu :

� = �² �(1− �)

�2

keterangan :

n = Jumlah sampe

d = Galat pendugaan (0,1)

(49)

p = proporsi populasi (ditentukan 0,5)

sehingga minimal sampel penelitian ini :

� = (1,645)

2. 0,24. 0,76

(0,1)²

n = 49,3579

n = 50

Berdasarkan perhitungan di atas maka jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 50 kepala keluarga yang melakukan pernikahan dini di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Medan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

(50)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor kelurahan Martubung yaitu berupa data demografi dan geografi yang berkaitan dengan penelitian.

3.5. Definisi Operasional

1. Sosial Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk didalamnya pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat, dan kesanggupan serta kebiasaan responden di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan.

2. Ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan, yang berkaitan dengan penghasilan di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan.

3. Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh responden sebelum menikah di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. 4. Pernikahan dini adalah perkawinan yang salah satu atau kedua pasangan berusia

di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan.

3.6 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dari kuesioner yang disesuaikan dengan skor

a. Pendidikan

Pendidikan adalah pendidikan formal yang telah dijalani responden. Dalam hal ini jenjang pendidikan dibagi atas 4 kategori yaitu :

(51)

2. SMP 3. SMU

4. Akademi/PT

b. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang pernikahan dini diukur melalui 10 pertanyaan. Responden yang menjawab :

1. Pertanyaan 1-5 bernilai : a = 3, b = 2, c = 1 2. Pertanyaan 6-7 bernilai : a =1, b= 3, c =2

Cara menentukan tingkat pengetahuan responden mengacu pada persentase berikut (Arikunto, 2007) :

1. Pengetahuan baik, apabila skor jawaban > 50% dari nilai keseluruhan yaitu > 5. 2. Pengetahuan kurang, apabila skor jawaban < 50% dari nilai keseluruhan yaitu <5 c. Ekonomi

Ekonomi dikategorikan berdasarkan tingkat pendapatan responden berdasarkan nilai Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2014 yang dikelompokkan menjadi : 1. < Rp1.505.850

2. >Rp1.505.850

Selain itu, tingkat ekonomi dikategorikan berdasarkan jawaban responden terhadap pernyataan pada kuesioner. Responden yang menjawab “YA” diberi skor 1, sedangkan yang menjawab “TIDAK” diberi skor 0.

Cara menentukan tingkat ekonomi responden (Guttman, 2007) :

(52)

2. Tingkat ekonomi kurang, apabila skor jawaban < 50% dari nilai keseluruhan yaitu < 5.

d. Sosial Budaya

Penentuan tingkat sosial budaya dilakukan dengan kuesioner yang berisi pengetahuan tentang sosial budaya. Responden yang menjawab “YA” diberi skor 1, sedangkan yang menjawab “TIDAK” diberi skor 0.

Cara menentukan tingkat sosial budaya responden (Guttman, 2007) : 1. Tinggi, apabila skor jawaban > 50% dari nilai keseluruhan yaitu > 5. 2. Rendah, apabila skor jawaban < 50% dari nilai keseluruhan yaitu < 5.

3.7 Teknik Analisis Data

Semua data yang diperoleh dibuat suatu analisis sehingga data-data tersebut dapat memberikan makna yang berguna untuk menghubungkan antara pengaruh sosial budaya terhadap pernikahan dini. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Analisis data yang dilakukan adalah :

a. Analisis Univariat

Digunakan untuk menggambarkan distribusi dan persentase dari setiap variabel. b. Analisis Bivariat

(53)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian.

Kelurahan Martubung adalah salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan, dengan luas wilayah 800 Ha yang terdiri dari 7 lingkungan dengan batas-batas wilayah, sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Pekan Labuhan.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sei Mati.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Besar.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Rengas Pulau.

4.1.1. Demografi

(54)

4.2 Karakteristik Responden

[image:54.612.108.529.182.711.2]

Karakteristik responden pada penelitian ini mencakup umur menikah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan alasan menikah.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden di Kelurahan Marubung Kecamatan Medan Labuhan.

No. Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%) 1 Umur

15-19 36 72,0

20-24 14 28,0

Jumlah 50 100,0

2 Pendidikan

Tidak Sekolah 5 10,0

SD 16 32,0

SMP 21 42,0

SMA 18 36,0

Jumlah 50 100,0

3 Pekerjaan

IRT 50 100

Jumlah 50 100,0

4 Pendapatan

> 1.505.850 40 80,0

<1.505.850 10 20,0

Jumlah 50 100,0

5 Alasan Menikah

(55)

Permintaan pasangan (suami) 8 16,0

Orang tua 4 8,0

Jumlah 50 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan umur menikah di Kelurahan Martubung terbanyak adalah umur 15 sampai 19 tahun yaitu 36 responden (72,0%) dan umur 20 sampai 24 tahun yaitu 14 responden (28,0%), karakteristik responden berdasarkan pendidikan di Kelurahan Martubung terbanyak adalah SMA yaitu 18 (36,0%) dan SMP yaitu 21 responden (42,0%), 100% responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), karakteristik responden berdasarkan pendapatan di Kelurahan Martubung terbanyak adalah >1.505.850 yaitu 40 responden (80,0%) dan <1.505.850 yaitu 10 responden (20,0%), karakteristik responden berdasarkan alasan menikah di Kelurahan Martubung terbanyak adalah keinginan sendiri yaitu 38 responden (76,0%) dan permintaan pasangan (suami) yaitu 8 responden (16,0%).

[image:55.612.104.529.73.152.2]

4.3. Faktor Pengetahuan Responden Terhadap Pernikahan Dini

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Pernikahan Dini

No Pertanyaan

Jawaban

A B C

n % n % n %

1 Perkawinan menurut UU No. 1

Tahun 1974 17 34,0 12 24,0

21 42,0

2 Penentuan batas waktu umur untuk

pernikahan 6 12,0 16 32,0

28 56,0

3 Pernikahan dini merupakan 4 8,0 18 36,0 28 56,0 4 Dampak dari pernikahan dini bagi

kesehatan 22 44,0 13 26,0

(56)

5 Pernikahan dini bertentangan

dengan undang-undang 27 54,0 4 8,0 19 38,0 6 Menikah pada usia dibawah 20

tahun akan mengalami banyak masalah

20 40,0 13 26,0 17 34,0

7 Pernikahan dini dapat mengurangi

keharmonisan keluarga 24 48,0 8 16,0 18 36,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pilihan responden tentang pengetahuan ibu rumah tangga yang melakukan nikah dini diidentifikasi dengan 10 pertanyaan. Responden yang menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan wanita terhadap perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 sebanyak 17 responden (36,0%). Responden yang menjawab benar pada pertanyaan kesiapan fisik dan mental pria dan wanita untuk batas waktu menikah sebanyak 6 responden (12,0%). Responden yang menjawab benar pada pertanyaan pengertian menikah dini yaitu sebuah perkawinan dibawah umur 20 tahun yang target persiapannya belum dikatakan maksimal baik fisik, mental, dan materil sebanyak 4 responden (8,0%).

(57)
[image:57.612.100.535.130.262.2]

Berdasarkan jawaban responden tentang pengetahuan responden tentang nikah dini dikategorikan menjadi dua kategori yaitu :

Tabel 4.3. Distribusi Kategori Pengetahuan Responden di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan.

No Kategori Pengetahuan Jumlah (n) Persentase (%)

1 Baik 32 64.0

2 Kurang 18 36.0

Jumlah 50 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 mengenai kategori pengetahuan responden dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik ada sebanyak 32 responden (64,0%), kategori kurang ada sebanyak 18 responden (36,0%).

4.4. Faktor Ekonomi Responden Terhadap Pernikahan Dini

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Ekonomi Responden Terhadap Pernikahan Dini

No. Ekonomi

Jawaban

Ya Tidak

n % N %

1. Sebelum Anda menikah dini, orang tua kurang mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga.

30 60,0 20 40,0

2. Menikah di usia dini merupakan cara Anda untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

34 68,0 16 32,0

3. Menikah di usia dini merupakan cara

Anda membantu ekonomi keluarga. 30 60,0 20 40,0 4. Menikah di usia dini merupakan cara

Anda bertahan hidup. 36 72,0 16 28,0

5. Apakah sebelum anda menikah,

[image:57.612.105.522.361.718.2]
(58)

ekonomi?

6. Apakah dengan menikah dini dapat

mengatasi masalah ekonomi tersebut? 38 76,0 24 50,0 7. Dengan menikah dini pertumbuhan

ekonomi anda akan membaik? 30 60,0 20 20,0 8. Apakah dengan menikah dini dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari? 34 68,0 16 42,0 9. Menikah dini dapat menambah rezeki 21 42,0 29 48,0 10. Apakah dengan menikah dini hidup

Anda sejahtera? 25 50,0 25 50,0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pilihan responden tentang pengetahuan ibu rumah tangga yang melakukan nikah dini diidentifikasi dengan 10 pertanyaan. Responden yang menjawab benar pada pernyataan sebelum menikah dini orang tua kurang mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga sebanyak 30 responden (60,0%). Responden menjawab benar pada pernyataan nikah dini merupakan cara untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik sebanyak 34 responden (68,0%). Pernyataan nikah dini merupakan cara membantu ekonomi keluarga, responden yang menjawab benar sebanyak 30 responden (60,0%). Pernyataan nikah dini merupakan cara bertahan hidup, responden yang menjawab benar sebanyak 36 responden (72,0%). Pernyataan sebelum menikah memiliki masalah ekonomi, responden yang menjawab benar sebanyak 30 responden (60,0%).

(59)

30 orang (60,0%). Pernyataan dengan menikah dini dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, responden yang menjawab benar sebanyak 34 responden (68,0%). Pernyataan menikah dini dapat menambah rezeki, responden yang menjawab benar sebanyak 21 responden (42,0%). Pernyataan dengan menikah dini hidup sejahtera?, responden yang menjawab benar dan yang menjawab tidak sebanyak 25 orang (50,0%).

[image:59.612.107.527.290.421.2]

Berdasarkan pernyaataan responden tentang ekonomi responden terhadap nikah dini dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu

Tabel 4.5. Distribusi Kategori Ekonomi Responden di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan.

No Kategori Ekonomi Jumlah (n) Pesentase (%)

1 Baik 34 68,0

2 Kurang 16 32,0

Jumlah 50 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 distribusi kategori ekonomi responden di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan, kategori baik sebanyak 20 responden (40,0%) dan kategori kurang sebanyak 30 responden ( 60,0%).

4.5. Faktor Sosial Budaya Responden Terhadap Pernikahan Dini

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Sosial Budaya Responden Terhadap Pernikahan Dini

No. Sosial Budaya

15 – 19 tahun

To tal

20 – 24 tahun

T ot al

Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n %

1. Menikah di usia tua menandakan

[image:59.612.110.560.569.716.2]
(60)

sebagai perempuan

yang tidak laku

2. Tidak

menikah di usia dini merupakan

aib keluarga

12 24,0 24 66,7 36 0 0,0 14 100 14

3. Menikah di usia dini merupakan

cara mematuhi tradisi

32 88,9 4 11,1 36 5 35,7 9 64,3 14

4. Pada usia 14-16 tahun jika menolak

lamaran akan menjadi

perawan tua dan tidak laku untuk

menikah.

34 94,4 2 5,6 36 7 50,0 7 50,0 14

5. Menikah di usia dini merupakan cara anda menjadi individu yang dewasa

31 86,1 5 13,9 36 3 21,4 11 78,6 14

No Sosial Budaya

15-19 tahun Tot al

20-24 tahun Tot al

(61)

n % n % n % n % 6. Dengan

menikah akan meningkatkan rejeki

15 41,7 21 58,3 36 0 0,0 14 100 14

7. Menurut adat istiadat setempat, menikahkan anaknya sesudah tamat sekolah adalah kebiasaan.

15 41,7 35 58,3 36 0 0,0 14 100 14

8. Dalam

budaya, anak perempuan tidak diperbolehkan meneruskan pendidikan yang tinggi karena bisa menyebabkan perawan tua

4 11,1 32 88,9 36 0 0,0 14 100 14

9. Menikah di usia dini dapat menghindarka n dari hal yang dilarang agama.

35 97,2 1 2,8 36 8 57,1 6 42,9 14

10. Menikah di usia dini membuat

saudara/sauda ri menjadi individu yang

36 100,

(62)

lebih dipandang dalam masyarakat

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pilihan responden tentang sosial budaya ibu rumah tangga yang melakukan nikah dini diidentifikasi dengan 10 pertanyaan. Responden yang menjawab benar pada pernyataan menikah di usia tua menandakan sebagai perempuan yang tidak laku pada kategori usia 15-19 tahun sebanyak 15 responden (58,3%) dan responden yang menjawab benar pada kategori usia 20-24 tahun sebanyak 0 responden (0%). Pada pernyataan tidak menikah di usia dini merupakan aib keluarga pada kategori usia 15-19 tahun sebanyak 12 responden (24,0%) dan 0 responden (0%) yang menjawab benar pada kategori 20-24 tahun. Responden yang menjawab benar pada pernyataan menikah di usia dini merupakan cara mematuhi tradisi 32 responden (88,9%) dan yang menjawab benar pada kategori umur 20-24 tahun sebanyak 5 responden (35,7%). Responden yang menjawab benar pada pernyataan Pada usia 14-16 tahun jika menolak lamaran akan menjadi perawan tua dan tidak laku untuk

menikah pada kategori umur 15-19 tahun sebanyak 34 responden (94,4%) dan yang

menjawab benar pada kategori usia 20-24 tahun sebanyak 7 responden (50,0%). Responden yang menjawab benar pada pernyataan menikah di usia dini merupakan cara anda menjadi individu yang dewasa pada kategori usia 15-19 tahun sebanyak 31 responden (86,1%) dan yang menjawab benar pada kategori usia 20-24 tahun sebanyak 3

responden (21,4%).

Responden yang menjawab benar pada pernyataan Dengan menikah akan

meningkatkan rejeki pada kategori usia 15-19 tahun sebanyak 15 responden (41,7%) dan

(63)

Responden yang menjawab benar pada pernyataan menurut adat istiadat yang berlaku di wilayah setempat menikahkan anaknya sesudah tamat sekolah merupakan suatu kebiasaan pada kategori usia 15-19 tahun sebanyak 15 responden (41,7%) dan yang menjawab benar pada kategori usia 20-24 tahun sebanyak 0 responden (0%). Responden yang menjawab benar pada pernyataan dalam budaya, anak perempuan tidak diperbolehkan meneruskan pendidikan yang lebih tinggi karena bisa menyebabkan perawan tua pada kategori usia 15-19 tahun sebanyak 4 responden (11,1%) dan responden yang menjawab benar pada kategori usia 20-24 tahun sebanyak 0 responden (0%). Responden yang menjawab benar pada pernyataan menikah di usia dini dapat menghindarkan dari hal-hal yang dilarang agama sebanyak 35 responden (97,2%) dan yang menjawab benar pada kategori usia 20-24 tahun sebanyak 8 responden (57,1%). 100% responden pada kategori usia 15-19 tahun menjawab benar pada pernyataan menikah di usia dini membuat saudara/saudari menjadi individu yang lebih dipandang dalam masyarakat dan 100% responden menjawab benar pada kategori usia 20-24 tahun.

(64)
[image:64.612.103.535.91.208.2]

Tabel 4.7. Distribusi Kategori Sosial Budaya Responden di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan.

No Kategori Sosial Budaya Jumlah (n) Persentase (%)

1 Tinggi 34 68.0

2 Rendah 16 32,0

Jumlah 50 100,0

Berdasarkan tabel 4.7 distribusi kategori sosial budaya responden di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan, kategori baik sebanyak 34 responden (68,0%) dan kategori kurang sebanyak 16 responden ( 32,0%).

4.6. Hubungan Antara Pendidikan, Pengetahuan, Ekonomi, dan Sosial Budaya Terhadap Pernikahan Dini.

Tabel 4.8. Distribusi Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, Ekonomi, dan Sosial Budaya Terhadap Pernikahan Dini. di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan.

Variabel

Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun P-Value Tingkat Hubungan

Pendidikan 0,965 Tidak Ada Hubungan

Pengetahuan 0,005 Ada Hubungan

Ekonomi 0,215 Tidak Ada Hubungan

Sosial Budaya 0,001 Ada Hubungan

[image:64.612.102.515.333.538.2]
(65)

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden

Responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini merupakan wanita yang telah menika

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Tabel 4.1 Karakteristik Responden di Kelurahan Marubung Kecamatan Medan
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Pernikahan Dini
Tabel 4.3. Distribusi Kategori Pengetahuan Responden di Kelurahan Martubung
+3

Referensi

Dokumen terkait

Studi literatur merupakan prosedur untuk mendapatkan literatur / artikel tentang filtering firewall dengan IP Table, kemudian Mempelajari Sistem jaringan yang

Faktor psikologis emosi pada beberapa anak dapat memicu gejala dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak

a. Kemampuan motorik halus. a) Stimulasi yang perlu di lanjutkan. 1) Memasukan benda kedalam wadah. 2) Bermain dengan mainan yang mengapung di air. 3) Menggambar, menyusun kubus

Hal ini dapat terjadi karena SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta yang merupakan sekolah Islami sangat menjunjung tinggi nilai Islami sehingga siswa di sekolah di didik

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepentingan menu olahan daging sapi menurut konsumen dan menganalisis

Quality of service (QoS) berkaitan erat dengan data multimedia,layanan multimedia,dan real time multimedia.umtuk itu,diperlukan adanya pemahaman mengenai

Pengendalian proyek konstruksi dilakukan agar pelaksanaan proyek dapat sesuai dengan waktu dan biaya yang telah direncan kan sebelum proyek dilaksanakan,

Semua kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kepala BATAN bersama dengan para Deputi/Sestama untuk membangun kinerja dan