• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemakaian Nikotinamide Dalam Penanganan Hiperfosfatemia Pada Pasien Hemodialisis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemakaian Nikotinamide Dalam Penanganan Hiperfosfatemia Pada Pasien Hemodialisis"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Hiperfosfatemia pada penyakit ginjal kronis

Hiperfosfatemia merupakan konsekuensi klinis yang penting dan tidak

dapat dihindari pada pasien penyakit ginjal kronis stadium lanjut.6 Menurut konsensus GMT-PGK (2009) Hiperfosfatemia ialah kadar serum fosfat > 4,6

mg/dl. Kadar fosfat darah normal adalah 2,5 – 4,5 mg/dl, pada pasien hemodialisis

atau dialisis peritoneal kadar serum fosfat hendaknya dipertahankan antara 3.5 –

5,5 mg/dl. Selain itu, produk kalsium-fosfat (perkalian antara kadar fosfat darah

dan kalsium total darah) harus dipertahankan <55 mg2/dl2.7

Hampir semua pasien dengan PGK menderita hiperfosfatemia. Di

Amerika Serikat angka hiperfosfatemia pada pasien yang menjalani hemodialisis

adalah sekitar 70%.8

Hiperfosfatemia pada PGK terjadi akibat kegagalan ginjal dalam

mengekskresikan fosfat dan tingginya asupan fosfat (Gambar 2.1). Ginjal

merupakan organ ekskresi utama bagi fosfat, sehingga hampir tidak mungkin

terjadi hiperfosfatemia pada fungsi ginjal yang masih normal. Ginjal masih

mampu mempertahankan keseimbangan fosfat pada klirens kreatinin di atas 30

ml/menit. Hiperfosfatemia mengakibatkan berbagai konsekuensi yang cukup

memberikan kontribusi pada mortalitas dan morbiditas PGK. Konsekuensi

hiperfosfatemia pada PGK adalah hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi

(2)

Gambar 2.1 Keseimbangan Fosfat pada Pasien Dialisis

(Sumber: Hutchison AJ, Smith CP and Brenchley PE. Pharmacology, efficacy and safety of oral phosphate binders. Dalam: Ireland R, Editor. Medscape Referance. 2011. Available at www.medscape.org. Cited on Oct,28 2012)

Penatalaksanaan hiperfosfatemia ini meliputi pembatasan asupan fosfat,

meningkatkan efektifitas dialisis, pemberikan obat pengikat fosfat dan pemakaian

bahan kalsimemetik.1 Konsensus GMT-PGK (2009) menganjurkan diet rendah fosfor 800-1000 mg/hari. Selain itu, tindakan dialisis hanya sedikit membuang

fosfat. Klirens fosfat pada hemodialisis adalah 32,5 mmol dalam 4 jam, sedang

dalam CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) adalah sebesar 12

mmol dalam 24 jam.7 Oleh karena itu, diperlukan obat pengikat fosfat (phosphate-binding agents) untuk mengikat fosfat di lumen usus dan akhirnya akan

mengurangi absorbsinya.9

2.2 Obat pengikat fosfat yang ada pada saat ini dan keterbatasannya

Obat pengikat fosfat diharapkan dapat mengikat fosfat yang ada pada

makanan penderita PGK, sehingga tidak di absorbsi dan dikeluarkan melalui

feses. Dengan demikian kadar fosfat dalam darah tidak meningkat.1 Berbagai jenis pengikat fosfat yang sering dipergunakan serta keuntungan dan kerugian obat

(3)

a) Garam aluminum

Garam aluminium merupakan pengikat fosfat yang paling dulu

diketahui, sangat efektif dalam menurunkan fosfat plasma, dan bisa

berperan sebagai antasida yang dapat mengurangi gejala mual/muntah

pada penderita uremia. Tetapi pemakaian jangka panjangnya dapat

mengakibatkan intoksikasi aluminium dengan gejala anemia, gangguan

serebral, gangguan tulang (adynamic bone disease). Indikasi pemakaian

garam aluminium jangka pendek adalah hiperfosfatemia disertai

hiperkalsemia, atau hasil perkalian kalsium (Ca) dengan fosfat (PO4)

adalah 65. Pemberian dilakukan selama 4-8 minggu. Setelah kadar

kalsium normal dipertahankan dengan pengikat fosfat garam kalsium.1

b) Garam kalsium

Garam kalsium yang dipergunakan sebagai pengikat fosfat adalah

kalsium karbonat dan kalsium asetat. Di dalam saluran cerna kalsium

karbonat akan terurai menjadi ion kalsium dan karbonat. Ion kalsium akan

berikatan dengan fosfat yang ada di makanan menjadi kalsium fosfat yang

akan keluar bersama feses. Sedangkan ion karbonat akan diabsorbsi ke

dalam darah untuk kemudian menjadi bikarbonat. Garam kalsium asetat

dilaporkan mempunyai kapasitas mengikat fosfat yang lebih kuat

dibandingkan kalsium karbonat. Rasio kalsium yang diabsorbsi juga lebih

rendah dibandingkan kalsium karbonat, sehingga risiko hiperkalsemia

yang terjadi juga lebih kecil. Namun, efek samping gangguan pencernaan

yang ditimbulkan lebih sering, dan harganya lebih mahal dibandingkan

kalsium karbonat.1

c) Sevelamer hydrochloride

Sevelamer merupakan pengikat fosfat sintetik pertama, non

kalsium dan non aluminium. Merupakan pengikat fosfat yang kuat, tidak

di absorbsi di saluran cerna dan resisten terhadap degradasi. Banyak studi

klinis yang membuktikan bahwa sevelamer mempunyai kemampuan

(4)

lemah dibandingkan garam aluminium. Sevelamer mencegah terjadinya

kalsifikasi lebih banyak dibandingkan garam kalsium, sehingga

memperkecil resiko kematian akibat gangguan kardiovaskular pada

penderita PGK. Beberapa kekurangan yang dimiliki sevalemer sebagai

pengikat fosfat adalah efektifitasnya yang berkurang pada suasana asam,

dapat menghambat absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (antara lain

vitamin D), dapat mengurangi kadar bikarbonat yang kemungkinan

disebabkan oleh adanya ikatan hydrochlorida. Disamping itu ukuran

tabletnya yang besar mengurangi kenyamanan pasien untuk

mengkonsumsinya.1

d) Lanthanum karbonat

Lanthanum karbonat adalah pengikat fosfat non kalsium dan non

aluminium. Banyak studi membuktikan, bahwa lantanum karbonat

memilki kemampuan pengikat fosfat yang sama dengan garam aluminium,

tanpa efek samping yang berarti. Efektif pada suasana asam pH (3-5) dan

tidak mengahambat absorbsi lemak. Demikian juga dengan efek

gastrointestinalnya yang kecil,1 namun harganya mahal.

e) Pengikat fosfat berbasis besi

Beberapa peneliti melaporkan bahwa komponen feri dapat

mengikat fosfat yang ada dalam makanan bila diberikan secara oral

maupun intravena. Hergessel dan Ritz (1999) melaporkan penurunan

kadar fosfat darah sebesar 20% serta ekskresi fosfat lewat urin sebesar

37% pada 13 penderita PGK dengan hiperfosfatemia yang diberikan 3x2,5

gram polinuclear iron hidrochlorida bersama-sama makanan selama 12

minggu. Tidak ada efek samping jangka pendek selain obstipasi dan tinja

berwarna hitam. Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih

(5)

Tabel 2.1.Jenis Serta Keuntungan & Kerugian Obat Pengikat Fosfat6

Selain obat-obat yang telah disebutkan, saat ini ada obat yang berdasarkan

hasil penelitian juga bermanfaat dalam menurunkan kadar serum fosfat pada

pasien yang menjalani hemodialisis, yaitu nikotinamide. Nikotinamide, yang pada

awalnya diresepkan untuk mengobati dislipidemia dengan menurunkan kadar

serum LDL (Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan serum HDL (High

Density Lipoprotein), merupakan inhibitor aktif absorbsi fosfat transelular.2

2.3 Nikotinamide 2.3.1 Rumus Bangun

Nikotinamide merupakan vitamin larut air, amida turunan dari nicotinic

acid (niacin, vitamin B3). Merupakan obat yang sudah lama ada yang mempunyai

banyak indikasi dan pengobatan.10 Nikotinamide juga dikenal sebagai niacinamide, selain itu 3-pyridinecarboxamide, nicotinic acide amide dan vitamin

PP. Formula molekulnya adalah C6H6N2O (gambar 2.2) dan berat molekulnya

(6)

Gambar 2.2 Struktur Bangun Nikotinamide

(Sumber: Royal Society of Chemistry. Nicotinamide. Available at: www.chemspider.com/chemical-structure.911.html. Cited on Oct,28 2012)

2.3.2 Farmakodinamik

Niacin diabsorbsi dalam bentuk nikotinamide dan nicotinic acid. Makanan

yang mengandung nicotinic acid pertama kali dikonversikan menjadi

nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) di usus dan hati kemudian diubah

menjadi nikotinamide dan dilepaskan ke aliran darah untuk di uptake oleh

jaringan ekstrahepatik. Namun tubuh manusia tidak sepenuhnya bergantung pada

makanan yang mengandung niacin, karena pada kebanyakan pasien, nikotinamide

juga dapat disintesis dari asam amino trypthophan, selain itu juga diproduksi oleh

katabolisme nukleotida pyridine.10

Fosfat di filtrasi di ginjal dan kebanyakan direabsorbsi melalui epitel

tubulus proksimal. Menurut penelitian, kotransport sodium-dependent phosphate

protein 2a (NaPi2a), kotransporter NaPi2c, dan transporter sodium-dependent

phosphat 2 memediasi transport fosfat melalui apical brush border dari sel

tubulus proksimal.10

Studi in vitro menunjukkan bahwa nikotinamide mengurangi uptake fosfat

dengan menghambat kotransporter NaPi2a di tubulus proksimal ginjal dan

kotransporter NaPi2b di usus (Gambar 2.3). Selain itu, nikotinamide mengurangi

absorbsi fosfat di usus dengan menghambat ekspresi NaPi2b pada tikus percobaan

yang gagal ginjal kronik. Studi in vitro lainnya mendapatkan bahwa NaPi2b

bertanggung jawab besar dalam absorpsi fosfat di usus dan berkontribusi untuk

mempertahankan homeostasis fosfat sistemik.10 Schiavi et al. mendapatkan bahwa penambahan pengikat fosfat secara oral dengan target NaPi2b juga berguna dalam

(7)

Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Nikotinamide pada Membran Brush Border Enterosit Usus

(Sumber: Lenglet A, Liabeuf S, Guffroy P, Fournier A, Brazier M, Massy ZA. Use of nicotinamide to treat hyperphosphatemia in dialysis patient. Springerlink. 2013;13:165-173)

Nikotinamide mengurangi kadar fosfat dengan cara yang berbeda dengan

obat pengikat fosfat oral lainnya yang mengikat fosfat di saluran pencernaan

kemudian membentuk komplex yang tidak dapat diabsorbsi ataupun dengan

mengikatkan ion ke resin. Oleh sebab itu, hanya sedikit fosfat yang tersedia untuk

di absorbsi oleh saluran pencernaan dan lebih banyak yang diekskresikan di usus.

Modulasi proses transport fosfat pada ginjal dan usus merupakan pendekatan baru

dalam mengontrol kadar fosfat serum.10 2.3.3 Farmakokinetik

Pada studi klinis, pemberian nikotinamide 2 kali sehari secara oral (total

dosis harian 25 mg/kg) berhubungan dengan waktu paruh plasma 3,5 jam dan

konsentrasi puncak plasma 42,1 µg/ml.10

Studi farmakokinetik pada subjek yang sehat memakan nikotinamide 1-6

gram secara oral berhubungan dengan konsentrasi plasma yang tinggi dan

(8)

2.3.4 Metabolisme

Nikotinamide di metabolisme di hati oleh sitokrom P450 menjadi bentuk

nicotinamide-N-oxide (melalui reaksi oksidatif), 6-hydroxy-nicotinamide (melaui

reaksi hidroksilasi), dan N-metyl-nicotinamide (MNA, melalui katalisis oleh

nicotinamide-N-metyltransferase). Pada mamalia, MNA selanjutkan akan

dimetabolisme menjadi N-methyl-2-pyridone-5-carboxamine (2PY) atau

N-methyl-4-pyridone-5-carboxamide (4PY) dengan oksidasi aldehid. Rasio

2PY/4PY berbeda-beda tergantung spesies dan jenis kelamin.10

Pada konteks uremia, studi pada tikus menunjukkan akumulasi plasma

4PY. Meskipun 4PY dan dideteksi pada plasma manusia, metabolik utama produk

MNA adalah 2 PY. Rutkowski et al. mendapatkan bahwa konsentrasi 2 PY di

darah meningkat sesuai dengan perburukan fungsi ginjal. Selanjutnya dapat

merupakan novel toksin uremik, karena secara signifikan menghambat poli

(ADP-Ribose) polymerase 1 (PRP-1, enzim nuklear yang mungkin terlibat dalam respon

DNA terhadap kerusakan DNA).10 Slominska et al. mendapatkan bahwa nikotinamide, 2PY, dan 4PY terakumulasi dalam plasma anak-anak dengan gagal

ginjal kronik dan efek dari kombinasi ketiganya menyebabkan penghambatan

aktivitas PARP-1.13 Potensial toksisitas selular metabolit nikotinamide memerlukan penelitian lebih lanjut.10

2.3.5 Distribusi

Seperti yang sudah disebutkan, nikotinamide merupakan bentuk sirkulasi

dari nicotinic acid. Nikotinamide menghilang dengan cepat dari sirkulasi dan

terdistribusi ke seluruh jaringan. Rutkowski et al. mendapatkan bahwa pada tikus

nikotinamide ditemukan pada plasma, eritrosit, paru-paru, hati, dan otak tetapi

hanya sedikit pada jaringan lemak. Akumulasi produk akhir dari nikotinamide

ditemukan pada hati, paru-paru, dan otot skeletal tetapi tidak ditemukan pada

jaringan lemak ataupun di otak. Nikotinamide mempunyai ekstraksi ratio hepatik

(9)

2.3.6 Eliminasi

Produk akhir dari nikotinamide di ekskresikan oleh ginjal, dimana

nikotinamide itu sendiri direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Hal inilah yang membuat

hanya sedikit jumlah nikotimanide yang tidak termodifikasi dijumpai di urin,

meskipun setelah pemberikan dosis tinggi.10

2.3.7 Efikasi Terapeutik

Ada beberapa studi yang telah menggali potensial dari niacin dan

analognya dalam mengkontrol fosfat pada pasien dialisis.14 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nicotinic acid efektif sebagai pengobatan

hiperfosfatemia.4,15-17 Studi in vivo terhadap konversi nicotinic acid ke nikotinamide memerlukan penelitian lebih lanjut.10

Studi klinis nikotinamide sebagai pengobatan hiperfosfatemia pada pasien

hemodialisis tercantum pada tabel 2.2. Studi pertama oleh Takashi et al.

menunjukkan bahwa nikotinamide menurunkan kadar fosfat (dari 6,9 menjadi 5,4

mg/dl) dan iPTH (tanpa meningkatkan kadar serum kalsium)18.

Cheng et al. merupakan penelitian pertama yang melakukan double-blind,

placebo-controlled, randomized clinical trial nikotinamide (dosis 300-1.800 mg).

Setelah 8 minggu pengobatan, kadar rerata serum fosfat turun secara signifikan

pada grup nikotinamide (dari 6,26 menjadi 5,47 mg/dl) tetapi tidak dengan grup

placebo (meningkat dari 5,85 menjadi 5,98 mg/dl) (tabel 2.2).5

Studi lainnya yang di lakukan oleh Young et al. merupakan studi yang

prospektif, randomized, double blind, placebo-conrolled trial nikotinamide

mendapatkan bahwa setelah 8 minggu pemberian nikotinamide 750 mg, terjadi

sedikit penurunan kadar fosfat namun signifikan (dari 5,9 menjadi 5,2 mg/dl),

namun tidak pada grup plasebo (tabel 2.2).19

Shahbazian et al. juga mendapatkan hasil yang sama. Dimana dengan

pemberian nikotinamide 500 mg/hari didapatkan penurunan kadar fosfat yang

signifikan (dari 5,9 menjadi 4,77 mg/dl). Selain itu, peneliti juga menjumpai

penurununan kadar trombosit dan menekankan pentingnya monitor

(10)

Vasantha et al. melaporkan studi open-label nikotinamide 750 mg/hari dan

didapatkan penurunan kadar fosfat 2,3 mg/dl setelah 8 minggu pengobatan. Selain

itu juga didapatkan penurunan kadar ALP (Alkaline phosphatase) (Tabel 2.2).3 Meskipun demikian, tidak ada satu pun dari studi-studi ini yang

menggunakan pasien dialisis dalam jumlah yang besar. Nikotinamide dapat

digunakan sebagai tambahan pada pengikat fosfat yang sudah ada seperti pada

studi yang dilakukan oleh Cheng et al. Young et al. dan shahbazian et al. ataupun

digunakan sendiri seperti pada studi Takashi et al. dan Vasantha et al.10

Tabel 2.2 Studi Klinis Nikotinamide Sebagai Pengobatan Hiperfosfatemia pada Pasien Dialisis10

2.3.8 Efek Samping

Banyak data menunjukkan bahwa nikotinamide pada orang dewasa aman

diberikan pada dosis di bawah 3 mg/hari.10 Keamanan pemberian nikotinamide pada pasien dengan fungsi ginjal normal diobservasi oleh European Nicotinamide

Diabetes Intervention Trial. Meskipun peneliti tidak mendemostrasikan efek

perlindungan dari nikotinamide pada diabetes tipe 1, peneliti berkesimpulan

toleransinya bagus.21 Efek samping utama dari dosis terapeutik adalah gejala gastrointestinal (terutama diare) yang secara umum akan sembuh dengan

pengobatan dihentikan.10

(11)

open-1.050 ± 447 mg/hari dan sembuh setelah obat dihentikan. Peneliti menunjukkan

bahwa semua pasien juga mengkonsumsi calcium binders dengan atau tanpa

sevalemer, yang juga memberikan efek samping yang sama.22

Selain itu, ada juga laporan kasus hepatotoksisitas berat pada pasien yang

mendapatkan nikotinamide 9 gram/hari, namun gejala hilang setelah obat

dihentikan.10

Rottembourg et al. melaporkan 6 pasien dialisis yang diobati dengan

nikotinamide 1000 mg/hari menjadi trombositopenia dalam 3 bulan pengobatan.

Hasil ini mengkonfirmasi penelitian Shahbazian et al. Meskipun mekanisme efek

samping ini belum diketahui dengan pasti, trombositopenia kemungkinan akibat

rendahnya kadar thyroxin-binding globulin yang diinduksi oleh nikotinamide dan

Gambar

Gambar 2.1 Keseimbangan Fosfat pada Pasien Dialisis
Tabel 2.1.Jenis Serta Keuntungan & Kerugian Obat Pengikat Fosfat6
Gambar 2.2 Struktur Bangun Nikotinamide
Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Nikotinamide pada Membran                  Brush Border Enterosit Usus
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan visualisasi tradisi Bekakak yang unik sebagai penciptaan motif dan pemilihan karakter warna batik yang modern, penulis berharap karya ini dapat mewakili

Hitachi Contruction Machinery Indonesia saat ini yaitu melakukan pembuatan komponen utama mesin pengeruk tipe sangat besar mulai dari tipe 1900 sampai dengan tipe 6000, yang

Proses produksi ban TBS VLGN 20 16, dilakukan sebanyak 2 tahapan umum proses pembuatan, yaitu proses pembuatan kompon yang dijadikan bahan dasar pada proses-proses selanjutnya

[r]

Draft Statement of Requirements (SoR) Review &amp; Approve SoR Identify Resources Appoint Project Team Produce &amp; Maintain Procurement Plans

[r]

Trapesium adalah sebuah segiempat yang memiliki sepasang sisi yang berhadapan sama panjang (hanya dua sisi, kalau persegi atau persegi panjang 2

rancapan, endak-endakan, dan wudulan. Finishing memakai Sn yang menimbulkan warna hitam pada latar kejadian dan finishing poles merupakan tahap selanjutnya, tahap