• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Adsorben Dari Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica) Untuk Menurunkan Kandungan Asam Lemak Bebas Dan Bilangan Peroksida Pada Cpo (Crude Palm Oil)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Adsorben Dari Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica) Untuk Menurunkan Kandungan Asam Lemak Bebas Dan Bilangan Peroksida Pada Cpo (Crude Palm Oil)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIJI ASAM JAWA SEBAGAI ADSORBEN

Proses adsorpsi menunjukkan kemampuan adsorbat untuk menempel pada bahan penjerap. Proses ini dapat diterapkan pada pemisahan polutan terlarut atau untuk mengambil kembali bahan yang bernilai tinggi tapi berjumlah sedikit pada suatu campuran [31]. Berdasarkan gaya yang bekerja, proses adsorpsi dibagi menjadi dua, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Pada adsorpsi fisika, gaya utama bekerja adalah gaya gaya Van der Waals. Gaya ini relatif lemah dengan energi yang terlibat sekitar 5 kkal/mol. Sementara pada adsorpsi kimia, terdapat proses perpindahan elektron yang sama dengan pembentukan ikatan kimia antara permukaan padatan dengan zat terjerap. Adsorpsi kimia biasanya terjadi pada proses-proses katalitik heterogen. Aktivasi kimia pada adsorben pada umumnya digunakan industri yang umumnya lebih efisien dalam penghilangan impurities (kotoran) [16].

Penggunaan bahan-bahan biologis sebagai adsorben disebut sebagai biosorpsi. Biosorpsi menunjukkan kemampuan biomassa untuk mengikat logam berat dari dalam larutan melalui langkah-langkah metabolisme atau kimia-fisika [32], dan termasuk penghilangan racun dari bahan-bahan yang berbahaya [31]. Proses pengolahan ini dapat dilakukan di tempat, sehingga tidak diperlukan proses pemindahan bahan yang akan diolah. Keuntungan lain dalam pemakaian biosorben adalah bahan baku yang melimpah, murah, proses pengolahan yang efisien, minimalisasi lumpur yang terbentuk, serta tidak adanya nutrisi tambahan dan proses regenerasi [32].

(2)

kekuatan muatan kedua bahan. Interaksi kolombik dapat diamati dari adsorpsi bahan kationik dan anionik adsorben.

Lebih lanjut Igwe dan Abia [31] menyebutkan bahwa pada biosorben umumnya mengandung β-D-glukosa berulang sebagai komponen utama dinding sel. Gugus hidroksil polar selulosa inilah yang berperan dalam reaksi kimia dan mengikat adsorbat dari larutan. Modifikasi gugus fungsional dapat mengubah sifat-sifat permukaan yang pada akhirnya akan mempengaruh kemampuan adsorpsi bahan. Untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya, biosorben dapat diaktivasi dengan metode aktivasi kimia (menggunakan asam atau basa) atau aktivasi termal (dengan pemanasan) [24]. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah distribusi ukuran partikel, sifat adsorben dan adsorbat, luas permukaan adsorben, pH, suhu, konsentrasi awal, waktu kontak, dosis adsorben, dan lain-lain [22].

Parameter yang dapat menunjukkan kualitas adsorben adalah daya adsorpsi adsorben terhadap larutan Iodin. Daya adsorpsi adsorben terhadap iodin memiliki korelasi dengan luas permukaan adsorben. Dimana semakin besar angka iodin maka semakin besar kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut. Salah satu metode yang digunakan dalam analisis daya adsorpsi adsorben terhadap iodin adalah dengan metode titrasi iodometri. Kereaktifan dari arang aktif dapat dilihat dari kemampuannya mengadsorpsi substrat. Daya adsorpsi tersebut dapat ditunjukkan dengan besarnya angka iodin (iodine number) yaitu angka yang menunjukkan seberapa besar adsorben dapat mengadsorpsi iodin. Semakin besar nilai angka iodin maka semakin besar pula daya adsorpsi dari adsorben. Daya serap adsorben terbagi 2 yaitu :

a. Daya serap fisika (adsorbsi fisika)

Biasanya melibatkan perubahan energi yang lebih kecil (ikatan lemah) Contoh : adsorbsi N2 pada karbon melepas ± 5000 kal/mol

b. Daya serap kimia (adsorbsi kimia)

Pada suhu tinggi atom C bergabung dengan O2 membentuk CO dan CO2.

(3)

pangan dan medis. Daging buah asam jawa digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan herbal, sedangkan bunga dan daun asam jawa biasa dikonsumsi sebagai sayuran [33].

Adsorben atau biosorben juga dapat dibuat dari biji-bijian tanaman tertentu seperti asam jawa. Bagian biji asam jawa biasanya tidak dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Pemanfaatan biji asam jawa telah diteliti untuk digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan limbah cair [15] dan sebagai adsorben untuk zat warna serta logam berat.

Gambar 2.1 Biji Asam Jawa [34]

Adapun komposisi kimia dari biji asam jawa diberikan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Biji Asam Jawa, Kernel, dan Testa (%) [35, 36, 37, 38]

Konstituen Whole Seed

Seed Kernel (Kotiledo

n)

Testa (Seed Coat)

Moisture 9,4-11,3 11,4-22,7 11,0

Protein 13,3-26,9 15,0-20,9

Lemak/Minyak 4,5-16,2 3,9-16,2

Crude Fibre 7,4-8,8 2,5-8,2 21,6

Karbohidrat 50,0-57,0 65,1-72,2

Total Ash 1,60-4,20 2,4-4,2 7,4

Ekstrak Bebas Nitrogen

59,0

Yield TKP 50,0-60,0

Kalori/100 g 340,3

Total Gula 11,3-25,3

Gula Tereduksi 7,4

Starch 33,1

(4)

Dari Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa biji asam jawa memiliki kandungan tannin sebesar 20,2% yang terdapat pada kulit biji (seed coat) dan kandungan pati (starch) dalam daging biji cukup besar sekitar 33,1% [35]. Berdasarkan pengamatan Nilanjana [39] tannin yang dikandung dalam tanaman merupakan zat aktif yang menyebabkan proses koagulasi, sedangkan polimer alami seperti pati berfungsi sebagai flokulan. Imbabi et al. [40] mempelajari bahwa ekstrak biji asam jawa mempunyai kemampuan dalam melawan bakteri E.coli yang dihasilkan oleh zat tamarindineal (5-hydroxy-2-oxo-hexa-3,5-dineal).

Ekstrak biji asam Jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atas D-galaktosa, D-glukosa dan D-xylosa yang merupakan flokulan alami. Flokulan alami terutama polisakarida, lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan koagulan organik dan anorganik [41]. Bagian testa pada biji mengandung 40% karbohidrat dan pektin yang larut dalam air serta 60% tannin dan bahan pewarna [42]. Struktur testa dianggap sama dengan flavonoid dan proantosianidin yang terkondensasi, sehingga testa mudah teroksidasi dan mengalami polimerisasi yang progresif pada kondisi asam. Menurut Vazquez et al [43], beberapa kelompok tannin yang berada pada testa adalah zat aktif untuk proses adsorpsi. Sifat fisika-kimia dari biji asam jawa diberikan pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia Biji Asam Jawa [24]

Parameter Nilai

Luas permukaan, m2/g (metode adsorpsi nitrogen BET)

0,99 Kandungan air mekanis, % (b/b) 10,00 Kapasitas pertukaran ion, meq/g 2,76

(5)

berdampingan. Berdasarkan struktur, biji asam jawa yang mengandung selulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai adsorben karena mengandung gugus hidroksil (–OH) yang dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat [44].

2.2 MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL)

Pada tahun 1434, seorang pelaut dari Portugis, Gil Eannes pertama kali memberitahukan mengenai tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) [45]. Saat ini, tanaman kelapa sawit telah berkembang kebanyakan di bagian barat benua Afrika, Indonesia, Malaysia, dan akhir-akhir ini berkembang di Brazil dan Kolombia. Pohon kelapa sawit dapat tumbuh hingga 20 meter tingginya dan temperatur yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-27oC. Pohon kelapa sawit membutuhkan iklim yang lembab dan minyaknya dapat diolah dari buahnya pada saat pohon berumur 4 tahun dan dapat dipanen selama 40-50 tahun [5].

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat menghasilkan dua jenis minyak, yaitu minyak kelapa sawit yang berasal dari daging buah (mesocarp) dan minyak biji kelapa sawit (kernel palm oil) dari biji buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit memiliki titik leleh pada suhu 21-27oC yang dapat dikristalisasi menjadi fraksi padat (palm stearin, 25-35%, mencair pada suhu antara 48 dan 50oC) dan fraksi cair (palm olein, 65-70%, mencair pada suhu antara 18 dan 20oC), dengan demikian dapat memperluas jangkauan yang bermanfaat dari minyak kelapa sawit [46].

(6)

CPO (crude palm oil) merupakan minyak kasar yang diperoleh dengan cara ekstraksi daging buah sawit dan biasanya masih mengandung kotoran terlarut dan tidak terlarut dalam minyak. Pengotor yang dikenal dengan sebutan gum atau getah ini terdiri dari fosfatida, protein, hidrokarbon, karbohidrat, air, logam berat, resin, asam lemak bebas (FFA), tokoferol, pigmen dan senyawa lainnya [47]. Komposisi umum dari CPO diberikan pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Komposisi Umum Minyak Sawit Kasar (CPO) [48]

Kelompok Komponen dalam Kelompok

Minyak -Trigliserida, Digliserida, Monogliserida -Fosfolipida, Glikolipida, Lipoprotein -Asam Lemak Bebas

Produk Teroksidasi - Peroksida, Aldehida, Keton, Furfural (dari gula)

Non-Minyak (namun larut dalam minyak)

-Karoten -Tokoferol -Squalane -Sterol

Pengotor -Partikel Logam

-Ion Logam -Kompleks Logam Bahan yang Larut dalam Air -Air (moisture)

-Gliserol

-Pigmen Klorofil -Fenol

-Gula (karbohidrat yang dapat larut)

Adanya pengotor pada minyak akan menurunkan kualitas dan mempengaruhi penampilan fisik, rasa, bau dan waktu simpan dari minyak, sehingga harus dihilangkan melalui proses pemisahan secara fisika maupun secara kimia [47]. Sementara komposisi dari konstituen utama minyak sawit kasar diberikan pada Tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4 Komposisi dari Konstituen Utama Minyak Sawit Kasar (CPO) [5]

Konstituen Crude Palm Oil

Trigliserida, % 95

Asam Lemak Bebas (FFA), % 2-5

Red Color (5 ¼ “ Lovibond Cell) Orange Red Moisture & Impurities, % 0,15-3,0 Bilangan Peroksida, (meq/kg) 1-5,0

(7)

β – karoten, ppm 500-700

Fosfor, ppm 10-20

Besi, ppm 4-10

Tokoferol, ppm 600-1000

Digliserida, % 2-6

CPO berbentuk semi padat pada suhu ruang. CPO berwarna jingga karena mengandung sekitar 500 – 700 ppm β - karoten dan merupakan bahan pangan dengan sumber karoten alami terbesar. CPO juga mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai merah yang menyebabkan CPO tidak dapat dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan maupun non pangan.

CPO terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda, antara 14 – 20 atom karbon. Dalam proses pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air [49].

O

||

H2C – OH HOOCR1 H2C – O – C – R1

| | | O

HC – OH + HOOCR2 ↔ HC – O – C – R2 + 3H2O

| | | O H2C – OH HOOCR3 H2C – O – C – R1

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

(8)

1. Asam Lemak Jenuh ikatan rangkap di antara atom – atom karbonnya, dan pada umumnya mempunyai titik lebur yang rendah.

Komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh pada CPO diberikan pada Tabel 2.5 dan 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.5 Asam – Asam Lemak Jenuh pada Minyak Kelapa Sawit [49] Asam Lemak

Tabel 2.6 Asam – Asam Lemak Tak Jenuh pada Minyak Kelapa Sawit [49] Asam

Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu dari penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi, yaitu terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak, yang biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya terurailah asam lemak disertai dengan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas [49].

(9)

karbohidrat, turunan karbohidrat, protein, dan bahan-bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang memberikan warna serta rasa dan bau yang tidak diinginkan. Dalam proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut dengan proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat dihilangkan, kecuali beberapa senyawa yang disebut dengan senyawa yang tak tersabunkan [50]. Menurut Formo et al. [51], tingginya kandungan air pada minyak kelapa sawit disebabkan oleh aktivitas enzim, oleh karena itu kandungan air harus diturunkan untuk menjaga kandungan asam lemak bebas tetap minimum. Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1 %, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, dan fosfolipida. Meskipun berada dalam jumlah kecil, kandungan minor ini dapat mempengaruhi kemampuan pemucatan, stabilitas, dan nilai nutrisi minyak sawit. Fosfolipida, yang merupakan ester kompleks yang sebagian besar terdiri dari fosfor, dan sebagian kecil nitrogen, gula, dan asam lemak rantai panjang, merupakan konstituen utama yang harus dihilangkan selama degumming dengan cara koagulasi kandungan fosfatida menggunakan asam fosfat atau asam sitrat. Fosfolipida dalam minyak kelapa sawit berada pada jumlah yang relatif kecil, yaitu sekitar 5 – 130 ppm dibandingkan dengan minyak nabati lainnya [5]. Sambanthamurthi et al. [52] menyebutkan bahwa minyak mesokarp yang diekstraksi dengan pelarut biasanya mengandung 100 – 200 ppm fosfolipida, namun pada minyak kelapa sawit biasanya hanya sekitar 20 – 80 ppm.

2.3 PEMURNIAN CPO

Proses pemurnian merupakan tahap yang diperlukan dalam produksi minyak dan lemak nabati. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghilangkan pengotor serta komponen lain yang dapat mempengaruhi kualitas akhir produk. Kualitas akhir produk yang perlu dipantau adalah rasa, stabilitas penyimpanan, dan warna [53].

(10)

efisien. Kehilangan (loss) komponen yang diinginkan dijaga seminimum mungkin dengan biaya produksi yang efektif [54].

Sangat penting memilih proses pemurnian yang sesuai untuk memproduksi produk akhir dengan kualitas tinggi dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Ada dua jenis proses pemurnian yang umum dalam teknologi pengolahan minyak kelapa sawit, yaitu pemurnian secara kimia (alkali) dan pemurnian secara fisika. Perbedaan dasar keduanya adalah pada bahan kimia yang digunakan serta cara penghilangan FFA (Free Fatty Acid).

Pemurnian secara fisika muncul pertama kali untuk menggantikan penggunaan bahan kimia (alkali) dalam pemurnian minyak yang disebabkan oleh tingginya kandungan FFA pada minyak yang dimurnikan secara kimia. Tahap proses deasidifikasi (deodorisasi) pada pemurnian secara fisika dapat mengatasi masalah tersebut. Selain itu, menurut literatur, metode pemurnian secara fisika lebih disukai karena dianggap lebih cocok untuk minyak nabati dengan kandungan fosfatida rendah, seperti minyak kelapa sawit. Dengan demikian, pemurnian secara fisika terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kerugian yang lebih sedikit (faktor pemurnian (RF) < 1,3), dan biaya operasi yang lebih rendah [55]. Faktor pemurnian (RF) adalah parameter yang digunakan untuk menilai efisiensi dari setiap tahap proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada yield produk dan kualitas bahan yang digunakan [53]. Faktor ini dihitung sebagai

berikut :

RF = % oil loss

% FFA (2.1)

(11)

Adapun kualitas yang hendak dicapai dari pemurnian CPO menjadi RBDP Olein (Refined Bleached Deodorized Palm Olein) atau minyak goreng sawit menurut Standar Nasional Indonesia diberikan pada Tabel 2.7 berikut.

Tabel 2.7 Standar Mutu CPO dan RBDP Olein menurut SNI [57, 58]

Parameter CPO RBDP Olein

Warna (Lovibond 5 ¼ “ cell) Jingga kemerah - merahan Maks. 5,0/50 Kadar Air dan Kotoran (M&I), % Maks. 0,5 Maks. 0,1 Asam Lemak Bebas (sebagai

asam palmitat), %

Maks 0,5 Maks. 0,3

Sedangkan standar mutu yang umum digunakan pada skala internasional untuk minyak kelapa sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil), yang telah dihilangkan getah dan warnanya atau DBPO (Degummed Bleached Palm Oil), serta yang telah dimurnikan seluruhnya atau RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) diberikan pada Tabel 2.8 di bawah ini.

Tabel 2.8 Standar Mutu Umum dari CPO, DBPO, dan RBDPO [59]

Parameter CPO DBPO RBDPO

FFA (sebagai palmitat), % 2 – 5 3 – 5 ~ 0,05

M&I, % 0,15 – 3,0 ~ 0,2 ~ 0,02

Warna (5 ¼ Lovibond Cell) - - Merah 2,0

Fosfatida, ppm 10 – 18 ~ 4 ~ 3

β – karoten, ppm 500 – 600 - -

DOBI 2 – 3,5 - -

PV, meq/kg 1,5 – 5,0 Nil Nil

Besi (Fe), ppm 4 – 10 ~ 0,15 ~ 0,15

Tembaga (Cu), ppm ~ 0,05 ~ 0,05 ~ 0,05

AV 2 – 6 2 - 6 ~ 2,0

2.3.1 Degumming CPO

(12)

dihasilkan dan dapat menekan kerusakan minyak lebih lanjut, terutama komponen nutrisi yang berharga dari minyak yaitu β – karoten yang merupakan sumber provitamin A [11].

Secara konvensional degumming adalah proses pembentukan flok-flok dari zat-zat yang bersifat koloidal dalam minyak mentah. Cara yang sering dilakukan adalah dengan menambahkan H3PO4, C6H8O7, H2SO4 atau HCl. Pengaruh yang

ditimbulkan oleh asam adalah menggumpalkan dan mengendapkan zat-zat seperti protein, fosfatida dan resin yang terdapat dalam minyak mentah. Pada proses degumming dengan kaustik alkali, partikel – partikel sabun yang terbentuk akan menyerap zat-zat lendir dan sebagian pigmen, tetapi proses ini mempunyai kelemahan yaitu adanya kecenderungan untuk membentuk emulsi dari sabun yang terjadi sehingga semakin banyak minyak yang hilang [60].

Proses degumming dibedakan menjadi water degumming, dry degumming, enzymatic degumming, membrane degumming, dan acid degumming [61, 47]. Penelitian ini mempelajari acid degumming CPO dengan asam fosfat. Acid degumming CPO dengan asam fosfat dimaksudkan untuk memisahkan fosfatida yang merupakan sumber rasa dan warna yang tidak diinginkan [5]. Senyawa fosfatida dalam minyak terdiri dari dua macam yaitu fosfatida hydratable dan fosfatida non hydratable. Fosfatida hydratable mudah dipisahkan dengan penambahan air pada suhu rendah sekitar 400 oC. Penambahan air ini mengakibatkan fosfolipid akan kehilangan sifat lipofiliknya dan berubah sifat menjadi lipofobik sehingga mudah dipisahkan dari minyak [61]. Fosfatida non hydratable harus dikonversi terlebih dahulu menjadi fosfatida hydratable dengan

penambahan larutan asam dan dilanjutkan dengan proses netralisasi. Asam yang biasa digunakan pada proses degumming adalah asam fosfat dan asam sitrat [62].

2.3.2 Bleaching CPO

(13)

dan turunannya yang berwarna hijau. Jenis pemucatan yang biasanya digunakan adalah proses bleaching dengan adsorpsi. Proses ini menggunakan zat penyerap (adsorben) yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi untuk menyerap zat warna yang terdapat dalam minyak mentah. Di samping menyerap zat warna, adsorben juga dapat menyerap zat yang memiliki sifat koloidal lainnya seperti gum dan resin. Adsorben yang paling banyak digunakan dalam proses pemucatan minyak dan lemak adalah tanah pemucat (bleaching earth) dan arang (carbon). Arang sangat efektif dalam menghilangkan pigmen warna merah, hijau dan biru, tetapi karena harganya terlalu mahal, dalam pemakaiannya biasa dicampur dengan tanah pemucat dengan jumlah yang disesuaikan dengan jenis minyak mentah yang akan dipucatkan [63].

Dari penelitian Emma [64] mengenai manfaat dari beberapa jenis bleaching earth terhadap warna CPO diperoleh hasil bahwa di antara simnit (sejenis tanah lempung), bentonit, dan karbon aktif, simnit merupakan jenis bleaching earth yang paling baik karena simnit mempunyai luas permukaan yang lebih besar atau partikelnya sangat halus, dan dengan penambahan asam fosfat sebagai pengaktifkan menyebabkan penyerapan terhadap warna (karoten) dan pengotor-pengotor yang terdapat pada minyak mentah itu lebih optimum.

2.3.3 Pemucatan dengan Menggunakan Adsorben

Pemucatan dengan menggunakan tanah pemucat prinsipnya adalah pemucatan dengan adsorpsi. Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben. Ditinjau dari bahan yang teradsorpsi dan bahan pengadsorben adalah dua fasa yang berbeda, oleb sebab itu dalam peristiwa adsorpsi, meteri teradsorpsi akan terkumpul antar muka kedua fasa tersebut.

(14)

molekul dibawah permukaan, sehingga muncullah pengertian tegangan permukaan.

Pendapat tentang mekanisme adsorpsi zat warna pada proses pemucatan minyak kelapa sawit masih terdapat kesimpang siuran, sebagian pendapat bahwa gejala tersebut adalah peristiwa kimia dan yang lain menyatakan hal itu adalah peristiwa fisika, akan tetapi disimpulkan sebagai affinitas/permukaan terhadap substrat. Pada adsorpsi fisika terjadi proses cepat dan setimbang (reversibel) sedangkan adsorpsi kimia berlangsung lambat tetapi ireversibel. Perbedaan antara adsorpsi kimia dengan adsorpsi fisika kadang-kadang tidak jelas dan banyak prinsip-prinsip adsorpsi fisika berlaku juga pada adsorpsi kimia. Gaya-gaya yang terlibat pada proses adsorpsi antara lain gaya tarik Van der Walls yang non polar, pembentukan ion hidrogen, gaya penukaran ion dan pembentukan ikatan kovalen. Freundlich mengusulkan persamaan matematika yang meninjau hubungan antara zat yang diadsorpsi dengan konsentragi zat pengadsorpsi yang dinyatakan sebagai berikut:

X M= k.Cf

1/n (2.2)

Dimana :

X = Co– Cf

Co = konsentrasi awal

Cf = konsentrasi setelah adsorpsi

M = berat adsorben k dan n = konstanta Freundlich

Persamaan ini dapat juga ditulis sebagai berikut:

Log(Co– Cf) – log M = log k + 1/n log Cf (2.3)

(15)

1. Adsorpsi positif, yaitu penyerapan substart yang tidak diinginkan sehingga bahan relatif tidak mengandung substart tersebut.

2. Adsorpsi negatif, yaitu proses penyerapan pelarut dari substart yang tidak diinginkan Dalam hal ini pelarutannya yang dipisahkan dari substart yang tidak diinginkan cara ini jarang dilakukan karena dianggap tidak efektif. Pemucatan minyak kelapa sawit dengan menggunakan adsorben berbentuk adsorpsi positif. Bahan pemucat umum digunakan adalah tanah list montmorillonit yang diaktifkan [65].

2.4 ASAM LEMAK

Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis ester terutama gliserol dan kolesterol. Asam lemak yang terdapat di alam biasanya mengandung atom karbon genap dan merupakan derivat berantai lurus. Rantai dapat jenuh (tidak mengandung ikatan rangkap) atau tidak jenuh (mengandung satu atau lebih ikatan rangkap) [66].

Rantai panjang atau jumlah atom karbon pada asam lemak juga mempunyai pengaruh besar pada bentuk lemak tersebut. Lemak yang mengandung asam lemak rantai panjang (14 – 22 atom karbon) pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar. Sedangkan lemak yang mengandung asam lemak yang berantai pendek (4 – 12 atom karbon) pada umumnya berbentuk cair pada suhu kamar [67].

(16)

Asam lemak dengan atom C lebih dari duabelas tidak larut dalam air dingin maupun air panas, asam lemak dari C4, C6, C8, dan C10dapat menguap dan asam

lemak C12 dan C14 sedikit menguap. Garam-garam dari asam lemak yang

mempunyai berat molekul rendah dan tidak jenuh lebih mudah larut dalam alkohol daripada garam-garam dari asam lemak yang mempunyai berat molekul tinggi dan jenuh.

Asam-asam lemak dengan jumlah atom C genap mempunyai nama umum sebagai berikut:

C4 = Asam butirat (asam butanoat)

C6 = Asam kaproad (asam heksanoat)

C8= Asam kapirat (asam oktanoat)

C10= Asam kaprat (asam dekanoat)

C12= Asam laurat (asam dodekanoat)

C14= Asam miristat ( asam tetradekanoat)

C16= Asam plamitat (asam hesadekanoat)

C18= Asam stearat

C24= Asam lignoserat

C18:1= Asam oleat (asam 9-oktadekanoat)

C18:2= Asam linoleat (asam 9, 12, 15-oktadekatrionat)

C20:4 = Asam arakidonat (asam 5, 8, 11, 14-eikosatetraenoat)

[68]

2.4.1 Asam Lemak Bebas

(17)

Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha untuk menekan terjadinya asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit. Sedangkan pemetikan setelah batas panen yang ditandai dengan buah yang berjatuhan dan menyebabkan kelukaan pada buah yang lainnya akan menstimulir penguraian enzim pada buah, sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan akhirnya terjangkit pada buah sawit yang masih utuh, sehingga kadar asam lemak bebas meningkat. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar asam lemak bebas yang relatif tinggi dalam minyak kelapa sawit antara lain : pemanenan buah kelapa sawit yang tidak tepat waktu, keterlambatan dalam proses pengumpulan dan pengangkutan buah, penumpukan buah terlalu lama, dan proses hidrolisa selama pemerosesan di dalam pabrik.

O

||

H2C – O – C – R1 H2C – OH HOOCR1

| O

HC – O – C – R2 + 3H2O ↔ HC – OH + HOOCR2

| O

H2C – O – C – R1 H2C – OH HOOCR3

Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak Bebas

Apabila trigliserida (minyak) bereaksi dengan air maka menghasilkan gliserol dengan asam lemak bebas. Sebagian asam lemak tidak bergabung dengan molekul gliserol pada minyak atau lemak yang dikenal dengan Asam Lemak Bebas (FFA). Crude palm oil mengandung 3 – 5 % asam lemak bebas. Lemak dan minyak yang telah dimurnikan yang siap untuk dikonsumsi memiliki asam lemak bebas < 0,05 % [67].

(18)

merupakan katalisator hidrolisis pada kelapa sawit. Karena alasan ini buah dari kelapa sawit diproses secepat mungkin setelah buah dipetik untuk mengurangi penurunan kualitas minyak [69].

2.4.2 Pengaruh Asam Lemak Bebas pada Mutu Minyak Kelapa Sawit

Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi hingga 15%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat lagi. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap dengan jumlah atom lebih besar dari 14. Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8 dan C10, menghasilkan bau

tengik dan rasa tidak enak dalam bahan pangan berlemak. Asam lemak ini umumnya terdapat dalam minyak nabati seperti minyak kelapa sawit [70].

2.5 PEROKSIDA

Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 1000 gram lemak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri [70].

(19)

Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut :

O O

R – CH – CH –R’ R – CH – CH –R’ R – C + R’ – C O O O H H O

Monoksida Peroksida Aldehid

Bilangan peroksida biasanya pengukuran secara volumetri dengan metode yang telah dikembangkan oleh Lea. Hal ini bergantung pada reaksi kalium iodida dalam suasana asam dengan mengikat oksigen diikuti dengan titrasi dari pembebasan iodine dengan natrium tiosulfat. Kloroform adalah pelarut yang biasanya digunakan [72].

(20)

2.6 PEMILIHAN PROSES PEMBUATAN ADSORBEN DARI BIJI ASAM JAWA UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA PEMURNIAN CPO

Tabel 2.9 Daftar Nama, Tahun, Kajian, Aktivasi Kimia yang Dilakukan, Ukuran dan Dosis yang Digunakan, Serta Hasil yang Diperoleh pada Penelitian Mengenai Daya Adsorpsi Biji Asam Jawa

Nama, Tahun Kajian Aktivasi Kimia Ukuran & Dosis Hasil

Gupta dan Babu

[20] Adsorpsi Cr (VI)

Adsorben : Asam sulfat 98% (1:1)

4 – 24 g/L untuk konsentrasi Cr (VI) 50

g/L pada larutan

Daya adsorpsi 11,088 mg/g

Enrico [17] Penjernihan limbah cair industri tahu -

50, 100, 140 mesh 1000, 2000, 3000, 4000, 5000 mg/L

limbah cair

Pada ukuran partikel 140 mesh penyisihaan turbiditas 91,64%, TSS 86,50% dan COD 20%.

Pawening [18] Biji asam jawa netral dan diaktivasi

untuk adsorpsi Cr (III) - -

Luas permukaan: netral 28,3602 m2/g, aktif 59,5345

m2/g

Daya adsorpsi: 1,1874mg Cr (III)

Suguna, et al. [73] Biji asam jawa netral dan diaktivasi dengan asam untuk adsorpsi Mn (II)

HCl 1 N : biji (100 ml : 10 g)

60 – 80 mesh 100 mg/100 mL larutan

logam

(21)

Rajeshkannan, et

al. [24] Penghilangan warna malachite geen -

85 mesh (0,17 mm)

2,85 g/L Daya adsorpsi 54,95 mg/g

(22)

Tabel 2.10 Daftar Nama, Tahun, Kajian, Agen, Dosis Agen, Kondisi Proses, Serta Hasil yang Diperoleh pada Penelitian Pemurnian Minyak Menggunakan Adsorben

Nama, Tahun Kajian Agen Dosis Agen Kondisi Proses Hasil

Nasution [64] jawa, biji kelor, biji mimba, dan biji

nirmali untuk adsorpsi Cr (VI) dan Fe(III)

- Ukuran biji asli

(23)
(24)

2.7 DESKRIPSI PROSES

Berdasarkan pemilihan proses pembuatan adsorben dari biji asam jawa pada Tabel 2.9, maka ukuran biji asam jawa yang akan diproses menjadi adsorben adalah sebesar 140 mesh. Ukuran ini diadopsi dari penelitian Enrico [17], dimana biji asam jawa dengan ukuran 140 mesh memberikan hasil adsorpsi yang paling baik pada penjernihan limbah cair industri tahu. Untuk memodifikasi adsorben dipilih aktivasi kimia menggunakan asam nitrat 4 N dengan variasi dosis adsorben : asam nitrat (b:v) sebesar 1:1, 1:2, 1:3, dan 1:4, dan dipanaskan pada suhu 80 oC selama 2 jam. Adsorben yang telah dimodifikasi kemudian dikeringkan di dalam oven selama 2 jam dengan variasi suhu oven sebesar 110, 120, 130, dan 140 oC. Variabel seperti konsentrasi aktivator, suhu dan waktu pemanasan adsorben dengan asam nitrat, serta waktu pengeringan di dalam oven diadopsi dari penelitian Shanthi dan Mahalakshmi [22] dimana adsorben dari biji asam jawa yang diaktivasi memberikan daya adsorpsi yang paling besar terhadap warna malachite green dan metilen biru, dan kemudian dimodifikasi rasio dosis adsorben

: asam nitart (b:v) dan suhu pemanasan di dalam oven. Pada penelitian ini tidak dilakukan percobaan pada adsorben yang tidak diaktivasi. Hal ini disebabkan karena dengan aktivasi maka struktur pori adsorben lebih terbuka sehingga lebih efektif dalam menjerap kandungan pada CPO.

Adsorben yang dihasilkan kemudian dianalisa kemampuan adsorpsinya terhadap iodin, atau yang dinyatakan sebagai bilangan iodin. Adsorben dengan bilangan iodin tertinggi selanjutnya akan digunakan sebagai adsorben dalam pemurnian CPO. Standar bilangan iodin dari arang aktif adalah > 750 mg/g [18], sedangkan standar bilangan iodin dari adsorben yang dibuat dari biomassa tanpa proses pengarangan tidak tersedia.

(25)

kontak adsorben ini diadopsi dan dimodifikasi dari penelitian Morad et al. [5], dimana variabel – variabel tersebut merupakan kondisi optimum pada operasi adsorpsi pada CPO.

Adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi akan dianalisa gugus – gugus fungsinya dengan menggunakan spektrofotometri FTIR. Begitu pula dengan adsorben bekas reaksi atau spent adsorbent juga dianalisa gugus fungsinya dengan metode spektrofotmetri FTIR. Sehingga dengan analisa tersebut dapat dilihat gugus – gugus fungsi pada adsorben sebelum dan sesudah proses adsorpsi, untuk kemudian dikaji sebagai kemampuan adsorpsi adsorben terhadap penurunan kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada CPO. Selain itu, dilakukan pula uji kadar asam lemak bebas sebelum dan sesudah proses adsorpsi, serta bilangan peroksida sebelum dan sesudah proses adsorpsi, untuk melihat sejauh mana kemampuan adsorben dari biji asam jawa yang diaktivasi ini untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada CPO.

2.8 ANALISA EKONOMI

Produksi adsorben dari biji asam jawa untuk pemurnian CPO akan meningkat seiring dengan meningkatnya produksi CPO dan produk turunannya. Biji asam jawa sebagai limbah industri pangan ini tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan karena kandungan bahan organiknya yang tinggi. Selain itu biji asam jawa ini memiliki nilai ekonomis yang rendah karena tidak dapat digunakan lagi dalam industri pengolahan makanan. Salah satu solusi untuk menangani produksi biji asam jawa yang terus meningkat adalah mengubahnya menjadi suatu produk yang lebih berharga dengan proses yang efektif dan efisien.

Salah satu produk dengan nilai tambah tinggi yang dapat dengan mudah dibuat dari biji asam jawa adalah dengan membuat adsorben dari biji asam jawa. Adsorben dari biji asam jawa banyak digunakan untuk pengolahan limbah cair. Produksi adsorben dari biji asam jawa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Memperkecil biji asam jawa dengan ukuran 140 mesh

2. Aktivasi biji asam jawa dengan asam nitrat (HNO3) 4 N dengan rasio

(26)

4. Pemanasan dalam oven pada suhu 130 oC selama 2 jam

Berikut merupakan rincian biaya pembuatan adsorben dari biji asam jawa dengan aktivasi menggunakan asam nitrat (HNO3) dengan rasio 1 : 2 yang telah

dilakukan selama penelitian dengan basis bahan baku biji asam jawa 1 ton.

Bahan baku utama dalam pembuatan adsorben adalah biji asam jawa dan asam nitrat (HNO3) 4 N, biji asam jawa diperoleh dari pabrik pengolahan buah

asam jawa dan sebaiknya lokasi pembuatan adsorben dari biji asam jawa berada dekat dengan pabrik pengolahan buah asam jawa sehingga proses pengangkutan akan lebih ekonomis. Dari 1 ton biji asam jawa yang sudah dihaluskan dengan rasio asam nitrat 4 N (b:v) 1:2, maka asam nitrat 4 N yang dibutuhkan adalah sebanyak 2.000 liter. Aktivator yang digunakan adalah asam nitrat industrial grade dengan kemurnian 70%, densitas 1,413 gram/cm3, dengan konsentrasi 15,7 N, sehingga untuk asam nitrat dengan 4 N sebanyak 2000 liter, dibutuhkan asam nitrat 70% sebanyak:

V1.N1 = V2.N2

V1 = (V2.N2)/N1

V1 = (2000 liter.4N)/15,7N

V1 = 509,55 liter

Untuk pembuatan adsorben dari biji asam jawa sebanyak 1 ton dengan aktivator asam nitrat 4N diperlukan asam nitrat 70% sebanyak 509,55 liter yang dilarutkan dengan aquadest hingga 2000 liter.

(27)

Pada proses degumming dan bleaching CPO konvensional, degumming agent yang digunakan adalah asam fosfat (H3PO4) 85% dengan harga pasaran Rp

10.000,00/Kg dengan dosis 0,1% dari berat CPO. Bleaching earth yang umumnya digunakan adalah Tonsil dengan harga pasaran Rp 4.200,00/Kg, Taiko dengan harga pasaran Rp 3.600,00/Kg, dan Bentonit dengan harga pasaran Rp 5.640,00/Kg dengan dosis 1% dari berat CPO [5].

Setelah dilihat harga dari degumming agent dan bleaching earth konvensional dengan analisa biaya bahan baku adsorben biji asam jawa, maka pembuatan adsorben dari biji asam jawa yang diaktivasi dengan menggunakan asam nitrat 4 N dengan rasio 1 : 2 untuk proses degumming dan bleaching CPO yang lebih ekonomis layak untuk dipertimbangkan.

Adapun keuntungan penggunaan adsorben dari biji asam jawa dalam proses degumming dan bleaching CPO antara lain:

1. Mengurangi pencemaran terhadap lingkungan.

2. Proses degumming dan bleaching CPO dapat dilakukan dalam 1 tahap pemurnian sehingga proses lebih ekonomis.

Gambar

Gambar 2.1 Biji Asam Jawa [34]
Gambar 2.2 Penampang Melintang Buah Kelapa Sawit [5]
Tabel 2.3 Komposisi Umum Minyak Sawit Kasar (CPO) [48]
Tabel 2.7 Standar Mutu CPO dan RBDP Olein menurut SNI [57, 58]
+2

Referensi

Dokumen terkait

Apabila kita mendapat tunai yang lebih, kita dapat membeli hartanah yang baru, bukan hanya fikir untuk mengurangkan baki pinjaman atau memendekkan tempoh pinjaman tetapi

Namun bila pada pasien telah terjadi komplikasi, adanya penyakit kronis lain yang sulit dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang seluruhnya membutuhkan penanganan lebih

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dan upaya-upaya yang dilakukan

11 Tahun 2002 di Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh, kegiatan yang di lakukan WH untuk mensosialisasikan pentingnya menutup aurat kepada Muslimah untuk mengetahui

[r]

r tabel pada taraf signifikan. Berarti dalam hal ini terdapat hubungan antara power otot lengan dengan hasil tolak peluru, dengan demikian semakin bagus power otot

Hasil penelitian ini ialah Insentif dan disiplin secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Timur

Bahwa oleh karena Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga FB LMP tersebut adalah merupakan satu-satunya Konstitusi Organisasi FB LMP, yang wajib menjadi pijakan hukum