• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tata Cara Tradisi Sangjit Pada Suku Hokkian Di Kota Medan 程序传统彩礼上氏族福建在城里棉兰 (Chéngxù Chuántǒng Cǎilǐ Shàng Shìzú Fújiàn Zài Chéng Lǐ Mián Lán)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Menurut Bahri (2008:30) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili

sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu

mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek

ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang

dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan

dalam bentuk suatu kata.

Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan

variable-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris (koentjaraningrat

1991: 21).

Oleh karena itu konsep dari penelitian ini adalah mengenai:

2.1.1 Tradisi

Berdasarkan kepada keperdayaan terhadap nenek moyang dan leluhar yang

mendahului. Tradisi berasal dari kata “traditium” pada dasarnya berarti segala sesuatu yang

di warisi dari masa lalu. Tradisi merupakan hasil cipta dan karya manusia objek material,

kepercayaan, khayalan, kejadian, atau lembaga yang di wariskan dari sesuatu generasi ke

(2)

Sesuatu yang di wariskan tidak berarti harus diterima, dihargai, diasimilasi atau disimpan

sampai mati. Bagi para pewaris setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat sebagai “ tradisi

”. tradisi yang diterima akan menjadi unsur yang hidup didalam kehidupan para

pendukungnya. Ia menjadi bagian dari masa lalu yang di pertahankan sampai sekarang dan

mempunyai kedudukan yang sama dengan inovasi- inovasi baru. Tradisi merupakan suatu

gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan

dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi yang telah membudaya

akan menjadi sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi atau

kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan

untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya

dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar

dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis

maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Selain itu, tradisi juga

dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang secara

otomatis akan mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota

masyarakat itu. ( www. Wordpress.com/pengertiantradisi)

2.1.2 Tradisi Sangjit

Sangjit adalah salah satu prosesi pernikahan dalam budaya Tionghoa. Sangjit dalam

bahasa Indonesia berarti proses seserahan atau proses kelanjutan lamaran dari pihak

(3)

dengan membawa “persembahan” ke pihak mempelai wanita. Acara sangjit dilakukan

setelah prosesi lamaran dan sebelum prosesi pernikahan biasanya antara 1 bulan atau 1

minggu sebelum acara pernikahan secara resmi. Waktu pelaksanaan prosesi sangjit

umumnya berlangsung pada siang hari, antara pukul 11.00-13.00 WIB.

Berikut beberapa barang seserahan pernikahan dalam adat Tionghoa,

Gambar 01.barang-barang seserahan (sangjit)

Sumber: www.sangjit.com

(1) Uang susu atau ang pao dan uang pesta. Keduanya dimasukkan dalam

amplop merah. Umumnya pihak mempelai wanita akan mengambil seluruh uang susu yang

diberikan sebagai tanda terima kasih calon pengantin pria kepada orang tua yang telah

(4)

diambil sebagian, sisanya dikembalikan ke pihak mempelai pria. Apabila pihak wanita

mengambil semua uang pesta, artinya pesta pernikahan nantinya akan dibiayai seluruhnya

oleh pihak wanita, (2) pakaian atau kain untuk calon mempelai wanita yang bermakna

bahwa calon mempelai pria akan memenuhi seluruh kebutuhan sandang calon mempelai

wanita di masa mendatang. (3) 3 nampan masing-masing berisi 18 buah (apel, jeruk, pir

atau buah lainnya yang manis) bermakna sebagai tanda kedamaian, kesejahteraan dan

rejeki. Pihak mempelai wanita mengambil sebagian saja dan sisanya dikembalikan.

(4) 2 pasang lilin besar berwarna merah yang diikat dengan pita merah sebagai tanda

perlindungan untuk menghindari pengaruh negative. Umumnya lilin bergambar naga dan

burung hong. Pihak mempelai wanita mengambil sepasang lilin tersebut. (5) 1 pasang kaki

babi atau dapat diganti dengan makanan kalengan serta 6 kaleng kacang polong. Pihak

mempelai wanita mengambil sebagian saja, (6) 1 nampan berisi 18 potong kue mangkok

warna merah yang melambangkan keberuntungan dan kelimpahan. Pihak mempelai wanita

mengambil sebagian. (7) 1 nampan berisi 2 botol arak atau sampanye. Pihak mempelai

wanita mengambil seluruh botol tersebut dan menukarnya dengan 2 botol sirup merah yang

di kembalikan ke pihak mempelai pria.

Pada akhir kunjungan, barang-barang seserahan yang telah diambil sebagian

diserahkan kembali pada para pembawa seserahan. Dan sebagai balasannya, keluarga

wanita pun memberikan seserahan pada keluarga pria berupa manisan (seperti

(5)

wanita juga memberikan ang pao ke setiap pembawa seserahan yang biasanya terdiri dari

para gadis/pemuda yang belum menikah tersebut (ang pao diberikan dengan harapan agar

enteng jodoh). Jumlahnya sekitar Rp. 20.000 – Rp.40.000,- tidak boleh lebih atau kurang,

arti dari memberikan ang pao adalah memberikan kemakmuran kepada keluarga.

2.1.3 Etnis Hokkian

Orang Hokkian (Hanzi: 福建人, pinyin: fujian ren) adalah penduduk yang berasal

dari provinsi Fujian yang terletak di bagian tenggara-selatan China. Banyak orang Hokkian

menjadi perantau dan tinggal di berbagai negara, terutama di Asia Tenggara. Orang

Hokkian juga dikenal dengan sebutan orang Minnan (閩南) atau orang Hok-lo (福佬). Suku

Hokkian merupakan salah satu mayoritas populasi orang Tionghoa di Indonesia.Bahasa

Hokkian (Hanzi 闽南语, pinyin minnan yu) yang dikenal sebenarnya adalah dialek Minnan

Selatan (Min-nan) yang merupakan bagian dari bahasa Han. Dialek ini terutama digunakan

secara luas di provinsi Fujian (Hokkian), Taiwan, bagian utara propinsi Guangdong, dan di

Asia Tenggara, di mana konsentrasi Tionghoa perantauan adalah mayoritas berasal dari

provinsi Fujian. Jumlah penutur bahasa Hokkian sendiri diperkirakan berjumlah 50 juta

orang di seluruh dunia. Orang Hokkien di Indonesia sendiri terkonsentrasi di daerah

Sumatera Utara, Riau (Pekan Baru), Sumatera Barat (Padang), Jambi, Sumatera Selatan

(Palembang), Bengkulu, Jawa, Bali, Kalimantan (Banjarmasin, Kutai), Sulawesi (Makassar,

(6)

2.1.4 Tradisi Sangjit Pada Etnis Hokkian Di Kota Medan

Seringkali, ritual pernikahan mempunyai sedikit perbedaan pada setiap suku.

Seperti halnya Indonesia yang mempunyai banyak suku, China pun mempunyai asal leluhur

yang berbeda-beda. Secara garis besar, isi hantaran para pengantin China biasanya sama.

setiap hantaran seserahan, tidak peduli apapun sukunya, wajib menyertakan beberapa

batang lilin berukir naga dan burung phoenix, yang merupakan symbol keharmonisan

dalam rumah tangga. Sedangkan isi hantaran lain mengikuti peraturan tradisional suku

masing-masing. Selain lilin naga dan burung phoenix tadi, ada beberapa item yang harus

disediakan calon mempelai pria dalam jumlah yang sudah ditentukan seperti pakaian untuk

mempelai wanita, kaki babi atau olahan daging babi yang berbentuk olahan kaleng, arak,

buah-buahan.

Isi hantaran yang harus mempunyai ketetapan jumlah tersebut diantaranya adalah 12

butir buah jeruk, 12 atau 18 butir apel, beberapa butir kurma merah, kaki-kaki babi 6 buah.

Dao Mi atau padi yang masih utuh lengkap dengan batang dan daunnya, buah pisang dan

biji kacang hijau, kacang merah, kacang hitam, kacang kuning,. kacang-kacangan ini harus

ditanam 12 hari setelah upacara seserahan ini. Kacang-kacangan ini melambangkan

kemakmuran, kemajuan, dan pengabdian keluarga baru tersebut. Setelah item-item tersebut

terpenuhi, pihak pengantin peria juga harus menyertakan Pin Jin, atau yang harga

(7)

sang mempelai wanita, yang pada dasarnya uang tersebut hanya diambil sebagian saja dan

tidak di tentukan jumlahnya.

2.2 Landasan Teori :

Landasan teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang penulis

gunakan adalah teori upacara dan teori Struktural Fungsional. Teori Struktural Fungsional

digunakan untuk mengkaji sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi

yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang

saling berhubungan.. sedangkan teori upacara digunakan untuk mendeskripsikan upacara

tradisi sangjit tersebut. Dimulai dari tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan alat

upacara dan orang yang melakukan upacara dan memimpin upacara. Namun untuk

memperjelas pemahaman konseptual, maka kedua teori ini penulis uraikan sebagai berikut.

2.2.1 Teori Struktural Fungsional.

Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu pengalaman. Tapi teori hanya ada

pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan

(Koentjaraningrat, 1973: 10). Teori adalah pendapat yg didasarkan pada penelitian dan

penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.

Untuk melihat fungsi makna tradisi Sangjit pada suku Hokkian penulis

menggunakan teori Struktural fungsional. Teori Struktural Fungsionalisme adalah sebuah

sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan

(8)

Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari

elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi. Sebuah analogi umum

yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai

"organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan" secara wajar. Dalam arti paling

mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan

setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil

dan kohesif." Bagi Talcott Parsons, "fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu

tahap tertentu dalam pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah mazhab

pemikiran

2.2.2 Teori Upacara

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas

permasalahan. Untuk itu penulis mencoba mengambil beberapa teori yang di anggap perlu

sebagi refrensi atau acuan dalam penulisan skripsi ini. Untuk mendeskripsikan upacara

perkawinan pada penelitian ini penulis menggunakan teori koentjaraningrat (1981 :241)

yang menyatakan setiap upacara keagamaan dapat dibagi dalam empat komponen yaitu:

1. Tempat upacara

2. Saat upacara

3. Benda-benda dan alat upacra, dan

(9)

2.3 Tinjauan Pustaka :

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1731) tinjauan adalah hasil meninjau,

pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dsb). Sedangkan pustaka adalah

kitab, buku, Primbon (KBBI,2008:1253) Dalam menyelesaikan penelitian ini dibutuhkan

keputusan yang relevan karena hasil dari satu karya ilmiah harus bisa dipertanggung

jawabkan dan harus memiliki data-data yang kuat dan memiliki hubungan dengan yang di

teliti.

1. Habibul Ummi, Sistem Upacara Adat Perkawinan Suku Hokkian Di Kota Medan

(2011) skripsi ini menuliskan tentang bagaimana sistem upacara adat perkawinan suku

Hokkian di Medan, skripsi ini juga menjelaskan tentang undangan perkawinan etnis

Hokkian, ucapan terimakasih perkawinan, tata cara pelaksanaan perkawinan sampai dengan

acara lamaran. Skripsi diatas menjadi refrensi bagi penulis untuk menjadi bahan

perbandingan di skripsi ini, perbandingannya dengan skripsi ini adalah skripsi diatas

menjelaskan tentang bagaimana sistem upacara adat perkawinan suku Hokkian di kota

Medan dan tata cara pelaksanaan perkawinan sampai dengan acara lamaran. Sedangkan

skripsi ini menjelaskan tata cara tradisi sangjit nya saja yang meliputi jenis-jenis

hantarannya dan makna dari setiap hantaran yang diberikan ke pada mempelai wanita

secara spesifik dan benar.

2. Dra. Lucia Herlinda Tansil (1985) dalam penelitian karya ilmia yang berjudul “Sistem

(10)

kekerabatan etnis Tionghoa dengan menggunakan teori kebudayaan. Penelitian karya

ilmiah ini sangat membantu penulis dalam menemukan bahan atau refrensi tentang

kekerabatan etnik Tionghoa dan fungsi kekerabatan dalam pelaksanaan tradisi sangjit.

3. Rafika Ayu, jurnal (2010) Makna Mahar (jeulamee) Dalam Penghargaan Keluarga Istri

Pada Sistem Perkawinan Suku Aceh, Jurnal ini menjelaskan dalm adat perkawinan pada

masyarakat aceh harus melalui tahap pemberian mahar yang dilakukan melalui pihak

keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan bagi perempuan aceh, mahar sebuah harga

diri yang dimiliki serta mertua laki-laki wajib pemberian mahar tersebut pada kaum

perempuan. (didalam perkawinan Etnik Hokkian, mahar juga merupakan satu bagian yang

sangat dan amat penting didalam perkawinan karena untuk melamar gadis Hokkian harus di

sediakan mahar). Jadi dari Jurnal tersebut dapat membantu penulis untuk menjadikan

sebagai perbandingan dan menjadi refrensi penulis.

Dari jurnal dan skripsi di atas, penulis jadikan sebagai refrensi di skripsi ini agar

tidak terjadi kesaman. Adapun perbedaan dengan skripsi ini adalah penulis hanya fokus

meneliti kepada upacara tradisi sangjit saja yang mana di antaranya terdapat bagaimana tata

cara sangjit yang benar, barang-barang seserahan sangjit dan makna dari setiap barang

yang di serahkan kepada pihak mempelai wanita, sedangkan dari makalah dan skripsi di

Gambar

Gambar 01.barang-barang seserahan (sangjit)

Referensi

Dokumen terkait