BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Singkong (Manihot utilissima P.)
2.1.1 Klasifikasi tanaman
Singkong atau ketela pohon merupakan tanaman yang berasal dari Amerika, memiliki nama lain ubi kayu, singkong, kasepe dalam bahasa inggris adalah cassava. Singkong termasuk famili Euphorbiaceae yang umbinya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan daunnya dikonsumsi sebagai sayuran. Umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata 2-3 cm dan panjang 50-80 cm tergantung dari varietas singkong yang ditanam. Umbinya berwarna putih kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan disimpan lama walau di dalam lemari pendingin. Gejala kerusakan di tandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuk asam sianida (HCN) yang bersifat racun bagi manusia (Lidiasari, 2006).
Menurut Rukmana (2002), klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Klass : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
2.1.2 Kandungan kimia
Singkong segar mempunyai komposisi kimia terdiri dari kadar air 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar lemak 0,5% dan kadar abu 1%, karena merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Badan penelitian dan pengembangan pertanian, 2011).
2.2 Uraian Pati
Pati adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud serbuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan cadangan makanan dalam jangka panjang. Banyaknya kandungan pati pada tanaman tergantung pada asal pati tersebut, misalnya pati yang berasal dari biji beras mengandung pati 50-60% (Winarno, 1986).
Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteritik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi, selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).
Secara mikroskopik pati singkong berupa butir tunggal dan jarang berkelompok, agak bulat atau persegi banyak, berbentuk topi baja, butir kecil berdiameter 5
sampai 10 m, butir besar berdiameter 20-35 m. Hilus ditengah berupa titik,
garis lurus atau bercabang tiga, lamela tidak jelas (Ditjen, POM., 1979).
2.3 Modifikasi Pati
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia atau dengan merusak struktur asalnya (Fleche, 1985).
2.3.1 Modifikasi pati dengan cara fisika (pragelatinasi)
Amilum pregelatinasi merupakan modifikasi dengan proses merubah struktur amilum baik secara fisika maupun mekanik dengan memecahkan semua atau bagian dari granul-granul dengan adanya air, kemudian amilum-amilum itu segera dikeringkan. Jika suatu sistem pati dan air berangsur-angsur dipanaskan dari suhu rendah sampai dengan suhu 60°C, maka yang pertama granul pati akan menyerap air, sehingga granula membengkak dan selanjutnya granul pati akan mengembung membentuk suatu massa yang seperti pasta kental (Varro, dkk., 1988).
2.3.2 Modifikasi pati dengan cara kimia
Modifikasi Pati secara kimia melibatkan sejumlah bahan kimia ke dalam pati. Bahan kimia yang ditambahkan dapat berupa asam, basa, garam, maupun unsur halogen. Berikut ini adalah beberapa modifikasi pati secara kimia:
1. Degradasi dengan asam atau basa. Merupakan reaksi pemecahan pati menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana seperti glukosa, maltosa dan dextrin. Bahan kimia yang ditambahkan berupa asam karboksilat, garam dari asam kuat maupun asam lemah.
2. Reduksi dan Oksidasi merupakan proses modifikasi pati menjadi alkohol, pemanis untuk pengidap diabetes. Hasil dari modifikasi ini adalah sorbitol dan manitol. Reaksi reduksi biasanya melibatkan hidrogen dari katalis Raney-Nickel.
dehidrasi dan membentuk anhidrida. Kemudian sitrat anhidrida dapat bereaksi dengan pati dan menghasilkan pati sitrat.
4. Asetilasi yaitu pati termodifikasi yang diperoleh dari mereaksikan pati dengan gugus hidroksil sehingga menghasilkan hemiacetal dan aldehid. Pati cross-linking terbentuk dengan dialdehid. Reaksi asetilasi merupakan reaksi reversible, karena itu gugus asetal tidak stabil selama penyimpanan dan membebaskan asetil aldehid (Johnson, 1979).
2.4 Isoniazid
2.4.1 Tinjauan Umum
Rumus bangun :
Gambar 2.1 Rumus bangun isoniazid
Rumus molekul : C6H7N3O Berat molekul : 137,14
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, perlahan lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam kloroform dan dalam eter (Ditjen, POM., 1995).
2.4.2 Farmakologi
dalam makrofag maupun di luar sel (ekstraselular). Obat ini praktis tidak aktif terhadap bakteri lain. Mekanisme kerjanya berdasarkan terganggunya sintesa
mycolic acid, yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri (Tan dan
Rahardja, 2007).
2.5 Asam Sitrat
2.5 1 Tinjauan Umum
Rumus bangun : CH2(COOH)C(OH)(COOH)CH2COOH. H2O Rumus molekul : C6H8O7.H2O
Nama kimia : asam 2-hidroksipropana-1,2,3-trikarboksilat Berat molekul : 210,14
Kandungan : Tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% C6H8O7.H2O.
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih; tidak berbau; rasa sangat asam; agak higroskopik; merapuh dalam udara kering atau panas
Kelarutan :Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam1,5 bagian etanol (95%) P; sukar larut dalam eter P (Ditjen POM., 1979).
2.6 Sediaan Tablet
2.6.1 Uraian tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Ditjen, POM., 1995).
Untuk mendapatkan tablet yang baik, maka bahan pengisi yang akan dikempa menjadi tablet harus memenuhi sifat- sifat berikut:
a. Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong alir ke dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak akan memiliki variasi.
b. Kompatibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan tablet yang keras.
c. Mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan mudah lepas dan tidak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet halus dan licin (Sheth, et al., 1980).
2.6.2 Metode pembuatan tablet
Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung.
a. Granulasi Basah
diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994).
b. Granulasi Kering
Metode ini digunakan pada keadaan dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya (Lachman, dkk., 1994).
Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slugged atau dikompresi menjadi tablet yang lebar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin ditambahkan dan tablet dikempa (Ansel, 1989).
c. Cetak Langsung
Beberapa bahan obat seperti kalium klorida, kalium iodida, amonium klorida dan metenamin bersifat mudah mengalir, sifat kohesifnya juga memungkinkan untuk langsung dikompresi tanpa memerlukan granulasi (Ansel, 1989).
2.6.3 Komposisi tablet
Tablet oral umumnya di samping zat aktif mengandung, pengisi, pengikat, penghancur dan pelincir. Tablet tertentu mungkin memerlukan pemacu aliran, zat warna, zat perasa, dan pemanis (Lachman, dkk., 1994).
dan bahan-bahan lainnya (Ansel, 1989). a. Pengisi
Digunakan agar tablet memiliki ukuran dan massa yang dibutuhkan. Sifatnya harus netral secara kimia dan fisiologis, selain itu juga dapat dicernakan dengan baik (Voigt, 1995). Bahan-bahan pengisi yaitu: laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, amilum, bolus alba, kalsium sulfat, natrium sulfat, natrium klorida, magnesium karbonat (Soekemi, dkk., 1987).
b. Pengikat
Untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet, juga untuk menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir granulat (Voigt, 1994). Pengikat yang umum digunakan yaitu: amilum, gelatin, glukosa, gom arab, natrium alginat, karboksi metil selulosa, polivinilpirolidon dan veegum (Soekemi, dkk., 1987).
c. Penghancur
Untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi (Lachman, dkk., 1994). Bahan yang digunakan sebagai pengembang yaitu: amilum, gom, derivat selulosa, alginat, dan clays (Soekemi, dkk., 1987).
d. Pelicin
2.6.4 Teori tentang hancurnya tablet
a. Pengembangan (Swelling)
Air merembes kedalam tablet melalui celah antar partikel atau jembatan hidrofil yang terbentuk. Dengan adanya air maka bahan penghancur akan mengembang dimulai dari bagian lokal lalu meluas keseluruh bagian tablet. Akibat pengembangan bahan penghancur menyebabkan tablet pecah dan hancur (Voight, 1994).
b. Porositas dan gaya kapilaritas
Efektivitas bahan penghancur yang tidak dapat mengembang, diyakini berlangsung melalui aksi porositas dan kapiler. Porositas dianggap sebagai jalan masuk atau penetrasi cairan masuk ke dalam tablet. Partikel-partikel bahan pengancur yang umumnya memiliki sifat kohesivitas dan kompresibilitas rendah, dapat meningkatkan porositas dan menyediakan jalan penetrasi cairan ke dalam tablet. Cairan akan ditarik masuk ke jalan penetrasi ini melalui aksi kapiler dan akan menghilangkan ikatan antara partikel yang dapat menyebabkan tablet hancur (Hadisoewignyo, 2013).
c. Deformasi (perubahan bentuk)
Pada saat pengempaan tablet, partikel/granul yang mengalami penekanan proses pencetakan akan berubah bentuknya. Apabila tablet terkena air maka partikel yang membentuk akan kembali ke bentuk semula sebelum tekanan diberikan. Akibat dari perubahan bentuk, maka partikel/granul penyusun tablet akan berdesakan dan tablet akan hancur (Voight, 1995).
2.6.5 Uji preformulasi
sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap.
Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika tidak maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Cartensen, 1977).
Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut, kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, semakin kecil sudut diam, semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1995). Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah serbuk atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur keatas dan kebawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap kurang dari 20% (Cartensen, 1977).
2.6.6 Evaluasi tablet
a. Kekerasan tablet
Faktor – faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan pada saat pentabletan, sifat bahan yang dikempa, jumlah serta jenis bahan obat yang ditambahkan saat pentabletan akan meningkatkan kekerasan tablet (Ansel, 1981). b. Kerapuhan tablet ( friabilitas)
Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan dan goncangan, besaran yang dipakai adalah % bobot yang hilang selama pengujian dengan alat friabilator. Faktor-faktor ysng mempengaruhi kerapuhan antara lain banyaknya kandungan serbuk (fines), kerapuhan di atas 1% menunjukkan tablet yang rapuh dan dianggap kurang baik (Lachman, 1994).
c. Waktu hancur tablet
Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa alat pengujian. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika kimia granul dan kekerasan tablet, kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15 menit (Lachman, 1994).
d. Kadar zat berkhasiat
Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet harus dipantau pada setiap tablet atau batch, begitu juga kemampuan tablet untuk melepaskan zat atau obat yang dibutuhkan harus diketahui (Lachman, dkk., 1994).
e. Keseragaman sediaan
Menurut (Ditjen, POM., 1995) keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan dua cara, yaitu :
1. Keragaman bobot, dilakukan terhadap tablet yang 50% bahan aktifnya lebih besar atau sama dengan 50 mg.
2. Keseragaman kandungan, dilakukan terhadap tablet yang 50% bahan aktifnya kurang dari 50 mg.
f. Disolusi
Disolusi adalah proses melarutnya suatu obat (Ansel, 1989). Saat sekarang ini disolusi dipandang sebagai salah satu uji pengawasan mutu yang paling penting dilakukan pada sediaan farmasi. Pada uji disolusi dapat diketahui bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Cepatnya obat atau tablet melarut menentukan kadar bahan berkhasiat terlepas didalam tubuh. Karena itu laju larut berhubungan langsung dengan kemanjuran dari tablet dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula (Lachman, 1994).
2.7 Spektrofotometri
2.7.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet
Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan (adsorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 - 400 nm. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultra violet tergantung pada struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).
2.7.2 Spektrofotometri sinar inframerah
Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk: 1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik
2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya.
Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5 - 50 �m atau bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi
(Dachriyanus, 2004). Jenis absorpsi energi yang lain, molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat energi