• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Teks Multimodal Tangis Berru Sijahe Dalam Masyarakat Pakpak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Teks Multimodal Tangis Berru Sijahe Dalam Masyarakat Pakpak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjaun Pustaka

2.1.1 Kajian-Kajian Relevan

Kajian multimodal merupakan kajian baru yang masih jarang diteliti di

Indonesia. Walaupun masih jarang diteliti, sudah ada beberapa penelitian yang

mengkaji multimodal ini. Beberapa penelitian telah dilakukan oleh Nasution

(2010) dalam tesis yang berjudul “Konstruksi Tekstual Gender Dalam teks Iklan

Cetak: Analisis Multimodal Terhadap Teks Iklan Cetak”. Dalam penelitian

tersebut disimpulkan bahwa teks verbal dan teks visual dalam suatu teks iklan

cetak menkonstruksi citra gender melalui berbagai komponen metafungsi yang

membentuknya.

Melalui deskripsi dan analisis data temuan menyimpulkan bahwa ideologi

yang mendasari pencitraan gender dalam teks iklan cetak, yaitu (1) ideologi seksis

yang memandang laki-laki lebih tinggi derajatnya dari perempuan dan (2) ideologi

yang memandang adanya persamaan peran-peran gender antara laki-laki dan

perempuan. Penelitian Nasution ini memberikan kontribusi bagi penelitian ini dari

perspektif teori dan metode analisis.

Teori dan metode analisis multimodal menerapkan bahwa teks visual dan

teks verbal dapat dikaji secara metafungsi bahasa. Keduan penelitian ini

melakukan analisis metafungsi yang mencakup komponen ideasional, komponen

interpersonal, dan komponen tekstual. Perbedaannya adalah data yang digunakan

(2)

sedangkan penelitian ini mengambil data teks budaya, yaitu teks tradisi tangis

berru sijahe yang terdapat pada masyarakat Pakpak.

Pujadiharja (2013) menghasilkan penelitian “Kajian Multimodal Teks

Tubuh Perempuan Dalam Film Dokumenter Nona Nyonya? Karya Lucky

Kuswandi”. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap film ini,

disimpulkan bahwa film dokumenter Nona Nyonya? tidak dapat dipisahkan dari

interpretasi kreatif dan ideologi sang pembuat film. Selain itu film Nona Nyonya?

Belum merepresentasikan aktualita wacana tubuh perempuan di dalam realitas

sosial masyarakat Indonesia secara menyeluruh karena sifatnya yang memberikan

informasi secara terbatas.

Hermawan (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Multimodality:

Menafsir Verbal, membaca Gambar dan Memhami Teks” menyatakan pentingnya

teks multimodal karena dunia masa kini mengandalkan penguasaan dan

pemahaman untuk memahami pesan yang disampaikan teks harus dilakukan

secara menyeluruh. Temuan menunjukkan cara membaca gambar yang selama ini

dianggap tidak perlu menjadi penting dalam analisis multimodal karena dengan

manguasai dan memahami sarana komunikasi multimodal dapat mendeskripsikan

gambar, ilustrasi, lukisan, dan desain dengan baik tanpa harus bergantung pada

penjelasan para kurator lukisan, pembuat ilustrasi, atau designer. Kemampuan

untuk menggambarkan sebuah fenomena gambar memberikan kontribusi nyata

untuk perbaikan pemahaman pembaca atau penyaksi teks yang berasal dari

bermacam-macam teks social dalam masyarakat. Temuan penelitian Hermawan

ini memberikan kontribusi kepada penelitian dalam kaitannya dengan analisis

(3)

(tidak terpusat) yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi menggunakan

analisis multimodal.

Ayuwardhani (2009) dalam penelitian “Representasi Sepak Bola Dalam

Mice Cartoon Edisi Komentator Sepak Bola: Analisis Multimodalitas Terhadap

Komik Kartun”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa metafungsi representasi

yang mengkaji hubungan antara partisipan yang direpresentasi dalam gambar

naratif dan konseptual sebanyak 14 data. 1) Pemilihan struktur gambar narasi

menunjukkan bahwa tindakan, reaksi, dan keterangan dalam gambar dihubungkan

melalui vektor mata. Vektor tindakan melalui pergerakan tangan. 2) Pemilihan

struktur konseptual dalam Mice Cartoon dapat menunjukkan partisipan utama dan

atribut-atribut simbolis untuk menampilkan dirinya dalam gambar. Mice Cartoon

yang berjenis offer pictures yang berarti pengamatlah yang menentukan makna

keseluruhan gambar.

Dari perspektif komposisi gambar Mice Cartoon edisi komentator sepak

bola ini bersifat menyebar atau polarisasi yang tidak terpusat di tengah. Penelitian

Ayuwardhani memberikan kontribusi teoretis dan metodologis dari aspek analisis

metafungsi visual, yang paling dominan adalah aspek visual (warna).

Selanjutnya, Sinar (2013) dengan judul penelitian “Analisis Teks Iklan

Cetak: Suatu Perspektif Multimodal“ membahas metafungsi bahasa visual yang

mencakup; fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual berdasarkan

pada teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) Halliday (1985) dengan analisis

multimodal pada visual dari kedua teks iklan konsep Kress dan Van Leeuwen

(4)

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan feminimitas

perempuan divisualisasikan dengan bentuk yang cantik dan mempesona serta

seksi, kemudian maskulinitas laki-laki divisualisasikan dengan tampilan tubuh

yang kekar serta berotot. Sedangkan berdasarkan ideologi iklan cetak Marie dan

L-Men yang merepresentasikan feminimitas dan maskulinitas merupakan hasil

konstruksi sosial tradisi oleh masyarakat yang akhirnya mengakibatkan bias dalam

peran sosial perempuan yang berbeda dengan laki-laki berdasarkan bahasa iklan

cetak. Ungkapan klausa dalam iklan cetak sebagai teks dalam konteksnya

berpotensi melahirkan nilai dan tatanan sosial masyarakat.

2.1.2 Tangis Berru Sijahe

Tangis beru sijahe merupakan nyanyian ratapan seorang gadis yang akan

dipinang dan dinyanyikan menjelang pernikahannya. Nyanyian ini berisi tentang

ungkapan kesedihan karena harus berpisah dengan anggota keluarganya dengan

tujuan agar anggota keluarga yang mendengarkan merasa iba dan terharu

kemudian mereka akan memberikan nasehat-nasehat dan bantuan berupa materi

kepada si gadis yang akan menikah tersebut. Secara umum nyanyian ini banyak

menggunakan bahasa-bahasa simbolis yang mengandung makna-makna tertentu

sebagai gambaran dari sesuatu hal ataupun representasi dari situasi sosial

masyarakatan pemilik tradisi ini. Digarap dengan nuansa kesedihan (Pakpak: lolo

ate) yaitu mengutamakan pesan melalui teks. Namun dalam perkembangannya

beberapa tahun belakangan ini tangis beru si jahe bukan lagi disajikan untuk

upacara adat namun menjadi salah satu bentuk hiburan dan telah difestivalkan.

Tangis beru sijahe hanya dinyanyikan oleh perempuan. Tangis beru sijahe

(5)

kerabat terdekat dengan cara mendatangi rumah mereka masing-masing. Selain

itu, orang-orang yang didatangi oleh beru si jahe tersebut memberi makan (nakan

pengindo tangis) dimana tinggi rendahnya status sosial adat beru si jahe tersebut

ditentukan berdasarkan banyaknya jumlah materi yang nantinya akan dibawa

menuju tempat mertuanya. Semakin banyak materi yang diterima oleh beru si

jahe, maka akan semakin tinggi pula status sosial adatnya dihadapan keluarga

suaminya.

Teks dari tangis beru sijahe berisikan tentang kiasan dan perumpamaan

yang dinyanyikan pada umumnya kebalikan dari kenyataan karena si gadis merasa

bahwa seolah-olah orang tuanya sudah tidak perduli bahkan mencampakkan dia.

Selain itu dia nantinya tidak dapat merasakan kebahagiaan seperti apa yang

dirasakan selama ini di lingkungan keluarganya. Namun, pada zaman sekarang

ini, penggunaan tradisi ini telah mengalami pergerseran. Tangis Berru Sijahe telah

berubah menjadi kesenian yang difestivalkan pada acara-acara kesenian.

Pada pelaksanaan tradisi tangis berru sijahe ini, berru sijahe menggunakan

pakaian adat Pakpak lengkap dengan attributnya seperti tudung, ucang, borgot,

rabi munduk. Salah satu attribute yang paling penting adalah rabi muduk (parang)

yang sudah diisi dengan kekuatan mistik yang berguna untuk penjagaan berru

sijahe selama melaksanakan tradisi tangis berru sijahe. Selain itu, berru sijahe juga

ditemani oleh seorang sahabat selama melaksanakan tradisi tersebut. Jadi, berru

sijahe tidak boleh sendiri melangsungkan tradisi ini. Disamping itu, masyarakat

Pakpak masih mempercayai bahwa rabi munduk yang digunakan berru sijahe

mempunyai kekuatan mistik yang dipergunakan ketika menghadapai ancaman.

(6)

adalah waktu yang paling baik untuk memulai suatu pekerjaan yang dipercayai

oleh masyarakat Pakpak. (Mansehat Manik, Hasil Wawancara)

2.2 Landasan Teori

Merupakan kajian tentang teori yang menjelaskan setiap variable penelitian.

Dalam panelitian ini Linguistik Sistemik Fungsional (LSF), Metafungsi Bahasa,

dan Metafungsi Visual Multimodal merupakan variable penelitian yang harus

dijelaskan berdasarkan konsep dan teori yang digunakan sebagai pisau analisis

dalam penelitian ini.

2.2.1 Linguistik Sistemik Fungsional

Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) adalah salah satu aliran dalam

disiplin linguistik yang memperkenalkan suatu teori yang disebut dengan teori

sistemik melingkupi fungsi, system, makna, semiotika social dan konteks. Teori

sistemik bahasa memandang bahasa sebagai bagian dari fenomena sosial yang

berhubungan dengan konteks sosial pemakaian bahasa.

Bahasa sebagai fungsi berkaitan dengan penggunaan bahasa bagi interaksi

sosial. Bahasa diorganisir sedemikian rupa untuk melaksanakan suatu fungsi

interaksionis, yakni bagaimana ide-ide dalam wujud bahasa dapat dipahami oleh

pihak lain dalam suatu lingkungan sosial (Sinar, 2008:19).

Fungsi bahasa adalah untuk menciptakan makna, karena itu komponen

terpenting dari suatu bahasa adalah komponen-komponen yang fungsional dalam

menciptakan makna. Terdapat tiga komponen utama dalam menciptakan makna,

yakni komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional

(7)

Komponen interpersonal berhubungan dengan bagaimana bahasa

digunakan dalam interaksi sosial. Komponen tekstual berhubungan dengan

interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Sinar, 2008: 20).

Sebagai sistem, bahasa bersama-sama dengan sistem sosial lainnya bekerja

dalam menciptakan makna (Halliday dan Hasan, 1992: 5). Sistem makna bahasa

atau sistem semantik dipahami bukan semata-mata sebagai makna kata-kata,

tetapi merupakan sistem bahasa secara keseluruhan. Sistem semantik

menyediakan pilihan-pilihan semantik yang dapat digunakan oleh pemakai bahasa

dalam berinteraksi dengan pihak lain, di mana sistem semantik ini berhubungan

langsung dengan sistemsistem lainnya yang berada di sekitar ide interaksi tersebut

(Sinar, 2008: 19).

Sistem semantik diwujudkan melalui kata-kata dan tatabahasa dalam suatu

proses penyusunan ide dalam pikiran manusia. Dalam proses ini, kata-kata dan

tatabahasa berhubungan secara alamiah dengan makna yang dirujuknya yang

kemudian menghasilkan ujaran dan tulisan, sehingga proses interaksi dapat

berjalan (Sinar, 2008: 19).

Bahasa sebagai semiotika sosial adalah bahasa sebagai sistem makna

(Halliday dan Hasan, 1992: 4). Semiotika sosial melihat tanda dalam arti yang

lebih luas, yakni sebagai suatu sistem tanda yang merupakan bagian

tatanan-tatanan yang saling berhubungan sebagai pembawa makna dalam tradisi.

Sehingga, bahasa dalam semiotika sosial mendapatkan maknanya melalui

interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan sosial pula (Halliday

(8)

Bahasa sebagai semiotika sosial berhubungan dengan penggunaan bahasa

bersama-sama dengan sistem makna lainnya dalam menciptakan ketradisian

(Halliday dan Hasan, 1992: 5). Pengalaman-pengalaman manusia sebagai bagian

dari dimensi sosial merupakan awal dari munculnya gejala bahasa, oleh karena itu

penting untuk melihat bahasa dari sudut pandang dimensi sosial yang

melingkupinya.

Lingkungan sosial merupakan tempat terjadinya pertukaran makna. Oleh

sebab itu, proses pertukaran makna adalah sesuatu yang bersifat kontekstual,

artinya penggunaan bahasa sebagai alat interaksi sosial untuk menciptakan makna

dari sederetan sistem makna yang tersedia secara keseluruhan berhubungan

dengan konteks yang melatarbelakangi interaksi tersebut (Halliday dan Hasan,

1992: 6). Terdapat tiga konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa

dalam suatu proses interaksi, yakni konteks situasi, tradisi, dan ideologi (Sinar,

2008: 23-24).

2.2.2 Metafungsi Bahasa

Metafungsi bahasa oleh Halliday mempunyai tiga (3) komponen yaitu

ideasional, interpersonal, dan tekstual. Sumber ideasional berhubungan dengan

pemahaman dari pengalaman: apa yang telah terjadi, termasuk apa yang di

lakukan seseorang terhadap siapa, dimana, kapan, kenapa, dan bagaimana

hubungan logika terjadi antara satu dengan yang lainnya. Sumber interpersonal

membahas hubungan sosial: bagaimana masyarakat berinteraksi, termasuk

perasaan saling berbagi di antara mereka dan sumber tekstual membahas alir

(9)

termasuk interkoneksi antara aktivitas dan bahasa (tindakan, gambar, musik.dll)

(Sinar, 2012).

Sistem transitivitas, taksis, modus dan tema direalisasikan dalam

hubungan sistem fungsi ideasional, tekstual dan interpersonal. Fungsi ideasional

terdiri dari fungsi eksperensial dan logis direalisasikan oleh sistem klausa

transitivitas dan fungsi logis direalisasikan oleh sistem klausa kompleks yaitu

sistem taksis. Sementara itu fungsi tekstual direalisasikan dengan sistem

tema-rema dan fungsi interpersonal direalisasikan dengan sistem modus.

Setiap klausa mempunyai fungsi dan membawa arti yaitu fungsi atau

makna ideasional, fungsi atau makna interpersonal dan fungsi atau makna

tekstual.

Fungsi ideasional terbagi atas dua (2) fungsi yaitu eksperensial dan logis.

Fungsi eksperiensial terjadi pada tingkat klausa sebagai representasi

pengalaman-pengalaman manusia, baik realitas luaran maupun realitas dalaman diri manusia

itu sendiri, dan ini bermakna satu fungsi klausa adalah sebagai representasi

pengalaman dari dua realitas, yaitu realitas dari luaran dan dari dalaman

seseorang. Klausa transitivitas sebagai unit tata bahasa mempunyai tiga komponen

yaitu (1) proses, (2) partisipan, dan (3) sirkumstan. ‘Proses yang sedang terjadi’

terbagi dalam proses-proses yang bervariasi.

Halliday (1985, 1994) mengidentifikasi proses-proses realitas yang

terekam, dan secara linguistik dan tata bahasa mengklasifikasikan proses-proses

yang bervariasi ini ke dalam jenis-jenis proses, khasnya jenis proses dalam sistem

transitivitas bahasa Inggris. Di dalam bahasa ini proses dikategorikan ke dalam

(10)

mengklasifikasikan lagi ke dalam tiga proses tambahan, yakni (1) tingkah laku,

(2) verbal, dan (3) wujud (existential).

Dalam tatabahasa proses yang sedang terjadi mempunyai tiga komponen

yang terdiri dari (1) proses itu sendiri, menurut cirinya direalisasikan oleh satu

kata kerja atau frasa kata kerja (2) partisipan-partisipan di dalam proses, menurut

cirinya direalisasikan oleh kata benda atau frasa kata benda, dan (3)

sirkumstan-sirkumstan yang berkaitan dengan proses, khususnya direalisasikan oleh frase

ajektif atau frase preposisi.

Halliday, 1985, 1994 dalam Sinar, 2012 memperkenalkan komponen

fungsi sebagai makna di dalam hubungan semantik fungsional di antara

klausa-klausa yang membentuk logika bahasa alamiah direalisasikan oleh kompleksitas

klausa dalam sistem bahasa, yang terdiri dari semantik-logis dan

hubungan-hubungan ketergantungan (taksis).

Klausa kompleks adalah struktur yang terdiri atas dua atau lebih klausa

dihubungkan secara logika, atau suatu urutan proses–proses yang secara logika

dihubungkan.

Semantik logis dan hubungan ketergantungan antara klausa kompleks

diukur menurut jenis-jenis hubungan ketergantungan yang dikenal sebagai taksis,

terdiri dari hubungan parataksis dan hipotaksis. Di dalam sistem klausa parataksis

hubungan ketergantungan adalah hubungan antara dua klausa atau lebih yang

tidak saling bergantung satu sama lain atau mempunyai status yang setara.

Pada tingkat interpretasi gramatika dalam hal fungsi klausa, klausa

diorganisasikan sebagai sebuah kejadian interaktif yang membabitkan pembicara,

(11)

berfungsi sebagai klausa pertukaran, yang merepresentasikan hubungan peran

pertuturan. Apabila dua penutur menggunakan bahasa untuk berinteraksi, satu hal

yang dilakukan mereka adalah menjalin hubungan sosial di antara mereka. Disini

mereka mulai menyusun dua jenis peran atau fungsi pertuturan yang fundamental:

(1) memberi, dan (2) meminta Informasi (Halliday 1994 dalam Sinar, 2012).

Makna interpersonal bahasa (klausa) dalam fungsinya sebagai alat

pertukaran maklumat juga merepresentasikan hubungan peran-peran pertuturan

yang direalisasikan melaui sistem bahasa (klausa) modus. Sistem klausa

direpresentasikan melalui struktur moda klausa yang terdiri dari dua unsur utama:

(1) modus, dan (2) residu. Dalam hal ini, bahagian dari keseluruhan fungsional

yang terbabit di dalam pertukaran maklumat dinamakan struktur moda-residu.

Unsur modus dalam klausa bahasa Inggris terdiri dari sebuah subjek dan sebuah

finit, sedangkan unsur sebuah residu terdiri dari sebuah predikator, satu atau lebih

komplemen, dan beberapa jenis adjung yang berbeda. Diskusi lebih lengkap

mengenai makna interpersonal dapat anda lihat misalnya dalam Halliday

(1994:68-105).

Fungsi tekstual bahasa adalah sebuah interpretasi bahasa dalam fungsinya

sebagai pesan, yaitu berfungsi sebagai pembentuk-teks dalam bahasa atau

menunjuk cara sebuah teks diorganisir atau dibentuk. Hal ini diinterpretasikan

sebagai sebuah fungsi intrinsik kepada bahasa itu sendiri, dalam arti bahwa bahasa

berhubungkait dengan aspek situasional bahasa (teks). Dengan kata lain, titik

temu membuat bahasa (teks) relevan secara internal (di dalam strukturnya) dan

(12)

2.2.3 Kerangka Metafungsi Multimodal

Tata bahasa desain visual, seperti semua modus semiotik lain, memenuhi

tiga fungsi dalam metafungsi bahasa visual. Fungsi Ideasional (fungsi

eksperensial dan logical ), fungsi Interpersonal (memberlakukan interaksi sosial

sebagai hubungan sosial). Dan fungsi tekstual sebagai komposisi teks yang

mengikat koherensi dan kohesi.

Teks multimodal yang terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki

hubungan-hubungan logis dalam menyampaikan suatu makna.

Hubungan-hubungan ini dapat diketahui melalui adanya keterkaitan antara komponen

metafungsi dalam teks verbal dan teks visual. Liu Y dan O’Halloran (2009: 32),

merumuskan hubungan logis tersebut sebagai Inter-semiotic Logical Relations.

Kerangka konsep multimodal berbasis pada model komunikasi yang terdiri

atas tanda, makna dan peraturan-peraturan yang melekat pada tanda dan makna

tersebut (Kress:2001). Seperangkat tanda dan makna ini memberikan

penganalisisan untuk mengkonfigurasikan sarana komunikatif dalam analisis.

Sarana komunikatif artinya unit heuristic dengan menekankan pada tensi dan

kontradiksi antara sarana komunikatif yang menjadi representasi sebuah system

dan aksi-aksi social yang terlepas secaraa dinamis. Karena itu, ketika melakukan

interaksi sebagai unit hueristik unsur yang mengindikasi representasi sebuah

system dapat menggunakan teori-teori dan aksi secara teoritis.

Istilah Multimodal digunakan untuk merujuk pada cara orang

berkomunikasi dengan menggunakan sarana yang berbeda pada saat bersamaan

yang dapat didefinisikan sebagai penggunaan beberapa sarana semiotik dalam

(13)

dengan cara tertentu, sarana ini digabungkan untuk memperkuat, melengkapi, atau

berada dalam susunan tertentu (Kress and van Leeuwen, 2001:21).

Teks multimodal dibentuk oleh lebih dari satu sistem semiotik (Kress dan

van Leeuwen, 2006: 18) yang terdiri atas tulisan dan gambar. Melalui gambar

dapat merepresentasikan berbagai pengalaman-pengalaman sosial (Kress dan van

Leeuwen, 2006: 18).

Kress dan van Leeuwen (2006: 40-41) mengembangkan tiga komponen

metafungsi Halliday di atas untuk sistem semiotik dalam suatu teks multimodal.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, sistem semiotik dalam teks

multimodal berarti tidak secara khusus berhubungan dengan bahasa saja sebagai

sistem semiotik, tetapi juga sistem lain seperti visual. Ketiga metafungsi tersebut

dijelaskan sebagai berikut:

(1) Komponen Ideasional: setiap sistem semiotik memiliki kemampuan

untuk merepresentasikan aspek-aspek pengalaman dunia di luar sistem tanda baik

secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, sistem semiotik harus

mampu untuk merepresentasikan objek dan hubungannya dengan dunia di luar

system representasi tersebut. Dunia ini mungkin dan seringkali adalah sistem

tanda yang lain. Dalam hal ini, sistem semiotik memberikan pilihan-pilihan untuk

merepresentasikan objek dengan cara yang berbeda, dimana cara-cara ini dapat

saling berhubungan satu sama lain.

(2) Komponen interpersonal: setiap sistem semiotik harus mampu untuk

memproyeksikan hubungan-hubungan antara pencipta/produser yang menciptakan

tanda atau kompleks tanda dengan penerima/reproducer tanda tersebut. Oleh

(14)

diantara pencipta, pemirsa (yang menerima tanda), dan objek yang

direpresentasikan oleh tanda tersebut. Seperti halnya komponen metafungsi

ideasional, sistem semiotik menawarkan hubungan interpersonal yang berbeda,

beberapa diantaranya didukung oleh satu bentuk dari reperesentasi visual,

misalnya lukisan naturalistik dan diagram. Seseorang yang difoto mungkin

berbicara tentang sesuatu dengan cara melihat ke kamera. Hal ini merupakan

suatu proses interaksi antara orang yang difoto dengan orang-orang yang nantinya

melihat fotonya. Tetapi mungkin juga tidak ada interaksi dalam proses tersebut,

sehingga yang ada hanyalah ‘cermin’ bagi orang-orang yang melihat foto tersebut

sebagai bayangan diri mereka sendiri.

(3) Komponen tekstual: setiap sistem semiotik harus memiliki kemampuan

untuk membentuk teks, kompleks tanda yang saling melekat satu dengan yang

lain, baik secara internal maupun dengan konteks di dalamnya dan untuk apa

tanda-tanda tersebut diproduksi. Di sini tatabahasa visual juga menciptakan suatu

jarak dalam hal: pengaturan komposisi yang berbeda untuk merealisasikan makna

tekstual yang berbeda pula.

Dalam Reading Images (2006), Kress dan van Leeuwen memperkenalkan

realisasi atas ketiga metafungsi di atas untuk bahasa visual seperti yang terlihat

dalam Tabel 2 di bawah ini. Realisasi atas ketiga metafungsi ini kemudian

dijadikan sebagai kerangka kerja dalam menganalisis makna visual sebuah teks

(15)

Table 2.1 Realisasi Komponen Metafungsi Visual

No Komponen Metafungsi Realisasi

1 Eksperensial Struktur Naratif

2 Interpersonal Makna Interaktif

3 Tekstual Komposisi

4 Logical Struktur Analitik

(Sumber: Reading Images: Krees dan Van Leeuwen (2006))

Oleh karena itu, pendekatan analisis visual multimodal yang dipakai

adalah pendekatan analisis visual Kress dan Leeuwen (2006) untuk menjelaskan

aspek multimodal secara rinci.

Berdasarkan komponen metafungsi ideasional, metafungsi interpersonal,

dan komponen metafungsi tekstual kemudian analisis visual Kress dan Leeuwen.

Kajian dalam teks tangis berru sijahe.

Teks multimodal yang terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki

hubungan-hubungan logis dalam menyampaikan suatu makna.

Hubungan-hubungan ini dapat diketahui melalui adanya keterkaitan antara komponen

metafungsi dalam teks verbal dan teks visual.

Adapun tiga komponen metafungsi bahasa visual Kress dan Van Leeuwen

dalam buku Reading Images (2006) adalah sebagai berikut:

1. Komponen Ideasional

Participant I Process Partisipan II

Aktor Material Process Gol

Sayer Verbal Process Verbiage

Senser Mental Process Phenemenom

Carrier Relational Process Attribut

Existential Existential Process Cirkumtan

(16)

2. Komponen Interpersonal

2.1Hubungan (hubungan antara partisipan dengan khalayak)

2.1.2 Demand (ada hubungan antara partisipan dengan khalayak) 2.1.2 Offer (tidak ada hubungan antara partisipan dengan khalayak) 2.2Jarak (Jarak pengambilan gambar)

2.2.1 Intimate/personal (dekat dengan khalayak) 2.2.2 Social (tidak terlalu dekat dengan khalayak) 2.2.3 Impersonal (jauh dari khalayak)

2.3Sikap

2.3.1 Subjectivity 2.3.2 Objectivity

3. Komponen Tekstual

3.1Information Value (Nilai informasi) 3.1.1 Centred (terpusat)

3.1.2 Polarized (menyabar) 3.2Salience (Tonjolan)

3.2.1 Maximum salience 3.2.2 Minimum Salience 3.3Framing (Bingkai)

(17)

TEKS TANGIS BERRU SIJAHE

Metafungi Bahasa Halliday Metafungsi Visual Multimodal

Kress dan Van Leeuwen: 2006

Hubungan Logis Teks Verbal dan Teks Visual Bagan 2.1 Kerangka Kerja Penelitian

ANALISIS TEKS MULTIMODAL TANGIS BERRU SIJAHE

Metafungsi Ideasional:

Participant I Process

Aktor Material Process

Sayer Verbal Process

Senser Mental Process

Carrier Relational Process

Existential Existential Process

Behaver Behavioral Procee

Particpan II

1. Information Value: a. Centred b. Polarized

2. Salience

a. Maximum Salience b. Minimum Salience 3. Framing

a. Maximum Disconection b. Maximum Connection Metafungsi

Interpersonal:

1. Contact

a. Demand

b. Offer

2. Solience Distance a. Intimate/persona

Gambar

Table 2.1 Realisasi Komponen Metafungsi Visual

Referensi

Dokumen terkait

commit to user ¨··· Ýò Í·³¾±´ó-·³¾±´ ¼¿² л³¿µ²¿¿² Ù¿³¾¿®¿² Ò»¹¿¬·º ¼¿´¿³ л®´¿µ«¿². ¬»®¸¿¼¿° Ó«-´·³ ¼·

COMPREHENSIVE INCOME STATEMENTS DECEMBER 31 st , 2011 and 2010. Catatan

Oleh Team Unsm k.com.

Iklan yang t erm asuk jenis iklan penaw aran jasa adalah..... Pendidikan minim al D3 jurusan m

[r]

Sekolah tersebut sudah dikenal masyarakat sekitar namun belum memiliki fasilitas informasi agar lebih dikenal masyarakat lebih luas dan system pendaftranan nya pun masih

[r]

Meneladani nila-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan seharí-hari. - Mengidentifikasi nilai-nilai juang