• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Poster Iklan Layanan Masyarakat: Cegah Culture Shock di Kota Salatiga, Perkuat Komunikasi antar Budaya Mahasiswa UKSW Pendatang T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Poster Iklan Layanan Masyarakat: Cegah Culture Shock di Kota Salatiga, Perkuat Komunikasi antar Budaya Mahasiswa UKSW Pendatang T1 BAB II"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Culture Shock

Istilah culture shock sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Antropologis bernama Oberg (Samovar, Porter & McDaniel, 2010). Menurut Oberg (dalam Samovar, Porter & McDaniel, 2010) culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang muncul karena kehilangan semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial, termasuk di dalamnya cara-cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya bagaimana untuk memberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon.

(2)

11 Ward (2001) menyatakan terdapat 3 dimensi dalam culture shock yang disebut dengan ABC’s of culture shock yaitu:

a. Affective: dimensi ini mencakup perasaan dan emosi yang mana mungkin menjadi positif atau negatif. Individu digambarkan mengalami kebingungan dan merasa kewalahan karena datang ke lingkungan yang tidak familiar. Individu merasa bingung, cemas, disorientasi, curiga, bahkan sedih karena datang ke lingkungan yang tidak familiar.

b. Behavior: dimensi ini berhubungan dengan konsep pembelajaran budaya dan pengembangan keterampilan sosial. Individu mengalami kekeliruan aturan, kebiasaan dan asumsi-asumsi yang mengatur interaksi interpersonal mencakup komunikasi verbal dan nonverbal yang bervariasi di seluruh budaya. Pendatang asing yang kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan sosial yang relevan di budaya lokal akan mengalami kesulitan dalam memulai dan mempertahankan hubungan harmonis di lingkungan tersebut. Perilaku mereka yang tidak tepat secara budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat menyebabkan pelanggaran. Hal itu juga mungkin dapat membuat kehidupan personal dan profesional mereka kurang efektif. Dengan kata lain, individu yang tidak terampil secara budaya akan kurang mungkin mencapai tujuan mereka.

c. Cognitive: dimensi ini merupakan hasil keadaan dari affectively dan

(3)

12 Misalnya, ketika seseorang dari budaya yang mendominasikan pria menemukan diri mereka berada dalam masyarakat yang mengakui kesetaraan gender, maka dalam diri individu akan terjadi konflik antara dua posisi dalam kognisi baik pada pendatang asing maupun orang lokal yang mana akan mempengaruhi bagaimana mereka melihat diri mereka dan orang lain, dan apakah mereka akan mengubah pandangan mereka untuk menerima kesetaraan gender tersebut dan apakah salah satu pihak akan dipengaruhi untuk mengubah pandangan mereka sebagai akibat kontak budaya. Pandangan tersebut dapat berupa penafsiran secara fisik, hubungan interpersonal, institusional, peristiwa eksistensial dan spiritual sebagai manifestasi kebudayaan yang mana bervariasi di seluruh budaya.

2.2. Identitas Etnik

Identitas etnik adalah pemahaman individu akan siapa dirinya, adanya ikatan antara individu dan kelompok yang bersifat emosional, kepercayaan saat berada dalam kelompok, dan komitmen yang kuat terhadap kelompok serta bersama-sama melakukan adat-istiadat atau kebiasaan yang sama (Ali, Indrawati & Masykur, 2010). Isajiw (1999) menjelaskan bahwa identitas etnik meliputi dua aspek yaitu: Aspek internal identitas etnik merujuk pada citra (images), ide (ideas), sikap (attitudes), dan perasaan (feeling) yang kemudian dibagi dalam empat dimensi yaitu affective (afektif), Fiducial (kepercayaan), cognitive

(4)

13 etnik; keikutsertaan dalam jaringan kerja etnik tersebut seperti keluarga dan persahabatan; dan terlibat dalam institusi.

Konsekuensi dari identitas etnik adalah sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah semacam paham yang menganggap kebudayaan sendiri lebih baik daripada kebudayaan orang lain atau kelompok lain (Ali, Indrawati & Masykur, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa identitas etnik sebagai perasaan yang didasarkan pada kesamaan sejarah, budaya, nilai, dan ras mengarah pada bagaimana meletakkan individu-individu dalam kelompok sendiri, kemudian memandang kelompok sendiri berbeda dengan kelompok lain.

Perbedaan identitas etnik ini menyebabkan timbulnya jarak antara kelompok etnik satu dengan yang lain, karena masing-masing kelompok memandang kelompok etnik sendiri berbeda dengan kelompok etnik lain. Perbedaan tersebut dapat berkembang menjadi sikap etnosentrisme yaitu sikap yang menganggap kebudayaan sendiri lebih baik/ lebih superior daripada kebudayaan orang lain atau kelompok lain (Ali, Indrawati & Masykur, 2010). Hal tersebut dapat menghambat proses penyesuaian diri pada individu dalam lingkup daerah lainnya yang memiliki perbedaan budaya.

2.3. Komunikasi Antar Budaya

(5)

14 juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.

Semua tindakan komunikasi berasal dari konsep kebudayaan. Berlo (dalam Alo Liliweri, 2011) berasumsi bahwa kebudayaan mengajarkan kepada anggotanya untuk melaksanakan tindakan itu. Berarti kontribusi latar belakang kebudayaan sangat penting terhadap perilaku komunikasi seseorang termasuk memahami makna-makna yang dipersepsi terhadap tindakan komunikasi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2011).

Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa (dalam Liliweri, 2009) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya antara suku bangsa, etnik, ras dan kelas sosial. Samovar dan Porter (dalam Liliweri, 2009) menyatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi di antara produsen pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda.

(6)

15 Schramm (dalam Liliweri, 2011) mengemukakan, komunikasi antarbudaya yang benar-benar efektif harus memperhatikan empat syarat, yaitu:

1) Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia

2) Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang dikehendaki.

3) Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara bertindak.

4) Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain.

Menurut Barna & Ruben (dalam DeVito, 1996), hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya dibagi menjadi 5 yaitu :

1) Mengabaikan perbedaan antara anda dan kelompok yang secara kultural berbeda.

2) Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural yang berbeda. 3) Mengabaikan perbedaan dalam makna.

4) Melanggar adat kebiasaan kultural. 5) Menilai perbedaan secara negatif. 2.4. Iklan Layanan Masyarakat

(7)

16 masalah yang diiklanlan. Menurut Kasali (1992) iklan layanan masyarakat adalah suatu upaya untuk menggerakkan solidaritas masyarakat terhadap masalah yang mereka hadapi yakni kondisi yang bisa mengancam keserasian dan kehidupan umum yang bersifat non komersial. Dengan bertambahnya informasi, pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat maka kualitas kehidupan masyarakat juga akan ikut berpengaruh. Menurut Widyatama (2007:104) umumnya, materi pesan yang disampaikan dalam iklan jenis ini berupa informasi-informasi publik untuk menggugah masyarakat melakukan kebaikan yang bersifat normatif.

Menurut Kasali (1992) ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pembuatan iklan layanan masyarakat, kriteria tersebut adalah:

1. Non komersial,

2. Tidak bersifat keagamaan, 3. Non-politik,

4. Berwawasan nasional,

5. Diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat,

6. Diajukan oleh organisasi yang telah diakui atau diterima, 7. Dapat diiklankan,

(8)

17 2.5. Poster

Menurut Sastrosoediro (1998), kata "poster" adalah berasal dari kata "to post” yang memiliki arti menempelkan. Sebagai kata benda berarti post (surat).

Poster dapat diartikan tukang menempelkan surat pengumuman atau tempelan itu sendiri. Poster adalah media gambar yang memiliki sifat persuasif tinggi karena menampilkan suatu persoalan (tema) yang menimbulkan perasaan kuat terhadap khalayak, yaitu menyampaikan pertanyaan terhadap persoalan, bukan memberikan solusi atau jawaban, sehingga poster mendorong adanya tanggapan (respon) khalayak (Jefkins, 1997). Hal inilah yang membedakan poster dengan ilustrasi biasa.

Berdasarkan tugasnya poster memiliki banyak fungsi, antara lain: memberikan informasi, menggalakkan, menggiatkan, memobilisasi, menjelaskan, bertanya, membangkitkan, memberikan berdasarkan kehendak dan meyakinkan (Sastrosoediro, 1998). Poster dari waktu ke waktu selalu digunakan untuk berbagai media penyampai pesan kepada khalayak luas. Pesan yang disampaikan dapat bermuatan sosial, politik, budaya maupun pesan komersil suatu produk, sehingga meskipun teknologi telah mengalami banyak kemajuan yang sangat pesat media ini masih juga digunakan. Berdasarkan tujuan periklanan, maka poster dibagi menjadi 2 macam (Sastrosoediro, 1998):

(9)

18 2) Poster Bukan Komersial atau Sosial yaitu poster untuk melayani kepentingan umum bersifat sosial kemasyarakatan. Dasarnya adalah sebagai sarana penyampaian informasi yang bersifat sosial.

2.6. Pengertian Desain

Harto (2006) menyatakan “desain” menunjuk pada kegiatan merancang

sesuatu. Kata “Desain” yang sebenarnya merupakan kata baru yang merupakan peng-Indonesia-an dari kata design (bahasa Inggris) tetap dipertahankan. Kata desain ini menggeser kata rancang bangun karena kata tersebut tidak dapat mewadahi kegiatan, keilmuan, keluasan dan pamor profesi atau kompetensi (Sachari, 2000).

Menurut Nelson (dalam Sachari, 2000) desain adalah satu di antara hasil karya tangan yang terbilang berat, dan dapat menciptakan kenikmatan pada manusia. Agar suatu desain dapat diterima, maka harus terdapat situasi tertentu. Harus ada suatu kebutuhan terhadapnya atau setidaknya manfaat dirinya. Dengan kata lain bahwa desain harus memiliki fungsi pada suatu waktu tertentu, sehingga desain dapat menjadi problem solving pada suatu waktu tersebut. Istilah mendesain mempunyai makna: „melakukan kegiatan/ aktivitas/proses untuk menghasilkan suatu desain (Palgunadi, 2007).

(10)

19 sepanjang perjalanan sejarah umat manusia. Desain yang baik tidak hanya berhenti di atas ketas, tetapi merupakan aktivitas praktis yang meliputi juga unsur-unsur ekonomi, sosial, teknologi dan budaya dalam berbagai dinamikanya. Desain yang baik adalah desain yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Di samping itu penerimaan masyarakat tersebut kepada suatu desain haruslah kritis, karena tanpa unsur tersebut tidak akan terjadi pertumbuhan desain yang sehat.

Dengan pengertian itu pula memberikan gambaran bahwa desain bukan semata-mata milik salah satu disiplin ilmu, namun milik semua disiplin ilmu, karena pada dasarnya desain merupakan bidang lintas antara seni, sains dan teknologi, seperi gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Desain: bidang lintasan dari Seni, Sains, dan Teknologi

Sumber: Sachari (2000) SAINS

SENI RUPA TEKNOLOGI

ENGENEE- RING TEORI

SENI RUPA

(11)

20 2.7.Elemen-Elemen Desain Komunikasi Visual

Cenadi (1999) menyebutkan bahwa elemen-elemen desain komunikasi visual di antaranya adalah tipografi, ilustrasi, dan simbolis. Elemen-elemen ini dapat berkembangan seiring dengan perkembangan teknologi dan penggunaan media sebagai berikut :

a. Tata Letak Perwajahan (Layout)

Layout adalah merupakan pengaturan yang dilakukan pada buku, majalah, atau bentuk publikasi lainnya, sehingga teks dan ilustrasi sesuai dengan bentuk yang diharapkan.

b. Tipografi

Tipografi merupakan: “Seni memilih huruf, dari ratusan jumlah rancangan

atau desain jenis huruf yang tersedia, menggabungkannya dengan jenis huruf yang berbeda, menggabungkan sejumlah kata yang sesuai dengan ruang yang tersedia, dan menandai naskah untuk proses type setting, menggunakan ketebalan dan ukuran huruf yang berbeda. Tipografi yang baik mengarah pada keterbacaan dan kemenarikan, dan desain huruf tertentu dapat menciptakan gaya (style) dan karakter atau menjadi karakteristik subjek yang diiklankan. Beberapa tipe huruf mengesankan nuansa-nuansa tertentu, seperti kesan berat, ringan, kuat, lembut, jelita, dan sifat-sifat atau nuansa yang lain.

c. Ilustrasi

(12)

21 dihasilkan oleh kamera atau fotografi. Ilustrasi dapat mengungkapkan sesuatu secara lebih cepat dan lebih efektif daripada teks.

d. Simbol

Simbol sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi untuk menjembatani perbedaan bahasa yang digunakan karena sifatnya yang universal dibanding kata-kata atau bahasa.

e. Warna

Gambar

Gambar 2.1 Desain: bidang lintasan dari Seni, Sains, dan Teknologi

Referensi

Dokumen terkait