• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Hipertensi dengan Fungsi Kognitif di Wilayah Kerja Posyandu Lansia Kecamatan Medan Amplas Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Hipertensi dengan Fungsi Kognitif di Wilayah Kerja Posyandu Lansia Kecamatan Medan Amplas Tahun 2015"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi 2.1.1. Definisi

Menurut The Seventh Report of the Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), tekanan darah dapat dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu: tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah untuk Usia 18 Tahun atau Lebih Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah

Sistolik (mm Hg)

Tekanan Darah Diastolik (mm Hg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥160 atau ≥ 100

Sumber: The Seventh Report of Joint National Comitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment Of High Blood Pressure (JNC VII) (2003)

Berdasarkan klasifikasi di atas, maka seseorang dikatakan hipertensi saat hasil pengukuran tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mm Hg atau tekanan darah diastol lebih besar atau sama dengan 90 mm Hg.

Menurut kamus kedokteran Dorland (2000), hipertensi adalah tekanan darah arteri yang meninggi, penyebabnya mungkin tidak diketahui (hipertensi primer) atau mungkin disebabkan oleh penyakit lain (hipertensi sekunder).

2.1.2. Etiologi

(2)

2.1.3. Faktor Risiko

Berbagai faktor risiko telah dihubungkan dengan hipertensi, termasuk umur, seks, ras, aktifitas fisik, dan status sosio-ekonomi (Wang, 2005). Gaya hidup modern yang salah juga berkontribusi dalam menyebabkan hipertensi seperti merokok, komsumsi alkohol, stress, kurangnya aktivitas fisik, obesitas, dan kurangnya mengkomsumsi buah dan sayur (Kaplan & Flynn., 2006).

2.1.4. Patogenesis

Kebanyakan penyebab hipertensi sekunder sudah diketahui dengan baik begitu pula dengan patogenesisnya. Namun, pada hipertensi primer, walaupun sudah banyak penelitian dilakukan, hasilnya masih berupa teori yang bersifat mosaik yang masing-masing bekerja pada organ yang berbeda dan tingkat pengaturan yang berbeda-beda pula (Rosendorff et al., 2005).

Patogenesis hipertensi primer merupakan interaksi dari predisposisi genetik dan abnormalitas sistemik yang dapat terjadi pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan sistem metabolisme tubuh. Abnormalitas-abnormalitas tersebut meliputi (1) peningkatan curah jantung; (2) peningkatan tahanan perifer; (3) peningkatan volume cairan tubuh; dan (4) kelainan metabolik seperti obesitas dan resistensi insulin (Lee et al., 2010).

Peningkatan curah jantung biasanya ditemukan pada orang yang lebih muda. Hal ini dapat terjadi melalui dua cara yaitu peningkataan volume cairan (preload) dan peningkatan kontraktilitas jantung yang distimulasi sistem saraf. Walaupun terlibat dalam peningkatan tekanan darah, peningkatan curah jantung umumnya tidak menetap karena perubahan hemodinamik yang ditemukan adalah peningkatan tahanan perifer dengan curah jantung yang normal atau turun (Kaplan & Flynn, 2006).

(3)

(diastolic filling) sehingga akan melibatkan penurunan curah jantung pula. Sebaliknya, tahanan perifer cenderung meningkat seiring pertambahan usia akibat hipertrofi pembuluh darah yang mengalami paparan stress dan tekanan tinggi yang berkepanjangan (Lee et al., 2010).

Jantung berkontribusi terhadap hipertensi yang didasari tingginya curah jantung (high CO-based hypertension). Hal ini disebabkan oleh aktivitas simpatis berlebih. Sebagai contoh, saat dihadapkan didalam kondisi yang penuh stress, pasien hipertensi cenderung mengalami peningkatan denyut jantung yang berlebihan dibandingkan pasien normotensi (Lee et al., 2010).

Pembuluh darah berkontribusi terhadap hipertensi yang didasari peningkatan tahanan perifer (peripheral vascular resistance-based hypertension) dengan mekanisme vasokontriksi. Pembuluh darah sendiri mengalami vasokontriksi sebagai respon akibat (1) peningkatan tonus simpatis; (2) regulasi abnormal tonus pembuluh darah oleh faktor-faktor lokal, termasuk nitric oxide, endothelin, dan natriuretic factor; dan (3) defek kanal ion di otot polos pembuluh darah (Lee et al., 2010).

Pada orang yang sehat, homeostasis berhasil dipertahankan. Saat tekanan darah naik, ekskresi natrium dan air ginjal akan meningkat untuk mengembalikan tekanan darah menjadi normal. Proses ini dinamakan pressure natriuresis. Pada pasien prehipertensi dan hipertensi, aliran darah ginjal tampaknya berkurang dibandingkan pasien normotensi. Causative sequence meliputi kontriksi arteriol eferen ginjal yang lebih dominan melalui sistem renin-angiotensin. Darah pada kapiler peritubular yang memiliki lebih sedikit natrium dan air menjadi bagian yang memiliki tekanan onkotik yang lebih besar sehingga semakin memfasilitasi reabsorbsi natrium, yang memicu peningkatan volume darah dan tekanan darah (Rudd & Osterberg, 2002).

(4)

kegagalan regulasi aliran darah ginjal; (2) defek kanal ion, dan (3) regulasi hormon yang tidak tepat (Lee et al., 2010).

Salah satu contoh regulasi hormon yang tidak tepat pada pasien hipertensi adalah pada pengaturan hormon renin-angiotensin-aldosteron. Kadar renin pada pasien yang menderita hipertensi esensial adalah 25 % abnormal, 60 % normal, dan 10-15 % tinggi. Karena seharusnya kadar renin dihambat oleh tekanan darah yang tinggi, kadar renin yang normal sekalipun dianggap patologis jika ditemukan pada pasien hipertensi (Lee et al., 2010).

Renin disekresikan dari apparatus juxtaglomerular sebagai respon dari sinyal yang dikirim makula densa terhadap penurunan tekanan arteriol ginjal atau peningkatan aktivitas adrenergik alfa dan beta di ginjal. Renin memiliki efek untuk mengaktivasi angiotensin I dari angiotensinogen. Selanjutnya, angiotensin I mengalami perubahan menjadi empat asam amino angiotensin II di di berbagai jaringan tubuh, khususnya di paru-paru. Angiotensin II sendiri dinonaktifkan oleh angiotensinase di banyak jaringan, khususnya sel darah merah (Rudd et al., 2002). Efek-efek dari sistem renin angiotensin meliputi: (1) vasokontriksi melalui inhibisi adenylat cyclase yang diperantarai g protein khususnya arteriol eferen ginjal; (2) retensi cairan melalui pelepasan aldosteron dan hormon antidiuretik; dan (3) Hipertrofi pembuluh darah, khususnya di jantung, pembuluh darah perifer, dan ginjal (Rudd & Osterberg, 2002).

(5)

2.1.5. Tanda dan Gejala

Di masa lalu, gejala klasik hipertensi adalah sakit kepala, epistaksis, dan pusing. Namun, studi menunjukkan bahwa gejala-gejala di atas tidak lebih sering ditemukan pada populasi penderita hipertensi dibandingkan pupulasi umum. Gejala-gejala lain seperti flushing, berkeringat dan pandangan kabur lebih sering ditemukan pada populasi penderita hipertensi disbanding populasi umum. Namun, kebanyakan pasien hipertensi tidak memiliki gejala dan didiagnosis melalui pengukuran darah saat pemeriksaan fisik rutin oleh tenaga medis (Lee et al., 2010).

2.1.6. Komplikasi

Patogenesis hipertensi sistolik dan diastolik meliputi perubahan struktur dalam arteriol yaitu remodeling dan hypertrophy. Perubahan ini terlibat dalam arteriosklerosis pembuluh darah kecil yang bertanggung jawab terhadap kerusakan banyak organ jika hipertensi berlangsung lama (Kaplan & Flynn, 2006).

Kerusakan organ yang disebabkan hipertensi menggambarkan derajat lamanya tekanan darah tinggi sudah berlangsung. Kerusakan organ pada hipertensi dihubungkan dengan (1) beban kerja jantung yang semakin besar; dan (2) kerusakan pembuluh darah akibat peningkatan tekanan darah itu sendiri dan dipercepat oleh atherosclerosis. Trauma yang dihasilkan hipertensi kronis terhadap endotelium memicu aterosklerosis kemungkinan disebabakan oleh gangguan terhadap mekanisme proteksi pembuluh darah yang normal seperi sekresi Nitric Oxide. Atherosclerosis yang terjadi pada pembuluh darah besar mengurangi elastisitasnya (Lee et al., 2010).

(6)

2.1.7. Pengukuran Tekanan Darah dan Kriteria Diagnostik Hipertensi Pengukuran tekanan darah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pengukuran tekanan darah di ruang kerja secara akurat (accurate blood pressure measurement in the office), monitoring tekanan darah berjalan (Ambulatory Blood Pressure Monitoring /ABPM) dan metode pengukuran sendiri (self measurement).

Menurut JNC VII, pengukuran tekanan darah dilakukan dengan alat ukur yang terkalibrasi yaitu spigomanometer merkuri atau air raksa yang harus dilakukan uji validasi dan akurasi secara berkala.

Pengukuran tekanan darah di ruang kerja secara akurat (accurate blood pressure measurement in the office) dilakukan dengan tensimeter baik aneroid, merkuri, atau elektronik harus kaliberasi dan divalidasi secara teratur. Pemeriksa tekanan darah harus terlatih dalam teknik pengukuran tekanan darah yang standar dan pasien harus diposisikan dengan baik. Pasien harus duduk dengan tenang minimal 5 menit di kursi bukan di meja pemeriksaan, dengan kaki di lantai dan tangan setentang jantung. Kafein, olahraga, dan rokok harus dihindari minimal 30 menit sebelum pemeriksaan. Pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri diindikasikan pasa orang dengan hipotensi postural. Lapisan kain pengukur tekanan daarah harus dilingkarkan minimal 80% luas lengan.

Pengukuran tekanan darah harus dilakukan minimal dua kali pengukuran dan dihitung nilai rata-ratanya. Untuk pemeriksaan manual, palpasi nadi radialis hingga tidak teraba untuk memperkirakan tekanan darah sistolik. Kemudian naikkan 20-30 mm Hg di atasnya untuk penilaian secara auskultasi berikutnya. Pengempisan dilakukan dengan kecepatan 2 mm Hg per detik.

Tekanan darah sistolik adalah tekanaan saat suara Korotkoff yang pertama terdengar (fase 1) kemudian hilangnya suara korotkof menunjukkan nilai tekanan darah diastolik. (fase 5). Pemeriksa harus menyebutkan secara lisan dan tulisan kepada pasien tentang tekanan darahanya dan tekanan darah ideal untukn pengobatannya.

(7)

setiap 1 bulan. Bila tekanan darah melebihi 180/110 harus dilakukan terapi dan evaluasi dalam 1 minggu.

Metode pengukuran tekanan darah kedua adalah monitoring tekanan darah berjalan (Ambulatory Blood Pressure Monitoring /ABPM). Metode ini dapat menilai tekanan darah selama aktivitas harian dan selama tidur. Monitoring tekanan darah berjalan diindikasikan untuk pasien white coat hypertension, resistensi obat, hipotensi akibat obat anti hipertensi, disfungsi otonom dan hipertensi yang episodik.

Metode pengukuran tekanan darah yang ketiga adalah metode pengukuran sendiri (self measurement). Metode ini digunakan untuk menilai tekanan darah saat di ruang kerja dan saat di rumah. Metode ini biasanya dilakukan sebelum monitoring tekanan darah berjalan

Menurut JNC VII, Kriteria diagnostik hipertensi adalah minimal dua kali pengukuran tekanan darah pada kesempatan yang berbeda, dengan nilai rata-rata hasi pengukuran tekanan darah sistolik di atas atau sama dengan 140 atau tekanan darah diastolik diatas atau sama dengan 90. (JNC VII, 2003).

2.2. Fungsi Kognitif 2.2.1. Definisi

Fungsi kognitif adalah aktivitas fisik dan mental yang diformulasikan dengan kemampuan berpikir, mengingat, belajar, dan bahasa yang merupakan proses kerja yang terdiri dari atensi, memori, visuospasial, bahasa dan fungsi eksekutif (Kemenkes RI, 2010).

2.2.2. Aspek-aspek Fungsi Kognitif 1. Memori

Memori adalah sekumpulan sistem untuk menyimpan dan mengambil kembali informasi yang dapat berupa pengalaman pribadi, emosi, kenyataan, prosedur, keterampilan, dan kebiasaan ( Hedge, 2013).

(8)

bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fungsi memori merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam fungsi kognitif pada usia lanjut. Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah memori dini pada perjalanan penyakitnya (Kemenkes RI, 2010).

Memori dibagi menjadi dua kelas besar yaitu memori impisit (implicit memory) dan memori eksplisit (explicit memory). Memori implisit adalah memori yang tidak melibatkan kesadaran dan penyimpananya biasanya tidak melibatkan proses di hipokampus. Memori eksplisit adalah memori yang dihubungkan dengan kesadaran dan pengolahannya bergantung terhadap hipokampus dan bagian lobus temporal medial (Ganong, 2012).

Memori eksplisit terdiri dari memori episodik dan memori semantik. Memori episodik mengingat kembali bagian-bagian diri sendiri sendiri (autobiographical details) atau kejadian yang dialami sendiri yang di waktu tertentu, sedangkan memori semantik berhubungan dengan pengetahuan tentang dunia (Kipps & Hodges, 2005).

Pembagian memori yang lain adalah memori jangka pendek (short-term memory), memori anterogad (anterogade memory) dan memori retrogad (retrograde memory). Memori jangka pendek adalah memori yang bertanggung jawab dalam mengingat kembali sejumlah kecil materi verbal atau spasial dalam waktu yang singkat. Memori anterogad adalah memori yang digunakan untuk mendapatkan informasi baru, sedangkan memori retrogad adalah memori yang digunakan untuk mengingat kembali informasi yang pernah dipelajari (Kipps & Hodges., 2005).

(9)

hari, minggu atau bulan. Remote memory adalah mengingat informasi yang terjadi dalam beberapa tahun yang lalu (Matorin & Ruiz, 2009). 2. Atensi dan Konsentrasi

Atensi merupakan kemapuan untuk memfokuskan (memusatkan) perhatian pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan fokus tersebut. Atensi yang terpusat merupakan hal penting dalam belajar. Hal ini memberikan kemampuan untuk memproses hal penting yang dipilih dan mengabaikan yang lainnya. 3. Visuospasial

Visuospasial merupakan fungsi kognitif yang kompleks mengenai kemampuan tata ruang, termasuk menggambar dua maupun tiga dimensi. Pada gangguan visuospasial penderita mudah tersesat di lingkungannya 4. Bahasa

Bahasa merupakan fungsi kognitif dasar berupa komunikasi pada manusia. Bila terdapat gangguan bahasa, penilaian faktor kognitif lain akan agak sulit untuk diperiksa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan hal yang sangat penting. Bila terdapat gangguan, hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi seseorang.

5. Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif meliputi kemampuan untuk merencanakan, menyesuaikan, menangani konsep yang abstrak, dan menyelesaikan masalah. Fungsi eksekutif juga dihubungkan dengan aspek sosial kepribadian dan perilaku, seperti inisiatif, motivasi dan inhibisi.

Fungsi eksekutif mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti kemampuan penyelesaian masalah, mengerjakan berbagai tugas yang beragam, maupun mengerjakan tugas dalam urutan tertentu.

(10)

utama dan bukan pada hal mendetail yang tidak relevan, memulai dan mempertahankan suatu aktivitas, fleksibilitas perpindahan strategi, mengevaluasi diri dan pengaturan perilaku. Fungsi eksekutif ini dapat terganggu pada individu dengan tingkat intelegensi rata-rata maupun di atas rata-rata dan juga pada individu yang mempunyai memori yang baik (Ginsberg, 2010; Kemenkes RI, 2010).

2.2.3. Anatomi Fungsional Kognitif

1. Memori

Landasan anatomi memori episodik adalah sistem limbik (hipokampus, talamus, dan jalur-jalur lainnya), sedangkan landasan anatomi untuk memori semantik adalah neokorteks temporal. Memori implisit mencakup banyak struktur, termasuk ganglia basalis, serebelum, dan sambungannya dengan korteks serebri.

2. Atensi dan Konsentrasi

Pemeliharaan fungsi atensi yang normal bergantung terhadap dasar anatomi yang sama dengan kesadaran, yaitu sistem aktivasi retikular yang memproyeksikan masukannya ke talamaus lalu ke korteks serebri secara difus.

3. Fungsi Eksekutif, Kepribadian, dan Perilaku

Lobus frontal hemisfer serebri khususnya area prefrontal adalah daerah yang esensial untuk fungsi eksekutif, sedangkan lobus frontal bagian ventromedial memainkan peran yang penting dalam kognisi sosial, kepribadian dan perilaku.

4. Bahasa

(11)

5. Visuospasial

Informasi dari korteks visual diarahkan langsung ke korteks temporal atau parietal melalui satu atau dua jalur. Jalur dorsal (dorsal stream) menghubungkan informasi visual dengan posisi ruang dan orientasi di lobus parietal, sedangkan jalur ventral (ventral stream) menghubungkan informasi ini ke tempat penyimpanan pengetahuan semantik di lobus temporal (Ginsberg, 2010; Ganong, 2012; Kipps & Hodges,, 2005).

2.2.4. Pengukuran Fungsi Kognitif

The Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan alat yang paling sering digunakan dalam menilai fungsi kognitif. MMSE baik dalam menilai fungsi memori dan atensi, tetapi relatif kurang sensitif dalam menilai bahasa, dan hanya ada sedikit penilaian terhadap fungsi visuospasial bahkan tidak ada penilaian terhadap fungsi eksekutif (Kipps & Hodges, 2005).

Selain itu, berdasarkan penelitian Pendlebury (2012), sensitivitas MMSE dalam skrining gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment) berada di bawah alat pengukuran lainnya seperti Montreal Cognitive Assesstment (MoCA). Oleh kaena itu dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner MoCA karena merupakan kuesioner yang lebih sensitif dan lebih lengkap dalam menilai fungsi kognitif seseorang.

2.2.5. Montreal Cognitive Assesment (MoCA)

Montreal Cognitive Assesment (MoCA) diciptakan oleh dr. Ziad Nasreddine di Montreal, Quebec pada tahun 1996. MoCA telah tervalidasi dalam mendeteksi gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment), demensia ringan dan juga sering dipakai pada keadaan-keadaan lain (Gil et al., 2015)

(12)

dengan menyebutkan 3 nama binatang yaitu singa, unta dan badak (3 poin), mengulang 2 kalimat (2 poin), dan kelancaran berbahasa (1 poin). Fungsi Visuospasial dinilai dengan clock drawing test (3 poin) dan menggambarkan kubus 3 dimensi (1 poin) Fungsi eksekutif dinilai dengan trail-making B (1 poin), Phonemic Fluency Test (1 poin) dan two item verbal abtraction (2 poin). Orientasi dinilai dengan menyebutkan tanggal, bulan tahun,hari, tempat, dan kota (masing-masing 1 poin) (Panentu & Irfan, 2013).

1. Fungsi Visuospasial dan Fungsi Eksekutif

Menelusuri Jejak Secara Bergantian (Alternating Trail Making)

Instruksi : “Buatlah garis yang menghubungkan sebuah angka dan sebuah huruf

dengan urutan meningkat. Mulailah di sini (tunjuk angka [1] dan tariklah sebuah garis dari angka 1 ke huruf A, kemudian menuju angka 2 dan selanjutnya. Akhiri di sini (tunjuk huruf [E] ).

Penilaian : Berikan nilai 1 bila subyek menggambar dengan sempurna mengikuti pola berikut ini : 1-A-2-B-3-C-4-D-5-E, tanpa ada garis yang salah. Setiap kesalahan yang tidak segera diperbaiki sendiri oleh subyek diberi nilai 0.

Kemampuan visuokonstruksional (kubus)

Instruksi : “Contohlah gambar berikut setepat mungkin pada tempat yang

(13)

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk gambar yang benar : a) Gambar harus tiga dimensi

b) Semua garis tergambar

c) Tidak terdapat garis tambahan

d) Garis-garis tersebut relative sejajar dan panjangnya sesuai (bentuk prisma segi empat dapat diterima)

Nilai tidak diberikan untuk masing-masing elemen jika kriteria di atas tidak dipenuhi

Kemampuan visuokonstruksional (jam dinding)

Instruksi : “Gambarlah sebuah jam dinding, lengkapi dengan angka-angkanya dan

buat waktunya menjadi pukul 11 lewat 10 menit”.

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk masing-masing dari kriteria berikut :

a) Bentuk (nilai 1) : bentuk jam harus berupa lingkaran dengan hanya sedikit distorsi (mis: ketidaksempurnaan dalam menutup lingkaran)

b) Angka (nilai1) : semua angka yang terlihat dalam jam harus lengkap tanpa tambahan angka, angka harus diletakkan dalam urutan yang tepat dan dalam kuadran yang sesuai dengan bentuk jam, angka-angka Romawi dapat diterima, angka dapat diletakkan di luar lingkaran.

c) Jarum jam (nilai 1) : harus terdapat dua jarum jam yang secara bersamaan menunjukkan waktu yang dimaksud. Jarum yang menunjukkan jam harus secara jelas lebih pendek dari jarum jam yang menunjukkan menit, jarum jam harus berpusat di dalam lingkaran dengan pertemuan kedua jarum berada dekat dengan pusat lingkaran. Nilai tidak diberikan untuk masing-masing elemen jika kriteria diatas tidak dipenuhi .

2. Penamaan

(14)

Penilaian : Masing-masing 1 nilai diberikan untuk jawaban berikut (1) gajah, (2) badak, (3) unta.

3. Memori

Instruksi : “Ini adalah pemeriksaan daya ingat. Saya akan membacakan sederet kata yang harus anda ingat sekarang dan nanti. Dengarkan baik-baik, setelah saya selesai katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang anda dapat ingat, tidak

masalah disebutkan tidak berurutan” (kemudian permeriksa membacakan 5 kata

dengan kecepatan satu kata setiap detik). Tandai dengan tanda centang (√) di tempat yang disediakan, untuk tiap kata yang dapat diingat secara benar oleh subjek pada pemeriksaan pertama. Ketika subjek menunjukkan bahwa ia telah selesai (telah mengingat semua kata) atau sudah tidak dapat lagi mengingat kata lainnya, bacakan sederet kata untuk kedua kalinya disertai instruksi berikut :

“Saya akan membacakan sederet kata yang sama untuk kedua kalinya. Cobalah untuk mengingat dan katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang dapat anda ingat, termasuk kata-kata yang sudah anda sebutkan di kesempatan

pertama”. Di akhir permeriksaan kedua, jelaskan kepada subyek bahwa dia akan

diminta lagi untuk mengingat kembali kata-kata tersebut dengan mengatakan

“Saya akan meminta ada untuk mengingat kembali kata-kata tersebut pada akhir

pemeriksaan”.

WAJAH-SUTERA-MASJID-ANGGREK-MERAH

WAJAH SUTERA MASJID ANGGREK MERAH

Pemeriksaan pertama Pemeriksaan kedua

(15)

4. Atensi

Rentang Angka Maju (Forward Digit Span)

Instruksi : “Saya akan mengucapkan beberapa angka, dan setelah saya selesai

ulangi apa yang saya ucapkan tepat sebagaimana saya mengucapkannya” (Bacakan kelima urutan angka yang diulangi secara benar).

2 – 1 – 8 – 5 – 4

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk tiap urutan yang diulangi secara benar. Rentang Angka Mundur (Backward Digit Span)

Instruksi : “Sekarang saya akan mengucapkan beberapa angka lagi, akan tetapi jika saya sudah selesai, anda harus mengulangi apa yang saya ucapkan dalam

urutan terbalik” (Bacakan ketiga urutan angka dengan kecepatan satu angka setiap

detik).

7 – 4 – 2

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk tiap urutan yang diulangi secara benar. (N.B.: jawaban yang benar untuk pemeriksaan angka mundur adalah 2-4-7)

Kewaspadaan

Instruksi : “Saya akan membacakan sebuah urutan huruf, setiap kali saya mengucapkan huruf “A”, tepuk tangan anda sekali, jika saya mengucapkan huruf

lainnya jangan tepuk tangan anda”

F B A C M N A A J K L B A F A K D E A A A J A M F A A B

Penilaian : Berikan nilai 1 jika terdapat nol sampai satu kesalahan (tepuk tangan

pada huruf yang salah atau tidak bertepuk pada huruf “A” dihitung sebagai satu

kesalahan).

Rangkaian 7 (Serial 7s)

(16)

saya memberitahukan anda untuk berhenti” Ulangi instruksi ini untuk kedua kali jika diperlukan

100 – 7 = 93 – 7 , Dan seterusnya

93 – 86 – 79 – 72 – 65

Penilaian : Nilai maksimal adalah 3. Berikan :

a). Nilai 0 : Jika tidak ada jawaban yang benar.

b). Nilai 1 : Untuk satu jawaban yang benar.

c). Nilai 2 : Untuk dua sampai tiga jawaban yang benar.

d). Nilai 3 : Jika subyek dapat memberikan empat atau lima jawaban yang benar. Hitung setiap jawaban pengurangan 7 yang benar dimulai dari 100. Setiap pengurangan dinilai secara independen, maksudnya jika subyek menjawab dengan jawaban yang salah akan tetapi melanjutkan pengurangan 7 yang benar dari angka tersebut, berikan nilai untuk tiap hasil pengurangan yang benar. Sebagai contoh, seorang subyek menjawab “92-85-78-71-64” yang mana angka “92” adalah jawaban yang salah, akan tetapi angka berikutnya dikurangi tujuh jawabannya benar. Dalam hal ini hanya ada satu kesalahan dan nilai yang dapat diberikan pada bagian ini adalah 3.

5. Bahasa

Pengulangan Kalimat

Instruksi : “Saya akan membacakan kepada anda sebuah kalimat, setelah itu ulangi kepada saya tepat seperti apa yang saya bacakan [jeda]: “Wati membantu

saya menyapu lantai hari ini” Setelah mendapat jawaban, katakan : “Sekarang saya akan membacakan kepada anda kalimat berikutnya, setelah itu ulangi

ke-pada saya tepat seperti apa yang saya bacakan [jeda]: “Tikus bersembunyi di

bawah dipan ketika kucing datang”

(17)

“ketika”) atau adanya penambahan (misalnya “Tikus tikus bersembunyi di bawah dipan ketika kucing datang) .

Kelancaran Berbahasa

Instruksi : “Katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang anda tahu yang

dimulai dengan huruf tertentu yang akan saya katakan sesaat lagi. Anda boleh menyebut kata apa saja yang anda pikirkan kecuali nama orang/nama kota (misalnya Budi, Bandung), dan kata yang sama ditambah akhiran kata (misalnya bayar menjadi bayaran). Saya akan meminta anda untuk berhenti setelah satu menit. Apakah anda siap? [jeda], “Sekarang katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang anda ketahui dimulai dengan huruf S [beri waktu 60 detik].

Berhenti” Penilaian : Berikan nilai 1 jika subyek berhasil memberikan 11 kata

atau kurang dari 60 detik. Tulis jawaban subyek pada bagian bawah atau samping formulir periksaan.

6. Abstraksi

Instruksi : “Katakan kepada saya apa kesamaan antara jeruk dengan pisang” jika

subyek menjawab dengan jawaban yang konkrit/tidak abstrak, maka tambahan pertanyaan hanya sekali lagi: Katakan kepada saya kesamaan lainya dari kedua

benda tersebut” jika subyek tidak memberikan jawaban yang sesuai (buah), katakan, “Ya, keduanya adalah buah”. Jangan memberikan perintah atau penjelasan tambahan. Setelah latihan, katakan : “Sekarang (beritahu) katakan kepada saya apa kesamaan kereta api dengan sepeda”. Setelah mendapat jawaban,

lakukan pemeriksaan yang kedua, dengan mengatakan “Sekarang (beritahu)

katakan kepada saya apa kesamaan sebuah penggaris dan jam tangan”. Jangan memberikan perintah atau penjelasan tambahan.

(18)

Kereta Api – Sepeda = keduanya mempunyai roda. Penggaris – Jam Tangan = keduannya mempunyai angka.

7. Memori Tertunda

Instruksi : “Saya telah membacakan beberapa kata kepada anda sebelmunya, dan saya telah meminta anda untuk mengingatnya. Beritahukan kepada saya sebanyak mungkin kata-kata tersebut yang bisa anda ingat. Beri tanda centang (√) di tempat yang telah disediakan untuk setiap kata yang dapat diingat secara spontan tanpa petunjuk.

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk setiap kata yang dapat diingat secara spontan tanpa petunjuk apapun.

8. Orientasi

Instruksi : “Katakan kepada saya tanggal hari ini”Jika subyek tidak dapat

memberikan jawaban yang lengkap, berikan tanggapan dengan mengatakan

“Katakan kepada saya tahun, bulan, tanggal dan hari pada saat ini” kemudian katakana: “Sekarang, katakan kepada saya nama tempat ini dan berada di kota apa?”

Penilaian : Berikan nilai satu untuk tiap jawaban yang benar. Subyek harus menjawab secara tepat untuk tanggal dan nama tempat (nama rumah sakit, kllinik, kantor). Tidak ada nilai yang diberikan jika subyek membuat kesalahan walau satu hari dalam penyebutan tanggal

NILAI TOTAL : Nilai maksimal sebesar 30 Nilai total terakhir 26 atau lebih dianggap normal. Berikan tambahan 1 nilai untuk individu yang mempunyai pendidikan formal selama 12 tahun atau kurang (tamat Sekolah Dasar - Sekolah Menengah Atas), jika total nilai kurang dari 30.

2.2.6 Penyakit yang Berhubungan dengan Kognitif

(19)

umumnya tiba-tiba dan penyebabnya bisa karena kondisi medis umum, penggunaan zat tertentu, dan penyebab multifaktorial yang lain. Amnesia adalah gangguan memori terisolasi tanpa perburukan domain kognitif lainnya. Penyebabnya bisa karena penyakit medis umum maupun penggunaan zat tertentu (Murphy, 2009).

Demensia adalah penyakit yang ditandai dengan masalah memori dan disertai minimal satu masalah domain fungsi kognitif lainnya (seperti atensi, bahasa, visuospasial, atau fungsi eksekutif) yang cukup berat sehinggga menganggu aktivitas sehari-hari. Demensia dapat terjadi karena beberapa sebab, tetapi, penyebab defenitif demensia umumnya tidak dapat ditentukan sampai dilakukan autopsi (Murphy, 2009).

Demensia dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Penyakit alzheimer adalah bentuk demensia yang paling sering ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan perubahan patologis di otak dan deposit amyloid beta peptides dan neurofibrilarry tangle. Penyebab demensia kedua tersering adalah demensia vaskular. Pasien yang menderita demensia vaskular murni mempunyai bukti adanya infark, arteriosklerosis dan atherosklerosis di otak mereka saat dilakukan autopsi, tetapi tidak ditemukan sejumlah plak dan tangles untuk memenuhi

kriteria patologi penyakit alzheimer (Alzheimer’s Association, 2012; Hershey et al., 2003).

Demensia vaskular terbagi menjadi tiga tipe, yaitu Binswanger disease, multiinfarct dementia, dan lacunar dementia. Secara klinis ketiga tipe demensia vaskular tersebut memiliki perjalanan penyakit yang mirip, yaitu adanya fluctuating course dengan masa stabil yang panjang, tidak seperti perburukan progresif yang dijumpai pada penyakit Alzheimer (Hershey et al., 2003).

(20)

Multiinfarct dementia terjadi saat terjadi kehilangan jaringan otak dari infark serebri yang volumenya lebih dari 100 ml. Tipe demensia vaskular yang paling jarang, dikenal dengan lacunar dementia, memiliki daerah infark yang kecil di lokasi yang strategis, sehingga menyebabkan penurunan fungsi kognitif (Misalnya infark bilateral di medial dorsal nuclei talamus). Jika hasil pencitraan pasien demensia dengan lacunar infarct menunjukkan tanda penyakit Alzheimer (pelebaran Sylvian fissure, pembesaran temporal horn, dan atrofi lobus temporal medial), maka diagnosis cenderung mengarah ke mixed dementia (Hershey et al., 2003).

Selain itu kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan kognitif ringan adalah Mild Cognitive Impairment (MCI). MCI adalah keadaan transisi dari fungsi kognisi yang normal menuju demensia yang ringan. Pasien MCI mengeluh masalah memori saat diperiksa, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk demensia karena secara fungsional mereka masih mampu melakukan aktivitas yang normal. Pasien amnestic MCI hanya mengeluh masalah memori, sedangkan pasien MCI lainnya mungkin mengeluh masalah ringan pada domain kognitif lainnya seperti bahasa dan fungsi eksekutif (Hershey et al., 2003).

2.2.7. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif 1. Usia

Prevalensi terjadinya demensia meningkat seiring pertambahan usia. Studi menyebutkan angka kejadian demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Ortiz (2012) menyebutkan bahwa usia sangat berkaitan dengan perburukan kognitif terutama pada usia di atas 55 tahun.

2. Jenis Kelamin

(21)

3. Gagal Jantung Kongestif

Meningkatnya resiko demensia pada penderita gagal jantung kongestif dapat disebabkan karena menurunnya perfusi darah ke otak dan kaitannya dengan faktor resiko aterosklerosis dan diabetes.

4. Hiperlipidemia

Tingginya kadar kolesterol di usia pertengahan dikaitkan dengan meningkatnya resiko gangguan kognitif di usia lanjut.

5. Diabetes

Diabetes lebih dikaitkan dengan demensia vaskular dibandingkan dengan penyakit demensia Alzheimer. Diabetes menyebabkan gangguan sistem pembuluh darah, termasuk di otak yang menghasilkan infark subkortikal di white matter otak.

6. Hormon

Beberapa kelaianan hormononal dikaitkan dengan faktor resiko demensia. Salah satu contohnya adalah hormon tiroid. Peningkatan kadar hormon tiroid cenderung meningkatkan stress oksidatif dan mencetuskan apoptosis yang merusak sel saraf.

7. Nutrisi

Vitamin B1, B6, dan Asam Folat dihubungkan dengan penurunan resiko terjadinya demensia. Vitamin-vitamin tersebut menurunkan kadar homositein darah yang diketahui bersifat neurotoksik.

8. Rokok

Walaupun nikotin meningkatkan kemampuan belajar terutama memori dan atensi, paparan tembakau dalam jangka waktu lama meningkatkan resiko gangguan kognitif di usia lanjut.

9. Trauma Kepala

(22)

2.3. Hubungan Hipertensi dan Fungsi Kognitif

Gangguan kognitif dan demensia dihubungkan dengan tekanan darah, baik tekanan darah yang tinggi maupun tekanan darah yang rendah. Hubungan serupa yang juga dijumpai pada tekanan nadi. Tekanan nadi yang lebar (menggambarkan kekakuan pembuluh darah) dan tekanan nadi yang sempit (menggambarkan penurunan perfusi otak) berhubungan dengan penyakit Alzheimer dan demensia. Tekanan darah secara khas mulai menurun tiga tahun sebelum demensia menjadi jelas dan terus menurun setelahnya (Kaplan & Flynn, 2006).

Menurut Swan et al., (1998), tekanan darah sistolik berhubungan dengan fungi kognitif. Kelompok dengan peningkatan tekanan darah sistolik memiliki fungsi kognitif yang lebih rendah dibbandingkan dengan yang memiliki tekanan darah sistolik normal terutama dalam memori dan keampuan verbal. Tekanan darah sistolik yang tinggi juga dihubungkan dengan atrofi otak dan lesi white matter.

Penelitian yang dilakukan Kilander et al., (1998), juga menyebutkan bahwa hipertensi berkontribusi terhadap perburukan fungsi kognitif. Tekanan darah diastolik yang tinggi pada pemeriksaan awal (usia 50 tahun) berhubungan dengan fungsi kognitif 20 tahun kemudian. Fungsi kognitif tertinggi ditemukan

pada subjek yang memiliki tekanan darah diastolik terendah (≤70 mm Hg) dan

fungsi kognitif terendah ditemukan pada subjek yang memliki tekanan darah

diastolik tertinggi (≥ 105 mm Hg) pada pengukuran awal.

Pengukuran potong lintang pada usia 70 tahun menunjukkan bahwa tingginya tekanan diastolik, resistensi insulin dan diabetes berhubungan dengan fungsi kognitif yang rendah. Hal ini terutama paling banyak ditemukan pada orang-orang tanpa pengobatan hipertensi (Kilander et al., 1998)

(23)

hipertensi dalam hubungannya dengan fungsi kognitif di usia lanjut. Status merokok tampaknya tidak cukup besar dalam mempengaruhi fungsi kognitif seperti diabetes dan hiperlipidemia (Hershey et al., 2003).

Riwayat hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pasien demensia vaskular dan mixed dementia. Namun, hipertensi lebih sering ditemukan sebagai riwayat penyakit demensia vaskular dan mixed dementia dibanding penyakit Alzheimer. Pasien yang menderita demensia vaskular murni mempunyai bukti adanya infark, arteriosklerosis dan atherosklerosis di otak mereka saat dilakukan autopsi, tetapi tidak ditemukan sejumlah plak dan tangles untuk memenuhi kriteria patologi penyakit alzheimer. Secara klinis pasien demensia vaskular berbeda dengan mixed dementia (MIX) dan penyakit Alzheimer. Mereka cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif yang fluktuatif ataupun stabil, sedangkan mixed dementia dan penyakit alzheimer umumnya memiliki perjalanan penyakit yang progresif (Hershey et al., 2003).

Hipertensi juga diketahui menurunkan perfusi darah ke otak dengan meningkatkan terjadinya ateroskleoris dan remodelling pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar karotis yang memberi suplai darah ke otak. Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel dan kerusakan sawar darah otak sehingga menyebabkan banyak zat berbahaya bisa masuk ke otak (Obisesan, 2009).

2.4. Posyandu Lansia

(24)

Dengan semakin meningkatnya jumlah lansia, dibutuhkan perhatian dari semua pihak dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan lansia terjadinya perubahan struktur lansia membawa implikasi pada perumusan dan arah kebijakan pembangunan, salah satunya untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan lansia dengan adanya program-program kesehatan (Depkes, 2014).

Referensi

Dokumen terkait

Melalui referensi Salinan Resmi Putusan Perkara Perdata Nomor 237/Pdt/ 2012/ PT.DKI., Elnusa meminta Bank Mega untuk segera melaksanakan keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kompetensi, pengawasan dan pembagian kerja berpengaruh positif signifikan terhadap efektifitas kerja di bagian.. Primary OASIS

Limbah padat keramik adalah limbah yang berupa serbuk keramik atau keramik yang memiliki kecacatan dan tidak dapat dijual kembali dimana jumlahnya akan terus bertambah selama

[r]

Seluruh dosen dan pegawai Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam melaksanakan Tugas Akhir.. Seluruh staff

IKA PUSPITA SARI (130304032), Dengan Judul Skripsi Analisis Kelayakan Finansial Ikan Koi (Cyprinus carpio) Di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.. Telah Dipertahankan di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas belajar siswa, dan hasil belajar PKn yang

Setelah dilakukan perancangan situs butik online ini maka dapat dilakukan publikasi yang maksudnya adalah untuk mempublikasikannya kedalam server web agar dapat dilihat pada