• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemberdayaan Masyarakat Alam Pembangunan Desa Tlogoweru D 902007005 BAB VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemberdayaan Masyarakat Alam Pembangunan Desa Tlogoweru D 902007005 BAB VII"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Bab VII

Menyingkap Faktor-faktor Pemberdayaan

Masyarakat di Desa Tlogoweru

Sebagaimana telah diuraikan secara teoritis dalam Bab I-III dan secara empiris di Bab IV-VI tentang konsep pembangunan masyarakat yang berbasiskan pemberdayaan masyarakat. Maka Bab ini mengupayakan suatu penyampaian kajian analitis atas hasil penelitian dan dari literatur tentang beberapa faktor yang berperan dalam proses suatu pemberdayaan masyarakat desa Tologoweru. Adrian Leftwich (2000), salah seorang praktisi politik pembangunan, menyebutkan bahwa kajian analitis atas suatu hasil penelitian tentang pemberdayaan masyarakat dapat dijadikan sebagai percontohan atau simulasi bagi suatu perencanaan bagi pembangunan masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Nitisastro (2010:9) bahwa oleh karena pembangunan merupakan suatu proses, maka pembangunan tersebut membutuhkan “breakthrough” dari kondisi stagnant dan berupa pertumbuhan kumulatif. Oleh karenanya, kajian analitis atas suatu pemberdayaan masyarakat amat diperlukan, sehingga siapapun yang hendak melakukan pembangunan dapat mengadakan pilihan dari metode-metode pemberdayaam masyarakat yang ada sebagai alternatifnya.

Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

(2)

Hal ini sesuai dengan pendapat Ife (1995:182) yang menjelaskan bahwa suatu pemberdayaan masyarakat (social empowerment) adalah

providing people with the resourses, opportunities, knowledge, and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their community,

(penyediaan pada masyarakat dengan sumber-sumber kebutuhan, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian-keahlian untuk menambah daya kemampuan mereka untuk menentukan masa depan mereka sendiri, dan untuk berpartisipasi dan memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat mereka)

(3)

peningkatan kemandirian dari masyarakat dalam mengelola suatu kebijakan pembangunan masyarakat. Kemandirian suatu masyarakat merupakan syarat mutlak sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai sosial masyarakat lokal tersebut sebagai faktor modal sosial, antara lain budaya, tradisi lokal atau kearifan lokal (local wisdom) yang memiliki daya pengaruh terhadap tingkat kemandirian dari keseluruhan anggota masyarakatnya. Keempat, prinsip pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan taraf hidup dari semua anggota masyarakat kearah yang lebih sejahtera, aman dan kuat.

(4)

jangkauan pengembangan proyek pembangunan masyarakat yang bersangkutan; (6) Sebab itulah pemberdayaan masyarakat akan mendorong terjadinya partisipasi masyarakat karena memperluas jangkauan pelayanan pemerintah pada seluruh masyarakat dan menopang proses pembangunan yang berlasngsung; (7) Pemberdayaan masyarakat akan mendorong terjadinya partisipasi masyarakat karena menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi artkulasi potensi individu maupun pertumbuhan kelompok individu dalam masyarakat mereka; (8) Pemberdayaan masyarakat akan mendorong terjadinya partisipasi masyarakat karena merupakan cara efektif membangun kemampuan masyarakat dalam pengelolaan perencanaan pembangunan masyarakat itu sendiri; (9) Pemberdayaan masyarakat akan mendorong terjadinya partisipasi masyarakat karena mencerminkan hak-hak demokratis individu yang terlibat dalam pembangunan mereka sendiri.

Konsep pemberdayaan tersebut di atas tampaknya telah terimplementasikan di desa Tlogoweru melalui proses pengembangan usaha peternakan sapi yang merupakan hasil dari partisipasi masyarakatnya sebagai respon atas ide dari ibu Elisabeth selaku agen perubahan dan pak Soetedjo selaku kepala desa yang memotivasi para petani untuk tidak pesimis dan traumatis akibat kegagalan dan kondisi yang selama ini mereka alami. Nilai-nilai semangat berpartisipasi inilah yang menjadi daya dorong moral yang mumpuni sebagai penggerak masyarakat dalam melakukan pembangunan. Nilai-nilai seperti ini penulis temukan dalam diri pak kades Soetedjo,

“saya sebagai pemimpin masayarakat disini senantiasa

menekankan filosofi hidup ngilmu lan makaryo, ojo podho nongkrong lan nekem tangan. Artinya, carilah ilmu dan berkaryalah, jangan hanya duduk-duduk dan berpangku

tangan” (wawancara, 1 Juni 2011)

(5)

Kegigihan dan jiwa determinasi dari ibu Elisabeth juga berperan vital, misalnya dalam kelangsungan program pengembangan bina usaha peternakan sapi. Prinsip pemberdayaan masyarakat yang dipakai oleh ibu Elisabeth mampu memotivasi para peternak sehingga bangkit dari keterpurukan ketika anjlognya harga jual daging sapi atau tatkala mengalami kegagalan dalam proses penggemukan sapi. Dalam hal pengambilan keputusan, pak kades Soetedjo maupun ibu Elisabeth tidak pernah memaksakan kehendak mereka, walaupun sebenarnya ibu Elisabeth memiliki kapasitas itu karena kucuran dana adalah mutlak bergantung dari beliau. Namun toh ibu Elisabeth biasa berkata,

“ya sudah kalo itu memang keinginan dari bapak-bapak…

cuman saya minta satu yang harus dilakukan yaitu jujur,

transparan dan rajin …” (saat penelitian, 29 Maret 2012)

sebagai respon atas pendapat yang tidak setuju pada pendapatnya.

(6)

terlibat langsung dengan sistem sosial tersebut. Namun suatu sistem sosial bisa dijalankan dengan baik membutuhkan adanya suatu struktur sosial yang memadai dengan sistem sosial tersebut, karena untuk mengubah perilaku dari sistem diperlukan struktur yang mendukungnya.

Peranan

Trust

dalam Pemberdayaan Masyarakat

Dari hasil observasi lapangan atas kehidupan desa Tlogoweru, khususnya berkenaan dengan keefektifan dalam pendayagunaan sumur-sumur pantek sehingga mampu mengakselerasi pembangunan di beberapa sektor lainnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa adanya rasa trust (kepercayaan sosial) amat menentukan tingkat keberhasilan proses dalam pembangunan masyarakatnya, yaitu trust di antara para pemimpin masyarakat yang membangun, dalam hal ini diwakili oleh pak Soetedjo selaku kepada desa dengan para stakeholder dalam hal ini terwakili oleh ibu Elisabeth.

Henslin (2002) memandang trust sebagai pembangkit harapan dan kepercayaan dari individu terhadap reliabilitas orang lain. Fondasi terjadinya trust diantara anggota suatu masyarakat adalah meliputi saling menghargai satu dengan lainnya dan sikap menerima adanya perbedaan di antara anggota masyarakat atau kelompok-kelompok yang ada di suatu masyarakat (Carter 2001). Hal ini disebabkan karena seorang individu yang memiliki trust yang tinggi cenderung lebih menjadi individu yang mudah disukai, lebih memiliki rasa bahagia, dan dianggap sebagai seorang individu yang paling dekat dibandingkan individu yang memiliki trust yang rendah (Marriages 2001; Hanks 2002). Dengan demikian trust merupakan faktor pemberdayaan masyarakat yang memiliki kekuatan dan yang mampu memicu suatu hubungan yang akrab di antara para pelaku pembangunan sehingga bisa bekerjasama dalam suatu pembangunan masyarakat.

(7)

selama ini terhadap pola kerja dari ibu Elisabeth yang tidak pernah menuntut laporan-laporan administratif yang kaku otoriter terhadap penggunaan dana, misalnya untuk pembuatan sumur pantek, melainkan cukup meminta pak Soetedjo selaku penanggungjawab untuk melaporkan nota pembeliaan. Hal ini bisa dilakukan oleh sebab sikap trust ibu Elisabeth terhadap para pemimpin desa Tlogoweru mendapat sambutan positif sehingga semangat trust ini akhirnya berbalik kepada ibu Elisabeth dan timnya, dengan demikian trust yang hadir ditengah-tengah para pemimpin ini memberi dampak yang besar terhadap pelaksanaan proyek-proyek pembuatan sumur-sumur, yang pada akhirnya dapat diselesaikan dan dimanfaatkan secara maksimal dan efektif oleh masyarakat desa Tlogoweru. Peranan trust sebagaimana yang terjadi di masyarakat desa Tlogoweru ini nampaknya memiliki keselarasan dengan teori sosial tentang peranan trust didalam suatu masyarakat yang sedang membangun, seperti telah dikemukakan

oleh Fukuyama dalam bukunya “Trust: the Social Vitues and the Creation of Prosperity” (1995) yang mengungkapkan bahwa terjalinnya trust di antara anggota masyarakat akan menggerakkan suatu persatuan dan memiliki potensi untuk melahirkan pemberdayaan masyarakat.

Peranan Pemimpin dalam Pemberdayaan Masyarakat

(8)
(9)

kesempatan untuk dapat bertemu dan membicara tentang hal apa saja berkenaan dengan pemberdayaan masyarakat secara terbuka. Dengan demikian setiap anggota masyarakat melalui tim-tim pemberdayaan memiliki kemandirian dalam pengelolaan maupun pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat mereka.

Peranan Visi dalam Pemberdayaan Masyarakat

(10)

kenyamanan dalam bekerjasama karena merasa sebagai bagian yang holistik dari lembaga atau organisasi dimana mereka berada.

Peranan pemimpin lebih lanjut dijabarkan oleh John Adair (2008:11) tentang fungsi kepemimpinan berkenaan dengan visinya, yaitu: Pertama, fungsi perencanaan, yakni kemampuan untuk mengusahakan dan memahami visi bersama, kemudian mendefinisikan tugas, maksud dan tujuan tim kerjanya, sehingga ia bisa memperoleh gambaran yang menyeluruh dari suatu perencanaan (visi) yang realitis dan efektif. Fungsi kedua dari seorang pemimpin adalah bertindak sebagai instruktur, yaitu memberi pengarahan kepada tim kerjanya supaya mengenali sasaran atau tujuan dan rencana yang ditetapkan bersama sesuai dengan visi dan menjelaskan apa yang menjadi tujuan dari visi tersebut dengan akurat. Dengan demikian akan mampu mengkoordinir tim kerja untuk melaksanakan program kerja yang sudah dijadikan perencanaan. Fungsi ketiga adalah pengendalian, yaitu senantiasa menciptakan dan memelihara suasana kerja tim yang konduktif dengan memastikan bahwa setiap anggota tim yang ada telah memahami tujuan visi dan mendorong mereka untuk mengambil partisipasi sebagai satu tim. Fungsi keempat adalah sebagai pendukung, yaitu dapat memberi apresiasi kepada setiap orang dari timnya yang memang telah memberi kontribusi pada pencapaian hasil sesuai dengan visi bersama. Pemberian semangat ini diberikan baik secara individu maupun sebagai satu tim. Fungsi kelima adalah penginformasian, yaitu kemampuan untuk memberi kejelasan tentang tugas dan perencanaan dari visi dengan bahasa yang mudah dipahami dan memberi data yang akurat dengan cara membuat ringkasan pokok-pokok tugas kerja atau gagasan-gagasan baru. Dan fungsi keenam adalah pengevaluasian, yaitu mengkaji setiap kelayakan ide-ide atau perencanaan secara rutin, mengevaluasi prestasi tim kerja dan menentukan batas-batas kerja yang baru dalam pencapaian visi.

(11)

bagaimana kemungkinan nantinya, yakni tentang arah strategis organisasi. Visi mengandung arti standar pencapaian sukses atau cita-cita. Visi memiliki arti yang menunjukkan suatu pilihan nilai. Sebab itu, visi memiliki karekateristik yang unik dan mengarahkan pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya kepada suatu tugas yang istimewa.

Dengan demikian, visi seorang pemimpin amat berperan vital dalam memicu suatu pemberdayaan masyarakat dalam organisasi apapun, termasuk terhadap suatu negara. Sebab, dengan visi yang sudah menyatu kedalam darah daging dan sanubarinya, seorang pemimpin memiliki kekuatan moral (moral authority) yang mampu meniupkan inspirasi yang mendorong suatu partisipasi dari masyarakatnya untuk melalukan dan mencapai apa yang menjadi impian masa depan mereka. Suatu organisasi atau masyarakat yang berada dalam pengaruh visi dari pemimpinnya akan memiliki alasan rasionil untuk menyatukan diri dalam partsipasi pembangunan, mentransformasi diri untuk menjadi pelaku pembangan secara partisipatif yang menciptakan peluang-peluang yang tadinya tidak ada (unexist). Jesse Stoner dalam rangka penyelesaian disertasinya di

Universitas Massachussetts (1988) dengan tajuk “Visionary Leadership, Management and High Performance Work Units” melakukan studi intensif yang menunjukkan dampak yang luar biasa yang dihasilkan oleh visi dalam kepemimpinan bagi suatu kinerja sebuah perusahaan. Ia mengumpulkan lebih dari 500 pemimpin perusahaan yang memiliki visi yang kuat terlihat memiliki tim yang berkinerja tinggi, sedangkan seorang pemimpin walaupun memiliki kemampuan manajemen yang tinggi namun tidak memiliki visi yang kuat nampak memiliki tim kerja dengan kinerja yang biasa-biasa saja bahkan cenderung lemah.

(12)

pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan masyarakat desa Tlogoweru. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat desa Tlogoweru merupakan wujud dari implementasi visi masyarakatnya. Adapun visi desa Tlogoweru telah dicanangkan dengan jelas sebagai berikut:1Visi: “Mewujudkan masyarakat Desa Tlogoweru

yang sejahtera, maju, kreatif, demokratis, dalam suasana kehidupan yang konduksif, religius dan mandiri.” Dan visi ini dilengkapi dengan

Misi masyarakatnya, yaitu: “Kamtibmas, good governance, pendapatan

naik, ketersediaan pangan, sarpras, sosial, ekonomi, kerjasama dengan pihak swasta, pelestarian adat, pemberdayaan pokmas, kerukunan hidup antar pemeluk agama, pelaksanaan kerja koordinatif dan

sinergis.”

Peranan Karakter dalam Pemberdayaan Masyarakat

Sebagaimana telah diungkapkan di atas tentang peranan trust dalam pemberdayaan masyarakat, sedangkan trust adalah berkenaan tentang penerimaan atas diri seseorang untuk melakukan tindakan bersama, maka trust sesungguhnya merupakan produk dari karakter seseorang, yaitu nilai etika atau moral dari seorang pribadi, misalnya; kejujuran, ketulusan, atau kesabarannya (Koentjaraningrat 1984 dan 1999).

Covey (1990) menyatakan bahwa hampir selama 150 tahun, sebagaian besar pengkajian literatur tentang karakteristik dari pribadi (pemimpin) yang sukses menegaskan bahwa karakter memiliki pengaruh yang amat kuat dalam mempengaruhi seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan dan sebagai akibtanya akan mengantarkan mereka mencapai kesuksesan. Itulah sebabnya pemberdayaan masyarakat akan dapat dijalankan apabila digerakkan oleh seorang pemimpin yang memiliki karakter yang mampu menjadi panutan model (role model) bagi setiap anggota

masyarakat atau lembaga yang dipimpinnya. D’Souza (2007)

(13)

menggambarkan pemimpin yang efektif adalah seorang pemimpin yang “know the way, show the way and lead the way” yaitu pemimpin yang tidak sekedar pandai mengucapkan jargon-jargon kepemimpinan atau program-program yang muluk-muluk tetapi pemimpin yang mengetahui dengan baik dan benar pada setiap tindakannya, kemudian ia membuktikan bahwa dirinya telah melakukannya, sehingga ia mampu mendapat kepercayaan untuk memimpin orang lain mencapai keberhasilan sesusai dengan visinya.

Pemberdayaan masyarakat desa Tlogoweru yang mampu membangun partisipasi masyarakatnya dengan baik adalah tidak lain disebabkan oleh karakter dari kepemimpinan dari kepala desa Tlogoweru, yaitu pak Soetedjo. Karakter kepemimpinan Pak kades Soetedjo sebenarnya adalah sederhana sekali, yaitu terletak pada

falsafah hidup “Sandal Jepit”nya. Suatu falsafah kepemimpinan yang

dijiwai oleh sifat ketulusan, kesederhanaan dan keterbukaan tanpa pilih kasih terhadap siapapun, baik secara strata ekonomi, pendidikan

dan latar belakang agama. Seperti istilah yang dipakainya “Sandal Jepit”, pak kades dalam kesehariaanya memang beralaskan sepasang

sandal jepit ketika berkunjung ke rumah warganya atau melakukan supervisi ke semua perangkat desa Tlogoweru. Demikian pula dalam berkomunikasi dengan anggota warganya maupun siapa saja, pak Soetedjo memakai bahasa jawa sehari-hari yang sederhana, sehingga setiap warga merasa nyaman dan terayomi ketika berjumpa maupun berinteraksi. Oleh karena keefektifannya, falsafah kepemimpinan

“Sandal Jepit” pak Soetedjo amat berperan dalam menciptakan ruang

(14)

2014:80-81) yang berbunyi “Ing ngarso asung tulodo” yang artinya seorang pemimpin harus mampu menjadi contoh keteladanan bagi setiap anggota masyarakatnya. Pemimpin yang demikian akan memberi daya bagi masyarakatnya untuk turut berpartisipasi aktif dalam pemberdayaan dalam diri mereka. Kemudian karakter

kepemimpinan dengan “Ing madyo mangun karso” yang artinya seorang pemimpin harus mampu menumbuhkan prakarsa atau inisiatif untuk merangsang kekreatifan masyarakat yang dipimpinnya melalu sikap kesejajaran dan kesederhanaan, dengan demikian masyarakat akan tergerak untuk lebih berpartisipasi karena merasa sebagai bagian dari segenap proses pemberdayaan yang sedang berlangsung. Dan

akhirnya karakter “Tut wuri handayani” yang artinya seorang pemimpin harus memiliki jiwa kerendahan hati untuk menghargai setiap pendapat anggota masyarakatnya dan mau menerima saran atau usulan bahkan kritikan. Dengan demikian setiap anggota masyarakat akan merasakan ketenangan dan kepastisan dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan masyarakat setempat. Pak Soetedjo secara pribadi merumuskan karakter kepemimpinannya dengan prinsip 8 (delapan) pilar, yang merupakan rangkuman dari penuturan dan wejangan yang pernah diterimanya dari bu Elisabeth dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa Tlogoweru, sebagai berikut:

(15)

harus berani kembali membagikan kepada orang lain. Pilar ketujuh adalah menjalin harta hubungan. Saya katakan hubungan itu merupakan harta, harta yang tidak bisa hilang. Jangan menilai segala sesuatu hubungan itu dengan uang. Uang itu bisa habis. Delapan adalah menerima semua manusia sebagai saudara, sekalipun kami berbeda warna kulit, berbeda suku bangsa, berbeda kebudayaan, berbeda agama, tetapi mereka adalah manusia, sesama yang harus kita

hargai dan hormati.” (Wawancara, 1 Juni 2011)

Catatan Penutup

Pemberdayaan masyarakat desa Tlogoweru merupakan perwujudan nyata dari partisipasi aktif masyarakat Tlogoweru. Itulah sebabnya, pemberdayaan masyarakat tersebut mampu memberi harapan bagi masyarakat desa Tlgoweru untuk terus berupaya mencapai kemajuan ekonomi dan harkat kehidupan masyarakatnya.

Adapun proses pemberdayaan masyarakat tersebut dapat diskemakan sebagai berikut:

Sumber: yusuf

Gambar 7.1 Skema Pemberdayaan Masyarakat Desa Tlogoweru

(16)

Gambar

Gambar 7.1 Skema Pemberdayaan Masyarakat Desa Tlogoweru

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh adalah perlakuan penggunaan pupuk kandang ayam A 2 (pupuk kandang ayam 12 kg) memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan tinggi

Research based on the analysis of multitemporal aerial images from 1951-2004 made it possible to reconstruct the intermediate conditions of the Baltic Sea shoreline

IDM baru sebatas mengukur modal sosial dalam tataran yang visible atau kasat mata, atau masih sangat lemah, dan beberapa dapat dikatakan tidak tepat. Misalkan saja, tiga dari empat

Pengaruh Kecerdasan Emosionaldan Frekuensi Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika .... Materi Bangun Ruang Sisi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rekrutmen, seleksi, dan penempatan tenaga kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT Bank Papua Jayapura,

Apabila (kamu berjumpa) dengan seorang yang 'alim, hendaklah berkata (dalam hati) dia telah diberi sesuatu (pengetahuan) yang aku belum memilikinya

Perbandingan dengan luaran percobaan tahun 1993/1994 (Bari, et a/o, 1995) diberikan dalam Tabel4 untuk basil biji pipilan kering bahan pemuliaanjagung terpilih clan

untuk menggunakan hak pilihnya melalui diskusi-diskusi atau penyuluhan- penyuluhan tentang arti pentingnya suatu pemilihan. 2) KPU Provinsi Jawa Barat seharusnya dapat