BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kota Berkelanjutan
Kota merupakan lambang peradaban kehidupan manusia yang
berfungsi sebagai tempat pertumbuhan ekonomi, sumber inovasi dan
kreasi, pusat kebudayaan, dan wahana untuk peningkatan kualitas hidup.
Menurut Jayadinata (1999), secara geografis, kota adalah suatu tempat
yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok kompak, dan
mata pencaharian penduduknya bukan pertanian. Dalam pengertian
teknis, kota itu mempunyai jumlah penduduk tertentu, misalnya di
Indonesia yang disebut kota adalah wilayah yang memiliki 20.000
penduduk atau lebih. Dalam pengertian hukum Indonesia terdapat 4
macam kota yaitu (1) Kota sebagai ibukota Nasional, (2) Ibukota
Propinsi, (3) Ibukota Kabupaten dan Kotamadya, (4) Kota
Administratif. Dalam pengertian umum, kota adalah tempat yang
mempunyai prasarana kota, yaitu bangunan-bangunan besar, banyak
bangunan perkantoran, jalan yang lebar, pasar yang luas serta
pertokoannya, jaringan kawat listrik, jaringan air minum dan sebagainya.
Menurut Simonds (1983) kota merupakan suatu tempat yang mempunyai
sosial dan politik, memiliki posisi geografis yang tetap serta
pemerintahan yang spesifik tertulis dan diakui oleh negara.
Adisasmita (2006) menjelaskan bahwa untuk menuju kota yang
berkelanjutan, kota yang dalam perkembangan dan pembangunannya
harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, mampu
berkompetisi dalam ekonomi global dan mempertahankan keserasian
lingkungan, vitalitas sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanannya
tanpa mengabaikan atau mengurangi kemampuan generasi mendatang
dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Menurut Hadi (2005) makna
pembangunan berkelanjutan adalah
1) Dalam pembangunan berkelanjutan sumber daya alam yang digunakan dijaga
keutuhan fungsi ekologisnya.
2) Dampak pembangunan terhadap lingkungan diperhitungkan dengan
menerapkan sistem analisis mengenai dampak lingkungan sehingga dampak
negatif dapat dikemdalikan dan dampak positif dikembangkan.
3) Mempertimbangkan kepentingan generasi masa depan.
4) Pembangunan dengan wawasan jangka panjang karena perubahan lingkungan
pada umumnya berlangsung dalam jangka panjang.
5) Hasil pengelolaan sumber daya alam harus mempertimbangkan sumber alam
harus memperhitungkan sumber alam yang semakin berkurang akibat proses
2.2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
2.2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, ruang
terbuka hijau adalah area memanjang membentuk jalur atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. Dalam Permendagri No.1 Tahun 2007 dijelaskan ruang terbuka
adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur
dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya
tanpa bangunan, sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
(RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan
yang diisi oleh tumbuhan atau tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Ruang terbuka hijau di dalam kota pemanfaatannya bersifat
pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah atau
budidaya tanaman oleh manusia. Jenis ruang terbuka hijau meliputi
taman kota, taman wisata alam, taman rekreasi, taman lingkungan
perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran dan gedung
komersial, taman hutan raya, hutan kota, hutan lindung, bentang alam
binatang, pemakaman umum, lapangan olah raga, lapangan upacara,
parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, jalur dibawah tegangan tinggi
(SUTT dan SUTET), sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa;
jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan
pedestrian; kawasan dan jalur hijau, daerah penyangga (buffer zone)
lapangan udara dan taman atap (roof garden).
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) dibagi menjadi 2,
yaitu RTHKP Publik dan RTHKP Privat. RTHKP Privat adalah RTHKP yang
penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta,
perseorangan atau masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang
oleh Pemerintah Kota/Kabupaten. Sedangkan RTHKP Publik adalah RTHKP
yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara
umum. Dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ditetapkan
bahwa luas ideal RTHKP ialah minimal 20 % dari luas wilayah perkotaan.
2.3.Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Hasni (2009) menjelaskan penyelenggaraan ruang terbuka hijau
kota bertujuan untuk menjaga kelestarian, keserasian dan keseimbangan
ekosistem perkotaan yang meliputi unsur-unsur lingkungan, sosial dan
budaya, sehingga diharapkan bahwa ruang terbuka hijau kota dapat
1) Identitas Kota. Jenis tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau
lambang suatu kota dapat dikoleksi pada areal ruang terbuka hijau kota.
2) Ameliorasi Iklim. Ruang terbuka hijau dapat dibangun untuk mengelola
lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan
sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat
menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Jumlah pantulan radiasi
matahari suatu hutan sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis
tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan
posisi lintang (Wisnubroto, dkk., 1983). Suhu udara pada daerah berhutan
lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain
suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh ruang terbuka hijau adalah
kelembaban. Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota
yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari
gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara
3-10 derajat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman
pohon pada suatu areal akan mengurangi temperatur atmosfer pada wilayah
yang panas (Grey dan Deneke; Robinette, 1983).
3) Upaya Pelestarian Plasma Nutfah. Dengan adanya pengembangan ruang
terbuka hijau maka diharapkan dapat diharapkan dapat diterapkan program
penghijauan pada ruang-ruang terbuka hijau kota. Hal ini memungkinkan
adanya penerapan berbagai jenis tanaman yang dapat memberikan
berfungsi sebagai tempat pelestarian keanekaragaman jenis flora maupun
fauna dalam upaya pelestarian plasma nutfah.
4) Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara. Dengan adanya ruang
terbuka hijau kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi
akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan.
Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara
akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian
akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang
berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi
terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang
menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Manfaat dari adanya tajuk
pada RTH kota adalah untuk menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat,
jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk di ruang
terbuka hijau kota.
5) Mengatasi genangan air. Jenis tanaman yang mempunyai jumlah daun
banyak, memiliki kemampuan evapotranspirasi tinggi karena memiliki
mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula sehingga cocok untuk
mengatasi daerah yang sering digenangi air ataupun banjir.
6) Pengelolaan Sampah. Ruang terbuka hijau kota dapat diarahkan untuk
pengelolaan sampah, yaitu dapat berfungsi sebagai penyekat bau, penyerap
zat yang berbahaya (dan beracun/B3) yang mungkin terkandung dalam
sampah seperti logam berat, pestisida serta B3 lain.
7) Pelestarian Air Tanah. Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah
menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran
permukaan dan mempertahankan kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya.
Pada musim hujan laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan
vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang
tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di lingkungan perkotaan.
Ruang terbuka hijau dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan
aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah
10.219 m3 setiap tahun (Kartasapoetra, 2006).
8) Penapis Cahaya Silau. Pohon yang memiliki ketinggian optimal dan tajuk
yang rimbun sangat efektif dalam meredam cahaya.
9) Meningkatkan Keindahan. Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur
tertentu dapat menciptakan komposisi yang indah.
10) Sebagai Habitat Hidupan Liar. Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai
habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang
cukup tinggi. Ruang terbuka hijau merupakan tempat perlindungan dan
penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa terutama burung, mamalia kecil
dan serangga. Ruang terbuka hijau dapat menciptakan lingkungan alami dan
keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan
11) Mengamankan Pantai terhadap Abrasi. Ruang terbuka hijau kota berupa
formasi tanaman (hutan) mangrove yang bermanfaat dalam meredam
gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di
pantai.
12) Mengurangi Stress (Kejiwaan). Ruang terbuka hijau dapat menciptakan
suasana sejuk serta nyaman bagi kejiwaan manusia karena adanya sirkulasi
udara yang sejuk dan keindahan dari flora dan fauna yang dapat mengurangi
gangguan syaraf dan suasana tegang dari rutinitas manusia.
13) Meningkatkan Industri Pariwisata. Bunga bangkai (Amorphophallus
titanum) di Kebun Raya Bogor yang berbunga setiap 2-3 tahun dan
tingginya dapat mencapai 1,6 m, dan bunga Raflesia Arnoldi di Bengkulu
merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun mancanegara.
2.4. Bentuk Ruang Terbuka Hijau
Menurut Grey dan Denneke (1986) berdasarkan kriteria sarana,
fungsi penting, jenis vegetasi, intensitas menejemen, status pemilik, serta
pengelolaannya, maka komponen penyusun ruang terbuka hijau dapat
dikelompokkan dalam empat bentuk yaitu hutan kota, taman kota, jalur
hijau serta kebun atau pekarangan. Irwan (2008) mengelompokkan
ruang terbuka hijau berdasarkan bentuk, sebagai berikut:
1) Jalur, komunitas vegetasinya tumbuh mengikuti jalur bentukan alam (seperti
2) Menyebar, komunitas vegetasinya tumbuh menyebar berupa rumpun atau
gerombol kecil, seperti yang tumbuh di pekarangan atau halaman-halaman
bangunan maupun yang ditanam pada lahan sisa dan median jalan.
3) Bergerombol atau menumpuk, komunitas vegetasinya terkonsentrasi di
suatu tempat dengan paling sedikit 100 pohon dengan jarak tanam rapat
tidak beraturan yang tumbuh seperti bentukan hutan alam.
Berdasarkan bobot kealamian, bentuk ruang terbuka hijau dapat
diklasifikasikan menjadi:
1) Bentuk ruang terbuka hijau alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan
2) Bentuk ruang terbuka hijau non alami atau ruang terbuka hijau binaan
(pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olahraga dan pemakaman).
Status kepemilikan ruang terbuka hijau diklasifikasikan menjadi raung
terbuka hijau publik, yaitu ruang terbuka hijau yang beralokasi pada lahan-lahan
publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat maupun daerah) dan ruang
terbuka hijau privat atau non publik, yaitu ruang terbuka hijau yang beralokasi
pada lahan-lahan milik privat.
2.5. Iklim Mikro Kota
Iklim adalah kondisi cuaca rata-rata yang terdapat pada waktu dan
tempat tertentu. Ilmu yang mempelajari kondisi dari atmosfer disebut
meteorologi, sedangkan ilmu yang mempelajari karakteristik kondisi
tertentu disebut klimatologi. Istilah klimatologi dan meteorologi dibagi
menjadi makro, meso, dan mikro. Maka mikroklimatologi didefenisikan
sebagai iklim (kondisi yang berlaku) pada satu kawasan yang berukuran
kecil, yang dapat dibedakan dari iklim kawasan secara keseluruhan
(Brown dan Gilesspie, 1995). Iklim ideal bagi kenyamanan manusia telah
dirumuskan sebagai berikut: udara yang bersih, suhu antara
10-26,70C, kelembaban antara 45-75%, udara yang tidak terperangkap dan tidak berupa angin yang kencang dan keterlindungan terhadap hujan.
Menurut Danoedjo (1990) iklim mikro adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi iklim setempat yang dapat memberikan pengaruh
langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan kenyamanan (rasa) pemakai.
Sedangkan menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, iklim mikro adalah
keberadaan ekosistem setempat yang mempengaruhi kelembaban dan
tingkat curah hujan setempat sehingga temperatur menjadi terkendali,
termasuk radiasi matahari dan kecepatan angin.
Pada umumnya iklim mikro dipengaruhi beberapa faktor seperti
suhu, kelembaban udara, angin, penguapan, dan lain-lain (Fandeli, et.al.,
2004). Keberadaan vegetasi juga berfungsi sebagai pengendali iklim.
Menurut Carpenter, et.al (1975) fungsi vegetasi antaralain:
Tanaman dapat menyerap panas dan memantulkan pancaran sinar matahari
sehingga dapat mengendalikan iklim mikro.
2) Pengendali angin
Tanaman berguna sebagai penahan, penyerap dan pengalir tiupan anin
sehingga menimbulkan iklim mikro yang nyaman.
3) Kontrol prestipitasi dan kelembaban udara
Tanaman mampu menyerap suara kebisingan bagi kawasan atau areal yang
memerlukan ketenangan
4) Penyaring udara
Tanaman sebagai filter atau penyaring debu, bau dan memberikan udara
segar.
2.5.Suhu Udara
Menurut Kartasapoetra (2006) suhu adalah derajat panas atau
dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan
thermometer. Secara fisis suhu dapat didefenisikan sebagai tingkat
gerakan molekul benda, semakin cepat gerakan molekul, semakin tinggi
suhunya. Panas bergerak dari sebuah benda yang mempunyai suhu tinggi
ke benda dengan suhu rendah. Untuk menyatakan suhu dipakai berbagai
skala. Dua skala yang sering dipakai dalam pengukuran suhu udara
adalah skala Fahrenheit dan skala Celcius atau skala perseratusan
Skala celcius sekarang banyak dipakai dalam pelaporan dan analisisis
data cuaca dan iklim.
2.6.Kelembaban Relatif Udara
Kelembaban udara merupakan salah satu analisis iklim yang
mengendalikan iklim mikro. Kelembaban udara menggambarkan
kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban
mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air.
Menurut Wisnubroto (1983) variabilitas kandungan uap air dalam udara
penting berdasarkan tempat maupun waktu karena:
1) Besarnya jumlah uap air dalam udara merupakan indikator kapasitas
potensial atmosfer tentang terjadinya presipitasi.
2) Uap air mempunyai sifat menyerap radiasi bumi sehingga ia akan
menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi dan dengan sendirinya
juga akan mengatur temperatur.
3) Semakin besar jumlah air dalam udara makin besar jumlah energi potensial
yang laten tersedia dalam atmosfer dan merupakan sumber terjadinya hujan
angin (storm), sehingga dapat menentukan apakah udara itu kekal atau tidak.
2.7.Vegetasi
Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tumbuhan
yang direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan sebagai tanaman
penghijauan kota (Dephut, 2007) adalah Flamboyan (Delonix regia),
Angsana (Pterocarpus indicus), Ketapang (Terminalia cattapa),
Kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Kere payung (Filicium decipiens), Johar
(Cassia multiyoga), Tanjung (Mimusops elengi), Mahoni (Swientenia
mahagoni), Akasia (Acacia auriculiformis), Bungur (Lagerstroemia
loudonii), Kenari (Canarium commune), Johar (Cassia sp.), Damar
(Agathis alba), Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Jakaranda
(Jacaranda filicifolia), Liang liu (Salix babilinica), Kismis
(Muehlenbeckia sp.), Ganitri (Elaeocarpus spahaericus), Saga
(Adenanthera povoniana), Anting-anting (Elaeocarpus grandiflorus),
Asam kranji (Pithecelobium dulce), Johar (Cassia grandis),
Cemara (Cupresus papuana), Pinus (Pinus merkusii), dan Beringin
(Ficus benjamina).
yang digunakan dalam penghijauan kota sebagai penyerap CO2 dan penghasil O2.
Tanaman Beringin (Ficus benjamina) sebagai tanaman yang
direkomendasikan oleh Dephut (2007), selain sebagai tanaman
penghijauan, beringin juga bermanfaat untuk pelestarian air tanah.
Dengan demikian, Beringin memiliki peran yang tepat di perkotaan, yaitu
penyerap CO2, penghasil O2, dan pelestari air tanah.
2.8. Suhu dan Kenyamanan Manusia
Keadaan cuaca atau iklim sangat mempengaruhi aktivitas
manusia. Lebih spesifik lagi bahwa aktivitas metabolisme tubuh
dipengaruhi oleh suhu udara. Bahkan pengaruh suhu bagi kehidupan
manusia dapat secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
berkenaan dengan kenyamanan udara, sedangkan secara tidak langsung
misalnya berkenaan dengan kerentanan tubuh terhadap gangguan
kesehatan, dan sebagainya. Beberapa ahli telah berusaha untuk
menyatakan pengaruh parameter-parameter iklim terhadap kenyamanan
manusia dengan bantuan persamaan yang mengandung dua atau lebih
parameter iklim, misalnya indeks ketidaknyamanan (discomfort). Iklim
ideal bagi kenyamanan manusia telah dirumuskan sebagai berikut: udara
yang kencang dan keterlindungan terhadap hujan (Tjasyono,
2004).
2.9.Hirarki dan Standar Luas Ruang Terbuka Hijau
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota
menjelaskan bahwa penunjukan lokasi dan luas hutan kota didasarkan
pada pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat pencemaran,
dan kondisi fisik kota. Luas hutan kota dalam satu hamparan yang
kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar dan
persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari
wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
Hakim (2007) menjelaskan standar luasan taman kota sangat
bervariasi tergantung kondisi kota, besaran kota yang dipengaruhi
topografi, luas areal kota, jumlah penduduk, kebiasaan sosial masarakat
dan kebijakan pemerintah setempat. The greater London Council
membagi taman pada luas dan jarak jangkau dari pemukiman rumah
tinggal, 20.000 m2, 200.000 m2 dan 600.000 m2 (Tabel 2.1).
Tabel 2.1. Standar Luas Taman The Greater London Council (Hakim, 2007).
No. Jenis Taman Ukuran Luas Jarak Hunian
1. Small Park 20.000 m2 Jarak dapat ditempuh dengan berjalan kaki
2. Intermediete Park 200.000 m2 Jaraknya 1,5 km dari hunian
3. Large Park 600.000 m2 Jaraknya 8 km dari hunian
Menurut Dirjen Cipta Karya dalam Hakim (2007) luas taman
keluarga/penduduk, yaitu 20-50 keluarga/ 100-200 penduduk, 160-200
keluarga/ 800-1000 penduduk dan 600-1000 keluarga/ 3000-6000
penduduk (Tabel 2.2).
Tabel 2.2. Standar Taman Kota Menurut Dirjend Cipta Karya (Hakim, 2007).
No. Jumlah Keluarga/Penduduk Ukuran Luas RTH
1. 20-50 keluarga/ 100-200 penduduk 200 m2
2. 160-200 keluarga/ 800-1000 penduduk 800 m2
3. 600-1000 keluarga/ 3000-6000 penduduk 11400 m2
Untuk menentukan luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah
penduduk, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Pengadaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan dilakukan dengan mengalikan
antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas ruang terbuka
hijau per kapita (Tabel 2.3).
Tabel 2.3. Standar Luas Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jumlah Penduduk (Kepmen PU Nomor 5/PRT/M/2008).
250 Di Tengah Lingkungan RT
3. 30.000 Taman Kelurahan
9.000
Dikelompokkan dengan Sekolah/Pusat
Kelurahan
4. 120.000 Taman Kecamatan
24.000
Dikelompokkan dengan sekolah/pusat
kecamatan
Pemakaman Disesuaikan Tersebar
5. 480.000 Hutan Kota
Disesuaikan Di dalam/kawasan pinggiran
Untuk fungsi-fungsi
Tertentu Disesuaikan
Disesuaikan dengan kebutuhan
Sedangkan menurut standar Perencanaan perumahan perumnas
dalam Hakim (2007) ditentukan standar sebagai berikut:
1. Untuk jumlah rumah ± 300 unit dibutuhkan tempat bermain seluas 500 m2
2. Untuk jumlah rumah ± 700 wajib menyediakan saraana olahraga seluas
2000 m2
3. Untuk jumlah rumah ± 3000 unit wajib menyediakan taman seluas 8000 m2.
2.10. Kondisi Umum Kota Pematangsiantar 2.10.1 Batas Geografis
Kota Pematangsiantar secara astronomis berada di bagian tengah
Sumatera Utara, terletak pada garis 2° 53’ 20” Lintang Utara (LU) dan
99° 1’ 00” - 99° 6’ 35” Bujur Timur (BT) pada peta bumi dan berada di
tengah-tengah kabupaten Simalungun (Gambar 2.1). Luas wilayah
Setia Negara Bah Sorma
J U M L A H 79,971 100
2.10.2 Kependudukan
Pada Tahun 2011, penduduk Kota Pematangsiantar berjumlah
229.965 jiwa dengan kepadatan sebesar 2.882 jiwa/km2 (sumber: Kota Pematangsiantar Dalam Angka Tahun 2011). Penduduk Kota
Pematangsiantar tersebar pada 8 kecamatan. Adapun kepadatan
penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Siantar Barat yaitu
masing-masing 11.057 jiwa/km2, dimana hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi penduduk tertinggi di Kota Pematangsiantar berlangsung pada kecamatan
tersebut (Tabel 2.5).
Tabel 2.5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2011 (Kota Pematangsiantar Dalam Angka, 2011)
No. Kecamatan Luas Wilayah
Struktur pendidikan penduduk Kota Pematangsiantar Tahun 2011
dapat dicirikan dengan besarnya proporsi penduduk tamat SMTA
(42,33%), diikuti oleh kelompok penduduk tamat SD (42,33%) dan tamat
SMTP (26,34%). Sementara kelompok tamat diploma/sarjana hanya
Tabel 2.6. Struktur Pendidikan Penduduk Kota Pematang Siantar
No. Tingkat Pendidikan Persentase (%)
1. Sekolah Dasar (SD) 25,24
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 23,16
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) 42,33
4. Diploma / Sarjana 2,27
Total 100
Berdasarkan Tabel 2.6 dapat dilihat bahwa penduduk Kota
Pematang Siantar pada umumnya memiliki kualitas SDM yang relatif
baik dengan tamatan SMA paling mendominasi (42,33%), dimana hal ini
berimplikasi dengan berbagai hal yaitu menunjukkan tingginya
kesempatan berkembang dan mengembangkan kegiatan ekonomi baru
dan menunjukkan tingginya potensi pengembangan sektor-sektor
perkotaan yang membutuhkan tenaga kerja terdidik.
2.10.4. Komposisi Etnis
Komposisi etnis penduduk Kota Pematangsiantar adalah suku
Tapanuli, suku Jawa, suku Simalungun, suku Mandailing dan Cina
(Tabel 2.7).
Tabel 2.7. Komposisi Etnis Di Kota Pematang Siantar
Pada Tabel 2.7 dapat dilihat bahwa persentase terbesar adalah
suku Tapanuli (47,50%), diikuti oleh suku Jawa (25,61%). Sementara
suku-suku lainnya hanya mencakup proporsi yang relatif kecil seperti
suku Simalungun (6,65%), Mandailing (5,66%), China (3,79%) dst.
Data BPS mencatat bahwa secara spesifik terdapat 11 suku/etnis di Kota
Pematangsiantar. Komposisi ini menunjukkan bahwa telah terjadi
pergeseran komposisi etnis yang sangat signifikan dibandingkan awal
abad ke-20 dimana Suku Simalungun masih mendominasi. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa sistem nilai pola perilaku dan aktivitas
kemasyarakatan penduduk Kota Pematangsiantar sangat diwarnai oleh
suku dominan, yaitu Tapanuli dan Jawa.
2.10.5. Pola Persebaran
Pola persebaran penduduk merupakan salah satu elemen yang
menunjukkan struktur spasial suatu wilayah. Struktur tersebut pada
gilirannya mencerminkan pola perkembangan dan potensi/permasalahan
wilayah. Kepadatan penduduk dilakukan dengan menggolong-golongkan
angka kepadatan penduduk menurut 3 golongan, yaitu Tinggi, Sedang
dan Rendah.