• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802013139 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802013139 Full text"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN

PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

OLEH

MG DEKA GERIADI 80 2013 139

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : MG Deka Geriadi Nim : 80 2013 139 Program Studi : Piskologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

Dengan hak bebas royality non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan mengalih media/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 13 Desember 2016 Yang menyatakan,

MG Deka Geriadi

Mengetahui,

Pembimbing Utama

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan ini :

Nama : MG Deka Geriadi Nim : 802013139 Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

Yang dibimbing oleh :

Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangakai kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 13 Desember 2016 Yang memberi pernyataan

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

Oleh MG Deka Geriadi

802013139

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui Pada Tanggal : 4 Januari 2017

Oleh:

Pembimbing Utama

Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

Diketahui oleh, Disahkan oleh, Kaprogdi Dekan

Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, M.S Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(8)

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN

PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

MG Deka Geriadi

Heru Astikasari S. Murti.

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(9)

i

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja akhir kelas 12 SMA 3 Salatiga. Dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling dengan partisipan penelitian berjumlah 60 partisipan, yang berusia 18 tahun dan pernah merasakan perasaan putus cinta dalam waktu minimal 1 minggu. Variabel regulasi emosi diukur dengan menggunakan skala regulasi emosi yang diadaptasi dari Gross (2007), yang berjumlah 30 item, dan variabel perasaan putus cinta Lavie (2003) yang berjumlah 40 item. Analisis data dengan menggunakan teknik analisis korelasi Pearson Product Moment dan diperoleh hasil r= 0,479 dengan signifikansi 0,00 (p<0,01). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada siswa kelas 12 di SMA 3 Salatiga.

(10)

ii

Abstract

The aim of this research is to know the relationship between the regulation

of emotion with feeling of love for the 3rd grade students at SMA 3 Salatiga. In this

research uses the technique of sampling accidental by involving 60 participants, aged 18

years old and had experience a breakup within at least a week. Variables of

emotion regulation is measured by using a scale adapted from Gross (2007), the total are 30

items, and variables of the feeling of breakup from Lavie (2003) are 40 items. The data

analysis uses the technique of correlation analysis of Pearson Product Moment and the

obtained result is r= (-) 0,230 with the significance of 0,039 (p< 0,05). The

research shows that there is a significant of negative relationship between the regulation

of emotion with the feeling of breakup for the 3rd grade students at SMA 3 Salatiga.

(11)

1 PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Kebanyakan remaja pasti pernah mengenal dan mengalami yang namanya jatuh cinta, pacaran dan putus cinta. Hal ini wajar dirasakan oleh remaja, karena sesuai dengan ciri-ciri dan tugas-tugas perkembangannya bahwa pada masa ini remaja akan merasa tertarik terhadap lawan jenis Santrock (2012). Sehingga tidak heran apabila remaja yang putus cinta akan merasakan kesedihan serta kekecewaan yang mendalam dan berujung pada tindakan-tindakan negatif seperti bolos kuliah, mengurung diri di kamar, stress, kehilangan semangat kuliah, dan bahkan adapula yang melakukan bunuh diri. Seorang mahasiswa bernama Efr (20tahun) ditemukan tewas di rumahnya di kawasan Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2016), ia diduga gantung diri akibat putus cinta (dalam Tribun Timur ditulis oleh Surya Malang, 2016).

Menurut Oktaviani (2010), menyatakan bahwa fenomena putus cinta yang mendatangkan dampak negatif juga terjadi di Surabaya, bahwa kondisi mental sebagian remaja Surabaya sungguh memprihatinkan. Menurut informasi yang berhasil didapatkan bahwa berdasar data IRD RSU dr Soetomo. Kasus remaja mengalami intoksikasi disebabkan oleh kondisi remaja yang sangat kalut sehingga remaja menggunakan bahan kimia yang keras. Kondisi berakhirnya hubungan cinta atau pacaran pada remaja menimbulkan dampak yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Oktavian (2010), bahwa salah satu resiko pacaran adalah putus cinta.

(12)

2

(kondisi kaget atau tidak menduga), Encounter reaction (perasaan kehilangan, pikiran acau dan sedih), Retreat (reaksi penolakan, saat mengalami putus cinta).

Menurut Lavine (2003), penderitaan akibat putus cinta adaah suatu bentuk penderitaan yang dialami oleh seorang pasangan kekasih, tetapi ternyata mereaka tidak saling mencintai lagi, sehingga mereka mengalami putus cinta, dan mereka yang mengalami hal tersebut akan menderita dan sedih. Adapun ciri-ciri perasaan putus cinta menurut Lavine dalam lolong (2003), adalah rasa takut, sedih, kecewa, menderita, dan amarah.

Dari hal tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa perasaan putus cinta adalah suatu rasa yang di miliki oleh setiap individu meliputi rasa takut, sedih, amarah, menderita, dan kecewa akibat kejadian berakhirnya suatu hubungan yang dibina dengan pasangannya. Berakhirnya jalinan cinta atau putus cinta dapat dianggap sebagai pengalaman berharga dan merupakan suatu proses menuju kedewasaan dalam hidup oleh seorang individu. Namun bagi remaja yang sudah berpacaran lama dan cinta terlanjur mendalam, tentu mngalami kepedihan yang sangat mendalam, dan merupakan hal terberat serta paling menyakitkan yang membuat remaja larut dalam kesedihannya. Hal tersebut merupakan perilaku negatif yang dilakukan oleh remaja, yang berhubungan dengan emosi.Permasalahan emosi pada masa remaja sangat menarik sebab emosi merupakan suatu fenomena yang dimiliki oleh setiap manusia, dan dapat dirasakan setiap harinya.

(13)

3

4,25% selama enam bulan sampai satu tahun, dan 4,79% mengalami kesedihan selama lebih dari satu tahun.

Dalam menghadapi persoalan putus cinta individu akan mengalami yang namanya emosi. Individu mampu mengekspresikan suasana hati yang dialaminya yang disebabkan oleh stimulus tertentu dari permasalahannya. Ketika disaat seorang individu merasakan emosi dalam bentuk bahagia, dia akan mengekspresikannya dalam bentuk bahagia, jika individu merasakan emosi marah, dia dapat saja mengekspresikan suasana hatinya dengan membanting barang-barang di sekitarnya. Pengendalian emosi merupakan hal yang penting bagi setiap individu, agar mampu mengendalikan emosinya di saat remaja sedang menghadapi suatu masalah.Untuk itu, pengendalian emosi pada remaja sangat diperlukan, agar remaja bisa mengelola emosinya.

Menurut Oktaviani (2010) dalam penelitiannya bahwa ada sebagian remaja kususnya pada remaja akhir saat mengalami putus cinta ada yang mampu mengontrol emosinya dan ada yang kurang mampu mengontrol emosi. Remaja akhir yang mampu mengontrol tidak mengalami stres dan mampu menjalani kehidupan sosialnya sengan baik.Berbeda dengan remaja akhir yang kurang mampu mengontrol emosinya.Terlebih-lebih bagi remaja akhir saat berpacaran sudah melakukan hubungan seks ada perasaan benci dan marah atas pemutusan hubungan oleh pasangannya.Usaha-usaha yang dapat di lakukan oleh individu untuk mengatur emosi mereka dapat disebut dengan regulasi emosi.

(14)

4

emosi sangatlah diperlukan untuk mengatur suasana hati.Regulasi emosi dapat terjadi secara otomatis atau terkontrol dan disadari atau tidak disadari.Gross (2007) menjelaskan aspek-aspek regulasi emosi sebagai berikut, pertama dapat mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun emosi negatif.Kedua, dapat mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis. Ketiga, dapat menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang dihadapinya.

Menurut (Hurlock, 2003) bahwa upaya untuk menyadari emosi yang dialami merupakan langkah penting bagi remaja sebab kesadaran akan perasaan yang dialami akan mengembangkan tipe perilaku adaptif yang dapat memfasilitasi terciptanya interaksi sosial yang positif. Hal ini perlu dilakukan mengingat masa remaja secara tradisional dianggap

sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat

dari perubahan fisik dan kalenjar. Akan tetapi, tidak semua remaja menjalani masa badai dan tekanan, ada juga sebagian besar remaja mengalami kestabilan emosi. Jenis yang secara normal dialami para remaja adalah cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lainnya lagi. Perbedaannya terletak para rangsangan yang di miliki oleh remaja saat membangkitkan emosinya dan khususnya pola pengontrolan atau regulasi emosi yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi remaja.

Regulasi emosi dapat menyebabkan emosi meningkat atau menurun dan dapat melibatkan emosi positif dan emosi negatif.Pengendalian emosi membantu individu menyesuaikan diri dengan situasi di lingkungannya.Individu dapat menempatkan diri dalam situasi yang tepat.Remaja dapat membedakan kapan dan bagaimana emosi ditunjukan (Yuli, 2012).

(15)

5

putus cinta masih dirasakan, membuat individu dapat mengatur emosinya karena rasa sabar dalam menghadapi persoalan yang mereka hadapi.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan pada tanggal 15 September 2016 pada 5 siswa di SMA 3 Salatiga menyatakan bahwa, ketika mereka merasaan perasaan saat putus cinta, mereka akan merasakan yang namanya rasa senang, sedih ataupun kecewa. Ketika mereka mampu mengatur emosi mereka saat putus cinta, mereka akan lebih mampu memunculkan emosi-emosi yang positif. Sehingga dalam menghadapi permasalahan yang sedang di alami, mereka mampu mengatur emosi mereka saat putus cinta. Namun sebaliknya ketika mereka tidak mampu mengatur emosi, mereka akan mengeluarkan emosi-emosi yang negatif seperti membolos sekolah, dan berkata kasar terhadap pasangannya, dan ada pua yang berdiam diri di kamar sampai sakit. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin meneliti

mengenai adalah “Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Perasaan Putus Cinta pada

Remaja Kelas 12 SMA 3 Salatiga”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja akhir kelas 12 SMA 3 Salatiga. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memotivasi siswa supaya memiliki emosi-emosi yang positif.

HIPOTESIS

Ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja sma 3 salatiga.

(16)

6

Definisi Operasional

Variabel Tergantung : Perasaan Putus Cinta

Menurut Yuwanto (2011), putus cinta adalah kejadian berakhirnya suatu hubungan cinta yang telah dijalin dengan pasangannya. Ciri-ciri perasaan putus cinta adalah rasa takut, sedih, kecewa, menderita, dan amarah (Lavie, 2003). Dari hal tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa perasaan putus cinta adalah suatu rasa yang di miliki oleh setiap individu meliputi rasa takut, sedih, amarah, menderita, dan kecewa akibat kejadian berakhirnya suatu hubungan yang dibina dengan pasangannya. Seseorang yang masih mencintai pasangannya dan kemudian mengalami putus cinta umumnya akan menunjukan reaksi kehilangan terutama diawal putus cinta. Perasaan putus cinta ini di ukur dengan menggunakan skala perasaan putus cinta.

Variabel Bebas : Regulasi Emosi

Gross (2007) Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Regulasi emosi ini lebih pada pencapaian keseimbangan emosional yang dilakukan oleh seseorang baik melalui sikap atau perilakunya.

Partisipan

(17)

7

Teknik Pengumpulan data

Menurut Sugiyono (2013) purposive samplingadalah teknik pengambilan sampel data dengan pertimbangan tertentu dan sesuai dengan tujuan yang di kehendaki.

1. Skala Regulasi Emosi

Skala ini diadaptasi oleh penulis dari Gross (2007) menjelaskan aspek-aspek regulasi emosi sebagai berikut, (1) dapat mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun emosi negatif. (2), dapat mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis. (3), dapat menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang dihadapinya. Skala regulasi emosi menggunakan skala Likert yang terdiri dari 30 item. Terdiri dari 16 pernyataan favorebel yang menggunakan 5 pilihan jawaban, antara lain: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), R (Ragu-ragu), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Subjek akan mendapatkan skor 5 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 4 untuk jawaban S (Sesuai), skor 3 untuk jawaban R (Ragu-ragu), skor 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai). Untuk pernyataan unfavorable dengan item 14. Subjek akan mendapatkan skor 1 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban S (Sesuai), skor 3 untuk jawaban R (Ragu-ragu), skor 4 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 5 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai).

(18)

8

2. Skala Perasaan Putus Cinta

Skala ini dibuat oleh penulis berdasarkan Lavie (2003) ciri-ciri putus cinta yaitu rasa takut, sedih, kecewa, menderita, dan amarah.Skala perasaan putus cinta menggunakan skala Likert yang terdiri dari 40 item, dari 20pernyataan favorable, dan 20 pernyataan unfavorable. Skala Likert ini menyediakan 4 pilihan jawaban, antara lain: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), R (Ragu-ragu), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Subjek akan mendapatkan skor 5 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 4 untuk jawaban S (Sesuai), skor 3 untuk jawaban R (Ragu-ragu), skor 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai). Untuk pernyataan unfavorable dengan item 20. Subjek akan mendapatkan skor 1 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban S (Sesuai), skor 3 untuk jawaban R (Ragu-ragu), skor 4 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 5 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai).

Dalam hal ini, peneliti menggunakan try out terpakai. Saat penelitian dilakukan peneliti mendapatkan 60 responden untuk mengisi angket yang sesuai kriteria. Setelah melakukan penelitian didapatkan reliabel sebesar 0,769, menurut Kalan dan Saccuzo (1992) merekomendasikan nilai alpha cronbach sebesar 0,7-0,8, sehingga hasli penelitian yang telah dilakukan data dikatakan reliabel. Dari 40 item yang diujikan dengan standar minimal 0,25(berdasarkan Azwar, 2012) terdapat 13 item yang gugur. Nilai r hitung item total korelasi item yang tidak gugur berkisar antara 0,27- 0,493.

Teknis Analisis Data

(19)

9

Analisis Data

Hasil analisis data yang dilakukan adalah didapatkan dari kuesioner yang dibagikan kepada responden. Adapun uji yang dilakukan meliputi uji validitas, uji reliabilitas dan uji korelasi pearson.

HASIL PENELITIAN

Hasil Analisa Deskriptif

Variabel Regulasi Emosi

Variabel regulasi emosi memiliki 24 item dengan jenjang skor 1 sampai dengan 5.Pembagian skor tertinggi dan rendah adalah sebagai berikut:

Skor tertinggi:24 x 5 = 120

Skor terendah: 24 x 1 = 24

Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu rendah, sedang, tinggi. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dam membaginya dengan jumah kategori.

(20)

10

Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori regulasi emosi sebagai berikut:

Sedang : 56 < x ≤ 88 Rendah : 24 < x ≤ 56

Tabel 1.Kriteria Skor Regulasi Emosi

No Interval Kategori N Means Presentasi

1. 88<x ≤ 81,6 Tinggi 0

2. 56< x≤ 88 Sedang 23 38,33 %

3. 24<x ≤ 56 Rendah 37 43,95 61,67%

Jumlah 60

SD= 9,09 MIN=29 MAX= 72

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada individu yang memiliki regulasi emosi yang rendah, sedang, tinggi.Pada ketegori sangat sedang di dapati presentase sebesar 38,33%, dan kategori rendah didapati presentase 61,67%. Berdasarkan mean yang didapatkan oleh subyek yaitu 43,95 maka berada pada kategori rendah.

Variabel Perasaan Putus Cinta

Variabel perasaan putus cinta memiliki 27 item dengan jejang skor 1 sampai dengan 5. Pembagian skor tertinggi dan rendah adalah sebagai berikut:

Skor tertinggi: 27 x 5 = 135

(21)

11

Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu rendah, sedang, tinggi, Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dam membaginya dengan jumah kategori.

i = 36

Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori perasaan putus cinta sebagai berikut:

Sedang : 56< x ≤ 88 Rendah : 24 < x ≤ 56

Tabel 2.Kriteria Skor Perasaan Putus Cinta

No Interval Kategori N Means Presentasi

2. 99< x≤ 91,8 Tinggi 0

3. 63< x≤ 99 Sedang 1 1,67%

4. 27< x≤ 63 Rendah 59 53,18 98,33%

Jumlah : 60 100%

SD= 8,73 MIN=36MAX=73

(22)

12

%, dan kategori rendah didapati presentase 98,33%. Berdasarkan mean yang didapatkan oleh subyek yaitu 53,18 maka berada pada kategori rendah.

Uji Asumsi

Uji Normalitas

Uji Normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov. Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p yang didapat dari hasil analisa menggunakan program SPSS 16.0. Uji ini menghasilkan bahwa skala regulasi emosi (K-S-Z= 1,115nilai sig 0,167 (p 0,05) menunjukkan data-data yang normal dan skala perasaan putus cinta (K-S-Z= 0,547 nilai sig 0,926 (p 0,05) menunjukkan data-data berdistribusi normal.

Uji Linearitas

Hasil uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut.didapatkan FDeviation from Linearity= 1.447 dengan sig. =0,161(p > 0,05), yang menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut linear.

(23)

13

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Hasil dari uji korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta padasiswa kelas 3 SMA 3 Salatiga denganr = -0,230 dan sig. 0,039 (p<0.05) yang berarti bahwa ada hubungan negatif yang signifikan. Hal ini berarti hipotesis penelitian yang menyatakan adanya hubungan negatif yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada siswa kelas 3 SMA 3 Salatiga.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian uji korelasi Pearson menunjukan koefisien korelasi (r) =-0,230 dengan sig, =0,039 (p < 0,05) yang berarti ada hubungannegatif yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja di SMA 3 Salatiga. Hal ini menunjukan bahwa ketika individu memiliki regulasi emosi yang tinggi maka perasaan putus cinta yang di alami semakin rendah. Adapun hal ini dimungkinkan terjadi karena, individu mampu mengelola emosinya dengan baik, sehingga dalam menghadapi permasalahan seperti putus cinta, subjek mampu berfikir positif dan menjadikan hal tersebut sebagai suatu pengalaman yang berharga, sehingga dalam mengekspresikan perasaan putus cinta, ia akan memunculkan emosi-emosi yang positif.

(24)

14

(perasaan kehilangan, pikiran acau dan sedih), Retreat (reaksi penolakan, saat mengalami putus cinta). Dari beberapa reaksi yang dimunculkan, dipengaruhi oleh regulasi emosi yang dimiliki oleh setiap individu. Jika remaja memiliki regulasi emosi yang tinggimaka, ia mampu menerima situasi yang dialaminya dan tidak terpengaruhi oleh emosi negatif, sehingga remaja menampilkan respon emosi yang positif. Sedangkan remaja yang tidak mampu meregulasi emosi saat mengalami putus cinta ada kecenderungan untuk bertindak negatif (Purwatmoko, 2012).

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Oktaviani, (2010) yang menyatakan bahwa, ketika individu memiliki regulasi emosi yang tinggimaka ia akan memiliki perasaan putus cinta yang rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan individu mampu mengelola emosinya dengan cara berfikir positif dan selalu menjadikan hal tersebut sebagai suatu proses untuk menuju suatu kedewasaan. Sehingga dalam mengekspresikan emosinya ia mampu memunculkan emosi yang baik, seperti rasa bahagia. Namun sebaliknya ketika individu memiliki regulasi emosi yang rendah maka ia akan memiliki perasaan putus cinta yang tinggi. Hal ini dikarenakan individu tidak mampu mengelola emosinya dengan baik,tidak mampu mengatur suasana hati dan perasaannya, sehingga individu selalu mengekspresikan emosinya dengan rasa sesih, kecewa dan depresi.

(25)

15

Dari uraian diatas dapat ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja di SMA 3 Salatiga. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa siswa di SMA 3, dapat di simpulkan bahwa, kebanyakan siswa-siswi di SMA 3 Salatiga sudah mampu untuk mengelola emosinya dengan baik, sehingga remaja dalam menghadapi persoalan putus cinta mampu untuk menerima kenyataan dan menganggap persoalan tersebut sebagai pengalaman yang berharga.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diketahui nilai koefisien (r)= -0,230. Hal ini berarti semakin tinggi regulasi emosi yang di alami oleh individu maka semakin rendah perasaan putus cinta yang di milikinya. Sebaliknya, ketika individu memiliki regulasi emosi yang rendah maka perasaan putus cinta yang dimiliki oleh individu tinggi.Jadi hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja di SMA 3 Salatiga terjawab.

SARAN

Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas penelitian ini menyarankan agar : 1. Bagi remaja

Cara untuk mempertahankan regulasi emosi yang sudah ada yaitu, dengan menahan amarahnya, mendahulukan cara berpikir dari pada perasaan, mencontoh teman-teman yang mampu mengontrol emosinya, dan mau mengungkapkan ke orang lain agar dapat menemukan solusi permasalahan yang dihadapi.

2. Bagi penelitian selanjutnya

(26)

16

(27)

17

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi (Edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gross, J.J. (2007). Handbook of Regulation Emosi. USA : The Guildford Press.

Hurlock, E. B. (2003). Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: UGM.

Lolong, Oktafianingsi. F. (t.t). Hubungan antara Coping Strategy dengan Adaptational Outcomes pada Mahasiswa yang Mengalami Stress Pasca Putus Cinta. Prosiding Psikologi, ISSN : 2460-6448.

Malang, Suryo. (2016). Mahasiswa gantung diri akibat putus cinta. Tribun-timur-com. Diakses 27/07/16.

Oktaviani, R. (2010). Upaya Meningkatkan Regulasi Emosi Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Remaja Di Panti Asuhan Yayasan Al Hidayah Desa Desel Sadeng Kecamatan Gunung Pati Semarang Tahun 2010. Tesis (tidak diterbitkan). Semarang. Universitas Negeri Semarang.

Papalia, dkk. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia Eisi 10 Buku 2). Jakarta : Salemba Humanika.

Purwatmoko. (2012). Regulasi Emosi Pasca Putus Cinta. Skripsi. UMS.

Putri, Bestari Wahyuning. (2013). Hubungan Antara Komunikasi Orang Tua Remaja Dengan Regulasi Emosi Pada Remaja Di Sekolah Menengah Atas DKI Jakarta.

Skripsi. Binus University.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Santrock, John. W. (2012). Life-Span Development Buku 13th Edition. University of texas, Dallas : Mc Grow-Hill

Yuli. (2012). Strategi Coping Pada Remaja Pasca Putus Cinta. Skripsi. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Yuwanto, L. (2011). Reaksi Umum Putus Cinta. Reatrieved from http://www.ubaya.ac.id/

Gambar

Tabel 1.Kriteria Skor Regulasi Emosi
Tabel 2.Kriteria Skor Perasaan Putus Cinta

Referensi

Dokumen terkait

Perasaan yang muncul saat para partisipan merasa kesepian antara lain kekosongan dalam hidup, perasaan tidak berguna, pemikiran tentang kematian dan kesendirian saat

Psychological well-being merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk dapat menerima diri apa adanya ( self-acceptance ), menjalin hubungan hangat dengan orang

Jadi kalau sinode GKJ kami sudah punya standar gaji yang sudah ditetapkan.” “Sehingga ketika saya pertama kali menjadi pendeta, bagi saya terc ukupi kebutuhan secara kesejahteraan

Kesehatan fisik (physical health) yang dimiliki kedua partisipan tidak jauh berbeda dari individu lain dengan kondisi fisik normal.. Meskipun tidak dapat

Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara regulasi dengan perilaku seksual pada remaja awal di SMPN 6 Jepara, yang berarti semakin tinggi

Pada saat individu dapat melakukan regulasi emosi dengan baik maka ia akan menunjukan ekspresi emosi yang lebih positif sebaliknya jika individu kurang mampu melakukan regulasi

semakin tinggi asertivitas yang dimiliki siswa, sebaliknya semakin rendah regulasi emosi maka semakin rendah asertivitas yang dimiliki siswa. Variabel regulasi emosi

Sebagaimana dikemukakan Gross dan Thompson, individu yang memiliki regulasi emosi pada aspek strategies emotion regulation strategi regulasi emosi adalah ketika individu mampu