• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Penyelesaian Proyek Jaringan Transmisi Pada Perusahaan Kontraktor Rekanan PT. Pln (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Penyelesaian Proyek Jaringan Transmisi Pada Perusahaan Kontraktor Rekanan PT. Pln (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Waktu Penyelesaian Proyek

Kinerja merupakan sesuatu yang dihasilkan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategik, program dan anggaran organisasi. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.

(2)

Pada pelaksanaannya, terdapat masalah-masalah yang dapat menghambat kinerja waktu penyelesaian proyek, antara lain alokasi penempatan sumber daya yang tidak efektif, jumlah tenaga yang terbatas, peralatan yang tidak mencukupi, kondisi cuaca yang buruk, metode kerja yang salah, pembebasan lahan, peranan-peranan sumber daya dalam tim dan lain sebagainya, sehingga diperlukan suatu manajemen yang baik dan handal untuk mencegah dan mengurangi masalah-masalah yang dapat terjadi.

Proyek adalah suatu kegiatan sementara yang mempunyai dimensi waktu, biaya, dan mutu guna mewujudkan gagasan yang timbul karena naluri manusia untuk berkembang. Soeharto (1997) memberikan definisi proyek sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas.

(3)

2.2 Keterlambatan Proyek

Keterlambatan proyek dapat disebabkan dari pihak kontraktor, owner, perencana, pihak-pihak lainnya ataupun keadaan kahar (force majeure). Keterlambatan proyek berarti bertambahnya waktu pelaksanaan penyelesaian proyek yang telah direncanakan dan tercantum dalam dokumen kontrak. Penyelesaian pekerjaan tidak tepat waktu merupakan kekurangan dari tingkat produktivitas dan tentunya hal ini akan mengakibatkan pemborosan dalam hal pembiayaan, baik berupa pembiayaan langsung yang dibelanjakan untuk proyek-proyek pemerintah, maupun berwujud pembengkakan investasi dan kerugian-kerugian pada proyek-proyek swasta. Keterlambatan proyek seringkali menjadi sumber perselisihan dan tuntutan antara pemilik dan kontraktor, sehingga akan menjadi sangat mahal nilainya, baik ditinjau dari sisi kontraktor maupun pemilik. Kontraktor akan terkena denda penalti sesuai dengan kontrak. Di samping itu, kontraktor juga akan mengalami tambahan biaya overhead selama proyek masih berlangsung. Dari sisi pemilik, keterlambatan proyek akan membawa dampak pengurangan pemasukan karena penundaan pengoperasian fasilitasnya.

(4)

pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek, tetapi tidak juga terlaksana, maka kemungkinan akan terjadi pemutusan kontrak kerja (Madjid, 1998). Tambahan waktu untuk menyelesaikan proyek adalah solusi penyelesaian masalah. Tetapi adanya perpanjangan waktu dari jadwal kontrak, dapat disebabkan antara lain; pekerjaan tambah, perubahan desain, keterlambatan oleh pemilik. masalah diluar kendali kontraktor.

Dengan adanya perbedaan perjanjian kontrak awal dengan selang waktu penyelesaian proyek maka terjadilah keterlambatan proyek yang tidak diinginkan oleh semua pihak-pihak terkait. Keterlambatan waktu pelaksanaan proyek adalah perbedaan antara pelaksanaan proyek pada saat perjanjian kontrak awal dan selang waktu penyelesaian proyek. Dalam pengertian lain, Madjid (1998) berpendapat bahwa keterlambatan proyek konstruksi dapat diidentifikasi sebagai adanya perbedaan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan jadwal yang direncanakan pada dokumen kontrak. Dapat dikategorikan sebagai tidak tepatnya waktu pelaksanaan proyek yang telah ditetapkan. Pembuatan rencana jadwal proyek konstruksi selalu mengacu pada perkiraan yang ada pada saat rencana pembangunan tersebut dibuat. Masalah dapat timbul apabila ada ketidaksesuaian antara jadwal rencana yang telah dibuat dengan pelaksanaannya. Sehingga dampak yang sering terjadi adalah keterlambatan waktu pelaksanaan penyelesaian proyek dan juga disertai dengan meningkatnya biaya pelaksanaan proyek tersebut.

(5)

proyek dan tertundanya aktifitas pelaksanaan proyek dan kegiatan pelaksanaan proyek. Keterlambatan pelaksanaan proyek ini termasuk adanya faktor penyebab oleh faktor cuaca, sumber daya, perencanaan. Keterlambatan proyek konstruksi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Penyebab keterlambatan proyek internal berasal dari pemilik, perencana (designer), kontraktor atau konsultan. Penyebab keterlambatan proyek eksternal (external) yaitu berasal dari luar proyek konstruksi seperti; keperluan perusahaan, pemerintah (government), sub kontraktor, pengadaan material (material suppliers), serikat buruh, keadaan alam yang tidak lazim (force majeur). Force majeur adalah kejadian diluar kemampuan kontraktor dan pemilik proyek, yang dapat mempengaruhi biaya, waktu seperti kejadian alam, huru hara, kebijakan pemerintah/ moneter.

Hal berbeda dinyatakan tentang penyebab keterlambatan eksternal seperti kurangnya material yang ada di pasaran, kurangnya peralatan dan alat-alat yang ada di pasaran, kondisi cuaca tidak lazim, kondisi lokasi, struktur tanah yang tidak layak, keadaan ekonomi yang tidak stabil (penukaran mata uang, inflasi), adanya perubahan undang-undang dan regulasi pemerintah, adanya keterlambatan pengiriman material, adanya faktor yang berasal dari pelayanan umum (jalan, fasilitas umum, public sevices).

(6)

menemukan beberapa faktor terkait keterlambatan proyek yakni kemampuan tim manajemen proyek, keakuratan data investigasi lapangan, kontrak dokumen, komunikasi antar unsur proyek, dan variation order. Tim manajemen proyek yang berpengalaman akan semakin memberikan kepastian penyelesaian proyek sesuai jadwal. Data investigasi lapangan yang akurat akan menjadikan pengerjaan detail design menjadi lebih teliti sesuai kondisi lapangan, sehingga tidak banyak lagi perubahan-perubahan yang kemungkinan dilakukan saat pelaksanaan proyek.

Perubahan-perubahan seperti ini menjadikan munculnya instruksi-instruksi baru oleh pemilik proyek ataupun konsultan yang sering disebut sebagai variation order yang potensial menyebabkan keterlambatan proyek. Kontrak dokumen juga harus dibuat sesempurna mungkin sehingga informasi, instruksi, tugas, hak dan kewajiban menjadi jelas bagi semua unsur yang terlibat sehingga tidak menimbulkan dispute dikemudian hari. Terakhir, komunikasi dan hubungan antar berbagai unsur yang terlibat dalam proyek juga harus terbina dengan baik dan lancar, karena jika tidak maka lack of communication, miscommunication akan merupakan titik awal terjadinya keterlambatan proyek. Pendidikan dan training pada para manajer proyek sangat penting dan berpengaruh besar dalam proses penyelesaian proyek secara tepat waktu.

Untuk itu, perbaikan dan koreksi pada unsur-unsur yang terlibat perlu dilakukan, seperti yang diusulkan oleh Assaf (2006, pg. 356), yakni sebagai berikut :

Untuk Owner:

1. Melakukan pembayaran tepat waktu

(7)

4. Melakukan pengecekan ketersediaan dana dan sumber daya sebelum melakukan kontrak pekerjaan

Untuk kontraktor:

1. Mengantisipasi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja

2. Melakukan manajemen cashflow yang baik

3. Merencanakan dengan baik tiap tahapan proses selama konstruksi

4. Memobilisasi staf administrasi dan teknik tepat waktu setelah tanda tangan kontrak

Jenis-jenis keterlambatan proyek yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Al Najjar, 2008) antara lain sebagai berikut:

1. Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik oleh pemilik maupun kontraktor.

2. Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

3. Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik.

(8)

tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.

5. Critical atau non critical, keterlambatan proyek ini adalah akibat dari waktu progress pelaksanaan proyek. Keterlambatan proyek yang tidak kritis (non critical delays), maka tidak berdampak pada skedul project. Terjadi efeknya pada kegiatan critical path pada skedul.

6. Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan (concurrent) atau non concurrent. Hal ini terjadi ketika pemilik dan kontraktor yang bertanggung jawab atas penyebab keterlambatan pekerjaan proyek.

2.2.1 Keterlambatan Proyek yang Dapat Dimaafkan (Excusable Delay)

Keterlambatan proyek terjadi diluar kontrol dan jika keterlambatan proyek ini terjadi, maka kontraktor mendapat biaya tambahan pelaksanaan proyek. Sedangkan menurut Al-Najjar (2008) bahwa keterlambatan proyek ini adalah suatu kejadian pelaksanaan proyek diluar prediksi dan diluar kontrol siapapun. Excusable delay dikenal dengan keterlambatan force majeure dan umumnya disebut Acts of God. Oleh karena itu yang terjadi ini bukan tanggung jawab dari pihak-pihak terlibat. Umumnya pada kontrak mengizinkan kontraktor mendapat tambahan waktu untuk penyelesaian proyek, akan tetapi tidak untuk tambahan uang.

(9)

2.2.2 Keterlambatan Proyek Tidak Dapat Dimaafkan (Non Excusable Delay) Selama proyek berlangsung, kontraktor dapat mengikuti progres proyek yang sudah dijadwalkan atau meleset progresnya, tergantung dari kontraktor tersebut. Wei (2010) berpendapat bahwa keterlambatan ini terjadi, apakah kontraktor dapat mengontrol pelaksanaan proyek atau sebaliknya. Karena keterlambatan pelaksanaan proyek ini mengakibatkan kontraktor tidak memperoleh apapun tambahan waktu pelaksanaan dan juga kompensasi (ganti rugi), sedangkan menurut Ahmed et al. (2002) bahwa kontraktor memperoleh sanksi akibat keterlambatan proyek tersebut.

2.2.3 Keterlambatan Proyek yang Layak Mendapat Ganti Rugi (Compensable Delay)

Keterlambatan proyek terjadi yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pemilik proyek (owner). Adanya keterlambatan pekerjaan proyek tersebut, maka pihak pelaksana (kontraktor) mendapat tambahan waktu pelaksanaan proyek. Selain itu memperoleh juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan Wei (2010) menyatakan bahwa apakah keterlambatan proyek itu mendapat ganti rugi, tergantung kontrak awal yang terjadi. Umumnya dengan adanya kontrak proyek, maka dapat memberikan spesifikasi jenis keterlambatan pelaksanaan proyek yang terjadi.

2.2.4 Keterlambatan Proyek yang Tidak Layak Mendapat Ganti Rugi (Non Compensable Delay)

(10)

Menurut Wei (2010) bahwa kontrak awal memberikan kategori spesifikasi, apakah keterlambatan proyek tersebut layak mendapat ganti rugi atau sebaliknya. Tentu saja hal ini tergantung dari kontrak awal. Jika terjadi keterlambatan proyek kategori non compensable delay, maka pihak yang terlibat adalah kontraktor. Kontraktor tidak menerima apapun tambahan uang. Akan tetapi, kemungkinan diizinkan untuk mendapatkan tambahan waktu penyelesaian pekerjaan proyek.

2.2.5 Keterlambatan Proyek yang Kritis (Critical Delays)

Menurut Wei (2010), keterlambatan proyek yang berakibat pada perubahan waktu pelaksanaan proyek. Hal ini mengakibatkan terjadinya perpanjangan waktu pelaksanaan dalam milestone dan ini umumnya disebut dengan critical delays, sedangkan keterlambatan proyek yang tidak mempunyai pengaruh adanya perubahan pelaksanaan atau milestone dan disebut non critical delay. Sementara itu, jika kegiatan pelaksanaan proyek mengalami keterlambatan, maka kegiatan ini dapat dikontrol dengan adanya perpanjangan waktu pelaksanaannya antara lain dengan mengakibatkan:

1. Permasalahan yang terjadi pada proyek tersebut.

2. Perencanaan pekerjaan kontraktor dan skedulnya (critical path). 3. Persyaratan kontrak selanjutnya.

4. Kendala dalam proyek seperti bagaimana merealisasi pelaksanaan penyebab keterlambatan proyek.

(11)

2.2.6 Pelaksanaan Progress atau Terjadinya pada Waktu Bersamaan (Concurrent Delay)

Al Najjar (2008) mengatakan bahwa hal ini terjadi jika ada satu faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Umumnya diantara kedua faktor tersebut adalah waktu dan uang, tetapi yang lebih kompleks kemajuan progress skedul critical path method (CPM). Penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek khususnya lebih spesifik adalah lebih dari satu faktor penyebab keterlambatan proyek sekaligus terjadi pada waktu bersamaan atau tumpang tindih (overlapping) pada kemajuan progress skedul critical path method (CPM). Ini mengakibatkan pemilik (owner) dan kontraktor yang bertanggung jawab pada keterlambatan proyek ini. Jika keterlambatan pekerjaan proyek tersebut sulit diselesaikan dan tidak juga dapat di perbaiki (recover), maka ini ada kaitannya dengan pihak yang terlibat yaitu pemilik. Sehingga kemajuan progress skedul critical path method (CPM) berbeda antara pemilik dan kontraktor. Tetapi hanya kontraktor mendapat efeknya terhadap perbedaan progress skedul critical path method (CPM).

Jika ditinjau penjelasan diatas, keterlambatan pelaksanaan proyek concurrent delay terjadi dengan adanya kedua belah pihak terkait yang bertanggung jawab, kontraktor dan pemilik (owner). Hal kemungkinan terjadi jika keterlambatan proyek tersebut sulit diselesaikan, yang disebabkan adanya kemungkinan terjadi pergantian progress critical path method.

(12)

Compensable Non Compensable Excusable Delay

Concurrent Non Concurrent

Non Excusable Delay

Critical Non Critical

pelaksanaan pekerjaan atau kompensasi pada keterlambatan proyek kategori excusable delay. Akan tetapi penalti atau denda pada kategori non excusable delay. Penjelasan diatas tentang jenis-jenis keterlambatan proyek dapat di gambarkan secara skematik pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kategori keterlambatan proyek (Vitalis et al. dalam Al- Najjar, 2008)

(13)

Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi waktu atau jadwal pelaksanaan konstruksi pada suatu proyek adalah (Faridi, 2006) :

a. Fasilitas yang ada. b. Hubungan tenaga kerja. c. Keselamatan kerja. d. Keterlibatan pihak ketiga. e. Model organisasi proyek. f. Kesalahan desain.

g. Jalan masuk proyek. h. Pekerjaan tambahan. i. Perubahan desain. j. Kompleksitas proyek. k. Durasi proyek.

l. Standar dokumen kontrak. m. Fasilitas sementara. n. Persetujuan gambar.

o. Manajemen keuangan, material, dan dokumentasi. p. Sumber daya manajemen pengelolaan proyek. q. Kerusakan material.

(14)

Pelaksanaan proyek haruslah dilakukan dengan baik untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan kegagalan proyek. Suatu proyek dikatakan gagal apabila kinerja waktu penyelesaian proyek sebagai salah satu kriteria keberhasilan proyek tidak memenuhi kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dimana penyelesaian proyek melebihi batas waktu yang diinginkan karena penundaan-penundaan dalam pelaksanaan proyek. Beberapa alasan yang dikemukakan sehingga menyebabkan waktu penyelesaian proyek terlambat adalah cuaca yang buruk, kurangnya supply tenaga kerja dan material, lemahnya subkontraktor, dan perubahan-perubahan setelah pelaksanaan kontrak dimulai, manajemen lapangan yang buruk dan kebijaksanaan pemerintah yang tidak konsisten. Banyak hal yang dapat terjadi pada proyek konstruksi yang menyebabkan bertambahnya waktu pelaksanaan kegiatan tertentu atau seluruh proyek. Odeh (2002) mengatakan penyebab-penyebab utama yang umum adalah kondisi-kondisi lapangan yang berbeda; perubahan-perubahan dalam desain dan persyaratan-persyaratan; cuaca yang buruk; ketidaktersediaan tenaga kerja, material atau perlengkapan; kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang ditentukan, perencanaan yang buruk; kegagalan sub kontraktor; campur tangan dan gangguan owner. Semua hal ini harus dapat diantisipasi oleh pihak pelaksana proyek, sehingga proyek dapat diselesaikan dengan baik.

(15)

ketidakstabilan dalam sistem, kondisi cuaca yang buruk, kurangnya penyediaan tenaga kerja, transportasi untuk material dan peralatan ke proyek buruk, perencanaan yang tidak layak, penaksiran waktu penyelesaian proyek yang rendah, seringnya perubahan pada desain dan material, tidak dapat memenuhi syarat-syarat kontrak, manajemen lapangan yang buruk, pemilihan material yang tidak tersedia, lemahnya koordinasi antara tim desain dan kontraktor, kesalahan-kesalahan selama pembangunan, hubungan manajemen dan buruh yang tidak baik.

Beberapa studi yang lain telah dilakukan, yang berusaha mengevaluasi pengaruh daripada penundaan-penundaan pekerjaan, mengemukakan bahwa kelemahan kinerja proyek dalam bentuk time dan cost overrun sudah umum terjadi dalam industri konstruksi. Urutan daripada faktor-faktor yang menyebabkan non excusable delay yang merupakan tanggung jawab kontraktor meliputi : Mobilisasi dan penyerahan yang lambat, kerusakan material, perencanaan yang lemah, kerusakan perlengkapan, perlengkapan yang tidak tepat, supplier dan subkontraktor yang tidak handal, pengalokasian dana yang tidak mencukupi, kelemahan kualitas, kemangkiran, kekurangan fasilitas, prosedur dan praktek yang tidak tepat, kurang pengalaman, sikap, monitoring dan pengendalian yang lemah, pemogokan, kekurangan personil, penundaan pembayaran kepada supplier dan subkontraktor, komunikasi yang tidak efisien, metode yang salah, ketidaktersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan, kontrak yang tidak sempurna, keterkaitan dengan perdagangan lain, terlampau banyak tanggung jawab, kebangkrutan sub kontraktor, serta lemahnya moral dan komunikasi.

(16)

politis, serta lingkungan fisiknya. Adanya ketidakpastian yang dihadapi proyek ditambah dengan pengalaman yang terbatas dan kesulitan mendapatkan data membuat manajemen proyek merupakan suatu kombinasi dari seni, ilmu pengetahuan dan yang paling banyak berpikir yang logis.

Lebih lanjut Shtub et. al. (1994) mengatakan seorang manajer proyek yang baik harus akrab dengan sejumlah disiplin dan teknik.Mengelola suatu proyek adalah suatu tugas yang kompleks dan menantang. Seorang manajer proyek harus mengkoordinir banyak usaha dan kegiatan-kegiatan yang berbeda untuk mencapai sasaran proyek, karena orang-orang dari berbagai disiplin dan dari berbagai bagian organisasi yang belum pernah bekerja bersama-sama ditugaskan pada proyek, juga sub kontraktor yang belum akrab dengan organisasi diikutsertakan untuk melakukan tugas-tugas yang besar. Kompleksitasnya suatu proyek ditunjukkan oleh interaksi manajer dengan tim proyek dalam satu kesatuan organisasi pelaksana proyek.

(17)

2.4 Variabel – variabel Tim Proyek

Stott et al. (1995) menjelaskan bahwa tim proyek adalah suatu kelompok yang biasanya bersifat sementara dan dipakai pada suatu periode terbatas untuk memecahkan masalah-masalah yang spesifik atau untuk mengembangkan produk baru. Tim tersebut bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Tim proyek merupakan salah satu struktur inti dari organisasi perusahaan konstruksi. Setidaknya ada 2 alasan mengapa tim proyek ditempatkan sebagai struktur inti yaitu tim proyek merupakan one of the real profit makers perusahaan konstruksi, dan organisasi proyek sebagai induk dari tim proyek, dengan segala keluasaan dan kerumitan permasalahan dan tantangannya merupakan lahan terbaik bagi kaderisasi calon-calon pimpinan perusahaan konstruksi dimasa mendatang.

(18)

suatu struktur organisasi, sebuah unit yang lebih spesifik. Tim bukan hanya sebuah label untuk menjelaskan atau menandai dan memberikan suatu nomor tertentu kepada para anggotanya yang bekerja pada suatu area, atau yang mempunyai kesamaan tanggung jawab. Anggota tim harus mempunyai satu kemampuan untuk memahami timnya, mengakui dan memahami keberadaan anggota tim lainnya, dan juga memahami akan posisi masing-masing individu dalam tim terhadap personel lainnya dalam masing-masing posisi dalam tim tersebut.

Goestandi (2000) menuliskan, ada 4 karakter yang lazim muncul pada anggota tim, yaitu:

a. Move (penggerak), yaitu yang mengawali dan memprakarsai dan mengawali seluruh gerak tim.

b. Follow (pengikut), yaitu tipe yang mendukung si penggerak. c. Oppose (pelawan), yaitu tipe yang menentang si penggerak.

d. Bystand (penyanggah), yaitu tipe yang menawarkan perspektif alternative terhadap si penggerak.

(19)

terbentuk pada budaya dan filosofi yang berbeda setiap organisasi tersebut dan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model sederhana untuk analisis team performance (Thamhain, 1994)

Nurick & Thamhain (1994) dalam tulisannya menerangkan, ada 4 variabel yang spesifik yang akan mempengaruhi kinerja sebuah tim proyek dapat berprestasi, yaitu variabel kepemimpinan (leadership variables), variabel yang berhubungan dengan tugas atau pekerjaan (task-related variables), yang berhubungan dengan anggotanya (people-related), dan variabel organisasi atau perusahaan (organizational variables).

Bubshait & Farooq (1999) menyebutkan tentang faktor-faktor pengaruh kualitas dan efektivitas suatu tim proyek dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Variabel yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan. b. Variabel yang berhubungan dengan tugas.

c. Variabel yang berhubungan dengan organisasi perusahaan. Faktor Lingkungan

Gaya Kepemimpinan

Dorongan dan Hambatan

Karakteristik Tim Proyek

(20)

Menurut Gilbert et al (1995) ada beberapa faktor yang membantu prestasi tim. Pertama, penugasan kelompok kerja harus ditujukan pada isu spesifik dan nyata bukan generalisasi yang luas. Kedua, pekerjaan harus dipecah-pecah dan ditugaskan kepada subkelompok dan anggota. Ketiga, keanggotaan tim harus didasarkan pada apa yang dapat dicapai oleh setiap anggota dan keterampilan dari masing-masing anggota, bukan didasarkan pada wewenang formal atau posisi organisasi dari seseorang. Keempat, setiap anggota tim harus melakukan pekerjaan yang kira-kira sama banyak, sehingga tidak muncul perasaan iri sesama anggota tim.

2.4.1 Anggota Tim

Anggota tim berhubungan dengan peran serta atau kemampuan anggota tim dalam bekerja di sebuah kelompok, bagaimana anggota tim saling melakukan komunikasi dengan anggota lainnya, peranannya dalam tim, keterlibatannya dalam tim, kemampuan mengatasi masalah, saling mempercayai sesama anggota tim lainnya, dan komitmen terhadap sasaran proyek. Menurut Soeharto (1995), salah satu cara untuk meningkatkan kerjasama antara anggota tim adalah mendorong terselenggaranya komunikasi dan interaksi antar anggota tim, serta pembinaan yang intensif sehingga:

a. Masing-masing anggota tim mengetahui peranannya dalam tim b. Setiap anggota merasa saling diperlukan

(21)

Menurut Dinsmore (1993), kerjasama sebuah tim sangat bergantung pada kualitas hubungan antar anggota tim. Tingkat interaksi antar anggota tim, dapat meningkatkan kualitas hubungan antar anggota. Apabila ingin membentuk sebuah tim yang bagus, maka anggota tim harus mempunyai keterlibatan yang tinggi dengan tim, interest dengan pekerjaannya, semangat yang tinggi, kemampuan memecahkan masalah, komunikasi yang baik, keinginan untuk berprestasi besar, saling percaya, kemampuan untuk mengembangkan diri, dan kemampuan berorganisasi yang baik.

2.4.2 Tugas Tim

Menurut Nurick & Thamhain (1994) variabel yang berhubungan dengan tugas adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi hasil tugasnya, seperti kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya selesai tepat waktu dan tepat biaya (on budget), mau melakukan inovasi dalam pekerjaannya, kemampuan untuk menghadapi perubahan di lapangan. Karakteristik sebuah tim yang baik adalah apabila semua anggotanya mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya, lebih memperhatikan pada hasil pekerjaannya, inovatif dan kreatif, kemampuan untuk menghadapi perubahan di lapangan, mementingkan kualitas yang diraih pada pekerjaannya, mempunyai kemampuan untuk memprediksi trend yang berkembang.

(22)

sebelumnya, disinilah dituntut kemampuan tim untuk mengatasi dan menyelesaikan pekerjaannya.

2.4.3 Organisasi Tim

Menurut Nurick & Thamhain (1994), variabel yang berhubungan dengan organisasi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan iklim organisasi, struktur organisasi, kebijakan organisasi, prosedur yang diterapkan dalam pekerjaan, budaya yang berkembang dalam organisasi, peraturan organisasi, kondisi ekonomis perusahaan. Keefektifan organisasi dipengaruhi oleh budaya nasional. Jepang misalnya sangat menjunjung tinggi kesatuan yang kuat yang melekat pada organisasi. Mereka juga menjunjung tinggi keyakinan atau keputusan yang diambil secara kelompok.

Sebaliknya, di Amerika Serikat menganut budaya individualisme dengan identitas didasarkan pada individu dan ada keyakinan yang kuat pada keputusan individu. Hal seperti ini menurut Gilbert et al. (1995), sangat mempengaruhi iklim organisasi. Iklim organisasi inilah yang mendukung suatu tim untuk mencapai prestasi yang gemilang.

2.4.4 Kompetensi Manajer Tim

(23)

generalisasi di berbagai situasi, dan menetap selama waktu yang cukup lama. Lebih jauh lagi Prihadi (2003) mengemukakan lima tipe kompetensi sebagai berikut:

a. Motives adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan.

b. Traits adalah karakteristik fisik dan respon-respon konsisten terhadap situasi atau informasi.

c. Self-concepts, dalam kategori ini tercakup sikap-sikap, values, atau self-image seseorang.

d. Keterampilan adalah kemampuan melakukan tugas fisik atau mental. e. Pengetahuan, kategori ini merujuk pada informasi yang dimiliki seseorang

dalam bidang-bidang tertentu.

Spencer menggambarkan model Iceberg dari level-level kompetensi sebagai kiasan seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Model Iceberg dari level-level kompetensi KNOWLEDGE

Informasi yang dimiliki oleh seseorang didalam suatu area tertentu

SKILLS

Perilaku yang mendemonstrasikan pengetahuan

SELF CONCEPTS

Attitude (sikap), nilai – nilai dan self image (kesan tentang diri sendiri)

TRAITS

Suatu kecenderungan umum untuk berperilaku menurut suatu cara tertentu

MOTIVES

(24)

2.4.4.1 Pengetahuan (knowledge)

A Guide to The Project Management Body of Knowledge mengatakan manajemen proyek yang efektif menghendaki agar tim manajemen proyek memahami dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan paling sedikit lima bidang keahlian berikut:

1. Pengetahuan pokok manajemen proyek.

2. Aplikasi bidang pengetahuan, standar-standar dan peraturan-peraturan. 3. Memahami lingkungan proyek.

4. Pengetahuan dan keterampilan-keterampilan manajemen umum. 5. Interpersonal skills.

2.4.4.2 Keahlian (skill)

Dalam rangka mencapai kinerja proyek yang baik, seorang manajer proyek harus memiliki skill yang berkaitan dengan pengelolaan proyek. Skill didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menerjemahkan pengetahuan (knowledge) kedalam tindakan (Odusami, 2002). Menurut Time, Webster’s Dictionary (1978), Skill adalah kemampuan atau keterampilan yang didapatkan dari praktek dan pelatihan.

(25)

suatu aspek yang sangat penting dalam manajemen proyek. Tiga jenis kompetensi yang berbeda yang diperlukan dalam kepemimpinan yaitu kompetensi kepemimpinan seperti kemampuan memimpin perubahan, kompetensi fungsional seperti keterampilan teknik, manajemen sumber daya manusia dan kemampuan personil seperti motivasi dan ketekunan yang tinggi. Sifat-sifat yang paling tinggi untuk manajer proyek yang efektif dan untuk proyek yang berhasil adalah membangun tim, komunikasi, menunjukkan kepercayaan dan fokus atas hasil-hasil diantara bawahan (Nguyen et. al., 2004).

John (1993) mengemukakan bahwa jabatan manajer proyek merupakan jabatan yang sangat strategis dalam suatu proyek, karena manajer proyek adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk menyelesaikan proyek tersebut dengan baik. Jabatan manajer proyek menuntut agar manajer tersebut mampu mengidentifikasi masalah dan memecahkannya, mengatasi kenyataan bahwa waktu dan perhatiannya akan terserap oleh ribuan masalah dan persoalan yang beragam, menyelaraskan penanganan masalah jangka pendek dan jangka panjang dan dapat memotivasi bawahannya untuk berprestasi baik dan mengatasi kebiasaan buruk mereka.

2.4.4.3 Sikap dan perilaku (self concepts)

(26)

1. Dinamis dan optimis, serta penuh keyakinan. 2. Aktif dan gigih dalam mengejar sasaran. 3. Berwawasan dan imajinatif.

4. Luwes dan penuh pertimbangan, analistis. 5. Kreatif dan penuh kepastian ide dan tindakan. 6. Sabar dan pantang menyerah, serta simpatik. 7. Tekun dan terus bertindak, serta terorganisasi. 8. Berkharisma dan arif bijaksana, serta tidak gegabah.

Sikap dan perilaku yang penting bagi seorang manajer proyek yang dikemukakan oleh penulis lainnya adalah sebagai berikut :

1. Cleeland (1995), kompetensi manajer yang efektif menyangkut sifat pada level dibawah sadar adalah keyakinan pada diri sendiri, perhatian terhadap pengaruh-pengaruh, proaktif, dan orientasi efisiensi.

2. Project Management Body Of Knowledge Guide (2004), skill-skill seperti ketegasan, pengaruh, kreativitas, dan grup pendukung merupakan aset-aset yang berharga ketika mengelola tim proyek.

(27)

mendorong para bawahan untuk bekerja dengan baik agar dapat menyelesaikan proyek dengan baik.

2.4.5 Pembebasan Lahan

Pembebasan lahan berdasarkan adalah merupakan suatu kegiatan melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. Tanah-tanah yang dibebaskan dengan mendapatkan ganti rugi dapat berupa:

a. Tanah-tanah yang telah mempunyai sesuatu hak berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1960.

b. Tanah-tanah dari masyarakat hukum adat.

Pembebasan hak atas tanah wajib disertai dengan pemberian ganti rugi dan harus berpedoman pada peraturan yang berlaku serta dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi harus diusahakan dengan asas musyawarah antara pihak yang bersangkutan dengan mempertimbangkan/memperhatikan harga dasar setempat yang ditetapkan secara berkala oleh Panitia.

(28)

Lingkungan PT PLN (Persero)”. Keputusan ini adalah peraturan pelaksanaan dalam pengadaan tanah di lingkungan PT PLN (Persero) sebagai tindak lanjut dari berlakunya Undang-undang No 02 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat (3). Keputusan ini berlaku sebagai aturan pada pengadaan tanah khusus untuk kepentingan penyediaan tenaga listrik di luar penugasan dari Pemerintah.

Beberapa kendala yang dihadapi dalam pembebasan lahan di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Alas hak kepemilikan tanah tidak jelas

Permasalahan alas hak kepemilikan tanah yang akan dibebaskan banyak terjadi di lapangan. Tanah yang akan dibebaskan sering tidak jelas siapa pemiliknya. Ketidakjelasan alas hak tersebut tak jarang menimbulkan sengketa para pihak yang merasa berhak atas tanah dimaksud.

b. Sengketa kepemilikan

Seringkali terjadi sengketa kepemilikan atas tanah yang akan dibebaskan oleh PLN. Keadaan ini tentu turut memperlambat PLN dalam membebaskan tanah yang dibutuhkan.

c. Pemilik enggan melepas tanah miliknya

Dalam beberapa kesempatan, pihak pemilik tanah enggan melepaskan kepemilikan tanahnya karena beberapa alasan, diantaranya:

1 Harga terlalu rendah.

(29)

3 Pihak pemilik tanah memanfaatkan momen untuk mendapatkan harga ganti rugi tinggi yang tidak realistis.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembebasan lahan adalah sebagai berikut:

a. Dukungan Aparat Pemda/Muspika

Sukses dan lancarnya pembebasan tanah tidak terlepas dari bantuan pihak Pemda dan/atau Muspika setempat. Sikap kooperatif aparat Pemda dan/atau Muspika akan sangat membantu lancarnya proses pengadaan tanah. Sikap kooperatif tersebut diantaranya bantuan dalam mengeluarkan bukti kepemilikan, bantuan dalam memfasilitasi sosialisasi, musyawarah - musyawarah dan pertemuan - pertemuan PLN dengan masyarakat pemilik tanah.

b. Karakter masyarakat

Karakter masyarakat suatu daerah sangat berpengaruh pada kelancaran pengadaan tanah untuk PLN. Keadaan sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya suatu masyarakat di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Faktor - faktor tersebut turut mempengaruhi kelancaran pengadaan tanah untuk PLN.

c. Sumber Daya Manusia (Pelaksana/Tim Pengadaan Tanah)

(30)

disiasati dengan meminta bantuan warga sekitar dan memberdayakan aparat desa setempat.

2.5 Statistik yang Digunakan dalam Analisa 2.5.1 Mean atau Rata-rata (x)

Nazir (1999) menyatakan bahwa mean (rata-rata), yang sering digunakan

adalah rata-rata hitung (arithmetic mean). Rata-rata hitung untuk data kuantitatif yang terdapat dalam sebuah sampel dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data oleh

banyak data. Jika X1, X2, ……….Xn adalah n buah pengamatan, maka mean

dicari dengan rumus:

Dimana: = Nilai rata-rata variabel N = Jumlah observasi Xi = Skor skala pengukuran fi = Frekuensi

2.5.2 Simpangan Baku (Standar Deviasi)

(31)

maupun cara perhitungan untuk data tunggal dan data berkelompok. Adapun rumus untuk menghitung standar deviasi untuk data berkelompok adalah sebagai berikut :

σ =

2.5.3 Pengertian Regresi Linier

Pengertian regresi secara umum adalah sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam analisis regresi dikenal 2 jenis variabel yaitu:

1. Variabel Respon disebut juga variabel dependen yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya.

2. Variabel Prediktor disebut juga dengan variabel independen yaitu variabel yang bebas karena tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya.

Untuk mempelajari hubungan-hubungan antara variabel bebas maka regresi linier terdiri dari dua bentuk, yaitu:

1. Analisis regresi sederhana (simple analysis regression). 2. Analisis regresi berganda (multiple analysis regression).

(32)

sedangkan analisis regresi berganda merupakan hubungan antara 3 variabel atau lebih, yaitu sekurang-kurangnya dua variabel bebas dengan satu variabel tidak bebas. Tujuan utama regresi adalah untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel (dependent variable) jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya sudah ditentukan.

2.5.4 Analisis Regresi Linier Sederhana

Regresi linier sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal dengan variabel bebas tunggal. Regresi linier sederhana hanya memiliki satu peubah yang dihubungkan dengan satu peubah tidak bebas.

2.5.5 Analisis Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan antara peubah respon (dependent variabel) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lebih dari satu prediktor (independent variabel). Regresi linier berganda hampir sama dengan regresi linier sederhana, hanya saja pada regresi linier berganda variabel bebasnya lebih dari satu variabel penduga. Tujuan analisis regresi linier berganda adalah untuk mengukur intensitas hubungan antara dua variabel atau lebih.

2.5.6 Populasi dan Sampel

(33)

karakteristik tertentu yang berada dalam suatu wilayah dan memenuhi syarat – syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.

2.5.7 Metode Pengumpulan Data

(34)

dan bahan-bahan sumber semuanya tersedia melalui beraneka ragam layanan yang dilanggani perusahaan , perpustakaan, dan individu.

2.5.8 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Uji kualitas data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas instrumen merupakan uji yang digunakan untuk menguji layak atau tidak layaknya suatu instrumen penelitian dijadikan sebagai sumber data dalam suatu penelitian. Uji validitas dan reliabilitas data pada umumnya dilakukan terhadap 30 responden yang diambilan dari sampel penelitian.

2.5.9 Uji Validitas Instrumen Penelitian

Uji validitas dimaksudkan untuk menilai sejauh mana suatu alat ukur diyakini dapat dipakai sebagai alat untuk mengukur item-item pertanyaan/pernyataan kuesioner dalam penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengikur validitas butir pertanyaan/pernyataan kuesioner adalah Korelasi Product Moment dari Karl Pearson (validitas isi/content validity) dengan cara mengkorelasikan masing-masing item pertanyaan/pernyataan kuesioner dan totalnya, selanjutnya membandingkan r tabel dengan r hitung.

(35)

pertanyaan/pernyataan kuesioner valid dan sebaliknya, jika α r > α 5%, maka skor

butir pertanyaan/pernyataan kuesioner tidak valid.

2.5.10 Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui instrumen penelitian yang dipakai dapat digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik cronbach alpha, dimana suatu instrumen dapat dikatakan reliabel bila memiliki koefisien keandalan atau alpha sebesar: (a) <0,6 tidak reliabel, (b) 0,6-0,7 acceptable, (c) 0,7-0,8 baik, dan (d) >0,8 sangat baik (Sekaran, 2002).

2.5.11 Metode Analisis Data

Setelah seluruh data yang diperoleh melalui kuisioner terkumpul, kemudian dilakukan tahapan penelitian selanjutnya yaitu metode analisa data dengan cara kualitatif dan kuantitatif, yaitu hasil survey berupa kuesioner dari responden diolah sesuai dengan metode yang digunakan. Adapun metode analisis dimaksud meliputi analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Urutan kedua metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini, diuraikan berikut.

2.5.12 Analisis Statistik Deskriptif

(36)

2.5.13 Uji Asumsi Klasik

Suatu model regresi dikatakan tidak mengandung masalah apabila data yang digunakan dalam suatu penelitian terbebas dari asumsi klasik. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji heterokedastisitas dan uji multikolinieritas.

2.5.13.1 Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Kolmogorov-Smirnov Test. Suatu data dikatakan berdistribusi secara normal apabila nilai Asymp.

Sig. (2-tailed) lebih besar dari α 5%.

2.5.13.2 Uji Heteroskedastis

(37)

2.5.13.3 Uji multikolinearitas

Pengujian asumsi ini untuk menunjukkan adanya hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam model regresi maupun untuk menunjukkan ada tidaknya derajat kolinearitas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas berkorelasi dengan sempurna maka disebut multikolinearitasnya sempurna (perfect multicoliniarity), yang berarti model kuadrat terkecil tersebut tidak dapat digunakan. Indikator untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah menguji asumsi tersebut dengan uji korelasi antar variabel independen dengan matriks korelasi.

Menurut Ghozali (2003), bahwa ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diketahui dengan menganalisis nilai tolerance serta Variance Inflation Factor (VIF). Suatu variabel dikatakan terbebas dari asumsi multikolinearitas apabila nilai VIF >1,0 dan nilai tolerance <1,0. Nugroho (2005) membatasi nilai VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1.

2.5.14 Model Analisis Data

Model analisis data dalam penelitian ini ditransformasikan dari persamaan regresi linier berganda yang secara matematis diformulasikan sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + βnXn ...(2.1)

Dimana:

Y = variabel terikat. β0 = Konstanta.

(38)

X1...Xn = variabel bebas.

2.5.15 Analisis Koefisien Korelasi (r) dan Koefisien Determinasi (R2)

Analisis koefisien korelasi (r) adalah suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Analisis korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product Moment dan Korelasi Rank Spearman. Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen.

Korelasi Pearson Product Moment (PPM) dikemukakan oleh Karl Pearson pada tahun 1900. Kegunaannya untuk mengetahui derajat hubungan dan kontribusi variabel bebas dengan variabel terikat. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien korelasi (r) dengan menggunakan metode Pearson Product Moment (PPM) adalah sebagai berikut

(39)

Dimana:

r = . Nilai koefisien korelasi X = Variabel bebas

Y = Variabel terikat n = Jumlah data observasi

Jika koefisien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat hubungan antara dua variabel tersebut. Jika koefisien korelasi diketemukan +1, maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap nilai koefisien korelasi (Sugiyono, 2007) dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (Sugiyono, 2007)

Rentang Nilai Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan

0,80 – 1,000

(40)

untuk menyatakan koefisien determinasi parsial variabel independen terhadap variabel dependen.

2.5.16. Pengujian Hipótesis

2.5.16.1 Uji simultan (uji F-statistik)

Uji F-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh dari seluruh variabel independen secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen. Untuk pengujian dalam penelitian ini digunakan program SPSS 17.0. Untuk menentukan nilai F tabel, tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5 % dengan perumusan hipotesis statistik :

Ho : β1 = β2 = ... β5 = 0, artinya variabel bebas secara simultan

(bersama-sama) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Ha : β1 = β2 = ... β5 ≠ 0, artinya variabel bebas secara simultan (bersama

-sama) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Dengan kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

a. Terima Ho, jika koefisien F hitung signifikan pada taraf lebih besar dari 5% (lihat taraf signifikansi pada output ANOVA).

b. Tolak Ho, jika koefisien F hitung signifikan pada taraf lebih kecil atau sama dengan 5% (lihat taraf signifikansi pada output ANOVA).

2.5.16.2 Uji parsial ( uji t )

(41)

Untuk menentukan nilai t-statistik tabel, ditentukan dengan tingkat signifikansi 5 % dengan derajat kebebasan df = (n-k-1), dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah variabel. Perumusan statistik yang digunakan:

Ho : β1 = β2 = ... β5 = 0, artinya variabel bebas secara parsial

(sendiri-sendiri) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Ha : β1 = β2 = ... β5 ≠ 0 , artinya variabel bebas secara parsial

(sendiri-sendiri) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Dengan kaidah pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

a. Terima Ho, jika koefisien t hitung signifikan pada taraf lebih besar dari 5% (lihat taraf signifikansi pada output Coefficient).

b. Tolak Ho, jika koefisien t hitung signifikan pada taraf lebih kecil atau sama dengan 5% (lihat taraf signifikansi pada output Coefficient).

2.6. Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping)

Banyak penelitian terdahulu yang mencoba mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi waktu penyelesaian proyek, namun belum memberi keseragaman kesimpulan, seperti Yulianto (2006), Puspitasari (2007), Elinwa dan Joshua (2001), Suyatno (2010), Dannyanti (2010), dan Nurfiah (2010).

(42)

proyek yang meliputi 3 unsur yaitu unsur pengetahuan, unsur skill, serta unsur sikap dan perilaku. Sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja waktu penyelesaian proyek. Penelitian Yulianto (2006) dilakukan dengan strategi studi kasus pada PT. X yang merupakan perusahaan konstruksi berbentuk joint venture antara perusahaan Indonesia dan Singapura. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden. Data yang terkumpul diolah dan ditabulasikan kemudian dianalisa dengan analisa penjodohan pola (pattern matching), analisa pembangunan penjelasan (explanation building), analisa komparatif, dan analisa cluster. Hasil analisa menunjukkan kompetensi manajer proyek mempunyai pengaruh terhadap kinerja waktu penyelesaian proyek dimana manajer proyek yang berkualitas kompeten pada semua unsur kompetensi menghasilkan kinerja waktu yang tepat waktu. Disamping itu, menurut para responden terdapat tiga unsur terpenting dari setiap unsur kompetensi, yaitu unsur pengetahuan (Project Integration Management, Project Time Management, dan Project Scope Management), untuk unsur skill (Perencanaan, Kepemimpinan, dan Pengambilan Keputusan), unsur sikap dan perilaku (Komitmen, Proaktif, dan Kreatif).

(43)

wawancara langsung dengan pakar dan stakeholder. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner untuk pimpinan proyek, manajer lapangan, serta staf proyek dari kontraktor. Hasil penilaian responden tentang faktor-faktor sukses tim proyek terhadap kinerja waktu proyek ini kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap kinerja waktu proyek. Dari hasil analisis diperoleh faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi kinerja waktu proyek yaitu: tim mengerjakan tugas dengan alokasi biaya yang direncanakan, tim mengerjakan tugas dengan standar mutu yang ditetapkan.

Elinwa dan Joshua (2001) dalam penelitiannya menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya keterlambatan penyelesaian proyek yaitu model pembiayaan dan pembayaran untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan antara lain menolak pembayaran material yang harganya berfluktuasi, tidak mempercayai dokumen-dokumen pembayaran setelah pekerjaan selesai, kebijakan pemerintah dan ketidakstabilan dalam sistem, kondisi cuaca yang buruk, kurangnya penyediaan tenaga kerja, transportasi untuk material dan peralatan ke proyek buruk, perencanaan yang tidak layak, penaksiran waktu penyelesaian proyek yang rendah, seringnya perubahan pada design dan material, tidak dapat memenuhi syarat-syarat kontrak, manajemen lapangan yang buruk, pemilihan material yang tidak tersedia, lemahnya koordinasi antara tim desain dan kontraktor, kesalahan-kesalahan selama pembangunan, serta hubungan manajemen dan buruh yang tidak baik.

(44)
(45)

Dannyanti (2010) meneliti ”Optimalisasi pelaksanaan proyek dengan metode PERT dan CPM”. Dannyanti (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan PERT dan CPM dilatarbelakangi oleh proses perencanaan hingga pengendalian proyek selama pelaksanaan pekerjaan konstruksi merupakan kegiatan penting dari suatu proyek. Keberhasilan atau kegagalan dari suatu proyek dapat disebabkan perencanaan yang tidak matang serta pengendalian yang kurang efektif, sehingga kegiatan proyek tidak efisien. Hal tersebut akan mengakibatkan keterlambatan, menurunnya kualitas, dan meningkatnya biaya pelaksanaan. Waktu kerja manajemen proyek dibatasi oleh jadwal yang ditentukan sehingga pimpinan yang terlibat dalam proyek harus dapat mengantisipasi perubahan kondisi yang terjadi. Metode PERT-CPM dapat digunakan untuk mengatur waktu penyelesaian proyek dengan lebih efisien dan efektif. Untuk dapat mengurangi dampak keterlambatan dan pembengkakan biaya proyek dapat diusulkan proses crashing dengan tiga alternatif pengendalian, yaitu penambahan tenaga kerja, kerja lembur, dan subkontrak. Percepatan durasi dilakukan pada pekerjaan-pekerjaan yang ada di lintasan kritis dan jumlah pemendekan durasi tiap pekerjaan pada masing-masing alternatif disamakan. Hasil penelitian Dannyanti (2010) menunjukkan durasi optimal proyek adalah 150 hari dengan biaya total proyek sebesar Rp 21.086.217.636,83 pada alternatif sub kontrak.

(46)

Gambar

Gambar 2.1  Kategori keterlambatan proyek (Vitalis                et al. dalam Al- Najjar, 2008)
Gambar 2.2  Model sederhana untuk analisis team performance (Thamhain, 1994)
Gambar 2.3  Model Iceberg dari level-level kompetensi
Tabel 2.1 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (Sugiyono, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Demikian juga apabila Wajib Pajak selain pemeluk agama Islam membayar sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia bukan kepada lembaga

1 Halaman broken link dimodifikasi (cek dengan mengetik http://depkes.go.id/error) agar menampilkan pemberitahuan kepada pengunjung kesalahan mereka sekaligus disediakan tautan

Pengaturan kembali mengenai pemakaian Nama Perseroan dalam Peraturan Pemerintah ini selain karena alasan sebagaimana dimaksud di atas, pengaturan ketentuan ini sejatinya

Dari hasil perhitungan analisis data persepsi masyarakat terdapat hubungan antar variabel yang sangat kuat, searah dengan tingkat signifikansi 0,01, yaitu sebesar

Dari kegiatan itu dapat muncul suatu tema, dengan sumber inspirasi dan ide yang a d a di dalam benak calon koreografer, kemudian dituangkan pada proses kreatif yang

Ir.. Bagiitn paling rawan.. mcrnpnnyni konfrgm.itsi ynng land:,. rhn la~;\s. Tinp:iny:q

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh dosis yang berbeda menggunakan minyak cengkeh dan lama waktu perendaman terhadap kelangsungan hidup ikan Kepaet1. Hasil

Pendidikan Adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk