ABSTRAK
Pemalsuan surat semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat terhadap tanah serta kebutuhan atas tanah sangat meningkat dan harga mahal. salah satu kejahatan pertanahan yaitu memalsukan atau menyuruh memalsukan surat atau sertifikat hak atas tanah untuk dapat dikuasai dengan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Terdapat dalam kasus yang telah ditulis bahwa terdapat kelalaian pelaksana pendaftaran tanah dalam menerbitkan Sertifikat Hak Milik yaitu dengan menggunakan alas hak/dasar palsu, sehingga menimbulkan ketidak pastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah yang dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ketertiban umum.
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan permasalahan yang terjadi yaitu
Pertama Faktor-faktor terjadinya tindak pidana pemalsuan alas hak/dasar dalam
penerbitan Sertifikat Hak Milik No 70/Sidomulyo, Kedua Pertanggungjawaban pidana terhadap BPN dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik yang berdasarkan alas hak/dasar palsu, Ketiga Penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan alas hak/dasar dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik No 70/Sidomulyo
Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian juridis normatif yaitu mengkaji kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana pemalsuan surat dalam menerbitkan sertifikat hak milik dengan cara mengumpulkan dan menganalisis bahan hukum tentang kecukupan kaidah-kaidah hukum dengan memakai bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer.
Faktor faktor penyebab sehingga menimbulkan tindak pidana pemalsuan sertifikat hak atas tanah tersebut yaitu Penerapan undang-undang yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan, penegakan hukum yang tidak transparan, sistem administrasi yang lemah, kelalaian petugas badan pertanahan nasional, pemahaman masyarakat yang rendah terhadap hukum, hakim yang mengabaikan fakta persidangan dan bukti surat, oknum tni yang ikut serta dalam tindak pidana pemalsuan surat, sanksi pidana yang diatur dalam UUPA sangat rendah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah dan UUPA Pasal 52 tentang sanksi pidana menjelaskan bahwa pelaku pelanggaran atau kejahatan terhadap tanah yang diatur dalam Pasal 19 UUPA di hukum maksimal 3 bulan dan denda Rp. 10.000. Penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana pemalsuan Sertifikat hak atas tanah diatur dalam KUHP Pasal 263 s/d Pasal 266 KUHP tentag tindak pidana pemalsuan surat dan Pasal 52 UUPA tentang sanksi pidana terhadap pelanggaran atas tanah. Dalam rangka pencegahan, penanganan, dan penyelesaian konflik pertanahan, diperlukan perubahan paradigma lama yang feodalistik, sentralistik birokratis, otoriter dan represif diganti dengan paradigma yang populis , demokratis, desentralistik, dan penghormatan hak-hak manusia.
ABSTRACT
Forgery of certificates is rapidly growing, along with people’s need for land which is also growing rapidly and becomes expensive. One of the land crimes is falsifying or having someone falsify land certificates in order to have control over it which eventually harms other people. A written case states that there is negligence in registering land and issuing land certificates by using falsified legal basis so that it causes legal uncertainty to the land owner; it can also cause social imbalance and public disorder.
The problems of the research were as follows: first, how about some factors which became criminal act in falsifying legal basis in issuing land certificate No. 70/Sidomulyo: secondly, how about the criminal responsibility of BPN in issuing land certificates, based on falsified legal basis; and thirdly, how about legal enforcement on criminal act of falsifying basis in issuing land certificates No. 70/Sidomulyo.
The research used judicial normative method which analyzed legal principels which regulate criminal act in falsifying certificates in issuing land certificates by gathering and analyzing legal materials in the completion of legal principels, using primary and secondary data.
Some factors which cause criminal act in falsifying land certificates are as follows: the implementation of incorrect law, non-transparent legal enforcement, frail administrative system, the ignorance of the personnel of the nations land board, people’s lack of knowledge in law, judges’ negligence in the hearing facts and evidence, the involvement of the military personnel in falsifying the certificates, and sanctions stipulated in UUPA (Agrarian law) is too lenient. Government regulation No. 24/1997 on land registration and article 52 of UUPA and criminal sanction state that perpetrators in land crime, as it is regulated in article 19 of UUPA, is sentenced to 3 months and fined Rp. 10.000. Law enforcement for perpetrators who have falsified land certificates is regulated in articles 263 to 266 of the Penal Code on criminal act of falsifying certificates and article 52 of UUPA on criminal sanction of land crime. In order to forestall, handle, and settle the conflict and land, old feudalistic, centralistic bureaucratic, authoritative, and repressive paradigm should be changed to populist, democratic, and decentralized paradigm and respect for human rights.