• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu kabupaten di bagian paling utara Provinsi Sulawesi Utara dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu kabupaten di bagian paling utara Provinsi Sulawesi Utara dari"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepulauan Talaud atau yang dikenal dengan sebutan bumi Porodisa merupakan salah satu kabupaten di bagian paling utara Provinsi Sulawesi Utara dari wilayah Indonesia bagian Timur dan yang berbatasan dengan negara Filipina. Kabupaten kepulauan Talaud1 ini adalah pemekaran Kabupaten Sangihe-Talaud. Kabupaten ini secara de facto sejak tahun 2002 menjadi daerah otonom,2 berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pembentukkan Kabupaten Kepulauan Talaud. Oleh karena itu, Kabupaten Kepulauan Talaud yang sekarang ini berfungsi sebagai badan pemerintahan lokal, yang menjalankan kegiatan-kegiatan dalam pembuatan peraturan dan keputusan, serta fungsi-fungsi pelayanan dalam batas wilayahnya secara otonom. Sedangkan secara de jure kebupaten ini ada pada urutan ke-480 dari kabupaten/kota di Indonesia.3 Karakteristiknya memiliki luas wilayah laut yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah daratan. Ada sekitar lima persen perbedaan luasnya dari daratan kabupaten kepulauan Talaud: 39.051,02 km².

Pemerintahan lokal Kabupaten Kepulauan Talaud, sejak otonom dan kini masih terus melakukan pembenahan dalam penguatan kelembagaan pemerintah daerah. Program-program di segala bidang ditingkatkan untuk tersedianya usaha-usaha perekonomian, fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, keagamaan, fasilitas umum lainnya, pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sebagainya. Oleh karena itu, pengelolaan terhadap sumber alam dan sumber manusia

1

Kabupaten Kepulauan Talaud adalah nama resmi yang dipakai dalam nomenklatur pemerintahan.

2

Sebuah daerah otonom adalah suatu bagian dari sebuah negara yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, memiliki suatu badan pemerintahan yang diseleksi di tingkat lokal, menjalankan kegiatan-kegiatan pembuatan peraturan/keputusan, dan menjalankan fungsi-fungsi pelayanan dalam batas wilayahnya.

3

(2)

2

diusahakan dengan kerja keras dan semangat juang tinggi. Usaha kerjasama antara pemerintah daerah dan semua unsur masyarakat diperlukan untuk mencapai kesejahteraan sosial bersama di wilayah tersebut. Dalam proses menjadi pemerintahan lokal yang otonom ini telah muncul berbagai masalah kehidupan masyarakat Talaud. Sebagai contoh misalnya; masalah pekerjaan, atau pencaharian sebagai penghasilan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masalah kesehatan seperti anak balita meninggal dunia, karena orang tuanya tidak mempunyai uang untuk perawatan di rumah sakit. Masalah pendidikan seperti anak-anak usia muda belia atau remaja yang tidak mengenyam pendidikan dasar formal, sehingga mereka tidak bisa membaca dan menulis atau tuna aksara.

Ada satu kelompok masyarakat di Kecamatan Lirung Kabupaten Kepulauan Talaud yang mengalami hal-hal tersebut di atas. Dalam penelitian terungkap untuk mengatasi masalah-masalah tersebut telah ada cara-cara bantuan dari pemerintah setempat. Cara-cara itu dalam bentuk uang yang disebut; bantuan langsung tunai (yang disingkat BLT), atau bantuan langsung masyarakat sementara (yang disingkat BLSM), atau bantuan kebutuhan pokok misalnya beras yang disebut (yang disingkat RASKIN).Tetapi bantuan-bantuan semacam itu ternyata tidak sepenuhnya sampai kepada orang-orang yang patut menerima. Selain pendistribusiannya tidak merata dan tidak tepat sasaran, sifatnya dadakan dan temporer saja. Di samping itu bantuan-bantuan tersebut juga bukan merupakan bagian dari program-program dan anggaran biaya pemerintah daerah setempat, tetapi pemerintah pusat.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan kesejahteraan sebagai suatu gambaran tentang kondisi atau situasi yang aman, nyaman, dan selamat.4 Istilah kesejahteraan dipakai untuk menggambarkan kondisi atau keadaan manusia, baik

(3)

3

secara jasmani, rohani maupun sosial. Para ahli mengartikan kondisi atau keadaan tersebut sebagai kualitas hidup manusia, yang indikator-indikatornya dapat diukur secara obyektif seperti; tingkat kecukupan kebutuhan dasar (basic needs), termasuk tingkat konsumsi rata-rata per hari, dan tingkat pendapatan per kapita.5 Spicker menyatakan bahwa kesejahteraan diartikan sebagai “well-being” atau kondisi sejahtera. Sejahtera berarti aman sentosa, makmur, dan selamat, yang terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaran. Secara singkat dalam kesejahteraan dapat diukur dari tersedianya kesempatan untuk dapat menikmati kehidupan yang nyaman secara fisik dan spiritual dalam pengembangan diri secara utuh. Bahwa kesejahteraan bagi manusia tidak sekedar pemenuhan terhadap sandang pangan, dan papan melainkan lebih dari itu adalah terciptanya suasana yang kondusif bagi manusia untuk melakukan aktivitas sebagai manusia pekerja (homo faber) berdasarkan peran-peran sosialnya ditengah-tengah masyarakat. Maka manusia yang sejahtera itu adalah manusia yang dapat menjalin hubungan secara baik dengan sesamanya dan memiliki fungsi sosial yang baik dalam menjalankan peran-peran di masyarakat. Tanpa terkecuali yang miskin pun memiliki ruang dan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri dalam pekerjaan. Karena bagi mereka kerja bukan saja menghasilkan uang melainkan juga memperoleh hak dan martabat sebagai manusia yang memiliki harga diri. Dengan demikian konsep kesejahteraan sosial menyatakan bahwa hakikat inti dari masalah kesejahteraan sosial bilamana manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.6 Walaupun masalah kesejahteraan sosial ini tidak ditimbulkan semata-mata oleh adanya hambatan-hambatan dalam pemenuhan

5 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah (Jakarta: Grasindo, 2005), 191.

6 Masalah kesejahteraan sosial disebabkan adanya hambatan berupa: (a) ketergantungan ekonomi; (b)

ketidakmampuan menyesuaikan diri; (c) kesehatan yang buruk; (d) kurang atau tidak adanya pengisian waktu senggang; dan (d) kondisi sosial, penyediaan dan pengelolaan pelayanan sosial yang kurang atau tidak baik.

(4)

4

kebutuhan, khususnya yang bersifat materi. Karena ada juga permasalahan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya seperti misalnya bencana alam dan peristiwa sosial lain.

Dalam sudut pandang masyarakat Lirung kesejahteraan sosial bukan asal sudah makan, punya pakaian, dan ada rumah untuk tempat tinggal. Meskipun hal-hal tersebut tetap perlu lebih dari kebutuhan lain. Namun masih ada yang lainnya sebagai kebutuhan dasar yakni hak untuk melakukan usaha. Karena itu, masyarakat belum merasa puas bila kebutuhan yang mereka terima dari pemerintah hanya berbasis pada anggaran yang berujung pada program-program yang sifatnya sementara dalam mengatasi masalah kesejahteraan masyarakat. Padahal, yang masyarakat maksudkan adalah program yang memiliki investasi sosial. Kondisi inilah yang sedang berlangsung dalam kehidupan masyarakat setempat. Mengetahui keadaan semacam itu menjadi alasan penelitian tentang masalah perwujudan kesejahteraan sosial dalam masyarakat Lirung khususnya pasca otonomi daerah. Dalam gambaran kondisi sejauh mana masalah kesejahteraan sosial yang dihadapi oleh masyarakat? Sejauh mana peran dan fungsi pemerintah sebagai pemimpin dan masyarakat setempat memulai dan melaksanakan bersama pembangunan ekonomi, edukasi, pekerjaan dan sistem sosial internal bagi terciptanya kehidupan yang nyaman secara fisik dan spiritual dalam pengembangan diri secara utuh dan otonom. Sedangkan masalah kesejahteraan sosial masyarakat dalam rangka kerja peranan dan fungsi pemerintah akan ditinjau dalam teori fungsionalisme struktural. Teori ini yang dikembangkan oleh Robert Merton, Talcott Parsons dan Neil Smelser. Teori tidak secara langsung menyinggung persoalan pemerintahan. Akan tetapi, dalam masyarakat (yang di dalamnya unsur pemerintah) adalah suatu sistem yang memiliki struktur dan terdiri dari berbagai lembaga. Masing-masing lembaga

(5)

5

memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Menurut teori ini masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri atas bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, keluarga sampai pemerintah) dan masing-masing bagian selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan (equilibrium). Teori ini menganalisis tentang struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen dalam fungsi yang berbeda. Perbedaan fungsi tersebut justru diperlukan untuk saling melengkapi sehingga suatu sistem yang seimbang dapat terwujud. Pembagian peranan dan fungsi masing-masing dari setiap unit yang ada dalam sistem untuk tercipta keharmonisan hidup. Asumsi dasar teori fungsional terletak pada cara pandang yang menyatakan bahwa masyarakat (sebagai sistem sosial) terintegrasi oleh adanya kesepakatan bersama (collective

consciousness). Kebersamaan dan kohesi sosial dimungkinkan karena hubungan

fungsional antarbagian pembentuk sistem, interdependency. Dengan demikian, kondisi masyarakat akan selalu dalam keadaan equilibrium. Seandainya ada perubahan-perubahan baik internal maupun eksternal tidak mengganggu integritas sosial atau keseimbangan sosial, sebab sifat perubahan yang terjadi lebih bersifat gradual ketimbang mendasar.

Pada sisi lain masalah kesejahteraan sosial dalam peranan dan fungsi pemerintah sebagai pemimpin akan ditinjau dari model peran tokoh-tokoh pemimpin sebagai Gembala di dalam Alkitab Perjanjian Lama dan kitab-kitab Injil. Sebagai model tipologi kepemimpinan yang melayani (servant leadership) sebagai ‘pemimpin yang melayani’ mengarah pada konsep kepemimpinan dari Greenleaf yang terinspirasi dari keteladanan kepemimpinan Yesus. Kepemimpinan Yesus berfokus pada kuasa, namun kuasaNya bukan untuk keuntungan pribadi sehingga harus menekan dan memperalat pihak lain. Greenleaf berpendapat bahwa pemimpin besar mula-mula harus melayani orang lain, sebab kepemimpinan yang sejati timbul

(6)

6

dari mereka yang memiliki motivasi utama untuk melayani orang lain. Pembentukkan jiwa dari kepemimpinan yang melayani harus dimulai dari adanya perasaan alami untuk memiliki keinginan melayani lebih dulu, sebab pemimpin yang melayani adalah orang yang mula-mula menjadi pelayan. Konsep ini memanifestasikan diri dalam kepedulian yang diambil oleh pelayan, yang mula-mula memastikan bahwa kebutuhan prioritas tertinggi orang lain adalah dilayani. Pemimpin yang melayani memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, karena itu selalu ada keinginan untuk meningkatkan harga diri dan kebanggaan orang-orang yang dilayani. Hal ini semata-mata bukan melayani supaya mendapatkan hasil melainkan dampak dari perilaku untuk melayani itulah merupakan hasilnya.

Dari keterangan tersebut di atas, maka hubungan antara konsep kesejahteraan sosial dan peran Pemerintah Daerah Lirung pasca otonomi daerah dipandang tidak hanya tertuju pada kondisi atau keadaan setempat, tetapi juga terarah pada suatu kegiatan terorganisir yang dirancang bersama dalam rangka melaksanakan kesejahteraan. Pemerintah daerah menjalankan peran dan fungsi berdasarkan UUD 1945 untuk kesejahteraan sosial termasuk masyarakat Lirung. Pemerintah daerah tersebut yang terdiri atas bagian-bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan, politik, organisasi sosial, keluarga, dan sebagainya), dengan peran dan fungsi masing-masing bekerja sama dengan masyarakat untuk kesejahteraan sosial yang imbang dan menyeluruh. Agar dapat melaksanakan terus dan mengusahakan kesejahteraan sosial dalam kemandirian dari potensi-potensi alam dan manusia di dalam masyarakat dan Kecamatan Lirung Kabupaten Kepulauan Talaud pasca otonomi daerah. Kegiatan-kegiatan terorganisir yang dirancang memungkinkan individu-individu, keluarga-keluarga, dan komunitas-komunitas mempunyai kesempatan untuk hidup dan kerja. Masyarakat sebagai bagian dari suatu sistem

(7)

7

pemerintahan memerlukan sarana atau wadah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat juga membutuhkan pelayanan, baik secara individu maupun kelompok sebagai organisasi pemerintah atau swasta. Pelayanan itu artinya menyangkut keberadaan dua pihak yaitu; pihak yang menyediakan layanan dan pihak yang menggunakan layanan atau sebagai pemberi layanan dan pengguna layanan. Lembaga pemerintahan daerah yang mengatur sistem sosial adalah pihak pemberi layanan kepada masyarakat sebagai pengguna layanan tersebut. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dalam rangka penulisan tesis diberi judul: Peranan

Pemerintah dalam Kesejahteraan Sosial Masyarakat Pasca Otonomi Daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahannya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian, “Bagaimana peran pemerintah dalam kesejahteraan sosial di Kecamatan Lirung Kabupaten Talaud”?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana peranan dan fungsi pemerintah dalam kesejahteraan sosial pasca otonomi daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud.

D. Kajian Pustaka

Kajian tentang masalah kesejahteraan sosial dalam konteks sebuah masyarakat yang otonom masih sedikit. Ada beberapa karya ilmiah yang telah ditulis, tetapi dikaitkan dengan masalah-masalah sosial yang berbeda yaitu;

Pertama, buku yang ditulis oleh Tri Ratnawati yang diberi judul “Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia, di Masa Perubahan Otonomi Daerah Tahun

(8)

8 2000-2005”. Buku ini merupakan kumpulan laporan penelitian mengenai dinamika

otonomi daerah dari beberapa beberapa daerah di Indonesia yang berkembang di masa transisi. Penulis melihat bahwa pemerintah belum siap dengan kebijakan yang digulirkannya itu. Hal ini terlihat dari adanya perkembangan masyarakat lokal dan dinamika pemerintahannya, di mana momentum otonomi daerah ini salah dimaknai oleh para elit daerah. Otonomi daerah saat ini masih condong merupakan otonominya para birokrat dan elit-elit lokal karena belum mampu memperbaiki kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Ditambah pula dengan hak-hak rakyat yang wajib diberikan oleh pemerintah daerah sebagai penyedia pelayanan, belum mendapat prioritas yang memadai.

Kedua, Suparjan dan Sunyoto Usman menulis dalam jurnal Sosio-sains

dengan topik Pelayanan Kesehatan di Era Otonomi Daerah (2006). Tulisan ini merupakan tanggapan terhadap kebijakan pemerintah dalam menerapkan UU Otonomi Daerah dan hubungannya terhadap peningkatan pelayanan kesehatan di Sleman. Dalam tulisan tersebut kedua penulis memberi himbauan kepada pemerintah daerah untuk lebih mengedepankan prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Karena berdasarkan kajian yang dilakukan pada tataran realita, ternyata pelaksanaannya yang sudah berjalan beberapa tahun belum menunjukkan adanya perbaikan pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi semua lapisan masyarakat.

Ketiga, tesis (tidak diterbitkan) dari Simon Malo Kii mengenai Kesiapan Daerah Kabupaten untuk Melaksanakan Otonomi Daerah: Studi di Daerah Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Sumba Barat, Propinsi NTT (2001). Tesis

ini membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pelaksanaan Otonomi Daerah. Penulis berpendapat bahwa faktor dominan yang menjadi tolok ukur sebuah daerah

(9)

9

menjadi daerah otonom adalah kemampuan aparatur dan kemampuan ekonomi. Ada dua research question yang dikemukakan yakni: (1) bagaimana kesiapan SDM aparatur Daerah Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat untuk melaksanakan Otonomi Daerah? (2) bagaimana kesiapan keuangan daerah di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat untuk melaksanakan Otonomi Daerah? Melalui dua

research question tersebut penulis melakukan analisanya tentang kesiapan

pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat. Hasil penelitian yang diperoleh memperlihatkan bahwa: (1) daerah Sumba Timur dan Sumba Barat dari faktor SDM dan keuangan daerah belum memiliki kesiapan yang memadai untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah berdasarkan sistem otonomi sebagaimana amanat dari UU No. 22 Tahun 1999. (2) faktor sumber daya manusia aparatur dan keuangan daerah merupakan faktor dominan yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pemerintahan daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999.

Keempat, Joko Triwiyatno dengan tesis (tidak diterbitkan) yang berjudul Kesiapan Aparat Penyelenggara Pemerintahan Daerah dalam Menghadapi Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah di Kabupaten Boyolali (2001). Penulis dalam penelitian ini berupaya untuk melihat pengaruh

kualitas kerja, tingkat pendidikan, pengalaman berorganisasi, kondisi sosial ekonomi, relasi dan kreativitas terhadap kesiapan aparat pemerintah daerah. Dari penelitian yang dilakukan kepada kelompok eksekutif dan legislatif di Boyolali, penulis menemukan kecenderungan pada kualitas kerja dan kreativitas terlihat bahwa aparat pemerintah di tingkat legislatif cenderung lebih baik, sedangkan untuk tingkat eksekutif terlihat adanya kecenderungan menolak diterapkannya Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan pengalaman ‘masa lalu’ lebih baik bagi aparat di tingkat

(10)

10

eksekutif. Bahkan pada tahap tertentu, cenderung bertahan dengan berbagai argumen pembenaran untuk bertahan pada posisi pekerjaan di tingkat eksekutif.

E. Signifikansi Penelitian

Karya-karya ilmiah yang telah dijelaskan di atas menyatakan perspektif mengenai otonomi daerah yang secara khusus terkait dengan pemerintahan lokal dalam rangka perubahan otonomi daerah, pelayanan kesehatan, dan kesiapan melaksanakan otonomi daerah, untuk mengatur keadaan daerah setempat secara mandiri yang berhubungan dengan pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999. Pokok-pokok bahasan dalam karya-karya ilimiah tersebut dapat dijadikan rujukan dan telah memberikan banyak kontribusi pemikiran dalam rangka penulisan tesis ini. Tetapi fokus pada pokok permasalahan dalam konteks otonomi daerah berbeda yakni; kesejahteraan sosial dan lokasi penelitian. Lokasi penelitian yang berbeda memberikan ciri dan sifat bagi setiap penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti. Sebab penelitian tentang kesejahteraan sosial pasca otonomi daerah di Lirung adalah yang utama saat ini daripada permasalahan lain, khususnya yang bermatra sosiologi agama.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara akademik, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran teoritik tentang kesejahteraan sosial yang holistik berkenaan dengan kebutuhan ekonomis, edukasi, kerja dan spiritual dalam rangka kehidupan masyarakat Talaud seutuhnya. Disamping itu juga hasil penelitian ini sebagai referensi ilmiah, karena masih sedikit orang menulis dan mempublikasikan tentang kebudayaan dan masyarakat Talaud.

(11)

11

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pemikiran dan saran-saran bagi penyelenggara pemerintahan daerah setempat, yang mempunyai peran dan fungsi sebagai pelayan masyarakat dalam rangka mewujudkan pembangunan kesejahteraan sosial masyarakat Lirung.

G. Definisi Operasional Istilah

Dalam rangka penelitian ini disusun definisi operasional, antara lain :

1) Pemerintah daerah yang dimaksud adalah pemerintah tingkat kecamatan yang dipimpin oleh camat, dibantu oleh sekertaris, seksi-seksi dan staf kecamatan. Dalam pelaksanaan tugas-tugas dari masing-masing unsur tersebut memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah serta penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan.

2) Peranan pemerintah kecamatan yang dimaksud adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan atau dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan Lirung dalam menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peranan pemerintah kecamatan dalam penelitian ini terlihat dari ada tidaknya dukungan terhadap kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial melalui Pembinaan dan Koordinasi.

- Pembinaan diartikan sebagai bimbingan pemerintah terhadap masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Indikator dalam pembinaan, di antaranya terlihat dari:

 Sosialisasi program-program kesejahteraan sosial

 Pengembangan usaha-usaha kesejahteraan sosial di masyarakat

- Koordinasi, yaitu upaya yang dilaksanakan oleh kepala wilayah guna mencapai keselarasan, keserasian dan keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua instansi vertikal, dan antara instansi

(12)

12

vertikal dengan dinas daerah, agar tercapai hasil guna dan daya guna. Indikator koordinasi pemerintah kecamatan dalam penelitian ini, yakni: koordinasi pemerintah kecamatan dengan pemerintah desa/kelurahan serta dinas/instansi terkait lainnya dalam pembangunan kesejahteraan sosial.

3) Kesejahteraan Sosial ini secara konseptual memiliki arti dasar sebagai kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan

jasmani, rohani, dan sosial. Selain itu, kesejahteraan sosial diartikan sebagai suatu usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera. Karena itu, di

dalamnya memiliki hubungan yang erat dengan peranan pemerintah dalam rangka Pembangunan Kesejahteraan Sosial.

4) Pembangunan Kesejahteraan Sosial adalah usaha terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk

memenuhi kebutuhan dalam mencegah dan mengatasi masalah-masalah sosial serta memperkuat institusi-institusi sosial.

5) Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah menjadi ‘korban’ dari kemiskinan struktural.

6) Otonomi Daerah ialah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerah sendiri.

7) Pasca Otonomi Daerah adalah kurun waktu sejak diberlakukannya UU Otonomi Daerah, yakni terhitung sejak tanggal 1 Januari 2001. Untuk alokasi waktu yang dimaksudkan dalam penelitian ini berkisar pada tahun 2005-2011.

H. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif (descriptive

(13)

13

penelitian ini menggambarkan dan menemukan data dan fakta fenomena sosial yang berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian yang dimaksudkan ini. Selain itu juga penelitian dengan menggunakan metode kualitatif ini berupaya untuk memperoleh sesuatu yang tidak dapat diperoleh dengan memakai prosedur statistik atau dengan cara pengukuran (kuantitatif).

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian, “Perwujudan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Pasca Otonomi Daerah: Studi di Kecamatan Lirung Kabupaten Kepulauan Talaud- Provinsi Sulawesi Utara, maka pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada:

a. Pertimbangan teknis

Kecamatan Lirung secara administratif merupakan cakupan wilayah pelayanan dari Kabupaten Kepulauan Talaud.

b. Pertimbangan praktis

Pertimbangan akses terhadap data penelitian yang lebih mudah dan efektif dan efisien dalam pengumpulan data, mengingat Kecamatan Lirung sebagai tempat asal penulis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kantor Kecamatan Lirung menjadi fokus lokasi penelitian. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian berlangsung dari bulan April sampai bulan Mei 2011.

3. Sumber Informasi Penelitian

Subjek penelitian ini adalah perangkat daerah tingkat kecamatan dan lembaga pelaksana teknis seperti dinas dan badan yang terkait dengan pembangunan kesejahteraan sosial di Kecamatan Lirung, termasuk di sini adalah

‘stakeholder.’ Selain itu penelitian ini melibatkan masyarakat, baik kelompok

(14)

14 4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber asalnya melalui:

a). Observasi adalah cara untuk mengumpulkan data dalam kegiatan penelitian yang dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan sumber informasi penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan observasi partisipatif

(participant-observation) di kantor camat selama penelitian berlangsung,

agar bisa mengamati bagaimana peranan pemerintah dalam usaha kesejahteraan sosial, termasuk di dalamnya adalah faktor-faktor yang terkait dengan penelitian ini.

b). wawancara mendalam (indepth interview) adalah wawancara dengan para informan yang bertujuan untuk memperoleh data empirik lebih mendasar tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan topik penelitian.

Selain itu adalah data sekunder yaitu;

a). Karya pustaka yang bersumber dari bacaan-bacaan seperti buku, jurnal, majalah, surat kabar dan media cetak lainnya yang memuat data terkait dengan penelitian; selain itu juga ditambah dengan penelusuran data on-line dari fasilitas internet.

b). Dokumen-dokumen produk dari pemerintah seperti arsip-arsip, laporan tertulis dan daftar inventaris yang memiliki keterkaitan dengan data yang diperlukan.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data ini prosesnya sudah dimulai sejak awal berada di lokasi penelitian. Setiap informasi dari informan dianalisis menjadi data dan

(15)

15

dipresentasikan dari sudut pandang informan. Hasil data wawancara dibandingkan dengan data kepustakaan dan cerita historis yang terkait dengan penelitian. Maka proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara dan pengamatan yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Kemudian data-data tersebut diolah dengan pendekatan kualitatif, mereduksi data, mendeskripsikan dan menganalisanya.

I. Garis Besar Penulisan

Tulisan tesis ini disajikan dalam lima bab yaitu; bab pertama merupakan bagian Pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, signifikansi penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional istilah, metodologi penelitian, dan garis besar penulisan. Bab kedua, berisi Lerangka konseptual tentang kesejahteraan sosial, teori struktural fungsional tentang peran dan fungsi dalam masyarakat, dan refleksi teologis. Bab ketiga, memuat deskripsi tentang sejarah awal sampai pembentukan wilayah Kabupaten Talaud, deskripsi tentang masyarakat Lirung, dan program-program kesejahteraan sosial dari pemerintah daerah setempat. Bab keempat, merupakan analisis terhadap hasil penelitian, yang telah dideskripsikan dalam bab-bab sebelumnya. Bab kelima, sebagai bagian penutup, terdiri dari kesimpulan yang dikemas dalam refleksi teoritis dan praktis dengan memberikan beberapa saran yang menjadi ‘solusi’ demi mengoptimalkan peranan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat dalam nilai setara sebagai hak dasar dari setiap manusia.

Referensi

Dokumen terkait

Mengikut kajian-kajian terdahulu, didapati penggunaan ferit sebagai bahan penumpas banyak bergantung kepada kebolehannya beroperasi pada frekuensi 30- 200 MHz dengan julat

Kenaikan jumlah penjualan air kepada pelanggan sebagai dampak dari pelaksanaan program penggantian meter pelanggan sebanyak 1.151 unit sesuai perhitungan diatas, merupakan

Kemampuan seorang pembelajar bahasa Inggris menggunakan kata kerja tersebut dalam struktur kalimat yang berterima sangat tergantung pada sejauh mana pengetahuan

Cuci alat penyaring yang akan dipakai dengan pelarut, keringkan dalam oven pada suhu 103°C selama 30 menit, dinginkan dalam desikator selama 15 menit, timbang.. Tambahkan 50 ml

Setelah diadakan beberapa kali perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway Officials (AASHTO) dalam tahun 1945. Bagan pengklasifikasian sistem

Setiap dosen harus melaksanakan tugas pengajaran sesuai dengan ketentuan ITB yang telah ditetapkan dalam jadwal kegiatan akademik untuk Tahun Akademik 2011/2012.. Setiap

Kotler (1997), menyatakan bahwa kebutuhan dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan internal adalah kebutuhan dasar yang timbul di dalam