• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN GONG UNTUK SD SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN GONG UNTUK SD SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

i PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN GONG UNTUK SD SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Palupi NIM: 141134229

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)
(3)
(4)

iv PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan berkat dan kasihNya.

2. Kedua orang tua tercinta Sutopo dan Sri Istiany yang selalu mengasihi tanpa pamrih dan memberikan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan tugas akhir.

3. Kedua kakak Bowo Swasono dan Tawang Sudewo yang memberi dukungan, nasihat, dan segala daya upayanya.

4. Sahabat-sahabat PGSD angkatan 2014 yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi.

5. Almamater Universitas Sanata Dharma yang menjadi tempat peneliti untuk berproses menjadi seorang pendidik.

(5)

v MOTTO

“Lakukan yang terbaik hari ini sebagai jaminan di masa yang akan datang” (Mattew Tuck)

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN INSTRUMEN GAMELAN GONG UNTUK SD

Palupi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2018

Penelitian ini diawali dengan melakukan analisis kebutuhan melalui angket dan kegiatan wawancara. Berdasarkan hasil angket yang dibagikan kepada 15 siswa kelas V SDK Kumendaman menunjukkan bahwa memainkan gamelan membantu siswa memiliki kebiasaan berdoa 73,33% dan 86,67% berkonsentrasi. Selain itu, hasil angket menunjukkan bahwa 73,33% siswa belum pernah membaca buku tentang gamelan. Dari hasil wawancara kepada dua praktisi, peneliti mendapatkan informasi perlu ada buku gamelan yang mengandung nilai-nilai budi pekerti. Berdasarkan data-data tersebut, peneliti mengembangkan produk prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan gong untuk SD dan mendeskripsikan kualitas produk prototipe. Peneliti fokus pada instrumen gong karena instrumen ini melatih konsentrasi penabuhnya.

Penelitian ini menggunakan 6 langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Sebelum di uji coba, prototipe terlebih dahulu divalidasi oleh pelatih karawitan SD dan ahli bahasa untuk mengetahui kualitas produk. Hasil validasi mendapatkan skor rata-rata “3,89” (rentang skor 1-4) dengan kategori sangat baik. Produk dinyatakan layak diuji coba setelah dilakukan revisi.

Uji coba dilakukan di SD Kanisius Kumendaman yang diikuti oleh 15 siswa kelas V. Hasil refleksi menunjukkan setelah membaca prototipe, siswa memahami nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan yaitu kerjasama, konsentrasi, kesabaran, dan kesopanan. Pemahaman siswa mengenai nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan mendapat skor “3,8”. Berkaitan tentang pemahaman bahwa memainkan gong melatih nilai konsentrasi mendapatkan skor “3,93”. Kedua skor tersebut masuk dalam kategori sangat baik.

(9)

ix ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF BOOK PROTOTYPE OF CHARACTER EDUCATION IN PLAYING GONG INSTRUMENT OF GAMELAN FOR

ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS Palupi

University of Sanata Dharma Yogyakarta 2018

Needs analysis in this research was obtained through questionnaire and interview . It was reinforced by the questionnaire that was distributed to 15 children of fifth grade of SDK Kumendaman. The result of questionnaire showed that playing gamelanmade 73.33% of children had a habit of praying and 86.67% of children had a good concentration when playing gamelan, In addition, the results of the questionnaire showed that 73.33% of children had never read books related to gamelan. From the results interviews to two practitioners, researchers get information there needs to be a gamelan book containing the character values. Based on these data, the researchers were encouraged to develop a prototype product of character education books in playing gamelan gong for elementary school students and to know the quality prototype product. Researchers focus on instruments gong because these instruments habit the concentration of the beaters.

This research used 6 steps of research and development according to Sugiyono, namely (1) potential and problem, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product trial. Prior to the trial, the prototype was first validated by the karawitan teacher of elementary school students and Indonesian language teacher to find out about the quality of the product. Validation results got average score of "3.89" (interval score 1-4) with very good category.Product declared eligible to trial after revision.

Product trial was conducted at Kanisius Kumendaman Elementary School and was attended by 15 children of fifth grade. The results reflected that after reading the prototype product, the child canbetterunderstand the values of character in gamelan that is cooperation, concentration, patience and courtesy. The students understanding of the character values in playing instruments gamelan got a score "3.8". Relates about the understanding that playing the intruments gong trained concentration gets score "3.93". Both score sign in very good category.

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMAINKAN GAMELAN UNTUK SD”. Tidak lupa peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama proses penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang membimbing dengan sabar.

5. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang membimbing dengan sabar.

6. Validator ahli bahasa dan ahli gamelan yang telah membantu memvalidasi produk penelitian.

7. Maria Nasarani selaku Ilustrasi Prototipe.

8. Anastasia Desmana S.Pd. selaku kepsek SD Kanisius Kumendaman

9. Aggun Mayafuri, S.Pd. selaku Guru Kelas V SD Kanisius Kumendaman yang telah membantu dalam melaksanakan uji coba produk penelitian.

10. Siswa-siswi kelas V SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta yang telah bersedia terlibat dalam penelitian.

11. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyarakarta yang telah membantu perijinan penelitian skripsi.

12. Kedua orang tua, Sutopo dan Sri Istiany yang dengan sabar selalu menyertai perjuangan mengerjakan skripsi dengan doa, kasih sayang, perhatian, nasihat.

(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Definisi Operasional ... 5

1.6 Spesifikasi Produk ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Kajian Pustaka ... 7

2.1.1 Pendidikan Budi Pekerti ... 7

2.1.2 Kebudayaan ... 9

2.1.3 Gamelan ... 10

2.1.4 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan ... 12

(1) Rebab ... 12 (2) Bonang ... 12 (3) Seruling ... 13 (4) Kendang ... 14 (5) Kethuk ... 14 (6) Saron ... 15 (7) Gong ... 15

2.1.5 Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Gamelan ... 16

2.1.6 Instrumen Gamelan: Gong ... 18

2.1.7 Cergam ... 19

2.1.8 Literasi ... 21

2.1.8.1 Gerakan Literasi Sekolah ... 21

(13)

xiii

2.3 Kerangka Berpikir ... 26

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29 3.2 Setting Penelitian ... 29 3.2.1 Subyek Penelitian ... 30 3.2.2 Lokasi Penelitian ... 30 3.2.3 Obyek Penelitian ... 30 3.2.4 Waktu Penelitian ... 30 3.3 Prosedur Pengembangan ... 30

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 31

3.3.2 Pengumpulan Data ... 31

3.3.3 Desain Produk ... 31

3.3.4 Validasi Desain ... 32

3.3.5 Revisi Desain ... 32

3.3.6 Uji Coba Produk ... 32

3.4 Instrumen Penelitian ... 33

3.4.1 Angket ... 33

3.4.2 Wawancara ... 33

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.5.1 Angket ... 34

3.5.2 Wawancara ... 37

3.6 Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Hasil Penelitian ... 40

4.1.1 Prosedur Pengembangan ... 40

4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 40

4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 41

4.1.1.3 Desain Produk ... 42

4.1.1.4 Validasi Desain ... 46

4.1.1.5 Revisi Produk ... 46

4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 49

4.1.2 Kualitas produk ... 51

4.2 Pembahasan ... 53

4.3 Kelebihan dan Kekurangan ... 55

BAB V PENUTUP ... 56 5.1 Kesimpulan ... 56 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 56 5.3 Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN ... 61 CURRICULUM VITAE ... 103

(14)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti dan Nilai-Nilai Karakter ... 8

Tabel 2.2 Nilai Budi Pekerti Setiap Instrumen Gamelan ... 16

Tabel 2.3 Nilai Budi Pekerti Saat Memainkan Instrumen Gong ... 19

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Angket ... 34

Tabel 3.2 Hasil Validasi Angket Pra Penelitian ... 35

Tabel 3.3 Angket Pra Penelitian ... 36

Tabel 3.4 Pertanyaan Wawancara ... 37

(15)

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penelitian yang Relevan ... 26

Gambar 4.1 Sketsa Gambar ... 43

Gambar 4.2 Cover Produk... 45

Gambar 4.2 Revisi Produk Hal.6 ... 47

Gambar 4.3 Revisi Produk Hal.11 ... 48

Gambar 4.4 Revisi Produk Hal.12 ... 48

Gambar 4.5 Revisi Produk Hal.14 ... 49

Gambar 4.6 Peneliti Memulai Kegiatan Literasi ... 50

Gambar 4.7 Siswa Membaca Produk ... 50

(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penyebaran Angket ... 62

Lampiran 2 Surat Ijin Uji Coba ... 63

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 64

Lampiran 4a Pedoman Wawancara ... 65

Lampiran 4b Hasil Wawancara ... 66

Lampiran 5 Kisi-Kisi Angket Pra Penelitian ... 67

Lampiran 6a Angket Validator ... 69

Lampiran 6b Hasil Validasi Angket Pra Penelitian (Validator I) ... 71

Lampiran 6c Hasil Validasi Angket Pra Penelitian (Validator II) ... 73

Lampiran 6d Rekap Hasil Validasi Angket ... 75

Lampiran 7a Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 76

Lampiran 7b Hasil Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 77

Lampiran 7c Rekap Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 81

Lampiran 8a Kisi-Kisi Pembuatan Prototipe ... 83

Lampiran 8b Validasi Uji Coba Produk (Validator I) ... 85

Lampiran 8c Validasi Uji Coba Produk (Validator II) ... 87

Lampiran 8d Rekap Validasi Uji Coba Produk ... 89

Lampiran 8e Hasil Uji Coba Produk ... 91

Lampiran 9 Pedoman Penggolongan Kualitas ... 94

Lampiran 10 Pedoman Penilaian Refleksi ... 95

Lampiran 11 Rekap Jawaban Refleksi Uji Coba ... 97

Lampiran 12 Desain Prototipe ... 99

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang

Gamelan merupakan seperangkat instrumen musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa “rawit” yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi kata rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak (Purwadi, 2006:1). Kata gamelan terjadi karena adanya pergeseran atau perkembangan kata dari kata “gembel”. Gembel adalah alat untuk memukul. Cara membunyikan gamelan adalah dengan cara dipukul-pukul. Barang yang digembel namanya gembelan. Kata gembelan ini kemudian bergeser atau berkembang menjadi gamelan. Gamelan adalah suatu benda hasil dari benda itu digembel-gembel atau dipukul-pukul (Soedarsono, 1984: 5). Jadi, gamelan dapat diartikan sebagai benda yang dimainkan/ dibunyikan dengan cara dipukul-pukul.

Seperangkat gamelan lengkap terdiri dari 75 alat musik dan dimainkan oleh 30 niyaga (penabuh) dengan disertai 10 sampai 15 pesinden (Yudhoyono, 1983: 15). Walaupun terdiri dari beberapa macam instrumen, namun terdapat instrumen pokok pada gamelan yaitu rebab, gender, bonang, gambang, saron, kethuk, kenong, kempul, siter, kendang, seruling, demung, gong dan peking. Instrumen tersebut dimainkan dengan cara dipukul, dipetik, digesek dan ditiup. Instrumen gamelan harus dimainkan secara bersama-sama agar dapat menghasilkan nada yang indah. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar penabuh gamelan. Selain nilai kerjasama, nilai-nilai yang diajarkan saat memainkan gamelan antara lain religiusitas, kesopanan, kesabaran, konsentrasi, dsb.

Di beberapa sekolah dasar, gamelan menjadi salah ekstrakurikuler, seperti di SD Kanisius Kumendaman. Peneliti membagikan angket kepada 15 siswa kelas V SDK Kumendaman Yogyakarta yang mengikuti ekstrakurikuler karawitan di sekolah

(18)

2 tersebut. Hasil angket menunjukkan sebelum memainkan gamelan 73,33% siswa berdoa, 26,67% siswa mengambil dan menata alat pukul. Pada saat memainkan gamelan sebanyak 86,67% siswa berkonsentrasi, 13,33% memperhatikan instruksi dan setelah memainkan gamelan 66,67% siswa berdoa dan 33,33% siswa merapikan alat pukul yang telah digunakan. Berdasarkan hasil angket yang telah dibagikan, sebanyak 73,33% siswa belum pernah membaca buku-buku yang berkaitan dengan nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan dua ahli gamelan, memainkan gamelan dapat melatih anak untuk berkonsentrasi, sabar, sopan santun, dsb. Semua instrumen gamelan harus dimainkan secara bersama-sama agar dapat menghasilkan gending (lagu) yang indah. Gamelan perlu dikenalkan kepada siswa sejak dini. Nilai-nilai yang terkandung dalam gamelan sangat baik diajarkan kepada siswa untuk membentuk karakter siswa. Praktisi mengatakan perlu ada buku gamelan yang mengandung nilai-nilai budi pekerti.

Peneliti termotivasi dengan penelitian sebelumnya yang pernah diteliti oleh Noor Sulistyobudi (2013) dengan judul “Seni Karawitan Jawa: Pendidikan Budi Pekerti”. Penelitian ini berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan karawitan, jenis-jenis karawitan, dan nilai-nilai budi pekerti dalam kesenian karawitan. Nilai-nilai budi pekerti dalam kesenian karawitan dibagi menjadi dua yaitu Nilai-nilai budi pekerti saat menabuh gamelan dan nilai budi pekerti yang berkaitan dengan tembang yang dibawakan. Nilai-nilai yang terkandung saat memainkan gamelan adalah nilai kebersamaan, bergotong royong, tenggang rasa, dan nilai kepemimpinan. Penelitian ini menunjukkan bahwa kesenian karawitan merupakan sarana baik untuk pendidikan budi pekerti anak. Penelitian tersebut menginspirasi peneliti untuk mengembangkan sebuah desain buku sederhana yang berkaitan dengan nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan.

Desain buku yang peneliti buat berbentuk prototipe yang berisi tentang nilai-nilai budi pekerti dalam gamelan. Peneliti fokus pada instrumen gong karena instrumen ini melatih konsentrasi penabuhnya. Prototipe buku terdiri dari dua bagian. Bagian pertama merupakan sebuah artikel yang berjudul “Nilai-Nilai Budi Pekerti

(19)

3 dalam Instrumen Gamelan”. Bagian kedua berisi tentang cergam yang berjudul “Memainkan Gong Melatih Konsentrasiku”. Cergam tersebut menceritakan pengalaman seorang anak yang dipercaya oleh pelatihnya untuk memainkan instrumen gong pada saat pementasan parade gamelan anak. Saat bermain gong anak tersebut dilatih untuk selalu berkonsentrasi mendengarkan gending yang sedang dimainkan sehingga ia dapat memainkan gong dengan tepat.

Cerita bergambar (cergam) merupakan sebuah cerita yang menampilkan gambar dan teks (Agung, 2014: 120). Gambar-gambar yang terdapat dalam cergam digunakan untuk memperjelas teks dan membantu siswa untuk memahami objek yang ada di dalam cerita. Fungsi dari cerita bergambar antara lain untuk sarana hiburan dan pendidikan. Terdapat 2 macam cergam yaitu cergam yang berwarna dan cergam yang tidak berwarna (Agung, 2014: 121). Cergam berwarna memiliki kelebihan untuk menarik minat baca anak, namun cergam yang tidak berwarna juga memiliki kelebihan yaitu meningkatkan imajinasi dan kreativitas anak. Cergam merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat membantu anak untuk membaca, menulis ataupun menyerap pengetahuan. Selain itu, cergam dapat dijadikan sebagai salah satu media literasi.

Literasi adalah kemampuan untuk mengakses, memahami dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis dan/atau berbicara (Anggraini, 2016: 2). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 terdapat satu gerakan yang mengajak siswa untuk membaca lima belas menit sebelum pelajaran dimulai. Gerakan tersebut dikenal sebagai Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Tujuan umum dari GLS yaitu menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah. Tujuan khusus dari GLS yaitu menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah. Materi baca yang dapat digunakan untuk menunjang kegiatan literasi harus memuat nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.GLS pada jenjang pendidikan SD dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap pembiasaan, tahap pengembangan dan tahap pembelajaran. Ketiga tahapan literasi dilaksanakan

(20)

4 terus-menerus secara berkelanjutan. Peneliti berharap prototipe yang dibuat dapat digunakan sebagai sarana literasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, rumusan masalah pada penelitian ini berfokus pada permasalahan di bawah ini yaitu:

1. Bagaimana pengembangan prototipe buku pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam memainkan instrumen gamelan gong untuk SD?

2. Bagaimana kualitas prototipe buku tentang pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam memainkan instrumen gamelan gong untuk SD?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan prototipe buku pendidikan budi pekerti yang terkandung

dalam memainkan instrumen gamelan gong untuk SD.

2. Mendeskripsikan kualitas prototipe buku pendidikan pekerti yang terkandung dalam memainkan instrumen gamelan gong untuk SD.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi siswa

Buku prototipe dapat membantu siswa untuk mengetahui informasi tentang nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam memainkan gamelan khususnya pada instrumen gong. Siswa dapat mrnggunakan prototipe sebagai media literasi.

2. Manfaat bagi guru

Guru dapat menggunakan prototipe buku cergam sebagai media pembelajaran untuk mengenalkan kepada anak nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam cara memainkan gamelan. Prototipe ini dapat digunakan guru sebagai sarana untuk literasi.

(21)

5 3. Manfaat bagi peneliti

Peneliti dapat melakukan penelitian untuk mengembangkan prototipe cergam tentang nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam cara memainkan gamelan dan melestarikan budaya.

1.5 Definisi Operasional 1. Prototipe

Prototipe adalah sebuah media sederhana berupa buku yang belum dicetak dan dipublikasikan secara luas, produk ini belum didaftarkan sehingga penulis belum memiliki hak cipta.

2. Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan budi pekerti adalah program pengajaran di sekolah yang membekali siswa untuk mengembangkan watak/ perilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

3. Gamelan

Gamelan adalah seperangkat instrumen yang dimainkan dengan cara dipukul, ditiup, dipetik dan digesek.

4. Gong

Gong adalah instrumen gamelan yang terbuat dari perunggu, mempunyai ukuran terbesar dari instrumen gamelan lainnya dan dimainkan menggunakan alat pukul terbuat dari kayu dan dibagian ujungnya berbentuk bulat seperti bola yang berisi sabut kelapa atau lilitan tali tebal berlapis lembaran kain.

1.6 Spesifikasi produk:

1. Pengembangan prototipe buku pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam memainkan gamelan terdiri dari dua bagian.

2. Bagian pertama merupakan artikel yang memberi informasi tentang nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan gamelan. Artikel tersebut berjudul “Nilai-Nilai

(22)

6 Budi Pekerti Dalam Instrumen Gamelan”. Artikel berisi tentang gamelan, nilai-nilai budi pekerti dalam instrumen gamelan dan nilai-nilai budi pekerti saat memainkan gamelan.

3. Bagian kedua merupakan cerita bergambar. Cergam menceritakan tentang pengalaman seorang anak saat memainkan instrumen gong. Cergam tersebut berjudul “Memainkan Gong Melatih Konsentrasiku”. Cergam tersebut menceritakan pengalaman seorang siswa yang memainkan instrumen gong saat mengikuti pementasan parade gamelan anak.

4. Prototipe berisi lancaran gending “suwe ora jamu dan jaranan”.

5. Pada bagian akhir buku prototipe memuat hasil refleksi anak yaitu nilai-nilai budi pekerti yang didapatkan siswa setelah membaca buku prototipe dan nilai-nilai budi pekerti saat memainkan gong.

(23)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II peneliti akan membahas kajian pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir. Ketiga hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pendidikan Budi Pekerti

Pengertian budi pekerti mengacu pada pengertian dalam bahasa Inggris yang berarti moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian antara lain: adat istiadat, sopan santun, dan perilaku (Zuriah, 2007: 17). Adat istiadat dan sopan santun ini kemudian dijadikan pedoman untuk berperilaku terhadap sesama. Budi pekerti berasal dari bahasa Sansekerta. Kata budi berasal dari kata budh yang berarti sadar/ kesadaran. Kata pekerti dari kata dasar kerti berarti perbuatan. Budi pekerti berarti kesadaran perbuatan atau tingkah laku seseorang (Endraswara, 2006:1). Budi pekerti dapat membantu manusia untuk berbuat dan berperilaku lebih baik.

Menurut (Suparno, 2002: 28), budi pekerti dianggap seperti suara hati yang ada di dalam diri manusia. Budi pekerti digunakan sebagai alat batin untuk menimbang perbuatan baik dan buruk. Baik dan buruknya perbuatan manusia dapat diukur melalui norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat seperti norma agama, norma hukum, tata krama/ sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat (Zuriah, 2007: 17). Biasanya terdapat sanski apabila masyarakat melanggar norma-norma tersebut. Jadi, budi pekerti dapat diartikan sebagai kesadaran perbuatan yang membantu manusia untuk berperilaku lebih baik.

Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan watak/perilaku siswa (Zuriah, 2007: 19). Pendidikan budi pekerti membekali siswa agar memiliki hati nurani yang bersih, berperilaku baik serta dapat menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama. Dengan demikian, pendidikan budi pekerti dapat diartikan sebuah program pengajaran yang membekali siswa untuk berperilaku

(24)

8 sesuatu dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Biasanya para guru membekali siswa melalui bimbingan, pengajaaran dan latihan. Pendidikan budi pekerti di sekolah terintegrasi dengan mata pelajaran yang relevan.

Kegunaan pendidikan budi pekerti bagi siswa adalah (1) siswa memahami pendidikan budi pekerti bagi pengembangan dirinya dalam bidang ilmu pengetahuan; (2) siswa memahami budi pekerti sebagai pola perilaku sehari-hari; (3) siswa dapat mencari dan memperoleh informasi tentang budi pekerti, mengolah dan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah nyata di masyarakat; (4) siswa dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain untuk mengembangkan nilai moral (Zuriah, 2007: 135).

Pendidikan budi pekerti sama artinya dengan pendidikan karakter. Menurut Su’dadah (2014: 138) ada tiga ranah yang ingin dicapai pendidikan karakter dalam membentuk kepribadian siswa yaitu ranah kognitif (berpikir rasional), ranah afektif (perasaan dan sikap) dan ranah psikomotorik (keterampilan). Kognitif yaitu tahap yang mengajari, mengembangkan dan memfungsikan akal pikir siswa. Afektif yaitu tahap membentuk sikap di dalam pribadi siswa. Psikomotorik yaitu sikap yang berkaitan dengan perbuatan, perilaku seseorang, dsb.

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti dan Nilai-Nilai Karakter Nilai-Nilai Budi Pekerti Nilai-Nilai Karakter

Pikiran Kognitif

Sikap Afektif

Keterampilan Psikomotorik

Salah satu cara yang dapat membantu anak memiliki karakter yang baik yaitu dengan menanamkan nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama, pancasila atau kebudayaan lokal (Lie, 2015: 4). Salah satu kebudayaan lokal yang menanamkan nilai-nilai budi pekerti yaitu gamelan. Nilai-nilai tersebut akan didapatkan pemain gamelan yang memainkan instrumen gamelan. Instrumen gamelan harus dimainkan secara bersama-sama agar dapat menghasilkan nada yang indah. Oleh karena itu,

(25)

9 diperlukan kerjasama antar penabuh gamelan. Selain nilai kerjasama, nilai-nilai yang diajarkan saat memainkan gamelan antara lain: religiusitas, kesopanan, kesabaran, konsentrasi. dsb.

2.1.2 Kebudayaan

Kebudayaan adalah buah budi manusia yang mengandung sifat-sifat keluhuran, kehalusan, etis dan estestis (Ki Hajar Dewantara, 2013:77). Arti dari budi pada dasarnya terdiri dari tiga kekuatan jiwa manusia yaitu pikiran, rasa dan kemauan. Buah dari “pikiran” yaitu pengetahuan, pendidikan dan pengajaran. Buah dari “rasa” yaitu segala keindahan dan keluhuran batin yang termasuk adat istiadat, hukum, kesosialan, keagamaan, dsb. Buah dari “kemauan” yaitu dari segala kemauan manusia misalnya industri, arsitektur, dsb.

Kebudayaan merupakan hasil perjuangan manusia terhadap alam dan segala pengaruh masyarakat yang mengelilinginya. Alam sekitar mempengaruhi kebudayaan yang ada di suatu daerah. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penampakan alam yang berbeda-beda setiap daerahnya. Hal ini menyebabkan keragaman kebudayaan di Indonesia. Kebudayaan hidup menurut hukum seleksi yaitu yang kuat dapat terus hidup sedangkan yang lemah akan mati dengan sendirinya. Seleksi ini dapat terjadi dengan sendirinya.

Kebudayaan ada waktunya lahir, tumbuh, maju, berkembang, berbuah, menjadi tua dan mati, seperti hidupnya manusia (Ki Hajar Dewantara, 2013:74). Kebudayaan itu dapat “kawin” dengan kebudayaan lain dan dapat berketurunan seperti berikut (a) kawin secara “asosiasi” yakni bercampur kebudayaan namun tidak bersatu; (b) kawin secara “asimilasi” yaitu bersatunya kebudayaan (yakni sesudah kebudayaan asing diolah sempurna. Adanya pengaruh dari kebudayaan asing itu kadang-kadang meliputi segala bagian-bagian kebudayaan dan kadang-kadang nampak sebagai peralihan kebudayaan.

Nyanyian dan musik jawa termasuk salah satu kebudayaan Indonesia dalam bidang kesenian (Ki Hajar Dewantara, 2013:153). Salah satu contoh musik jawa adalah gamelan. Gamelan erat hubungannya dengan gending. Gending dapat

(26)

10 diartikan sebagai seni suara dan musik jawa yang bermaksud untuk menghaluskan budi manusia. Halusnya panca indra dapat digunakan untuk menghaluskan budi manusia. Salah satu panca indera yang dapat digunakan sebagai alat untuk menghaluskan budi adalah indera pendengaran. Jadi, gamelan merupakan salah satu kebudayaan yang dapat menghaluskan budi manusia.

2.1.3 Gamelan

Gamelan adalah salah satu alat musik yang berasal dari Indonesia. Alat musik gamelan mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia. Gamelan merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari dan ditekuni. Menurut Ki Hajar Dewantara (2013: 156) nyanyian, musik, dan tari jawa merupakan suatu kesenian luhur yang sangat berharga bagi rakyat jawa. Musik dan tari berpengaruh pada perilaku seseorang. Alat musik gamelan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari masyarakat jawa. Filsafat hidup masyarakat jawa berkaitan dengan seni budaya yang berupa gamelan jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi.

Gamelan merupakan seperangkat instrumen musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa “rawit” yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi kata rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak (Purwadi, 2006: 1). Dalam bahasa Jawa kata karawitan sering digunakan untuk mengacu kepada musik gamelan yang bersistem nada diatonis (dalam laras slendro dan pelog). Kata gamelan terjadi karena adanya pergeseran atau perkembangan kata dari kata “gembel”. Gembel adalah alat untuk memukul. Cara membunyikan gamelan adalah dengan cara dipukul-pukul. Barang yang digembel namanya gembelan. Kata gembelan ini kemudian bergeser atau berkembang menjadi gamelan. Gamelan adalah suatu benda hasil dari benda itu digembel-gembel atau dipukul-pukul (Soedarsono, 1984: 5). Menurut (Ferdiansyah, 2010: 28), gamelan berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang berarti memukul/ menabuh, diikuti akhiran -an yang menjadikannya kata benda. Bila ditinjau dari arti kata makna gamelan berarti kelompok-kelompok ricikan yang membentuk satu kesatuan jenis tabuhan (Soeroso, 1985: 2). Berdasarkan

(27)

11 pengertian di atas, gamelan dapat diartikan sebagai alat musik yang dimainkan bersama-sama dengan cara dipukul. Selain dimainkan dengan cara dipukul, beberapa instrumen gamelan dimainkan dengan cara digesek, dipetik, dan ditiup.

Seperangkat gamelan lengkap terdiri dari 75 alat musik dan dimainkan oleh 30 niyaga (penabuh) dengan disertai 10 sampai 15 pesinden (Yudoyono 1984: 15). Di dalam seperangkat gamelan, terdapat puluhan alat musik yang terdiri dari tetabuhan keras (terbuat dari logam) dan alat-alat tetabuhan halus (bukan dari logam). Walaupun terdiri dari beberapa macam instrumen, namun terdapat instrumen pokok pada gamelan. Instrumen tersebut antara lain rebab, gender, bonang, gambang, saron, ketuk, kenong, kempul, siter, kendang, seruling, demung, dan peking. Setiap alat musik memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut terletak pada bentuk, ukuran, fungsi dan nilai-nilai budi pekerti yang terkandung di dalam instrumen gamelan.

Gamelan memiliki beberapa fungsi antara lain digunakan untuk mendidik seseorang, mengiringi tari klasik maupun tari modern, bersifat keagamaan (religius), mengiringi pertunjukkan wayang dan menyambut tamu (Soeroso, 1985: 12). Orang yang dekat dengan dunia karawitan biasanya rasa kesetiakawanan tumbuh, tegur sapa halus dan tingkah laku sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gending-gending yang dimainkannya. Gending-gending yang digunakan untuk mengiringi tarian disesuaikan dengan irama tarian tersebut. Selain itu, gamelan dapat digunakan sebagai sarana untuk membuat suasana hening dan untuk pemusatan perhatian.

Penjelasan mengenai gamelan, karawitan, dan instrumen gamelan akan dimuat pada prototipe buku yang dibuat oleh peneliti. Penjelasan tersebut akan dimuat pada bagian 1 prototipe buku. Peneliti memberikan penjelasan yang sederhana mengenai gamelan karena pembelajaran gamelan di SD masih dalam tingkatan yang sederhana. Oleh karena itu, peneliti hanya memuat hal-hal penting yang berkaitan dengan gamelan.

(28)

12 2.1.4 Nilai Budi Pekerti dalam Instrumen Gamelan

Menurut Yudoyono (1984: 87-110), setiap instrumen gamelan memiliki nilai-nilai budi pekerti yang perlu dipahami oleh pemain gamelan. Pada bab ini, peneliti akan membahas nilai budi pekerti yang terkandung dalam tujuh alat musik gamelan. 1. Rebab

Rebab adalah instrumen gamelan yang dibunyikan dengan cara digesek. Alat musik ini termasuk dalam tetabuhan halus. Rebab merupakan sebuah kata yang terdiri dari dua suku kata dari bahasa Jawa yaitu Re dan bab. Re artinya kembali/ mengulang/ pergantian. Sedangkan bab artinya masalah/ problema/ bagian. Jadi rebab dapat diartikan sebagai pergantian masalah, pergantian bagian, atau pergantian keadaan.

Fungsi rebab yang utama dalam suatu gending adalah sebagai pengarah irama. Maksudnya rebab telah mendahului sebelum alat musik lain dibunyikan menuju pada notasi. Bentuk dari alat musik ini dikembangkan dari bangun manusia sedang duduk bersila menurut konsepsi orang Jawa. Sesuai dengan dasar konsep ini, maka cara membunyikannya dengan duduk bersila. Rebab dipegang dalam posisi tegak, dan penggeseknya digerakkan ke arah kiri dan kanan secara horizontal. Nilai yang ingin diajarkan adalah religius, dimana perlu ada keseimbangan antara hubungan vertikal dan horizontal. Ujung rebab bagian atas (tegak) menuju kearah Tuhan. Sedangkan cara menggeseknya menunjukkan bagaimana seorang bersikap, bertindak, dsb. Pemain rebab dapat dikatakan sebagai perlambangan orang yang sedang bersemedi.

2. Bonang

Bonang merupakan salah satu alat musik gamelan Jawa yang dimainkan dengan cara dipukul. Instrumen ini terbuat dari logam. Bonang bersal dari kata “Nong-Nang”. Kata “Nong” menunjukkan arah, yaitu Nong Kono yang berarti disitu. Kata Nang, Nang kene yang berarti disini. Jadi kata Nong-Nang berarti menunjuk arah disitu dan disini. Bonang berfungsi sebagi petunjuk arah suatu gending. Termasuk dalam pergantian ke gending lain atau pengulangan gending yang sedang dimainkan. Fungsi bonang juga dapat dilihat dari cara memegang

(29)

13 alat pukulnya. Jari telunjuk melekat lurus sejajar dengan tangkai. Sehingga kalau dilihat seperti orang yang sedang menunjuk suatu arah.

Pada seperangkat gamelan Jawa terdapat dua pasang bonang. Bonang dapat dipakai untuk segala macam gending. Di dalam permainan gamelan, bonang memegang peranan penting karena apabila pemain bonang tidak menguasai alat musik ini maka akan berpengaruh pada kekompakan pemain gamelan lainnya. Pada sebagian gending, bonang mengawali permainan gamelan. Kemudian bunyi bonang dilanjutkan oleh alat musik lainnya secara bersama-sama. Jadi, nilai budi pekerti yang ingin dilatihkan saat memainkan bonang adalah kepemimpinan.

3. Seruling

Seruling merupakan alat musik yang mudah ditemukan dimana pun. Dalam komposisi gamelan Jawa, seruling merupakan alat tiup satu-satunya yang termasuk dalam tetabuhan halus. Alat musik ini penggunaannya khusus karena tidak setiap gending menggunakan alat musik ini. Kata seruling berasal dari bahasa Jawa. Seruling kependekan dari kata su yang berarti nafsu dan ling yang berarti eling/ ingat. Jadi arti seruling yaitu manahan nafsu dan ingat.

Seruling berfungsi sebagai penghias lagu pokok yang mengisi sela-sela gending. Seruling bekerjasama dengan gambang, gender, rebab dan tetabuhan halus lainnya. Fungsi seruling sangat jelas terlihat pada pergelaran wayang semalam suntuk. Alunan seruling dibunyikan dalam adegan yang menyedihkan, mengharukan, peralihan, dsb. Hal ini mengandung makna bahwa setiap usaha akan menjadi keruh selama disertai dengan hawa nafsu. Perbuatan akan baik apabila disertai dengan cara menahan hawa nafsu dan selalu ingat kepada Tuhan. Oleh karena itu, seruling hanya dibunyikan pada saat-saat tertentu yang perlu ada penekanan dalam permainan gamelan. Menahan hawa nafsu akan meningkatkan daya cipta karena pikiran tidak keruh. Daya ingat pun lebih terlatih ke arah yang lebih baik. Jadi yang ada berupa ketentraman. Nilai budi pekerti yang ingin dilatihkan saat bermain seruling adalah pengendalian diri.

(30)

14 4. Kendang

Kendang merupakan salah satu alat musik pada gamelan Jawa yang berbentuk seperti tabung. Cara membunyikan kendang yaitu dengan menggunakan jari atau telapak tangan. Kendang terbuat dari kayu dengan tutup tabung yang terbuat dari kulit hewan. Kendang berbentuk tabung dan terbuat dari kayu. Besar lingkaran pada tutup kendang tidak sama. Hal ini bertujuan agar bunyi yang dihasilkan kendang bermacam-macam dan sesaui dengan kebutuhan. Kendang berasal dari dua suku kata yaitu “ken” dan “dang”. Ken merupakan kependekan dari kata kendali dan dang merupakan kependekan dari kata padang. Berdasarkan dua suku kata tersebut, kendang memiliki arti dikendalikan dengan pikiran dan hati yang jernih. Agar dapat memainkan alat musik ini setiap pemain harus dapat mengendalikan diri dan pikiran.

Kendang memiliki fungsi sebagai pengendali setiap permainan gamelan. Kendang memiliki peran sebagai pengendali tempo dan irama pada setiap gending. Menjadi seorang pengendang bukanlah hal yang mudah karena seorang pengendang juga berfungsi sebagai pemimpin kelompok gamelan. Oleh karena itu, nilai budi pekerti yang ingin dilatihkan saat bermain kendang adalah kepemimpinan.

5. Kethuk

Kethuk memiliki bentuk yang hampir sama dengan bonang. Instrumen ini dimainkan dengan cara dipukul. Alat pukul yang digunakan sama persis dengan alat pemukul pada bonang. Pada perangkat gamelan, kethuk berjumlah dua buah. Kethuk berasal dari suku kata kecandak/ kecekel dan mathuk. Maksud dari arti kata tersebut adalah tertangkap sesuai dengan waktunya.

Fungsi dari kethuk adalah memainkan irama dasar dengan bunyi selang-selang. Pemain kethuk harus berkonsentrasi karena bunyi yang dihasilkan kethuk dipakai sebagai patokan atau petunjuk untuk alat-alat musik yang meneruskan gending (lagu) seperti gong dan kenong. Instrumen ini hanya dibunyikan pada bagian-bagian tertentu dari deretan nada perbait. Dengan kata lain, nilai yang ingin dilatihkan saat bermain kethuk adalah konsentrasi.

(31)

15 6. Saron

Saron merupakan tetabuhan yang terdiri dari wilahan-wilahan perunggu yang disusun berderet diatas kotak kayu sebagai wadah gema. Bentuk wilahan saron hampir sama dengan wilahan gender. Hanya saja tebal serta beratnya yang berbeda. Besar wilahan-wilahan pada saron tidak sama, namun berurutan dari yang kecil yang kecil sampai paling besar. Saron berasal dari kata “seron” yang berarti sero atau keras. Hal ini menunjukkan cara memukul serta suara yang dihasilkan cukup keras. Jumlah saron pada seperangkat gamelan ada 8 buah yang terdiri dari saron demung dan saron barung.

Saron dibunyikan dengan menggunakan alat pemukul yang terbuat dari kayu. Tangan kanan pemain saron memegang alat pukul sedangkan tangan kiri digunakan untuk menghentikan gema pada wilahan yang baru ditabuh. Hal ini dimaksudkan agar bunyi yang dihasilkan saron nyaring dan utuh sesuai dengan notasi gending yang sedang dimainkan. Saron memiliki fungsi sebagai pembawa lagu pokok. Saron harus ditabuh atau dipukul kuat-kuat untuk menghasilkan bunyi yang keras agar tidak tenggelam oleh bunyi-bunyi alat-alat lainnya.

Terdapat suatu makna tersirat dibalik alat musik saron. Makna dibalik instrumen saron yaitu sebagai pembawa lagu pokok hendaknya pemain saron membunyikannya secara benar sehingga bunyi yang dihasilkan indah untuk didengarkan. Oleh karena itu, diperlukan konsentrasi saat memainkan saron. Nilai budi pekerti yang ingin dilatihkan saat bermain saron adalah konsentrasi. 7. Gong

Gong merupakan salah satu instrumen yang terbuat dari perunggu. Gong berukuran paling besar dari alat musik gamelan lainnya. Gong biasanya diletakkan menggantung pada sebuah gawangan yang terbuat dari kayu. Gawangan kayu pada gong disebut dengan gayar. Di dalam permainan gamelan, gong memiliki peranan sebagai penentu batasan-batasan gending. Pemain dilatih untuk berkonsentrasi mendengarkan gending yang sedang dimainkan sehingga dapat memainkan gong dengan tepat. Ketujuh instrumen di atas memiliki

(32)

nilai-16 nilai budi pekerti yang berbeda-beda. Nilai-nilai budi pekerti dalam ketujuh instrumen antara lain:

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti Dalam Instrumen Gamelan

No. Instrumen gamelan Nilai budi pekerti

1 Rebab Religius 2 Bonang Kepemimpinan 3 Seruling Pengendalian diri 4 Kendang Kepemimpinan 5 Kethuk Konsentrasi 6 Saron Konsentrasi 7 Gong Konsentrasi

Nilai-nilai budi pekerti dalam instrumen gamelan akan dijelaskan pada prototipe buku yang dibuat oleh peneliti. Di dalam prototipe buku, peneliti hanya menjelaskan 5 instrumen gamelan antara lain bonang, ketuk, kendang, saron dan gong. Penjelasan tersebut akan dimuat pada bagian 1 prototipe buku. Peneliti memberikan penjelasan yang sederhana mengenai nilai-nilai budi pekerti dalam gamelan agar mudah dipahami oleh siswa SD.

2.1.5 Nilai-Nilai Budi Pekerti Saat Memainkan Gamelan

Menurut Fitria (2014: 176) terdapat nilai-nilai budi pekerti saat memainkan gamelan. Nilai-nilai budi pekerti tersebut antara lain kerjasama, kepemimpinan, kesabaran, tanggung jawab, kesopanan, cinta budaya, keagamaan (religius), kehalusan, kejujuran, kedisiplinan, keteladanan, konsentrasi, dan toleransi. Pada bab ini peneliti akan membahas 5 nilai budi pekerti saat memainkan gamelan.

1. Religius

Sikap dan perilaku religius adalah sikap dan perilaku yang berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan (Kurniawan, 2013: 127). Seseorang yang memiliki nilai religius akan berusaha untuk patuh melaksanakan ajaran

(33)

17 agama yang dianutnya. Orang-orang yang memainkan gamelan biasanya dekat dengan nilai religius. Gamelan sering digunakan untuk mengiringi upacara keagamaan. Hal ini dapat membuat prosesi keagaman menjadi khusyuk dan lebih terkonsentrasi kepada Tuhan. Pemain gamelan terbiasa untuk berdoa sebelum dan sesudah memainkan gamelan.

2. Konsentrasi

Konsentrasi adalah pemusatan perhatian atau pikiran dalam suatu hal (KBBI, 2005: 588). Nilai konsentrasi sangat penting diterapkan kepada pemain gamelan. Pemain gamelan dilatih untuk berkonsentrasi (fokus) terhadap notasi gending yang sedang dimainkannya. Konsentrasi dibutuhkan agar pemain gamelan dapat memainkan notasi gending (lagu) dengan tepat.

3. Kesabaran

Kesabaran adalah sikap tenang, tidak terburu-buru, tidak mudah marah, dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi segala sesuatu (KBBI,2005: 973). Diperlukan pemahaman untuk dapat bersabar. Saat memainkan gamelan, pemain tidak dapat membunyikan instrumen gamelan seenaknya sendiri. Namun, pemain harus membunyikan instrumen gamelan sesuai dengan jenis lagu dan notasi yang sedang dimainkan.

4. Kerjasama

Kerjasama adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan adanya kesadaran dan kemauan untuk bersama-sama dan saling membantu antara individu satu dengan individu lainnya. Bekerjasama adalah kegiatan mengerjakan suatu pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan baik jika dilakukan oleh dua orang atau kelompok dengan membagi tugas-tugas kerja sesuai dengan fungsi, bakat dan minat, dengan prosedur dan cara-cara yang telah disepakati bersama (Mangunhardjana, 2016: 93). Kunci utama untuk bekerjasama yaitu komunikasi yang jelas. Para pemain gamelan dilatih untuk bekerjasama dengan pemain gamelan yang lain karena alat musik gamelan tidak dapat dimainkan sendiri. Kerjasama dibutuhkan pemain gamelan agar dapat menghasilkan gending (lagu) yang indah.

(34)

18 5. Kesopanan

Kesopanan merupakan sikap yang membuat manusia mampu berperilaku baik sesuai dengan adat istiadat, kebutuhan komunitas dan masyarakat, situasi dan kondisi kedekatan dengan orang yang bersangkutan (Mangunhardjana, 2016: 81). Manusia perlu memiliki sikap rendah hati dan hormat terhadap sesama agar dapat berperilaku sopan. Bentuk perilaku sopan berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain.

Pemain gamelan dekat dengan nilai kesopanan karena mereka terbiasa berperilaku sesuai dengan adat istiadat. Sebagai contoh saat pementasan gamelan, para pemain berjalan menuju peralatan gamelan yang akan dimainkan dengan laku dhodhok. Laku dhodhok ini bertujuan agar pemain gamelan memahami pentingnya sopan santun dan berperilaku baik kepada semua orang. Selain itu cara duduk saat memainkan gamelan juga mencerminkan nilai kesopanan. Perempuan duduk dengan cara bertimpuh, sedangkan laki-laki duduk dengan cara bersila.

Penjelasan mengenai nilai-nilai budi pekerti saat memainkan gamelan menjadi salah satu pembahasan prototipe yang dikembangkan oleh peneliti, khususnya pada artikel. Pada artikel tersebut peneliti hanya memuat 5 nilai budi pekerti saat memainkan gamelan. Peneliti menyusun prototipe berdasarkan usia siswa SD. Artikel disusun dengan bahasa yang sederhana agar siswa dapat memahami prototipe yang dibuat oleh peneliti.

2.1.6 Instrumen Gamelan: Gong

Gong adalah salah satu instrumen yang terbuat dari perunggu dan berukuran paling besar dari instrumen gamelan lainnya. Gong dimainkan dengan cara dipukul. Alat pemukul gong terbuat dari kayu dan dibagian ujungnya berbentuk bulat seperti bola yang berisi sabut kelapa atau lilitan tali tebal berlapis lembaran kain sehingga ujungnya menjadi empuk. Instrumen ini biasanya diletakkan menggantung pada sebuah gawangan yang terbuat dari kayu. Gawangan kayu pada gong dikenal dengan istilah gayar. Gong dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu gong siyem, gong

(35)

19 suwukan dan gong gedhe. Gong siyem merupakan gong bernada 1. Gong suwukan merupakan gong bernada 2 (sedang). Gong siyem dan gong gedhe biasanya dibuat warna hitam.

Didalam permainan gamelan, gong memiliki peranan sebagai penentu batas-batas gending. Oleh karena itu, pemain gong dilatih untuk selalu berkonsentrasi mendengarkan gending yang sedang dimainkan sehingga dapat memainkan gong dengan tepat. Pemain gong juga dilatih untuk menghafal notasi gending yang dimainkan dan bersabar menunggu giliran untuk memukul gong sesuai dengan gending yang dimainkan. Nilai budi pekerti sangat jelas tercermin dalam instrumen gong.

Tabel 2.2 Nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gong

Penjelasan mengenai pengertian gong, cara memainkan, dan nilai-nilai budi pekerti saat memainkan gong akan dimuat pada prototipe buku yang disusun oleh peneliti. Penjelasan ini akan dimuat pada artikel dan cergam. Artikel menjelaskan instrumen gong dengan bahasa yang sederhana. Cergam memberikan penjelasan dengan alur cerita yang mudah dipahami oleh siswa sehingga siswa dapat memahami nilai-nilai budi pekerti yang terdapat dalam instrumen gong.

2.1.7 Cerita bergambar

Cerita bergambar merupakan sebuah buku yang menampilkan gambar dan teks (Agung, 2014: 120). Cerita bergambar adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga

Nilai Budi Pekerti

Nilai Karakter Nilai-Nilai Dalam Memainkan Instrumen Gong : Konsentrasi

Pikiran Kognitif Menghafal notasi gending yang sedang dimainkan. Sikap Afektif Fokus mendengarkan ketukan dari instrumen

ketuk.

Perilaku Psikomotorik Membunyikan gong dengan tepat pada saat penentu batasan-batasan gending.

(36)

20 membentuk jalinan cerita (Thohir, 2015: 111). Gambar yang terdapat di dalam buku cerita bergambar memudahkan pembaca untuk memahami cerita. Cerita bergambar merupakan salah satu media literasi yang dapat menarik perhatian pembaca dari segala usia. Fungsi dari cerita bergambar antara lain untuk sarana hiburan dan pendidikan. Manfaat dari penggunaan cerita bergambar adalah anak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh wawasan yang berkaitan dengan masalah pribadi dan sosialnya, menarik imajinasi anak dan menarik rasa ingin tahu mengenai cerita bergambar yang sedang dibacanya.

Menurut Rahardjo (2006: 115) terdapat beberapa elemen yang menyusun buku cerita bergambar. Elemen-elemen tersebut antara lain efek visual, tokoh, latar belakang dan layout. Efek visual merupakan kesan yang diperoleh untuk menekankan suatu karakter, emosi dan suasana dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam buku cerita bergambar. Tokoh merupakan pemeran dalam buku cerita yang bertugas sebagai pembawa alur cerita. Latar belakang merupakan cerminan dari suasana dan keadaan dalam buku cerita bergambar. Layout merupakan komposisi dari unsur seni rupa yang terdiri dari garis, bentuk, dan warna. Terdapat 2 macam cergam yaitu cergam yang berwarna dan cergam yang tidak berwarna (Agung, 2014: 121). Cergam berwarna memiliki kelebihan untuk menarik minat baca anak, namun cergam yang tidak berwarna juga memiliki kelebihan yaitu meningkatkan imajinasi dan kreativitas anak. Karakteristik cerita bergambar menurut Faizah, 2009: 252 antara lain:

1. Cerita bergambar bersifat ringkas.

2. Cerita bergambar berisi konsep-konsep yang berseri.

3. Konsep yang ditulis dalam cerita bergambar dapat dipahami oleh anak-anak. 4. Gaya penulisannya sederhana.

5. Terdapat ilustrasi yang dapat melengkapi tulisan.

Cerita bergambar merupakan salah satu media yang dapat menambah wawasan bagi anak. Cerita bergambar dapat berisi tentang pendidikan dan hiburan. Anak-anak sekolah dasar sangat menggemari cerita bergambar karena di dalam buku ini terdapat gambar yang dapat membantu anak memahami suatu cerita. Penulis buku cerita bergambar biasanya menyesuaikan isi cerita sesuai dengan perkembangan

(37)

21 anak. Cerita bergambar merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang gerakan literasi sekolah.

2.1.8 Literasi

Literasi adalah kegiatan mengakses, memahami, dan menggunakan suatu informasi secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/ atau berbicara (Anggraini, 2016: 2). Kegiatan literasi sangat berguna bagi siswa agar siswa mendapat berbagai informasi. Informasi diperlukan untuk menambah pengetahuan yang dimiliki siswa. Kegiatan literasi dapat dilakukan di sekolah maupun di rumah. Diperlukan peran serta orang tua dan guru untuk mendukung kegiatan ini.

Kegiatan literasi dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Di dalam peraturan menteri tersebut terdapat satu gerakan yang mengajak siswa-siswi membaca buku nonpelajaran 15 menit sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dikenal dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

2.1.8.1 Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan suatu usaha yang melibatkan seluruh warga sekolah untuk mewujudkan pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran berlangsung (Wiedarti, 2016: 7). Gerakan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Tujuan umum dari GLS yaitu menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah. Tujuan khusus dari GLS yaitu menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah. GLS pada jenjang pendidikan SD dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap pembiasaan, tahap pengembangan dan tahap pembelajaran (Anggraini, 2016: 5). Ketiga tahapan literasi dilaksanakan terus-menerus secara berkelanjutan.

(38)

22 1. Tahap pembiasaan

Tahap pembiasaan bertujuan untuk menumbuhkan minat peserta didik terhadap bacaan dan kegiatan membaca (Anggraini, 2016: 7). Terdapat perbedaan mengenai fokus membaca pada SD kelas rendah dan SD kelas atas. Kegiatan menyimak SD kelas rendah yaitu untuk menumbuhkan empati sedangkan pada jenjang SD kelas tinggi kegiataan menyimak untuk memahami isi bacaan. Fokus kegiatan literasi pada tahap ini adalah membaca buku dengan nyaring dan membaca dalam hati. Jenis bacaan yang dapat digunakan adalah buku cerita bergambar, buku bergambar kaya teks, buku dengan teks sederhana baik fiksi maupun non fiksi.

2. Tahap pengembangan

Tahap pengembangan bertujuan untuk mempertahankan minat terhadap bacaan dan kegiatan membaca (Anggraini, 2016: 27). Terdapat perbedaan dalam kegiatan membaca, berbicara, menulis, memilah informasi pada jenjang SD kelas rendah dan SD kelas atas. Media yang dapat digunakan untuk kegiatan literasi pada tahap pengembangan adalah buku cerita bergambar, buku cerita berilustrasi, buku besar, cerita rakyat yang sesuai jenjang SD, novel anak sederhana, puisi dan pantun sederhana.

3. Tahap pembelajaran

Tahap pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi semua mata pelajaran menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran (Anggraini, 2016: 57). Media yang dapat digunakan untuk kegiatan literasi tahap pembelajaran adalah buku cerita bergambar, buku cerita berilustrasi, buku besar, novel anak sederhana dan buku teks pelajaran. Fokus kegiatam pada tahap pembelajaran adalah guru mencari metode pengajaran yang efektif dalam mengembangkan literasi peserta didik, guru mengembangkan rencanapembelajaran sendiri dan memanfaatkan berbagai media, guru melaksanakan pembelajaran dengan memaksimalkan pemanfaatan sarana prasarana literasi, guru menerapkan berbagai strategi membaca untuk meningkatkan pemahaman peserta didik.

(39)

23 Program gerakan literasi sekolah diharapkan dapat menciptakan ekosistem sekolah yang literat dan dapat menumbuhkan budi pekerti peserta didik (Wiedarti, 2016: 33). Ekosistem yang literat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. menyenangkan dan ramah anak, sehingga menumbuhkan semangat belajar.

b. semua warganya dapat menunjukkan perilaku empati, peduli, dan menghargai sesama.

c. menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta ilmu pengetahuan.

d. memampukan warganya agar dapat berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya.

e. mengakomodasikan partisipasi seluruh warga dan lingkungan eksternal sekolah. GLS membutuhkan sarana prasarana berupa sudut baca kelas, perpustakaan dan area untuk membaca. Selain itu, ruang kelas perlu diperkaya dengan bahan-bahan kaya teks untuk menumbuhkan budaya literasi bagi peserta didik. Contoh-contoh bahan kaya teks seperti karya-karya peserta didik berupa tulisan, gambar, grafi, poster-poster yang terkait pelajaran, poster buku, poster kampanye membaca, dinding kata, dsb.

Materi baca yang dapat digunakan untuk menunjang kegiatan tersebut harus memuat nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Buku-buku yang dapat digunakan untuk menunjuang gerakan literasi sekolah adalah cerita bergambar, buku tanpa teks (wordless picture books), buku dengan teks sederhana, baik fiksi maupun non-fiksi (Anggraini, 2016: 2).

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut ini merupakan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

Pertama, penelitian dilakukan oleh Sulistyobudi, Noor (2013) dengan judul “Seni Karawitan Jawa: Pendidikan Budi Pekerti”. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesenian karawitan atau gamelan merupakan sarana baik untuk pendidikan budi pekerti anak. Dalam kesenian karawitan atau gamelan banyak terkandung nilai-nilai luhur seperti nilai budi pekerti, sopan santun dan

(40)

24 kebijaksanaan. Penelitian ini berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan karawitan, jenis-jenis karawitan, dan nilai-nilai budi pekerti dalam kesenian karawitan. Nilai-nilai budi pekerti dalam kesenian karawitan dibagi menjadi dua yaitu nilai budi pekerti saat menabuh gamelan dan nilai budi pekerti yang berkaitan dengan tembang yang dibawakan. Nilai-nilai yang terkandung saat memainkan gamelan adalah nilai kebersamaan, bergotong royong, tenggang rasa, dan nilai kepemimpinan. Sedangkan nilai-nilai yang terkandung dalam tembang yang dimainkan meliputi nilai persatuan, cinta tanah air, dan patriotisme. Penelitian ini menunjukkan bahwa seni kar awitan/gamelan memiliki nilai-nilai luhur yang dapat membentuk karakter seseorang saat memainkan gamelan.

Kedua, penelitian dilakukan oleh Sulthoni (2016) dengan judul “Penanaman Nilai-Nilai Budi Pekerti di Sekolah Dasar”. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang nilai-nilai budi pekerti dapat membentuk perilaku dan sikap peserta didik dalam kehidupan sosial, baik saat berada di lingkungan sekolah. Keteladanan kepala sekolah dan guru di sekolah menjadi acuan bagi peserta didik dalam berperilaku. Kebersamaan menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk pembudayaan budi pekerti menjadikan sekolah lebih memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Kegiatan-kegiatan di sekolah seperti: ekstrakurikuler, imtaq, halal bi halal, pondok ramadhon, piket kelas, study tour, kerja bakti sangat mendukung penanaman, dan pembinaan budi pekerti peserta didik. Penanaman pendidikan budi pekerti di sekolah dapat membentuk perilaku dan sikap peserta didik dalam kehidupan sosial.

Ketiga, penelitian dilakukan oleh Faizah, U (2009) dengan judul “Keefektifan Cerita Bergambar Untuk Pendidikan Nilai dan Keterampilan Berbahasa Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan media cerita bergambar agar dapat menunjang pembelajaran Bahasa Indonesia. Buku cerita bergambar adalah buku yang di dalamnya terdapat gambar dan kata-kata, dimana gambar dan kata-kata tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling bergantung agar menjadi sebuah kesatuan cerita. Alur cerita dan ilustrasi dalam buku cerita bergambar memiliki peran yang penting. Beberapa karakteristik cerita

(41)

25 bergambar antara lain adalah: (1) cerita bergambar bersifat ringkas dan langsung; (2) cerita bergambar berisi konsep-konsep yang berseri; (3) konsep yang ditulis dapat dipahami oleh anak-anak; (4) gaya penulisannya sederhana; (5) terdapat ilustrasi yang melengkapi teks. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan cerita bergambar dapat meningkatkan keterampilan berbahasa berupa keterampilan menyimak dan keterampilan membaca.

Berdasarkan ketiga penelitian tersebut dapat diketahui bahwa penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini yaitu seni karawitan yang memiliki nilai budi pekerti, pendidikan budi di sekolah dapat membentuk sikap dan perilaku siswa, dan cerita bergambar dapat meningkatkan keterampilan berbahasa. Penelitian ini dikhususkan untuk membahas nilai-nilai budi pekerti saat memainkan gamelan. Penelitian ini disesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk mendapatkan informasi mengenai nilai-nilai budi pekerti saat memainkan gamelan. Dalam penelitian ini produk yang dihasilkan berupa buku prototipe nilai-nilai budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan gong untuk siswa sekolah dasar. Berikut ini adalah bagan penelitian yang relevan.

(42)

26 Gambar 2.1 Bagan Penelitian Yang Relevan

2.3 Kerangka Berpikir

Gamelan adalah salah satu alat musik yang berasal dari Indonesia. Alat musik gamelan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari masyarakat Jawa. Bagi masyarakat Jawa, irama musik karawitan atau gamelan memiliki fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan merupakan

Penelitian yang berkaitan dengan

gamelan

Noor Sulistyobudi (2013) Seni Karawitan Jawa: Pendidikan Budi

Pekerti

Penelitian yang berkaitan dengan budi

pekerti

Sulthoni (2016) Penanaman Nilai-Nilai Budi Pekerti di

Sekolah Dasar Penelitian yang berkaitan dengan buku cerita Faizah, U (2009) Keefektifan Cerita Bergambar Untuk Pendidikan Nilai dan

Keterampilan Berbahasa Dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia

Palupi (2018) “Pengembangan Prototipe Buku

Pendidikan Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gamelan

Gong untuk SD Seni karawitan

mengandung nilai-nilai budi pekerti saat

dimainkan

Pendidikan budi pekerti di SD sangat efektif

untuk membentuk perilaku siswa

Cergam efektif untuk keterampilan bahasa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

(43)

27 seperangkat instrumen musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa “rawit” yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi kata rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak (Purwadi, 2006: 1). Sedangkan arti kata terjadi karena adanya pergeseran atau perkembangan kata dari kata “gembel”. Gembel adalah alat untuk memukul. Cara membunyikan gamelan adalah dengan cara dipukul-pukul.

Setiap instrumen gamelan memiliki nilai-nilai budi pekerti. Nilai-nilai tersebut akan didapatkan pemain gamelan yang memainkan instrumen tersebut. Instrumen gamelan harus dimainkan secara bersama-sama agar dapat menghasilkan nada yang indah. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar penabuh gamelan. Nilai-nilai budi pekerti sangat jelas tercemin pada alat musik gamelan. Selain nilai kerjasama, nilai-nilai yang diajarkan saat memainkan gamelan antara lain: religiusitas, kesopanan, kesabaran, dan konsentrasi.

Nilai-nilai budi pekerti sangat jelas tercemin pada saat seorang memainkan gamelan. Oleh karena itu, peneliti mendesainkan produk berbentuk buku prototipe yang berisi tentang nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam cara memainkan gamelan. Peneliti mendesain produk tersebut agar dapat menambah informasi mengenai gamelan bagi anak SD. Desain produk yang sudah dibuat oleh peneliti kemudian divalidasi kepada dua ahli. Hasil validasi tersebut dijadikan acuan peneliti untuk merevisi produk agar menjadi lebih baik. Setelah produk selesai direvisi, produk siap diujicobakan pada siswa-siswi SD Kanisius Kumendaman kelas V dan VI. Produk yang telah direvisi oleh dua ahli merupakan produk akhir dalam penelitian yang berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Pendidikan Budi Pekerti Dalam Memainkan Gamelan Gong untuk SD”.

2.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan gong untuk SD?

(44)

28 2. Bagaimana kualitas prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan

instrumen gamelan gong untuk SD menurut ahli gamelan SD dan ahli bahasa? 3. Bagaimana kualitas prototipe buku pendidikan budi pekerti dalam memainkan

(45)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III akan membahas jenis penelitian, setting penelitian, prosedur penelitian, setting penelitian, prosedur penelitian, prosedur pengembangan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis peneltian yang digunakan dalam penelitian ini adalah R&D (Research and Development) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan metode penelitian dan pengembangan. Metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa Inggrisnya Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Soegiyono, 2016: 297). R&D (Research and Development) didefinisikan sebagai metode penelitian yang sengaja, sistematis, bertujuan/diarahkan untu mencaritemuan, merumuskan memperbaiki, mengembangkan, menghasilkan, dan menguji keefektifan sebuah produk (Putra, 2011: 67). Jadi, metode penelitian R&D dapat didefinisikan sebagai metode penelitian yang menghasilkan sebuah produk dan produk yang dihasilkan dapat diuji keefektifannya.

Penelitian ini disebut penelitian dan pengembangan dikarenakan peneliti akan mengembangkan suatu produk yang dapat digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai budi pekerti anak. Penelitian ini akan mengembangkan buku prototipe tentang nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam cara memainkan gamelan untuk anak SD. Buku prototipe ini dapat digunakan sebagai sarana literasi di SD.

3.2 Setting Penelitian

Setting penelitian ini akan membahas tentang tempat penelitian, subjek penelitian, objek penelitian dan waktu penelitian.

(46)

30 3.2.1 Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi yang mengikuti ekstrakurikuler karawitan di SD Kanisius Kumendaman. Siswa yang mengikuti karawitan terdiri dari kelas V sampai kelas VI.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di SD Kanisius Kumendaman yang beralamat di Jl. MT. Haryono No. 17 Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta.

3.2.3 Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah pengembangan prototipe pendidikan budi pekerti dalam memainkan instrumen gamelan gong untuk anak SD.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan. Terhitung mulai bulan Juli 2017- Maret 2018.

3.3 Prosedur Pengembangan

Prosedur penelitian ini menggunakan tahapan penelitian Research and Development (R&D) menurut Sugiyono. Prosedur penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono dilakukan melalui sepuluh langkah prosedur pengembangan yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) ujicoba produk, (7) revisi produk, (8) ujicoba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) produksi masal.

Penelitian ini hanya menggunakan 6 langkah prosedur menurut Sugiyono (2016: 298-302) yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) ujicoba produk, sehingga dapat menghasilkan produk pengembangan prototipe buku pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam memainkan instrumen gamelan.

Gambar

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti dan Nilai-Nilai Karakter  Nilai-Nilai Budi Pekerti  Nilai-Nilai Karakter
Tabel 2.1 Nilai-Nilai Budi Pekerti Dalam Instrumen Gamelan  No.  Instrumen gamelan  Nilai budi pekerti
Tabel 2.2 Nilai Budi Pekerti dalam Memainkan Instrumen Gong
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Angket Pra Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa nama domain <electronicsolution.id> oleh TERMOHON didaftarkan dengan itikad tidak baik yang mana hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa sampai diajukannya

adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Sedangkan menurut Herjanto

Keadilan selalu menjadi alasan untuk menafsirkan isu gender sebagai ketimpangan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu perlu penafsiran tentang berwawasan

The teacher asks the home team to stick the each answer sheet which contains the main idea and answer of comprehension questions in each paragraph and make a summary based on

Analisis kinetika orde dua semu digunakan untuk menginterpretasikan data kinetika adsorpsi yang dipengaruhi oleh suhu dan hasilnya disajikan pada Tabel 6.. Nilai

Terdapat variasi tingkat perkembangan wilayah pada setiap desa di Kecamatan Paciran, desa yang memiliki tingkat perkembangan tinggi terdiri dari 5 desa atau 29% yaitu

Untuk diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan;

pasukan Muslim harus terus bergerak ke Syria atau kembali. Hadhrat ’Abdur Rahmān bin ’Auf ra mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw bersabda bahwa jika. kalian