Jurnal keuangan & Bisnis Volume 3 No. 2, Juli 2011
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL TERHADAP SIKAP ETIS MAHASISWA AKUNTANSI DIPANDANG DARI SEGI GENDER
(STUDI PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DI KOTA MEDAN) Desi Ika
Dosen STMIK Potensi Utama ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence about the effect of emotional and spiritual intelligence of accounting students and ethical attitudes about the influence of gender on the relationship between emotional intelligence and spiritual intelligence of the ethical attitudes of students in accounting.
This research was conducted at two state universities in Medan, Universitas Sumatera Utara (USU) and Universitas Negeri Medan (UNIMED). The analysis was based on data from 176 respondents which was obtained from the field by using questionnaire. Sampling technique used is purposive sampling methods. Variables in this research were emotional and spiritual intelligences as independent variables, gender as a moderating variable, and ethical attitude as the dependent variable. The tools used in the analyze is the multiple regression and MRA (Multiple Regression Analysis).
The results showed that emotional and spiritual intelligences simultaneously had significant effect on ethical attitudes of accounting students, but partially only spiritual intelligence had a significant and dominant effect to the ethical attitudes of students, whereas emotional intelligence has not affected partially. In addition, this study also showed that gender significantly influence on the relationship between emotional and spiritual intelligences on the ethical attitudes of accounting students.
Keywords: emotional intelligence, spiritual intelligence, gender, ethical attitude
PENDAHULUAN Latar Belakang
Berkembangnya profesi akuntan telah banyak diakui oleh berbagai kalangan. Pemicu perkembangan ini tidak lain adalah semakin berkembangnya kebutuhan dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat luas atas jasa akuntan. Namun demikian, masyarakat belum sepenuhnya menaruh kepercayaan terhadap profesi akuntan. Krisis kepercayaan yang dialami oleh para akuntan di Indonesia semakin terlihat jelas seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang menimpa Indonesi0a pada sekitar tahun 1997 yang lalu. Masalah utama yang paling sering dipersoalkan dalam ketidakpercayaan ini adalah etika profesi dari para akuntan tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya. Problema ini berkaitan erat dengan berbagai praktek pelanggaran moral yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Praktek pelanggaran
etika ini dapat ditelusuri dari laporan Dewan Kehormatan IAI dan Pengurus Pusat IAI pada tiap-tiap laporan pertanggung- jawaban pengurus.
Untuk kasus akuntan publik, beberapa pelanggaran etika ini, seperti yang dilaporkan pada laporan pertanggungjawaban pengurus IAI periode 1990 – 1994 yang menyebutkan adanya 21 kasus pelanggaran etika yang melibatkan 53 KAP. Selain itu menurut GATRA terdapat pula pelanggaran yang dilakukan oleh sembilan KAP yang terjadi di Jakarta pada tahun 2001, yaitu hasil laporan KAP itu bukan sekedar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi untuk melakukan rekayasa akuntansi.
Kasus-kasus tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila seorang akuntan dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya, mempunyai pengetahuan, pemahaman dan menerapkan aturan etika secara baik dan Jurnal Keuangan & Bisnis
benar. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Dengan sikap profesionalnya dan memahami aturan etika, seorang akuntan akan mampu menghadapi berbagai tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak luar. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Dalam hal ini, Sudibyo menyatakan bahwa dunia pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika akuntan (Sudibyo dalam Khomsiyah dan Indriantoro, 1997).
Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi yang tidak hanya bertindak untuk menghasilkan “informasi” yang berguna bagi pengambil keputusan, tetapi juga bertindak harus sesuai dengan moral dan nilai-nilai yang berlaku. Terjadinya krisis multi dimensi di Indonesia menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya etika untuk dilaksanakan. Etika menjadi kebutuhan penting bagi semua profesi yang ada agar tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari hukum.
Penekanan penelitian ini adalah pada dimensi kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual sebagai bagian dari aspek individual yang mempengaruhi sikap etis mahasiswa akuntansi. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan perilaku seseorang (Salovey dan Mayer dalam Svyantek, 2003). Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks yang lebih luas dan kaya yang memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain (Zohar dan Marshall, 2002). Wujud dari kecerdasan spiritual ini adalah sikap moral yang dipandang luhur oleh pelaku (Ummah dkk, 2003).
Berbagai ungkapan di atas memberikan gambaran bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis seseorang. Hal ini sejalan dengan apa yang ditegaskan oleh Ludigdo (1999) bahwa etika bukanlah sekedar masalah rasionalitas (kecerdasan intelektual), tetapi lebih dari itu adalah masalah yang menyangkut dimensi emosional dan spiritual diri manusia.
Di sisi lain meningkatnya jumlah wanita yang memasuki dunia kerja dalam beberapa tahun terakhir mempengaruhi manajemen dalam pengelolaan diversitas yang berkaitan dengan gender. Isu tentang perbedaan gender dalam judgment etis relevan dalam bisnis, apalagi semakin banyaknya wanita masuk dalam bisnis dan menempati posisi-posisi penting dalam perusahaan sebagai para pembuat keputusan. Pada sebagian besar organisasi ternyata perbedaan gender masih mempengaruhi kesempatan (opportunity) dan kekuasaan (power) dalam suatu organisasi (Radtke dalam Rianto, 2008).
Selama ini mungkin kaum perempuan diidentikkan dengan urusan domestik rumah tangga dan memiliki kesempatan terbatas untuk berkecimpung di dunia kerja. Namun bersamaan dengan profesional lainnya di bidang bisnis, dalam praktik akuntansi jumlah kaum perempuan yang memasuki profesi sebagai akuntan publik telah meningkat secara drastic (Trapp dkk dalam Murtanto dan Marini, 2003). Sejarah perkembangan perempuan di bidang akuntansi merefleksikan suatu perjuangan yang panjang untuk mengatasi penghalang dan batasan yang diciptakan oleh struktur sosial yang kaku, diskriminasi, pembedaaan gender, ketidakpastian konsep, dan konflik antara rumah tangga dan karir (Reid dkk dalam Murtanto dan Marini, 2003).
Ameen & Millanl dalam Rianto (2008) menyatakan ada dua alternatif penjelasan mengenai perbedaan gender tentang perilaku tidak etis dalam bisnis. Pendekatan tersebut adalah pendekatan sosialisasi gender (gender
socialization approach) dan pendekatan
struktural (structural approach).
Pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa pria dan wanita membawa perbedaan nilai dan perlakuan dalam pekerjaannya. Perbedaan ini
2011 Desy Ika
disebabkan karena pria dan wanita mengembangkan bidang peminatan, keputusan dan praktik yang berbeda yang berhubungan dengan pekerjaannya. Pria dan wanita merespon secara berbeda tentang
reward dan cost. Pria akan mencari
kesuksesan kompetitif dan bila perlu melanggar aturan untuk mencapainya. Sedangkan wanita lebih menekankan pada melakukan tugasnya dengan baik dan lebih mementingkan harmonisasi dalam relasi pekerjaan. Wanita lebih memiliki kecenderungan taat pada peraturan dan kurang toleran dengan individu yang melanggar aturan. (Rustiana, 2003).
Dalam pendekatan struktural, perbedaan antara pria dan wanita lebih disebabkan karena sosialisasi awal dan persyaratan peran. Sosialisasi awal diatasi dengan reward dan
cost yang berhubungan dengan peran. Pada
situasi ini pria dan wanita merespon secara sama. Pendekatan ini memprediksi bahwa pria dan wanita dalam kesempatan atau pelatihan akan menunjukkan prioritas etika yang sama (Rustiana, 2003).
Dari penjelasan di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi Dipandang dari Segi Gender (Studi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Kota Medan). Penelitian ini difokuskan pada aspek individual yang mempengaruhi sikap etis mahasiswa S-1 Jurusan Akuntansi (selanjutnya disebut mahasiswa akuntansi) di universitas negeri yang ada di kota Medan yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang dipandang dari segi gender.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan:
1. Apakah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi, baik secara simultan maupun secara parsial?
2. Apakah gender berpengaruh terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa, baik secara simultan maupun secara parsial.
2. Untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh gender terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Memberikan tambahan pengetahuan untuk memperluas pandangan atau wawasan mengenai pentingnya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual untuk mengembangkan sikap etis mahasiswa akuntansi sebagai cikal bakal lahirnya seorang akuntan yang akan terjun ke masyarakat.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama pada bidang akuntansi keperilakuan dan dapat memberikan bukti empiris dan konfirmasi konsistensi dengan hasil penelitian sebelumnya serta sebagai referensi dan sumbangan pemikiran bagi berbagai pihak yang akan mengadakan kajian lebih luas dalam bahasan ini.
TINJAUAN PUSTAKA Sikap Etis
Ditinjau dari sudut bahasa, sikap dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pendirian, pendapat atau keyakinan (Dani, 2002). Sementara definisi sikap menurut para ahli hingga saat ini masih berbeda pandangan, yang secara umum pandangan tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama yang diwakili oleh Thurstone, Likert, dan Osgood dalam Azwar (2005) memandang
sikap merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu obyek, yang dapat berupa mendukung atau memihak maupun tidak mendukung atau tidak memihak. Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave, Bogardus, LaPieree, Mead, dan Allport dalam Azwar (2005) memandang sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Kelompok ketiga yang diwakili oleh Secord & Backman dalam Azwar (2005) memandang sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu obyek. Kecerdasan Emosional
Cooper dan Sawaf dalam Tikollah dkk (2006) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Goleman (2005) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Lebih lanjut Goleman (2005) mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.
Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar dan Marshall, 2002). Kecerdasan spiritual melampaui kekinian dan pengalaman manusia, serta merupakan bagian terdalam dan terpenting dari manusia (Pasiak, 2002).
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang membuat seseorang menjadi utuh, sehingga dapat mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktifitas dan keberadaannya. Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang dapat mengetahui apa sesungguhnya dirinya dan organisasinya. Kecerdasan spiritual membuat persentuhan dengan sisi dalam keberadaan seseorang dan dengan mata air potensialitasnya. Kecerdasan spiritual memungkinkan lahirnya wawasan dan pemahaman untuk beralih dari sisi dalam itu ke permukaan keberadaan seseorang, tempat seseorang bertindak, berpikir, dan merasa. Kecerdasan spiritual juga menolong seseorang untuk berkembang. Lebih dari sekedar melestarikan apa yang diketahui atau yang telah ada, kecerdasan spiritual membawa seseorang pada apa yang tidak diketahui dan pada apa yang mungkin. Kecerdasan spiritual membuat seseorang menghasratkan motivasi-motivasi yang lebih tinggi dan membuatnya bertindak dengan motivasi-motivasi ini.
Gender
Gender adalah penggolongan gramatikal terhadap kata benda yang secara garis besar berhubungan dengan dua jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin atau kenetralan. Kata “gender” berasal dari bahasa Inggris, gender berarti “jenis kelamin”, dimana sebenarnya artinya kurang tepat, karena dengan demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s
New World Dictionary gender diartikan
sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Neudfeldt dalam Umar, 1999). Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
2011 Desy Ika
(distinction) dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Tierney dalam Umar, 1999).
Pengertian gender menurut Fakih (2001) adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain. Pengertian tersebut sejalan dengan kesimpulan yang diambil oleh Umar (1995) yang mendefinisikan gender sebagai suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi-budaya, sehingga gender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut pandang non-biologis.
Gender adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita yang dikontruksi secara sosial, yaitu perbedaan yang bukan ketentuan dari Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Mosse dalam Wijaya (2005) mendefinisikan gender sebagai seperangkat peran yang dimainkan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa seseorang tersebut feminim atau maskulin. Penampilan, sikap, kepribadian, tanggung jawab keluarga adalah perilaku yang akan membentuk peran gender. Peran gender ini akan berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur yang lainnya. Peran ini juga berpengaruh oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang membahas mengenai kecerdasan. Penelitian Tikollah dkk (2006) yang meneliti tentang pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi menunjukkan bahwa Kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi, tetapi secara parsial hanya kecerdasan intelektual yang berpengaruh signifikan serta berpengaruh dominan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.
Penelitian Chrismastuti & Purnamasari (2004) meneliti tentang hubungan sifat Machiavellian, pembelajaran etika dalam mata kuliah etika, dan sikap etis akuntan yang dilakukan terhadap 54 akuntan dan 99 mahasiswa akuntansi.Penelitian ini menunjukkan bahwa sifat Machiavellian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku etis akuntan dan mahasiswa akuntansi demikian pula halnya dengan pembelajaran etika dalam mata kuliah etika.
Penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient,
lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuesioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan.
Penelitian lain tentang etika yang berhubungan dengan gender adalah penelitian yang dilakukan oleh Martadi dan Suranta (2006) yang meneliti tentang persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dan etika profesi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pria dan wanita serta mahasiswa akuntansi pria dan wanita, tetapi terdapat perbedaan persepsi antara karyawan bagian akuntansi pria dan wanita.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kecerdasan emosional, dan kecerdasan
spiritual berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi baik secara simultan maupun
secara parsial.
H2 : Gender memiliki pengaruh signifikan
terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.
2.1. Kerangka konseptual
Gambar 1 Kerangka Konseptual
METODE PENELITIAN
Perumusan ModelMetode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linier berganda dan Multiple Regression Analysis (MRA) yang merupakan aplikasi khusus regresi linier berganda dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen) dengan metode Ordinary Least
Square (OLS) sebagai berikut (Gujarati,
2004) :
Persamaan untuk menguji hipotesis I SE = α + β1 KE + β2 KS + e……...(1)
Persamaan untuk menguji hipotesis II SE = α + β1 KE + β2 KS + β3 G + e….(2) SE = α + β1 KE + β2 KS + β3 G + β4 (KE.G) + β5 (KS.G) + e ...(3) Keterangan : SE = Sikap Etis α = Konstanta β = Koefisien regresi KE = Kecerdasan Emosional KS = Kecerdasan Spiritual G = Gender e = Error Term Pengujian Instrumen Data
Sebelum data diolah untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian instrumen dengan uji validitas dan reliabilitas untuk melihat apakah data yang diperoleh dari responden dapat menggambarkan secara tepat konsep yang diuji.
Uji validitas data
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (construct validity) yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan skor total. Skor total sendiri adalah skor yang didapat dari penjumlahan skor butir untuk instrument tersebut (Sekaran, 2003). Teknik korelasi yang digunakan adalah KECERDASAN EMOSIONAL
(KE)
KECERDASAN SPIRITUAL(KS)
SIKAP ETIS
(SE)
GENDER
(G)
H
1H
22011 Desy Ika
Pearson’s Correlation Product Moment untuk pengujian dua sisi yang
terdapat pada program komputer SPSS
(Statistical Package For Social Science) dengan ketentuan dinyatakan
valid jika r-hitung > r-tabel (Sugiyono, 2006).
Uji reliabilitas data
Uji reliabilitas dilakukan terhadap pernyataan-pernyataan yang sudah valid untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran ulang pada kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama. Pengujian reliabilitas dianalisis dengan menggunakan
Cronbach’s Alpha yang terdapat pada
program komputer SPSS (Statistical
Package For Social Science). Sekaran
(2000) menyatakan bahwa semakin dekat koefisien alpha pada nilai 1 berarti butir-butir pernyataan dalam koefisien semakin reliabel dimana nilai
cronbach alpha yang digunakan adalah
0,6.
Pengujian Asumsi Klasik Uji normalitas data
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Normalitas data dilakukan dengan Uji
Kolmogorov-Smirnov Test, di mana
apabila nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi data tidak normal dan sebaliknya (Santoso dalam Tikollah dkk, 2006).
Uji multikoliniearitas
Multikolinieritas adalah gejala terdapatnya lebih dari satu hubungan linier pasti (sempurna), di mana suatu keadaan yang satu atau lebih variabel bebasnya terdapat korelasi dengan variabel bebas lainnya. Adanya multikolinieritas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,01 dan batas VIF adalah 10. Dengan ketentuan bahwa apabila :
tolerance value < 0,01 atau VIF > 10 = terjadi multikolinieritas, sedangkan tolerance value > 0,01 atau VIF < 10 = tidak terjadi multikolinieritas (Aliman dalam Tikollah dkk, 2006).
Uji heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang tidak tergambarkan dalam spesifikasi model regresi atau terjadi jika residual tidak memiliki varians yang konstan. Perubahan yang tergambarkan dalam spesifikasi model regresi disebut
Homoskedastisitas. Asumsi ini akan di
uji dengan uji Glesjer yaitu dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya untuk menentukan koefesien kemiringan yang signifikan dan melakukan pengujian t, dengan ketentuan sebagai berikut: Apabila t
hitung > ttabel = terjadi heteroskedastisitas
thitung ≤ ttabel = tidak terjadi heteroskedastisitas (Gujarati, 2004).
Sebagai pengertian dasar, residual adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai prediksi dan absolut adalah nilai mutlaknya.
Pengujian Hipotesis Uji F dan Uji t-Statistik
Untuk menguji hipotesis 1 dan 2 maka digunakan alat uji sebagai berikut (Sugiyono, 2006) :
1. Uji F, dengan maksud menguji apakah secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas, dengan tingkat keyakinan 95 % (α=0,05).
2. Uji Koefesien Determinasi (R2), melihat berapa proporsi variasi dari variabel bebas secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. 3. Uji-t statistik, untuk menguji pengaruh
secara parsial antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan, dengan tingkat keyakinan 95 % (α = 0,05) dengan kriteria pengujian: Jika t hitung > t tabel = H0 ditolak
HASIL PENELITIAN Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua universitas negeri yang ada di kota Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa S-1 jurusan akuntansi program reguler dan ekstensi Universitas Sumatera Utara (USU) dan mahasiswa S-1 jurusan akuntansi Non-Dik Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Deskripsi Distribusi Kuesioner
Kuesioner didistribusikan sejak tanggal 8 – 13 Februari 2010. Adapun jumlah kuesioner yang didistribusikan kepada
mahasiswa pada dua perguruan tinggi tersebut adalah sebanyak 184 eksemplar dengan jumlah kuesioner yang berbeda untuk masing-masing universitas. Dari jumlah 184 eksemplar yang disebar, kuesioner yang kembali adalah sebanyak 182 eksemplar atau sekitar 98,91 % dari jumlah seluruh kuesioner yang didistribusikan kepada responden dan dari jumlah tersebut terdapat 6 atau sekitar 3,30 % kuesioner yang gugur karena tidak diisi lengkap sehingga kuesioner yang dapat diolah adalah sebanyak 176 eksemplar atau sekitar 96,70 % dari kuesioner yang dikembalikan. Untuk lebih jelasnya diperlihatkan dalam Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1.
Ikhtisar Distribusi dan Pengembalian Kuesioner Berdasarkan Asal Perguruan Tinggi
No Perguruan Tinggi Kuesioner Disebar Kuesioner Kembali % Kuesioner Gugur % Kuesioner Terpakai % Total % 1. USU 128 128 100% 3 2,34% 125 97,66% 100,00% 2. UNIMED 56 54 96,43% 3 5,56% 51 94,44% 100,00% Jumlah 184 182 98,91% 6 3,30% 176 96,70% 100,00%
Sumber : Data diolah 2010
Dari kuesioner yang dapat diolah yang berjumlah 176 eksemplar memperlihatkan bahwa mayoritas responden adalah berjenis kelamin wanita yaitu sebanyak 145 orang atau 82,39 % dan sisanya sebanyak 31 atau 17,61 % orang berjenis kelamin pria. Hal ini
disebabkan karena mahasiswa yang mengambil kuliah di jurusan akuntansi lebih banyak wanita dibandingkan dengan pria. Untuk lebih jelasnya diperlihatkan dalam Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2.
Ikhtisar Distribusi dan Pengembalian Kuesioner Berdasarkan Asal Perguruan Tinggi dan Jenis Kelamin
No. Perguruan Tinggi Pria Persentase Pria Wanita Persentase Wanita 1. USU 24 19,20 % 101 80,80 % 2. UNIMED 7 13,73 % 44 86,27 % Jumlah 31 17,61 % 145 82,39 %
Sumber : Data diolah 2010
Statistik Deskriptif
Penjelasan statistik deskritif menjelaskan mengenai statistik deskriptif variabel penelitian yang menunjukkan nilai
mean, standar deviasi, nilai kisaran teoritis dan kisaran aktual tentang skor jawaban responden atas variabel-variabel yang diuji.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi variabel kecerdasan
111 - 132 Jurnal Keuangan & Bisnis Juli
2 emosional, kecerdasan spiritual, gender dan sikap etis. Statistik deskriptif variabel
penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3.
Statistik Deskriptif Kecerdasan Emosional, Spiritual, Gender dan Sikap Etis
N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Kecerdasan Emosional 176 72.00 78.00 150.00 112.3750 19.38589 375.813
Kecerdasan Spiritual 176 24.00 62.00 86.00 71.6477 4.20894 17.715
Gender 176 18.00 36.00 54.00 44.2045 3.89332 15.158
Sikap Etis 176 25.00 58.00 83.00 70.2841 4.19646 17.610
Valid N (listwise) 176
Sumber : Data diolah 2010
Dari tabel di atas, hasil uji statistik deskriptif dari 176 responden untuk variabel kecerdasan emosional yang diukur dengan 30 item pertanyaan menunjukkan hasil bahwa nilai rata-rata kecerdasan emosional adalah 112,38 dengan standar deviasi adalah 19,39, nilai terendah kecerdasan emosional adalah 78 dan nilai tertinggi adalah 150, maka nilai netralnya adalah 3 x 30 = 90, sehingga jika nilai rata-ratanya > 90 maka hal ini dapat berarti bahwa tingkat kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi adalah tinggi. Hasil penilaian responden menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi adalah tinggi karena memiliki mean > 90 yaitu sebesar 112,38 dengan ukuran penyebaran data sebesar 19,39 dari 176 responden berarti bahwa ukuran penyebaran data kecerdasan emosional ini cukup besar, hal ini didukung oleh rentang nilai minimum dan maksimum yang cukup jauh.
Variabel kecerdasan spiritual yang diukur dengan 19 item pertanyaan menunjukkan hasil bahwa nilai rata-rata kecerdasan spiritual adalah 71,65 dengan standar deviasi adalah 4,21, nilai terendah kecerdasan spiritual adalah 62 dan nilai tertinggi adalah 86, maka nilai netralnya adalah 3 x 19 = 57, sehingga jika nilai rata-ratanya > 57, maka hal ini dapat berarti bahwa tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa akuntansi adalah tinggi. Hasil penilaian responden menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa akuntansi adalah tinggi karena memiliki mean > 57 yaitu sebesar 71,65 dengan ukuran penyebaran yang homogen (di bawah nilai rata-rata) yaitu sebesar 4,21 dari 176
responden. Ukuran penyebaran data kecerdasan spiritual ini cukup besar, hal ini didukung oleh rentang nilai minimum dan maksimum yang cukup jauh.
Untuk variabel gender yang diukur dengan 12 item pertanyaan memperlihatkan hasil bahwa nilai rata-rata gender adalah 44,20 dengan standar deviasi adalah 3,89, nilai terendah gender adalah 36 dan nilai tertinggi adalah 54, maka nilai netralnya adalah 3 x 12 = 36, sehingga jika nilai rata-ratanya > 36 maka hal ini dapat berarti pemahaman mahasiswa akuntansi mengenai pemaknaan konsep gender adalah baik. Hasil penilaian responden menunjukkan bahwa pemahaman mahasiswa akuntansi mengenai gender adalah baik karena memiliki mean > 36 yaitu sebesar 44,20 dengan ukuran penyebaran yang homogen (di bawah nilai rata-rata) yaitu sebesar 3,89 dari 176 responden. Ukuran penyebaran data gender ini cukup besar, hal ini didukung oleh rentang nilai minimum dan maksimum yang cukup jauh.
Nilai rata-rata dari hasil uji statistik deskriptif untuk variabel sikap etis yang diukur dengan 19 item pertanyaan menunjukkan hasil bahwa nilai rata-rata sikap etis adalah 70,28 dengan standar deviasi adalah 4,19, nilai terendah sikap etis adalah 58 dan nilai tertinggi adalah 83, maka nilai netralnya adalah 3 x 19 = 57. Hasil penilaian responden menunjukkan bahwa sikap etis mahasiswa akuntansi adalah cukup tinggi karena memiliki mean > 57 yaitu sebesar 70,28 hal ini dapat berarti bahwa sikap etis mahasiswa akuntansi adalah cukup tinggi dengan ukuran penyebaran yang homogen (di
bawah nilai rata-rata) yaitu sebesar 4,19 dari 176 responden. Ukuran penyebaran data sikap etis ini cukup besar, hal ini didukung oleh rentang nilai minimum dan maksimum yang cukup jauh.
Pengujian Instrumen Data Uji validitas data
Setelah dilakukan pengujian validitas terhadap butir pertanyaan kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, gender dan sikap etis, maka hasil uji validitas instrumen penelitian ini menunjukkan ada satu item variabel kecerdasan spiritual yaitu item pertanyaan ke 12 dan satu item variabel sikap etis yaitu item pertanyaan ke 10 yang tidak valid (nilai r < 0,148) sehingga harus dikeluarkan dari analisis. Sedangkan seluruh item variabel kecerdasan emosional dan gender dinyatakan valid (nilai r > 0,148). Dengan mengeluarkan item-item yang tidak valid tersebut diperoleh nilai r hitung dari
masing-masing butir pertanyaan > r
tabel. Dengan demikian diambil
keputusan bahwa semua butir pertanyaan pada tiap variabel adalah valid untuk pengujian selanjutnya. Uji reliabilitas data
Uji reliabilitas untuk kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, gender dan sikap etis dilakukan dengan
Cronbach Alpha. Dari hasil pengujian
diperoleh hasil bahwa nilai Cronbach
Alpha (α) > 0,6 (Sekaran 2003),
sehingga apabila digunakan untuk mengukur kembali objek yang sama, hasil yang ditunjukkan relatif tidak berbeda. Selain itu jika dibandingkan dengan nilai rtabel maka semua butir
pertanyaan adalah realibel karena nilai
Cronbach Alpha > nilai rtabel (0,148).
Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan cukup handal untuk mengukur masing-masing variabel penelitian. Hasil pengujian reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4.
Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Rtabel Cronbach’s Alpha Keterangan
Kecerdasan Emosional (KE) 0,148 0,958 Reliabel Kecerdasan Spiritual (KS) 0,148 0,628 Reliabel
Gender (G) 0,148 0,639 Reliabel
Sikap Etis (SE) 0,148 0,606 Reliabel
Sumber: Data diolah 2010
Pengujian Asumsi Klasik
Uji normalitas data dan model penelitian
Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan pada data dan model penelitian. Hasil pengujian melalui Uji
Kolmogorov-Smirnov Test,
menunjukkan bahwa Asymp Sig (2 tailed) atau nilai probabilitas pada
masing-masing variabel > dari tingkat signifikansi 0,05. Ini menunjukkan bahwa sebaran data adalah normal dan sekaligus menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas. Ringkasan hasil pengujian normalitas dapat terlihat dalam Tabel 5 dan Tabel 6 berikut ini:
2011 Desy Ika
Tabel 5.
Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data
Variabel Asymp Sig (2 tailed) α Keputusan
Kecerdasan Emosional (KE) 0,094 0,05 Normal
Kecerdasan Spiritual (KS) 0,080 0,05 Normal
Gender (G) 0,415 0,05 Normal
Sikap Etis (SE) 0,061 0,05 Normal
Sumber :Data diolah 2010
Tabel 6.
Ringkasan Hasil Uji Normalitas Model Penelitian
Variabel Asymp Sig (2 tailed) α Keputusan
Model 1 0,335 0,05 Normal
Model 2 0,359 0,05 Normal
Model 3 0,171 0,05 Normal
Sumber : Data diolah 2010
Uji multikolinieritas
Multikolinieritas terindikasi apabila terdapat hubungan linier antara variabel-variabel independen dalam model regresi. Dari hasil olah data menunjukkan bahwa pada model 1, model 2 dan model 3 nilai VIF semua variabel independen di bawah 10 dan
nilai Tolerance di atas 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi hubungan linier antara variabel-variabel independen (tidak terjadi multikolinieritas) dalam model regresi. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat dalam Tabel 7 s/d 9 berikut ini:
Tabel 7.
Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas Model 1 Variabel Tolerance VIF Status
Kecerdasan Emosional (KE) 0,917 1,091 Tidak terjadi multikolinieritas Kecerdasan Spiritual (KS) 0,917 1,091 Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber : Data diolah 2010
Tabel 8.
Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas Model 2
Variabel Tolerance VIF Status
Kecerdasan Emosional (KE) 0,791 1,265 Tidak terjadi multikolinieritas Kecerdasan Spiritual (KS) 0,853 1,172 Tidak terjadi multikolinieritas Gender (G) 0,755 1,324 Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber : Data diolah 2010
Tabel 9.
Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas Model 3
Variabel Tolerance VIF Status
Kecerdasan Emosional (KE) 0,436 2,203 Tidak Terjadi multikolinieritas Kecerdasan Spiritual (KS) 0,528 2,744 Tidak Terjadi multikolinieritas Gender (G) 0,714 2,487 Tidak Terjadi multikolinieritas
KE.G 0,603 2,854 Tidak Terjadi multikolinieritas
KS.G 0,542 2,467 Tidak Terjadi multikolinieritas
Uji heteroskedastisitas
Hasil pengujian
heteroskedastisitas dengan Uji Glejser menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya > 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteoskedastisitas pada ketiga model regresi, dengan demikian ketiga model regresi layak dipakai. Adapun hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 10 s/d 11 berikut ini:
Tabel 10.
Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 1
Variabel Sig. α Status
Kecerdasan Emosional (KE) 0,968 0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas Kecerdasan Spiritual (KS) 0,925 0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
Sumber : Data diolah 2010
Tabel 11.
Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 2
Variabel Sig. α Status
Kecerdasan Emosional (KE) 0,971 0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas Kecerdasan Spiritual (KS) 0,948 0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas Gender (G) 0,929 0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
Sumber : Data diolah 2010
Tabel 12.
Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 3
Variabel Sig. α Status
Kecerdasan Emosional (KE) 0,991 0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas Kecerdasan Spiritual (KS) 0,989 0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas Moderating (KE.G ; KS.G) 0,948 0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
Sumber : Data diolah 2010
Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis 1 yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi baik secara simultan maupun secara parsial. Pengujian goodness of fit
dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu model regresi. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai R square. Nilai R
square yang diperoleh dari hasil pengolahan
data dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini:
Tabel 13.
Pengujian Goodness Of Fit Model 1 Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistisc R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 ,26821 ,072 ,061 4,06620 ,072 6,696 2 173 ,002
a. Predictors : (Constant), Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Sikap Etis
Nilai R square pada Tabel 13 di atas adalah sebesar 0,072. Hal ini menunjukkan bahwa 7,2 % variabel sikap etis dapat dijelaskan oleh kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Sedangkan sisanya sebesar 92,8 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model penelitian ini.
Untuk menguji apakah parameter koefisien R square signifikan atau tidak dan
untuk mengetahui pengaruh secara simultan atau keseluruhan (over all ratio) variabel (X) terhadap variabel (Y) maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji F dengan tingkat keyakinan (confident level) 95 %. Kriteria pengujian yang digunakan adalah apabila nilai F hitung > F tabel maka H0 ditolak;
dan apabila F hitung ≤ F tabel maka H0 dapat
diterima. Hasil ujian F dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 14. Uji F Model 1 ANOVAb Model Sum of Squeares df Mean Square F Sig. 1. Regression Residual Total 221,418 2860,378 3081,795 2 173 175 110,709 16,534 6,696 ,002a
Predictors: (Constant), Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosioanl Dependent Varible: Sikap Etis
Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai F
hitung adalah sebesar 6,696. Sedangkan nilai F tabel pada level signifikansi (α) = 0,05 adalah
3,00. Oleh karena itu pada kedua perhitungan berarti F hitung > F tabel . Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis pertama diterima, dengan demikian secara simultan kecerdasan
emosional, kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.
Secara parsial variabel yang berpengaruh signifikan adalah kecerdasan spiritual ( KS). Hal tersebut diperlihatkan dalam Tabel 15 berikut ini:
Tabel 15. Uji t – Statistik Model 1
Coefficienstsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Toleran ce VIF 1. (Constant) Kecerdasan Emosional Kecerdasan Spiritual 51,116 ,005 ,260 5,249 ,017 ,076 ,023 ,260 9,738 ,306 3,404 ,000 ,760 ,001 ,917 ,917 1,091 1,091
a. Dependent Variabel : Sikap Etis
Berdasarkan tabel di atas maka model regresi dapat dibentuk sebagai berikut:
SE = 51,116 + 0,005KE + 0,260 KS + e…….(1)
Dari hasil uji t statistik menunjukkan bahwa t hitung variabel kecerdasan emosional
adalah sebesar 0,306 > t tabel pada tingkat
keyakinan (confident level) 95 % adalah (1,96) dan t hitung kecerdasan spiritual adalah
sebesar 3,3404 > t tabel (1,96) maka hipotesis
pertama diterima, dimana variabel kecerdasan spiritual merupakan variabel yang secara parsial memiliki pengaruh dominan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi karena memiliki nilai koefisien yang lebih besar dari kecerdasan emosional.
Untuk menguji hipotesis 2 yang mengatakan bahwa gender memiliki pengaruh signifikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa
111 - 132 Jurnal Keuangan & Bisnis Juli
akuntansi, digunakan dua model yaitu model ke 2 dan model ke 3.
Pada model dua juga dilakukan pengujian dengan melihat nilai R square.
Nilai R square yang diperoleh dari hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini :
Tabel 16.
Pengujian Goodness Of Fit Model 2 Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistisc R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 ,334a ,111 ,096 3,99044 ,111 7,179 3 172 ,000 a. Predictors : (Constant), Gender Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosional
b. Dependent Variable: Sikap Etis
Pada model ke 2 Nilai R square pada Tabel 16 di atas adalah sebesar 0,111. Hal ini menunjukkan bahwa 11 % variabel sikap etis dapat dijelaskan oleh kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual dan gender. Sedangkan sisanya sebesar 89 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model penelitian ini.
Untuk menguji apakah parameter koefisien R square signifikan atau tidak dan
untuk mengetahui pengaruh secara simultan atau keseluruhan (over all ratio) variabel (X) terhadap variabel (Y) maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji F dengan tingkat keyakinan (confident level) 95 %. Kriteria pengujian yang digunakan adalah apabila nilai F hitung > F tabel maka H0 ditolak;
dan apabila F hitung ≤ F tabel maka H0 dapat
diterima. Hasil ujian F dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 17. Uji F Model 2 ANOVAb Model Sum of Squeares df Mean Square F Sig. 1. Regression Residual 342,936 2738,860 3 172 114,312 15,924 7,179 ,000a Total 3081,795 175
a. Predictors: (Constant), Gender, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosioanl b. Dependent Varible: Sikap Etis
Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai F hitung
adalah sebesar 7,179. Sedangkan nilai F tabel
pada level signifikansi (α) = 0,05 adalah 3,00. Oleh karena itu pada kedua perhitungan berarti F
hitung > F tabel . Hal ini menunjukkan bahwa
hipotesis kedua diterima, dengan demikian gender memiliki pengaruh signifikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.
Pengaruh secara parsial, yang diuji dengan uji t – statistik memperlihatkan bahwa ketika dimasukkan variabel gender maka variabel ini menjadi variabel yang berpengaruh dominan. Hal tersebut diperlihatkan dalam Tabel 18 berikut ini:
Tabel 18. Uji t – Statistik Model 2
Coefficienstsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1. (Constant) Kecerdasan Emosional Kecerdasan Spiritual Gender 46,291 -,013 ,203 ,246 5,439 ,017 ,078 ,089 -,059 ,204 ,229 8,510 -,736 2,618 2,762 ,000 ,463 ,010 ,006 ,791 ,853 ,755 1,265 1,175 1,324 a. Dependent Variabel : Sikap Etis
Berdasarkan tabel di atas maka model regresi dapat dibentuk sebagai berikut: SE = 46,291 - 0,013KE + 0,203 KS + 0,246
G + e………(2)
Dari persamaan di atas dapat terlihat bahwa gender memiliki nilai koefisien yang lebih besar dibandingkan dengan variabel lainnya dalam mempengaruhi sikap etis mahasiswa akuntansi yaitu sebesar 0,246. Hal ini berarti bahwa gender memang memiliki
pengaruh signifikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.
Pada model ketiga juga dilakukan pengujian dengan melihat nilai R square. Nilai R square yang diperoleh dari hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini:
Tabel 19.
Pengujian Goodness Of Fit Model 3 Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistisc R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 ,362a ,131 ,105 3,96949 ,131 5,117 5 170 ,000
a. Predictors : (Constant), Dat_in_2, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosional, Gender Dat_in_1 b. Dependent Variable: Sikap Etis
Pada model ke 3 Nilai R square pada Tabel 19 di atas adalah sebesar 0,131. Hal ini menunjukkan bahwa 13 % variabel sikap etis dapat dijelaskan oleh kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual dan gender dan interaksinya. Sedangkan sisanya sebesar 87 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model penelitian ini.
Untuk menguji apakah parameter koefisien R square signifikan atau tidak dan
untuk mengetahui pengaruh secara simultan atau keseluruhan (over all ratio) variabel (X) terhadap variabel (Y) maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji F dengan tingkat keyakinan (confident level) 95 %. Kriteria pengujian yang digunakan adalah apabila nilai F hitung > F tabel maka H0 ditolak;
dan apabila F hitung ≤ F tabel maka H0 dapat
diterima. Hasil ujian F dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 20. Uji F Model 3
ANOVAb
Model Sum of Squeares df Mean
Square F Sig. 1. Regression Residual 403,137 2678,659 5 170 80,627 15,757 5,117 ,000a Total 3081,795 175
a. Predictors: (Constant), Dat_in_2, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosioanl Gender, Dat_in_1 b. Dependent Varible: Sikap Etis
111 - 132 Jurnal Keuangan & Bisnis Juli
Tabel 20 menunjukkan bahwa nilai F
hitung adalah sebesar 5,117. Sedangkan nilai F tabel pada level signifikansi (α) = 0,05 adalah
3,00. Oleh karena itu pada kedua perhitungan berarti F hitung > F tabel . Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis kedua diterima, dengan
demikian gender memiliki pengaruh signifikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi:
Tabel 21. Uji t – Statistik Model 3
Coefficienstsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Toleranc e VIF 1. (Constant) Kecerdasan Emosional Kecerdasan Spiritual Gender Dat_in_1 Dat_in_2 -48,594 -,177 1,775 2,360 ,004 -,035 52,26 5 ,207 ,809 1,168 ,005 ,018 -,816 1,780 2,189 ,962 -3,238 -,930 -,853 2,194 2,021 ,776 -1,953 ,354 ,395 ,030 ,045 ,439 ,052 ,006 ,008 ,004 ,003 ,002 179,203 128,744 229,487 300,854 537,467 a. Dependent Variabel : Sikap Etis
Berdasarkan tabel di atas maka model regresi dapat dibentuk sebagai berikut: SE = -48,594 – 0,177 KE + 1,775 KS +
2,360 G + 0,004 (KE . G) – 0,035 (KS . G) + e....(3)
Dari persamaan di atas dapat terlihat bahwa gender memiliki nilai koefisien yang lebih besar dan semakin tinggi bila dibandingkan dengan koefisien gender pada model ke 2, maupun bila dibandingkan dengan koefisien variabel lainnya dalam mempengaruhi sikap etis mahasiswa akuntansi yaitu sebesar 2,360. Demikian pula halnya dengan interaksi antara kecerdasan emosional dengan gender dan interaksi antara kecerdasan spiritual dengan gender. Hal ini berarti bahwa gender memang memiliki sifat sebagai variabel moderating yang berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi.
Pembahasan Hasil Penelitian
Dari serangkaian pengujian yang telah dilakukan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Hasil ini
sejalan dengan ungkapan Binet & Simon, Wechsler (Azwar, 2004); Freeman (Fudyartanta, 2004); Salovey & Mayer dalam Svyantek (2003) dan Goleman (2005); Zohar & Marshall (2002) dan Ummah dkk (2003).
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Maryani & Ludigdo (2001), Baihaqi (2002) dan Tikollah dkk (2006) yang menunjukkan kecerdasan emosional sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang. Demikian pula dengan penelitian Clark & Dawson (1996); Maryani & Ludigdo (2001), dan Weaver & Agle (2002) yang menunjukkan religiusitas (sebagai salah satu bentuk pengungkapan kecerdasan spiritual) berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis seseorang.
Adanya pengaruh kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara simultan terhadap sikap etis sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Goleman (2003) bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional bukanlah keterampilan-keterampilan yang saling bertentangan, melainkan keterampilan-keterampilan yang sedikit terpisah. Hal ini diperkuat oleh Agustian (2004) bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional diperlukan untuk
mencapai sukses yang memadai. Namun, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional saja tidaklah cukup dalam mencapai kebahagiaan dan kebenaran yang hakiki. Masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya yaitu kecerdasan spiritual. Potensi kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional akan tidak berkembang optimal pada diri seseorang apabila tidak ditunjang dengan kekuatan kecerdasan spiritualnya. Oleh karena itu, sinergi antara kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual perlu dibangun dalam suatu sistem yang terintegrasi.
Kecerdasan emosional dibutuhkan untuk mengendalikan ego diri seseorang. Sedangkan kecerdasan spiritual akan menunjukkan adanya rasa berketuhanan pada diri seseorang sehingga dalam segala aktivitasnya selalu terliputi dimensi berketuhanan tersebut.
Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi, namun tidak demikian halnya dengan pengaruh secara parsial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial hanya kecerdasan spiritual yang berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi, sedangkan kecerdasan emosional tidak berpengaruh. Dengan demikian hasil penelitian ini secara parsial tidak mendukung apa yang dikemukan oleh Binet & Simon, Wechsler (Azwar, 2004), dan Freeman (Fudyartanta, 2004), namun mendukung apa yang dikemukakan oleh Salovey & Mayer (1990) dalam Svyantek (2003), Goleman (2005), Zohar & Marshall (2002), serta Ummah dkk (2003), Baihaqi (2002), Tikollah dkk (2006). Hasil penelitian ini secara parsial mendukung penelitian Maryani & Ludigdo (2001), Clark & Dawson (1996), serta Weaver & Agle (2002).
Hasil penelitian ini secara parsial yang menunjukkan hanya kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan serta berpengaruh dominan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi, menempatkan
kecerdasan spiritual sebagai variabel yang berpengaruh dominan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Pengaruh dominan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi tersebut erat kaitannya dengan struktur dan pembentukan sikap yang ada pada individu. Mengikuti skema triadik dalam struktur dan pembentukan sikap, struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (Azwar, 2005). Hal ini sejalan dengan pandangan Secord & Backman yang mengemukakan sikap sebagai konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu obyek (Azwar, 2005).
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Komponen afektif menyangkut masalah emosional (perasaan) subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap, yang dapat bersifat mendukung atau tidak mendukung. Komponen konatif (perilaku) menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Komponen perilaku ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan (kognitif) dan perasaan (afektif) (Azwar, 2005). Dengan demikian sikap individu terbentuk oleh pengetahuan dan kepercayaan individu terhadap obyek sikap. Sementara pengetahuan dan kepercayaan tersebut merupakan bagian dari komponen kognitif dari struktur sikap. Hal ini berarti bahwa sikap secara dominan dipengaruhi oleh komponen kognitif. Oleh karena itu kecerdasan spiritual sebagai representasi kognitif individu memiliki pengaruh dominan terhadap sikap etis.
Hasil penelitian ini yang menempatkan kecerdasan spiritual sebagai satu-satunya variabel yang secara parsial berpengaruh terhadap sikap etis sejalan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Maryani & Ludigdo, 2001; Clark & Dawson, 1996; Weaver & Agle, 2002).
111 - 132 Jurnal Keuangan & Bisnis Juli
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yakni:
1. Responden penelitian, yakni mahasiswa akuntansi.
2. Variabel penelitian, dimana dalam penelitian ini kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual serta gender digabungkan dalam satu penelitian serta ditekankan pada sikap etis. 3. Pengukuran variabel, dimana dalam
penelitian ini sikap etis ditinjau dari sensitivitas etika mahasiswa akuntansi.
Hasil penelitian ini yang menunjukkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi sedangkan secara parsial hanya kecerdasan spiritual yang berpengaruh signifikan, menggambarkan beberapa hal yang patut dicermati, yakni: 1. Kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang tak terpisahkan dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, dalam upaya pembentukan dan pengembangan sikap (dan perilaku) etis mahasiswa akuntansi maupun akuntan, perlu mengembangkan kecerdasan tersebut secara komprehensif dan proporsional.
2. Pengembangan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang dilakukan secara tidak komprehensif dan tidak proporsional akan memberi peran yang dominan terhadap kecerdasan intelektual seseorang dalam bersikap dan berperilaku etis. Hal ini akan memberi peluang terjadinya sikap dan perilaku mahasiswa akuntansi maupun
akuntan yang hanya
mempertimbangkan rasionalitas dalam melakukan tugas dan kewajiban profesionalnya. Pertimbangan yang hanya didasarkan pada rasionalitas cenderung menekankan pada hal-hal yang bersifat menguntungkan (finansial) dan mengabaikan hal-hal yang bersifat etis. Dalam keadaan
demikian kemungkinan terjadinya perilaku yang menyimpang akan semakin besar.
Hasil penelitian menunjukkan konsep gender telah dipahami dengan baik oleh para mahasiswa akuntansi baik pria maupun wanita dan menempatkan gender sebagai variabel moderating yang memperkuat hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis. Hal yang mendasari pemikiran ini adalah alternatif penjelas mengenai perbedaan gender tentang perilaku tidak etis dalam bisnis. Pendekatan tersebut adalah pendekatan sosialisasi gender (gender sosialization
approach) dan pendekatan struktural
(structural approach). Pendekatan sosialisasi gender menjelaskan bahwa pria dan wanita membawa perbedaan nilai dan perlakuan dalam pekerjaannya. Pria dan wanita merespon secara berbeda tentang reward dan cost. Pria berusaha mencari kesuksesan kompetisi dan bila perlu melanggar aturan untuk mencapai kesuksesan, hal ini menunjukkan kecenderungan tidak etis. Sedangkan wanita lebih menekankan pada pelaksanaan tugas serta cenderung taat pada peraturan dan kurang toleran dengan individu yang melanggar aturan.
Pria biasanya lebih menstimulasi bagian otak kiri, dimana seperti diketahui bahwa bagian otak kiri ini lebih berkaitan kepada hal-hal yang berhubungan dengan matematika, sains, logika. Sedangkan wanita biasanya lebih banyak menstimulasi bagian otak sebelah kanan, yang lebih berfungsi pada hal-hal yang bersifat emosional, kemampuan berbicara, artistik, dan perasaan. Perbedaan stimulasi pada otak ini dapat disebabkan karena kodrat yang berbeda dari pria dan wanita, sehingga terdapat perbedaan perlakuan antara pria dan wanita yang pada akhirnya akan membentuk peran gender. Hal ini menguatkan bahwa jenis gender dan tingkat kecerdasan memiliki satu hubungan yang erat karena pada dasarnya gender merupakan seperangkat peran yang dimainkan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa seseorang tersebut feminim atau maskulin. Penampilan,
sikap, kepribadian, tanggung jawab keluarga adalah perilaku yang akan membentuk peran gender. Peran gender ini akan berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur yang lainnya. Peran ini juga dipengaruhi oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis.
KESIMPULAN, SARAN DAN
KETERBATASAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Adanya pengaruh kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara simultan terhadap sikap etis dikarenakan kecerdasan emosional diperlukan untuk mencapai sukses yang memadai. Namun kecerdasan emosional saja tidaklah cukup dalam mencapai kebahagiaan dan kebenaran yang hakiki karena masih ada nilai-nilai lain yang juga harus ada yaitu kecerdasan spiritual sehingga kecerdasan emosional akan tidak berkembang optimal pada diri seseorang apabila tidak ditunjang dengan kekuatan kecerdasan spiritualnya. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Maryani & Ludigdo (2001), Baihaqi (2002) dan Tikollah dkk (2006) yang menunjukkan kecerdasan emosional sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang. Demikian pula dengan penelitian Clark & Dawson (1996); Maryani & Ludigdo (2001), dan Weaver & Agle (2002) yang menunjukkan religiusitas (sebagai salah satu bentuk pengungkapan kecerdasan spiritual) berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis seseorang.
2. Secara parsial hanya kecerdasan spiritual yang berpengaruh signifikan
dan dominan terhadap sikap etis mahasiswa, sedangkan kecerdasan emosional secara parsial tidak berpengaruh. Pengaruh dominan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi tersebut erat kaitannya dengan struktur dan pembentukan sikap yang ada pada individu. Hal ini dikarenakan kecerdasan spiritual merupakan representasi kognitif (kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap). Dengan demikian sikap individu terbentuk oleh pengetahuan dan kepercayaan individu terhadap obyek sikap. Sementara pengetahuan dan kepercayaan tersebut merupakan bagian dari komponen kognitif dari struktur sikap. Kecerdasan emosional dibutuhkan untuk mengendalikan ego diri seseorang, sedangkan kecerdasan spiritual akan menunjukkan adanya rasa kepercayaan dan berketuhanan pada diri seseorang sehingga dalam segala aktivitasnya selalu terliputi dimensi berketuhanan tersebut. Hasil penelitian ini secara parsial mendukung penelitian Maryani & Ludigdo (2001), Clark & Dawson (1996), serta Weaver & Agle (2002). 3. Gender berpengaruh signifikan
terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Pria biasanya lebih menstimulasi bagian otak kiri, dimana seperti diketahui bahwa bagian otak kiri ini lebih berkaitan kepada hal-hal yang berhubungan dengan matematika, sains, logika. Sedangkan wanita biasanya lebih banyak menstimulasi bagian otak sebelah kanan, yang lebih berfungsi pada hal-hal yang bersifat emosional, kemampuan berbicara, artistik, dan perasaan. Perbedaan stimulasi pada otak ini dapat disebabkan karena kodrat yang berbeda dari pria dan wanita, sehingga terdapat perbedaan perlakuan antara pria dan wanita yang pada akhirnya akan membentuk peran gender. Hal ini menguatkan bahwa jenis gender dan tingkat
111 - 132 Jurnal Keuangan & Bisnis Juli
kecerdasan memiliki satu hubungan yang erat karena pada dasarnya gender merupakan seperangkat peran yang dimainkan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa seseorang tersebut feminim atau maskulin. Hal ini menempatkan gender sebagai variabel moderating yang memperkuat hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis. Dalam hal ini diketahui bahwa mahasiswi akuntansi lebih memiliki kecenderungan bersikap etis dibandingkan dengan mahasiswa akuntansi. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh : Rianto (2008).
Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang agar memperoleh hasil yang lebih baik. Keterbatasan tersebut antara lain adalah:
1. Penelitian ini hanya melihat pada dimensi kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual sebagai bagian dari aspek individual yang mempengaruhi sikap etis mahasiswa akuntansi. Padahal sesungguhnya masih ada dimensi-dimensi lain seperti dimensi organisasi dan lingkungan yang mungkin juga memberi pengaruh pada sikap etis seseorang. Selain itu masih ada variabel lain yang diperkirakan akan dapat mempengaruhi sikap etis, misalnya umur, tingkat pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
2. Cara pendistribusian kuesioner ada yang dilakukan secara langsung kepada responden dan ada yang melalui ketua jurusan pada masing-masing universitas sehingga dikhawatirkan jawaban yang diberikan oleh responden kurang objektif. Hal ini menyebabkan hasil penelitian ini belum dapat mewakili kondisi yang ada dan menyebabkan
penelitian ini kurang dapat digeneralisasi.
Saran
Sebagai implikasi untuk mencapai manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini, maka dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya, dapat mengembangkan penelitian ini pada dimensi-dimensi lain dari aspek individual, aspek organisasi dan lingkungan, karena aspek-aspek ini telah memberikan bukti empiris sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang. Selain itu disarankan pula untuk menambah variabel independen lainnya dan membuat pertautan antar variabel yang bersifat interaksi atau dengan menambahkan variabel tertentu sebagai variabel
moderating..
2. Cara pendistribusian kuesioner sebaiknya dilakukan secara langsung kepada responden agar jawaban yang diberikan oleh responden lebih objektif dan hasil penelitian lebih dapat digeneralisir.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar, 2004. Rahasia
Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Cetakan
Ke delapan belas, Penerbit Arga, Jakarta. Azwar, 2005. Sikap Manusia: Teori dan
Pengukurannya, Edisi Kedelapan, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Baihaqi, S, 2002. Analisis Pengaruh EQ
Karyawan terhadap Kualitas Perilaku Pelayanan Kepada Wajib Pajak di Kantor Pelayanan
PBB (Studi pada KPPBB Kediri dan Tulung Agung), Skripsi, Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.