• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM. Sejarah Earth Hour

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN UMUM. Sejarah Earth Hour"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

20

GAMBARAN UMUM

Bab ini memaparkan tentang gambaran umum Earth Hour Indonesia, yaitu sejarah gerakan Earth Hour, gerakan Earth Hour Indonesia, data-data terkait akun Twitter @EHIndonesia, kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Earth Hour Indonesia dan kota-kota yang berpartisipasi dalam gerakan ini. Bab ini juga memaparkan karakteristik responden penelitian.

Sejarah Earth Hour

Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman kehidupan di bumi yang paling signifikan. Salah satu cara menghambat percepatan sumber perubahan iklim adalah dengan mengajak masyarakat global mengubah gaya hidup. Salah satu cara mengubah gaya hidup yang paling murah dan paling sederhana adalah dengan hemat energi. WWF, dengan gerakan Earth Hour berusaha memberikan inisiatif mengajak individu, komunitas, praktisi bisnis, dan pemerintahan di seluruh dunia untuk menerapkan gaya hidup hemat energi. Earth Hour merupakan salah satu gerakan sosial yang dirintis oleh organisasi konservasi terbesar di dunia, yaitu World Wildlife Fund (WWF). Pada tahun 2007, WWF-Australia terinspirasi oleh adanya gerakan peduli terhadap perubahan iklim yang dilakukan oleh sekelompok warga Sidney, Australia. Gerakan tersebut menunjukkan bahwa semua kalangan dari mulai anak-anak hingga dewasa memiliki kemampuan untuk mengubah bumi menjadi lebih baik. Terinspirasi dari gerakan tersebut, WWF-Australia, Fairfax Media, dan pemerintah Kota Sidney melakukan kampanye kolaborasi dengan tujuan mengurangi gas rumah kaca di Sidney. Hingga kini, gerakan yang melibatkan hampir seluruh lapisan masyarakat tersebut dikenal sebagai gerakan Earth Hour. Di Sidney, Australia, lebih dari 2.2 juta jiwa dan 2000 organisasi bisnis mematikan listrik mereka selama satu jam sebagai aksi melawan perubahan iklim yang terjadi di bumi. Tidak lama setelah itu, sebanyak 35 negara dan hampir 400 kota di dunia menjadi bagian dari gerakan Earth Hour (WWF 2012).

Menyusul keberhasilan Earth Hour 2007, Earth Hour 2008 diselenggarakan pada tanggal 29 Maret 2008 yang diikuti oleh seluruh kota di Australia, kemudian Kanada dan Toronto ikut berpartisipasi. Earth Hour selanjutnya diselenggarakan pada 28 Maret 2009, kemudian 27 Maret 2010, pada tahun 2011 diselenggarakan pada tanggal 26 Maret, dan terakhir Earth Hour diselenggarakan pada 31 Maret 2012. Setiap tahun, Earth Hour diselenggarakan dengan partisipan dari negara-negara dan kota-kota di seluruh terus meningkat (Tabel 3). Meningkatnya jumlah partisipan Earth Hour menjadi bukti bahwa perubahan iklim yang terjadi di bumi merupakan permasalahan yang harus dihadapi sehingga masyarakat dunia harus melakukan perubahan.

(2)

21

Tabel 3 Beberapa indikator partisipan Earth Hour di dunia pada tahun 2008 sampai tahun 2011

Uraian Tahun

2008 2009 2010 2011

Negara yang

berkomitmen 35 88 128 135

Kota yang berkomitmen 37 4000 4616 5251

Ibukota Negara 20 28 56 80

Ikon Global 37 53 1573 1775

Partisipan 50 juta 1 milyar 1.5 milyar 1.8 milyar Komitmen Bisnis

Multinasional 18 25 66 116

Mitra Media 25 61 443 453

Sumber: Earth Hour Indonesia (http://www.earthhour.wwf.or.id)

Gerakan mematikan listrik ini menjadi salah satu kegiatan global yang rutin diselenggarakan tiap tahunnya. Earth Hour di seluruh dunia diselenggarakan setiap hari Sabtu terakhir di bulan Maret pada waktu malam hari selama satu jam. Walaupun hanya satu jam, gerakan ini memberikan perubahan besar bagi penghematan energi dan menjadi salah satu langkah awal untuk terus berkomitmen menekan perubahan iklim global. Target kampanye Earth Hour, yaitu untuk melanjutkan target efisiensi energi dan perubahan gaya hidup di kota-kota besar di dunia dengan konsumsi listrik tinggi dan berusaha mengaitkannya dengan potensi sumber energi baru terbarukan yang lebih bersih dan berdampak minimal pada lingkungan, serta mengangkat dan memancing semangat kepemimpinan pemerintahan dan korporasi untuk secara signifikan melakukan efisiensi energi dan penggunaan sumber energi baru terbarukan sebagai bagian dari kebijakan mereka. Target Earth Hour adalah mencapai partisipan lebih dari satu milyar orang di seluruh dunia di lebih dari 5000 kota, melibatkan komunitas-komunitas di lebih dari 6000 kota kecil dan kotamadya serta bekerjasama dengan banyak massa, mengubah gaya hidup masyarakat menjadi lebih ramah lingkungan, serta memberikan mandat dari total dukungan yang terkumpul kepada para pemimpin dunia sehingga dapat membuat perubahan yang berarti.

Pada tahun 2012, Earth Hour diselenggarakan pada 31 Maret 2012 pukul 20.30 sampai pukul 21.30, jutaan orang dari 152 negara dengan lebih dari 7000 kota mematikan listrik selama satu jam (WWF 2012). Kesuksesan Earth Hour ini tidak lepas dari kampanye, baik kampanye online dan offline. Kampanye offline yang dilakukan Earth Hour diantaranya turun ke jalan saat “car free-day” dan melakukan aksi Earth Hour bersama-sama dengan lilin sebagai penerang. Kampanye online yang dilakukan Earth Hour adalah melalui situs jejaring sosial sehingga Earth Hour terhubung dengan komunitas global yang berkomitmen tinggi untuk melakukan perubahan demi keberlanjutan bumi. Kampanye online yang dilakukan Earth Hour diantaranya melalui media sosial Facebook, YouTube, Tumblr, Twitter, dan website. Akun Twitter Earth Hour dunia adalah @earthhour.

(3)

22

Keberhasilan kampanye ini diharapkan dapat diadopsi oleh masyarakat, komunitas, bisnis, serta pemerintah lain di seluruh dunia sehingga seluruh warga dunia dapat menunjukkan bahwa sebuah aksi individu yang sederhana sekalipun bila dilakukan secara massal akan membuat kehidupan di Bumi menjadi lebih baik (WWF 2012).

Earth Hour Indonesia dan Akun Twitter @EHIndonesia

Gerakan Earth Hour Indonesia pertama kali diselenggarakan pada tahun 2009. Gerakan ini diselenggarakan di Indonesia karena melihat isu-isu perubahan iklim yang merupakan salah satu ancaman kehidupan bumi yang paling signifikan dan melihat keberhasilan gerakan Earth Hour di negara-negara lain di seluruh dunia yang membawa perubahan ketika Earth Hour berlangsung dan pasca Earth Hour. Earth Hour Indonesia merupakan salah satu solusi yaitu dengan melakukan aksi kecil yang membawa perubahan besar untuk keberlanjutan bumi.

Berdasarkan kondisi konsumsi listrik di Indonesia yang masih memperlihatkan pola penggunaan yang boros, maka WWF-Indonesia berkomitmen untuk tetap mengusung kampanye ini hingga 2014 untuk membangun kesadaran dan pengetahuan sehingga publik Indonesia, terutama di kota-kota besar di Jawa – Bali (WWF-Indonesia 2012).

Pada tahun 2009, Earth Hour Indonesia hanya dilaksanakan di Jakarta sebagai ikon kota pelaksana Earth Hour. Namun pada tahun 2010 Earth Hour Indonesia berhasil menjadi kampanye terbesar di Asia Tenggara dengan tiga ikon kota pelaksana, yaitu Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Sementara pada tahun 2011 Earth Hour Indonesia diselenggarakan untuk yang ketiga kalinya dan menjadi kampanye online ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Amerika. Keberhasilan Earth Hour Indonesia salah satunya karena didukung oleh media kampanye yang efektif.

Media kampanye Earth Hour Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu kampanye offline dan kampanye online. Tidak jauh berbeda dengan Earth Hour dunia, media kampanye online Earth Hour Indonesia diantaranya melalui Twitter, Facebook, dan YouTube. Salah satu alasan Earth Hour Indonesia melakukan kampanye online adalah pesatnya perkembangan media sosial di Indonesia. Campaign Coordinator Earth Hour Indonesia, Verena Puspawardani menjelaskan bahwa media sosial dinilai sangat efektif untuk menjaring massa dan mengampanyekan Earth Hour. Media kampanye online merupakan penguat kampanye offline yang dilakukan oleh Earth Hour Indonesia.

Twitter merupakan salah satu media kampanye online yang memberikan pengaruh besar untuk mengajak followers-nya berpartisipasi untuk menyelamatkan lingkungan dengan gaya hidup ramah lingkungan. Akun Twitter Earth Hour Indonesia (@EHIndonesia) berisi informasi-informasi seputar lingkungan, live tweet seputar kampanye offline Earth Hour dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan lainnya, serta mengajak followers-nya untuk mematikan lampu dan alat-alat elektronik yang tidak terpakai selama satu jam selama Earth Hour. Setelah Earth Hour dilaksanakan, akun ini tetap memberikan informasi-informasi dan isu-isu penting seputar lingkungan dan terus mengajak followers-nya untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.

(4)

23 Akun Twitter @EHIndonesia dibentuk setahun setelah Earth Hour Indonesia yang pertama diselenggarakan, tepatnya pada 10 Februari 2010. Pada saat Earth Hour 2012 diselenggarakan, jumlah followers @EHIndonesia sebanyak 6398 followers. Pasca Earth Hour 2012, jumlah followers @EHIndonesia meningkat pesat, yaitu mencapai angka 19149 pada 19 Desember 2012 (Socialbakers 2012). Rata-rata jumlah tweet yang di-post oleh akun ini sebanyak 16 tweet per hari dengan 360 retweets per 100 tweet, dan 16 replies per 100 tweet. Sebanyak 86% dari followers-nya berasal dari Indonesia dan sebanyak 14% sisanya berasal dari mancanegara (Socialbaker 2012). Hal ini menunjukkan bahwa jejaring yang dibangun oleh akun Twitter @EHIndonesia sudah cukup luas sehingga tweet yang di-post oleh akun ini dapat dilihat bukan hanya oleh orang Indonesia.

Akun Twitter @EHIndonesia dipegang oleh tiga orang administrator yang bertugas mem-post tweet, membalas mention akun-akun lain, dan me-retweet informasi-informasi yang relevan dengan Earth Hour. Untuk memperluas jejaring, beberapa kota besar di Indonesia juga memiliki akun Twitter Earth Hour dan berkolaborasi dengan akun Twitter @EHIndonesia, diantaranya @EHAceh, @EHTangerang, @EHJakarta, @EHBogor, @EHbdg, @EHSemarang, @EHMalang, @EHJogja, @EHKediri, @EHSurabaya, @EHDenpasar, @EHSamarinda, @EHPontianak, @EHGorontalo, dan @EHMakassar.

Sumber: https://www.Twitter.com/EHIndonesia

Gambar 2 Timeline akun Twitter @EHIndonesia

Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga mempengaruhi intensitas responden dalam mengakses Twitter. Karakteristik responden terdiri dari enam variabel, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penerimaan, dan tempat tinggal. Variabel jenis kelamin dibagi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Usia responden dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori remaja (usia responden kurang dari 18 tahun), kategori dewasa muda

(5)

24

(usia responden antara 18 sampai 30 tahun), dan dewasa sedang (usia responden lebih dari 30 tahun). Variabel tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah (kurang dari/sama dengan tamat SMP/sederajat), kategori sedang (tamat SMA/sederajat), dan kategori tinggi (tamat Perguruan Tinggi/sederajat). Sementara untuk variabel jenis pekerjaan dibagi menjadi dua tiga kategori, yaitu freelancer/wiraswasta, pelajar/mahasiswa, dan pegawai negeri/swasta. Penggolongan jenis pekerjaan didasarkan oleh jam kerja responden dan kemungkinan intensitasnya dalam mengakses Twitter. Variabel tingkat penerimaan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah (penerimaan kurang dari Rp 1 000 000), kategori sedang (penerimaan antara Rp 1 000 000 sampai Rp 4 000 000), dan kategori tinggi (penerimaan lebih besar dari Rp 4 000 000).

Jenis Kelamin

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 80 orang responden selama dua bulan penyebaran kuesioner menunjukkan bahwa responden penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin, followers @EHIndonesia, 2012

Jenis kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki-laki 38 47.5

Perempuan 42 52.5

Jumlah 80 100.0

Tidak terdapat perbedaan yang terlalu jauh antara responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, yaitu sebesar 47.5% responden berjenis kelamin laki-laki dan sebesar 52.5% responden berjenis kelamin perempuan (Tabel 4). Responden didominasi oleh perempuan karena menurut data statistik yang diperoleh dari Socialbakers (2012), sebagian besar followers @EHIndonesia berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 67%.

Usia

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 80 orang responden diperoleh data bahwa responden berada pada rentang usia antara 16 sampai dengan 45 tahun. Persentase data responden menurut kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 5.

Responden penelitian sangat didominasi responden berusia remaja (usia 16 sampai dengan 22 tahun) yaitu sebesar 53.8%. Sebesar 36.2% responden yang berusia antara 23 sampai dengan 30 tahun (dewasa muda) dan sebesar 10% responden berusia 31 sampai dengan 50 tahun (dewasa menengah) (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa, followers @EHIndonesia didominasi oleh orang-orang yang masih muda dan aktif. Hal ini salah satunya disebabkan sebagian besar

(6)

25 pengguna internet termasuk pengguna Twitter memang berada pada usia antara 15 sampai 30 tahun (Semiocast 2012).

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut kategori usia, followers @EHIndonesia, 2012

Kategori usia Jumlah (orang) Persentase (%)

Remaja (16-22 tahun) 43 53.8

Dewasa Muda (23-30 tahun) 29 36.2

Dewasa Menengah (31-50 tahun) 8 10.0

Jumlah 80 100.0

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan followers Twitter @EHIndonesia dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu tamat SMP, tamat SMA, dan tamat perguruan tinggi. Tabel 6 menyajikan jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan.

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan, followers @EHIndonesia, 2012

Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan tamat SMA dengan persentase sebesar 56.2%. Responden yang tamat Perguruan Tinggi memiliki persentase sebesar 40%. Hanya sedikit responden yang tingkat pendidikannya tamat SMP, yaitu sebesar 3.8% (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas followers @EHIndonesia berada pada jenjang pendidikan yang sedang.

Jenis Pekerjaan

Berdasarkan rata-rata data di lapangan, jenis pekerjaan dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan perkiraan waktu luang yang dimiliki, yaitu freelancer atau wiraswasta, pelajar atau mahasiswa, dan pegawai negeri atau swasta. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 80 orang responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jenis pekerjaan sebagai pelajar atau mahasiswa. Persentase data responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tamat SMP 3 3.8

Tamat SMA 45 56.2

Tamat Perguruan Tinggi 32 40.0

(7)

26

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan, followers @EHIndonesia, 2012

Tabel 7 menunjukkan bahwa jenis pekerjaan responden didominasi oleh pelajar atau mahasiswa, yaitu sebesar 58.8%. Hal ini menggambarkan bahwa followers @EHIndonesia didominasi oleh orang-orang yang masih menempuh pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi. Responden yang didominasi pelajar atau mahasiswa salah satu penyebabnya adalah mayoritas rensponden berada pada rentang usia 16 sampai 22 tahun, usia remaja yang masih produktif untuk menempuh pendidikan di sekolah maupun perguruan tinggi.

Tingkat Penerimaan

Tingkat penerimaan dikategorikan berdasarkan rata-rata data di lapangan. Tingkat penerimaan dikatagorikan rendah apabila penerimaan responden kurang dari Rp 1 000 000, sedang apabila penerimaan responden berkisar antara Rp 1 000 000 sampai Rp 4 000 000, dan tinggi apabila penerimaan responden lebih dari Rp 4 000 000. Jumlah dan persentase responden menurut penerimaan, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat penerimaan, followers @EHIndonesia, 2012

Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat penerimaan responden mayoritas berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 58.8%. Sebesar 25% responden memiliki tingkat penerimaan yang rendah, dan sebesar 16.2% responden memiliki tingkat penerimaan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas followers @EHIndonesia memiliki tingkat penerimaan yang tergolong sedang, yaitu antara Rp 1 000 000 sampai dengan Rp 4 000 000. Hal ini sesuai dengan penelitian MarkPlus Insight yang menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna internet berada pada kalangan middle class (Karimuddin 2012).

Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Freelancer/Wiraswasta 5 6.2

Pelajar/Mahasiswa 47 58.8

Pegawai negeri/swasta 28 35.0

Jumlah 80 100.0

Tingkat penerimaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 20 25

Sedang 47 58.8

Tinggi 13 16.2

(8)

27 Tempat Tinggal

Berdasarkan definisi operasional, tempat tinggal adalah provinsi atau pulau tempat responden berdomisili. Pengkatagorian tempat tinggal berdasarkan data rata-rata di lapangan. Berdasarkan data di lapangan, responden tersebar di empat pulau besar, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Responden yang tinggal di Pulau Jawa dibedakan lagi menurut provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, serta Jawa Timur dan Bali. Tabel 9 menyajikan jumlah dan persentase responden menurut tempat tinggal.

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut tempat tinggal, followers @EHIndonesia, 2012

Tempat tinggal Jumlah (orang) Persentase (%)

DKI Jakarta 30 37.5

Jawa Barat 23 28.8

Jawa Tengah 7 8.8

Jawa Timur dan Bali 6 7.5

Sumatera 6 7.5

Kalimantan 2 2.5

Sulawesi 6 7.5

Jumlah 80 100.0

Sebesar 37.5% responden yang mewakili followers @EHIndonesia tinggal di DKI Jakarta. Sebesar 28.8% responden tinggal di Provinsi Jawa Barat. Sebesar 33.7% sisanya berada pada dua provinsi dan tiga pulau lain di Indonesia. Terdapat persentase responden yang sama antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah, yaitu sebesar 8.8%. Persentase yang sama pun terlihat pada Jawa Timur dan Sumatera dengan persentase sebesar 7.5% dan Pulau Kalimantan dengan persentase 2.5% (Tabel 9). Perbedaan yang cukup menonjol antara DKI Jakarta dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia disebabkan DKI Jakarta adalah kota nomor satu di dunia yang paling sering mem-post tweet (Semiocast 2012). Jabodetabek juga merupakan kota pengguna internet nomor satu di Indonesia menurut riset MarkPlus Insight 2012 (Karimuddin 2012).

(9)

28

INTENSITAS FOLLOWERS DALAM MENGAKSES TWITTER

DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

Bab ini menjelaskan tentang hubungan antara intensitas followers akun Twitter @EHIndonesia dengan karakteristik responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penerimaan, dan tempat tinggal. Bab ini juga menjelaskan hubungan antara intensitas followers akun Twitter @EHIndonesia dengan tingkat kemudahan mengakses internet yang dimiliki oleh followers.

Intensitas Mengakses Akun Twitter @EHIndonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intensitas adalah keadaan tingkatan atau ukuran intensnya. Tingkatan merupakan seberapa sering pengguna Twitter mengakses Twitter @EHIndonesia dalam kurun waktu tertentu. Mengakses Twitter dapat berarti melihat timeline, mention, dan/atau me-retweet. Dalam penelitian ini, intensitas dilihat melalui dua indikator yaitu frekuensi dan durasi mengakses Twitter. Responden diberikan lima pertanyaan terkait intensitas, yaitu tiga pertanyaan terkait frekuensi dan dua pertanyaan terkait durasi. Intensitas kemudian diukur dengan memberikan skor terhadap jawaban responden dan menghitung jumlah skor tersebut. Skor yang diperoleh dibagi ke dalam tiga kategori yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Frekuensi responden dalam mengakses Twitter @EHIndonesia dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut frekuensi mengakses Twitter, followers @EHIndonesia, 2012

Frekuensi mengakses Twitter Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 9 11.2

Sedang 36 45.0

Tinggi 35 43.8

Jumlah 80 100.0

Tabel 10 menunjukkan bahwa responden didominasi oleh followers akun Twitter @EHIndonesia yang memiliki frekuensi sedang dalam mengakses Twitter, yaitu sebesar 45%. Namun, angka ini tidak jauh berbeda dengan responden yang memiliki frekuensi tinggi dalam mengakses Twitter yaitu sebesar 43.8%. Hanya sebagian kecil responden yang memiliki frekuensi rendah dalam mengakses Twitter, yaitu sebesar 11.2%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar followers akun Twitter @EHIndonesia mengakses Twitter dengan frekuensi yang sedang dan cenderung tinggi.

Indikator lain untuk mengetahui intensitas responden mengakses Twitter adalah durasi mengakses. Durasi adalah tingkat lamanya responden mengakses

(10)

29 Twitter setiap kali mengekases. Jumlah dan persentase durasi responden dalam mengakses Twitter dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut durasi mengakses Twitter, followers @EHIndonesia, 2012

Durasi mengakses Twitter Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 29 36.2

Sedang 12 15.0

Tinggi 39 48.8

Jumlah 80 100.0

Sebagian besar responden mengakses internet dengan durasi yang tinggi dengan persentase sebesar 48.8%, kemudian responden yang mengakses dengan durasi rendah dengan persentase sebesar 36.2%, sedangkan hanya sebagian kecil responden yang mengakses Twitter pada durasi sedang dengan persentase sebesar 15% (Tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa followers Twitter @EHIndonesia mengakses Twitter pada durasi yang tinggi. Durasi mengakses Twitter yang tinggi disebabkan mayoritas responden mengakses Twitter melalui laptop atau komputer dan mengakses pada waktu luang sehingga durasinya tinggi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah satu responden (AI, 20 tahun) yang biasanya membuka Twitter seminggu sekali pada saat akhir pekan dengan waktu yang cukup lama, sekitar dua sampai tiga jam.

Durasi mengakses Twitter yang rendah atau sebentar disebabkan oleh kepemilikan responden terhadap smartphone (termasuk PDA dan tablet PC) yang membuat responden sering membuka Twitter ketika bosan atau ketika muncul notifikasi namun dengan durasi yang sebentar. Hal ini diakui oleh salah satu responden AS (22 tahun) yang membuka Twitter kapan pun ada waktu luang tanpa memberikan waktu khusus untuk membuka Twitter, namun durasinya hanya beberapa menit saja. Pernyataan AS diperkuat oleh pernyataan LA (25 tahun) yang hanya membuka Twitter hanya saat muncul notifikasi Twitter di smartphone-nya atau saat ingin me-mention seseorang.

Hubungan Karakteristik Followers dengan Intensitas Mengakses Twitter Pada subbab ini dijelaskan hubungan antara karakteristik responden dengan intensitas mengakses Twitter. Karakteristik responden yang dihubungkan intensitas mengakses Twitter antara lain jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penerimaan, dan tempat tinggal.

Hubungan Jenis Kelamin dengan Frekuensi Mengakses Twitter

Variabel jenis kelamin dihubungkan dengan frekuensi mengakses Twitter bertujuan untuk melihat apakah jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap frekuensi responden mengakses Twitter. Hubungan antara jenis kelamin followers

(11)

30

akun Twitter @EHIndonesia dan frekuensinya dalam mengakses Twitter dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah jenis kelamin responden yang berbeda akan menghasilkan frekuensi mengakses internet yang berbeda pula. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap frekuensi mengakses Twitter. Data hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi mengakses Twitter tersaji pada Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah dan persentase frekuensi mengakses Twitter menurut jenis kelamin, followers @EHIndonesia, 2012

Jenis kelamin

Frekuensi Mengakses Twitter

Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Laki-laki 5 13.2 16 42.1 17 44.7 38 100.0 Perempuan 4 9.5 20 47.6 18 42.9 42 100.0

Jumlah 9 11.2 36 45.0 35 43.8 80 100.0

Kategori responden yang berjenis kelamin laki-laki mayoritas memiliki frekuensi mengakses Twitter yang tinggi dengan persentase sebesar 44.7%. sementara responden yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar memiliki frekuensi mengakses yang sedang dengan persentase sebesar 47.6%. Hanya sebesar 13.2% responden laki-laki yang memiliki frekuensi mengakses Twitter yang rendah, dan sebesar 9.5% perempuan yang memiliki frekuensi mengakses Twitter yang rendah (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa followers laki-laki akun Twitter @EHIndonesia lebih sering mengakses Twitter daripada followers perempuan.

Nilai p-value dari analisis uji Chi-Square sebesar 0.825 > 0.05 maka H0 diterima. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin responden dengan frekuensinya mengakses Twitter. Artinya, jenis kelamin followers akun Twitter @EHIndonesia tidak berpengaruh terhadap frekuensinya dalam mengakses Twitter.

Hubungan Jenis Kelamin dengan Durasi Mengakses Twitter

Hubungan antara jenis kelamin dengan durasi mengakses Twitter juga dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Chi-Square. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap durasi mengakses Twitter. Data hubungan antara jenis kelamin dengan durasi mengakses Twitter tersaji pada Tabel 13.

(12)

31 Tabel 13 Jumlah dan persentase frekuensi mengakses Twitter terhadap jenis

kelamin, followers @EHIndonesia, 2012

Jenis kelamin

Durasi Mengakses Twitter

Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Laki-laki 16 42.1 4 10.5 18 47.4 38 100.0

Perempuan 13 31.0 8 19.0 21 50.0 42 100.0

Jumlah 29 36.2 12 15.0 39 48.8 80 100.0

Kategori responden yang berjenis kelamin laki-laki mayoritas memiliki durasi mengakses Twitter yang tinggi dengan persentase sebesar 47.4%. Mayoritas perempuan juga memiliki durasi mengakses Twitter yang tinggi dengan persentase sebesar 50% (Tabel 13). Dapat disimpulkan, perempuan lebih lama mengakses Twitter daripada laki-laki.

Nilai p-value dari analisis uji Chi-Square sebesar 0.432 > 0.05 maka H0 diterima. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin responden dengan durasinya mengakses Twitter. Artinya, jenis kelamin followers akun Twitter @EHIndonesia tidak berpengaruh terhadap durasinya dalam mengakses Twitter.

Hubungan Usia dengan Frekuensi Mengakses Twitter

Hubungan antara usia responden dan frekuensi mengakses Twitter dapat diketahui melalui uji Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden dengan tingkat usia yang berbeda memiliki frekuensi mengakses Twitter yang berbeda pula. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan frekuensi mengakses Twitter. Tabel 14 menyajikan data hubungan antara usia responden dengan frekuensi mengakses Twitter.

Tabel 14 Jumlah dan persentase frekuensi mengakses Twitter menurut usia responden, followers @EHIndonesia, 2012

Usia

Frekuensi mengakses Twitter

Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

16-22 tahun 5 11.6 17 39.5 21 48.8 43 100.0 23-30 tahun 3 10.3 15 51.7 11 37.9 29 100.0 > 30 tahun 1 12.5 4 50.0 3 37.5 8 100.0

(13)

32

Berdasarkan Tabel 14, kategori responden remaja (usia antara 16 sampai 22 tahun) sebesar 39.5% memiliki frekuensi mengakses Twitter yang sedang dan sebesar 48.8% memiliki intensitas mengakses Twitter yang tinggi. Responden yang tergolong dewasa muda (usia antara 23 sampai 30 tahun) memiliki perbedaan yang tidak jauh antara frekuensi mengakses Twitter yang sedang dan frekuensi mengakses Twitter yang tinggi, yaitu sebesar 44.9% responden memiliki frekuensi sedang dan sebesar 43.5% responden memiliki frekuensi tinggi. Pada kategori responden dewasa menengah (usia antara 30 sampai 50 tahun) memiliki frekuensi mengakses yang mayoritas sedang, yaitu sebesar 50 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa followers akun Twitter @EHIndonesia yang berusia remaja lebih sering mengakses Twitter daripada followers yang berusia dewasa muda dan dewasa menengah.

Nilai signifikasi dari analisis korelasi Rank Spearman sebesar 0.439. Nilai signifikansi (0.439) > 0,05, maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa usia tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap frekuensi responden mengakses Twitter. Hal ini berarti bahwa kategori usia responden tidak memberikan pengaruh dalam menentukan seringnya seseorang mengakses Twitter. Responden dari kategori usia remaja (antara 16 sampai dengan 22 tahun) memiliki frekuensi mengakses internet yang tergolong tinggi yaitu sebesar 48.8%. Hal ini disebabkan oleh pengguna Twitter di Indonesia didominasi oleh usia antara 15 sampai dengan 30 tahun (Semiocast 2012). Pada usia dewasa muda dan dewasa menengah, frekuensi mengakses Twitter cenderung sedang.

Hubungan Usia dengan Durasi Mengakses Twitter

Hubungan antara usia responden dan durasi mengakses Twitter juga dilihat untuk menganalisis apakah responden dengan tingkat usia yang berbeda memiliki durasi mengakses Twitter yang berbeda pula. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan durasi mengakses Twitter. Tabel 15 menyajikan data hubungan antara usia responden dengan durasi mengakses Twitter.

Tabel 15 Jumlah dan persentase durasi mengakses Twitter menurut usia responden, followers @EHIndonesia, 2012

Usia

Durasi mengakses Twitter

Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

16-22 tahun 13 30.2 5 11.6 25 58.2 43 100.0 22-30 tahun 13 44.8 5 17.2 11 39.7 29 100.0 30-50 tahun 3 37.5 2 25.0 3 37.5 8 100.0

(14)

33 Sebesar 66.7% responden pada usia remaja (usia antara 16 sampai 22 tahun) mengakses internet dengan durasi yang tinggi dan 33.3% sisanya memiliki durasi internet yang rendah. Responden dengan kategori dewasa awal (usia antara 23 sampai 30 tahun) mayoritas mengakses internet dengan durasi yang tinggi dengan persentase sebesar 49.3%. Terdapat kesamaan persentase antara durasi mengakses yang rendah dengan durasi mengakses yang tinggi pada responden dengan kategori usia dewasa menengah (usia antara 30 sampai 50 tahun) yaitu sebesar 36.2% (Tabel 15). Dapat disimpulkan bahwa followers akun Twitter @EHIndonesia yang berusia remaja mengakses durasi yang lebih lama dibandingkan dengan followers yang berusia dewasa muda. Followers yang berusia dewasa menengah, memiliki durasi yang cenderung rendah maupun tinggi tergantung pada kemudahan mengakses internetnya.

Nilai signifikansi dari analisis korelasi Rank Spearman sebesar 0.121.Nilai signifikansi (0.121) > 0.05, maka H0 diterima. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan durasi mengakses Twitter. Artinya, kategori usia followers Twitter @EHIndonesia tidak berpengaruh terhadap durasinya ketika mengakses Twitter.

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Mengakses Twitter

Hubungan antara tingkat pendidikan dengan frekuensi mengakses Twitter dapat diketahui melalui uji Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden dengan tingkat pendidikan yang berbeda memiliki frekuensi mengakses Twitter yang berbeda pula. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan frekuensi mengakses Twitter. Data hubungan antara tingkat pendidikan responden dan frekuensi mengakses Twitter tersaji pada Tabel 16.

Tabel 16 Jumlah dan persentase frekuensi mengakses Twitter menurut tingkat pendidikan, followers @EHIndonesia, 2012

Tingkat pendidikan

Frekuensi mengakses Twitter

Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Tamat SMP 0 0 1 33.3 2 66.7 3 100.0

Tamat SMA 5 11.1 18 40.0 22 48.9 45 100.0

Tamat Perguruan Tinggi 4 12.5 17 53.1 11 34.4 32 100.0

Jumlah 9 11.2 36 45.0 35 43.8 80 100.0

Responden dengan tingkat pendidikan tamat SMP memiliki frekuensi mengakses Twitter yang sedang dan tinggi, yaitu 33.3% memiliki frekuensi sedang dan 66.7% memiliki frekuensi mengakses Twitter yang tinggi. Pada responden yang memiliki tingkat pendidikan tamat SMA, mayoritas responden memiliki frekuensi mengakses Twitter yang tinggi dengan persentase sebesar 48.9%, dan responden yang tamat perguruan tinggi memiliki frekuensi mengakses

(15)

34

Twitter yang cenderung sedang dengan persentase 53.1% (Tabel 16). Dengan demikian, followers akun Twitter @EHIndonesia yang berpendidikan rendah dan sedang memiliki kecenderungan mengakses Twitter lebih sering daripada followers yang berpendidikan tinggi.

Nilai signifikansi dari analisis korelasi Rank Spearman 0.171 > 0.05 maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan frekuensi responden mengakses Twitter. Artinya, followers akun Twitter @EHIndonesia dengan berbagai tingkat pendidikan dapat mengakses Twitter dengan frekuesi yang sama.

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Durasi Mengakses Twitter

Hubungan tingkat pendidikan responden dengan durasi mengakses Twitter juga dilihat untuk melihat apakah tingkat pendidikan responden berpengaruh terhadap durasinya dalam mengakses Twitter. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan anatara tingkat pendidikan dengan durasi mengakses Twitter. Data jumlah dan persentase durasi mengakses Twitter terhadap tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Jumlah dan persentase durasi mengakses Twitter menurut tingkat pendidikan, followers @EHIndonesia, 2012

Tingkat pendidikan

Durasi mengakses Twitter

Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Tamat SMP 1 33.3 0 0 2 66.7 3 100.0

Tamat SMA 15 16.3 6 13.3 24 53.3 45 100.0

Tamat Perguruan Tinggi 13 40.6 6 18.8 13 40.6 32 100.0

Jumlah 29 36.2 12 15.0 39 48.8 80 100.0

Sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan tamat SMP memiliki durasi mengakses Twitter yang tinggi dengan persentase sebesar 66.7% dan responden yang memiliki tingkat pendidikan tamat SMA juga memiliki durasi mengakses Twitter yang tinggi dengan persentase sebesar 53.3%. Responden yang memiliki tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi cenderung memiliki durasi mengakses yang rendah dan tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 40.6% (Tabel 17). Dengan demikian, followers akun Twitter yang berpendidikan rendah, sedang, maupun tinggi cenderung mengakses Twitter dengan durasi yang tinggi.

Nilai signifikansi dari analisis uji korelasi Rank Spearman 0.294 > 0.05 maka H0 diterima. Jadi, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan durasi responden mengakses Twitter. Artinya, responden dengan berbagai tingkat pendidikan dapat mengakses Twitter dengan durasi yang sama.

(16)

35 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Frekuensi Mengakses Twitter

Hubungan antara jenis pekerjaan dengan frekuensi mengakses Twitter dapat diketahui melalui Uji Crosstab Chi-Square. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah jenis pekerjaan berbeda, memiliki frekuensi mengakses Twitter yang berbeda pula. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan dengan frekuensi mengakses Twitter. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan frekuensi mengakses Twitter dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Jumlah dan persentase frekuensi frekuensi mengakses Twitter menurut jenis pekerjaan responden, followers @EHIndonesia, 2012

Jenis pekerjaan

Frekuensi mengakses Twitter

Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n % Freelancer/wiraswasta 1 20.0 4 80.0 0 0 5 100.0 Pelajar/mahasiswa 5 10.6 18 38.3 24 51.1 47 100.0 Pegawai negeri/swasta 3 10.7 14 50.0 11 39.3 28 100.0 Jumlah 9 11.2 36 45.0 35 43.8 80 100.0

Persentase pelajar/mahasiswa yang memiliki frekuensi tinggi dalam mengakses internet cukup besar, yaitu sebesar 51.1%. Responden yang bekerja sebagai freelancer/wiraswasta sebesar 80% mengakses Twitter dalam frekuensi sedang. Begitu pula dengan responden yang bekerja sebagai pegawai negeri/swasta yang rata-rata mengakses Twitter dengan frekuensi sedang, yaitu sebesar 50% (Tabel 18). Dengan demikian, followers akun Twitter @EHIndonesia pelajar/mahasiswa lebih sering mengakses Twitter dibandingkan dengan followers yang bekerja sebagai freelancer/wiraswasta dan pegawai negeri/swasta.

Hasil yang diperoleh melalui Uji Crosstab Chi-Square adalah nilai p-value 0.264 > 0.05. Artinya, tidak ada hubungan signifikan antara jenis pekerjaan responden dengan frekuensi mengakses Twitter. Dengan kata lain, jenis pekerjaan tidak berpengaruh terhadap frekuensi followers @EHIndonesia dalam mengakses Twitter.

Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Durasi Mengakses Twitter

Hubungan antara jenis pekerjaan dengan durasi mengakses Twitter dapat diketahui melalui uji Crosstab Chi-Square. Pada analisis ini, nilai H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan dengan durasi mengakses Twitter. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan durasi mengakses Twitter dapat dilihat pada Tabel 19.

(17)

36

Tabel 19 Jumlah dan persentase durasi mengakses Twitter menurut jenis pekerjaan, followers @EHIndonesia, 2012

Jenis pekerjaan

Durasi mengakses Twitter

Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Freelancer/wiraswasta 3 60.0 0 0 2 40.0 5 100.0 Pelajar/mahasiswa 15 31.9 6 12.8 26 55.3 47 100.0 Pegawai negeri/swasta 11 39.3 6 21.4 11 39.3 28 100.0

Jumlah 29 36.2 12 15.0 39 48.8 80 100.0

Nilai p-value dari analisis uji Chi-Square adalah 0.437 > 0.05 maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa antara variabel jenis pekerjaan dengan durasi responden mengakses Twitter tidak terdapat hubungan yang signifikan. Artinya, jenis pekerjaan tidak berpengaruh dalam terhadap durasi responden mengakses Twitter.

Kategori pelajar/mahasiswa mayoritas memiliki durasi mengakses yang tinggi dengan persentase sebesar 55.3%. Hal ini menunjukkan bahwa pelajar/mahasiswa memiliki frekuensi dan durasi mengakses Twitter yang tinggi. Durasi responden mengakses Twitter bagi responden yang bekerja sebagai freelancer/wiraswasta tergolong rendah dengan persentase sebesar 60.0% walaupun frekuensi mengaksesnya tergolong tinggi. Pegawai negeri/swasta memiliki kecenderungan mengakses Twitter dengan durasi yang tinggi dan rendah dengan persentase sebesar 39.3% dan frekuensi mengakses yang tergolong sedang. Perbedaan durasi mengakses pada pegawai negeri/swasta tertelak pada tingkat kemudahan mengakses internet yang dimiliki.

Hubungan Tingkat Penerimaan dengan Frekuensi Mengakses Twitter

Hubungan antara tingkat penerimaan dengan frekuensi mengakses Twitter dapat diketahui melalui uji Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden dengan tingkat penerimaan yang berbeda memiliki frekuensi mengakses Twitter yang berbeda pula. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat penerimaan dengan frekuensi mengakses Twitter. Data hubungan antara tingkat penerimaan responden dengan frekuensi mengakses Twitter tersaji pada Tabel 20.

Nilai signifikansi dari analisis korelasi Rank-Spearman 0.621 > 0.05 maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat penerimaan responden dengan frekuensi responden mengakses Twitter. Artinya, responden dengan berbagai tingkat penerimaan dapat mengakses Twitter dengan frekuensi yang sama.

(18)

37 Tabel 20 Jumlah dan persentase frekuensi mengakses Twitter menurut tingkat

penerimaan, followers @EHIndonesia, 2012

Responden dengan tingkat penerimaan yang rendah, cenderung mengakses Twitter dengan frekuensi yang sedang dengan persentase sebesar 45.0%. Sementara responden dengan tingkat penerimaan yang sedang mengakses Twitter dengan frekuensi yang relatif tinggi dengan persentase sebesar 51.1%. Sebaliknya, responden dengan tingkat penerimaan yang tinggi justru mengakses Twitter dengan frekuensi yang relatif sedang dengan persentase sebesar 61.5% (Tabel 20). Hal ini menunjukkan bahwa followers akun Twitter @EHIndonesia yang memiliki tingkat penerimaan cenderung sedang, lebih sering mengakses Twitter daripada followers dengan tingkat penerimaan yang tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan tingkat kepemilikan alat TIK dan pengeluaran yang digunakan untuk internet dari followers @EHIndonesia.

Hubungan Tingkat Penerimaan dengan Durasi Mengakses Twitter

Hubungan antara tingkat penerimaan dengan durasi mengakses Twitter juga dilihat untuk mengetahui apakah tingkat penerimaan responden berpengaruh terhadap durasinya dalam mengakses Twitter. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat penerimaan dengan durasi mengakses Twitter. Data hubungan antara tingkat penerimaan responden dengan durasi mengakses Twitter tersaji pada Tabel 21.

Tabel 21 Jumlah dan persentase durasi mengakses Twitter menurut tingkat penerimaan, followers @EHIndonesia, 2012

Tingkat penerimaan

Frekuensi mengakses Twitter

Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n % Rendah 4 20.0 9 45.0 7 35.0 10 100.0 Sedang 4 8.5 19 40.4 24 51.1 47 100.0 Tinggi 1 7.7 8 61.5 4 30.8 13 100.0 Jumlah 9 11.2 36 45.0 35 43.8 80 100.0 Tingkat penerimaan

Durasi mengakses Twitter

Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Rendah 8 40.0 3 15.0 9 45.0 20 100.0

Sedang 15 31.9 7 14.9 25 53.2 47 100.0

Tinggi 6 46.2 2 15.4 5 38.5 13 100.0

(19)

38

Responden dengan tingkat penerimaan yang rendah dan sedang cenderung mengakses Twitter dengan durasi yang tinggi, dengan persentase sebesar 45% dan 53.2%. Berbeda dengan responden yang memiliki tingkat penerimaan yang tinggi cenderung mengakses Twitter dengan durasi yang rendah dengan persentase sebesar 46.2% (Tabel 21). Dengan demikian, followers akun Twitter @EHIndonesia yang berpenghasilan rendah dan sedang lebih lama mengakses Twitter dibandingkan dengan followers yang memiliki tingkat penerimaan yang tinggi. Hal ini disebabkan responden yang memiliki tingkat penghasilan rendah dan sedang lebih memilih untuk mengakses Twitter di laptop atau komputer dengan durasi yang cukup lama seperti pernyataan dari salah satu responden:

“… Kalo buka Twitter dari HP mahal, terus jarang beli paket internet juga. Jadi, kalo buka Twitter aku ke warnet atau di rumah sekalian. Lebih puas aja Twitter-an sama temen-temen…” (VR, 16 tahun)

Responden dengan tingkat penerimaan yang tinggi justru cenderung mengakses Twitter dengan durasi yang rendah. Hal ini terjadi karena responden dengan tingkat penerimaan yang tinggi lebih sering mengakses Twitter melalui smartphone (termasuk PDA dan tablet PC) sehingga membuka Twitter dengan frekuensi yang sering namun durasi yang singkat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah satu responden, FT (35 tahun) dengan penerimaan yang masuk kategori tinggi. FT mengaku hanya membuka Twitter saat waktu luang dan saat menunggu seseorang dengan waktu yang relatif singkat.

“… Ya paling buka Twitter sesekali, satu atau dua menit lah. Liat TL, bales mention. Kalo di TL ada yang seru yah timpalin bentar lah terus tutup lagi ...” (FT, 35 tahun)

Nilai signifikansi dari analisis korelasi Rank Spearman 0.866 > 0.05 maka H0 diterima. Jadi, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat penerimaan responden dengan durasi responden mengakses Twitter. Artinya, responden dengan berbagai tingkat penerimaan dapat mengakses Twitter dengan durasi yang sama.

Hubungan tempat tinggal dengan frekuensi mengakses Twitter

Hubungan antara tempat tinggal dengan frekuensi mengakses Twitter dapat diketahui melalui Uji Crosstab Chi-Square. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah responden dengan tempat tinggal berbeda, memiliki frekuensi mengakses Twitter yang berbeda pula. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan frekuensi mengakses Twitter. Tabel 22 menyajikan jumlah dan presentase frekuensi mengakses Twitter menurut tempat tinggal.

(20)

39 Tabel 22 Jumlah dan persentase frekuensi mengakses Twitter menurut tempat

tinggal, followers @EHIndonesia, 2012

Responden yang bertempat tinggal di Pulau Sumatera, Provinsi Jawa Barat dan Banten, serta Provinsi DKI Jakarta memiliki kecenderungan mengakses Twitter dengan frekuensi yang tinggi. Responden yang bertempat tinggal di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, serta Pulau Sulawesi memiliki kecenderungan mengakses Twitter dengan frekuensi yang sedang. Frekuensi yang cenderung sedang ke tinggi dimiliki oleh responden yang bertempat tinggal di Provinsi Jawa Timur dan Bali. Responden yang bertempat tinggal di Pulau Kalimantan memiliki frekuensi mengakses yang cenderung rendah ke sedang (Tabel 22).

Nilai p-value dari analisis uji Chi-Square adalah 0.134 > 0.05 maka H0 diterima atau dapat disimpulkan bahwa antara variabel tempat tinggal dengan frekuensi responden mengakses Twitter tidak terdapat hubungan yang signifikan. Artinya, tempat tinggal followers Twitter @EHIndonesia tidak berpengaruh terhadap frekuensi followers mengakses Twitter.

Hubungan Tempat Tinggal dengan Durasi Mengakses Twitter

Tempat tinggal dan durasi mengakses Twitter juga dilihat hubungannya untuk mengetahui apakah tempat tinggal memiliki pengaruh terhadap durasi responden mengakses Twitter. Pada analisis ini, pernyataan H0 adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan durasi mengakses Twitter. Jumlah dan persentase durasi responden mengakses Twitter menurut tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 23.

Tempat tinggal

Frekuensi Mengakses Twitter

Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Sumatera 0 0 2 33.3 4 66.7 6 100.0

Jawa Barat & Banten 6 26.1 7 30.4 10 43.5 23 100.0

DKI Jakarta 1 3.3 14 46.7 15 50.0 30 100.0

Jawa Tengah & DIY 1 14.3 5 71.4 1 14.3 7 100.0 Jawa Timur & Bali 0 0 3 50.0 3 50.0 6 100.0

Kalimantan 1 50.0 1 50.0 0 0 2 100.0

Sulawesi 0 0 4 66.7 2 33.3 6 100.0

(21)

40

Tabel 23 Jumlah dan persentase durasi mengakses Twitter menurut tempat tinggal responden, followers @EHIndonesia, 2012

Responden yang bertempat tinggal di Pulau Sumatera, Provinsi Jawa Barat dan Banten, serta Provinsi Jawa Timur dan Bali memiliki durasi mengakses Twitter yang tergolong tinggi. Responden yang bertempat tinggal di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, serta Pulau Kalimantan memiliki durasi mengakses Twitter yang cenderung rendah. Responden yang bertempat tinggal di Pulau Sulawesi memiliki persentase yang sama antara responden yang mengakses Twitter dengan durasi rendah dan durasi tinggi dengan persentase sebesar 50%.

Nilai p-value dari analisis uji Chi-Square adalah 0.25 > 0.05 maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa antara variabel tempat tinggal dengan durasi followers Twitter @EHIndonesia mengakses Twitter tidak terdapat hubungan yang signifikan. Artinya, tempat tinggal tidak berpengaruh terhadap durasi followers Twitter @EHIndonesia mengakses Twitter.

Tingkat Kemudahan Mengakses Internet

Tingkat kemudahan mengakses internet adalah kemudahan responden dalam menggunakan internet dilihat dari tingkat kepemilikan alat teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) yang dimiliki responden dan tingkat melek teknologi responden sebagai indikator. Terdapat sembilan pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat kemudahan mengakses internet, enam pertanyaan terkait dengan tingkat kepemilikan alat TIK dan tiga pertanyaan yang terkait dengan tingkat melek teknologi. Tingkat kepemilikan responden terhadap alat TIK adalah jenis-jenis media yang dimiliki oleh responden dan biaya yang dikeluarkan untuk dapat mengakses internet. Tingkat kepemilikan alat TIK diukur dengan berapa banyak media internet yang dimiliki oleh responden, kemampuan responden untuk mengakses setiap hari, dan pengeluaran responden untuk biaya internet. Tingkat kepemilikan responden terhadap alat TIK kemudian diukur dengan memberikan Tempat tinggal

Durasi mengakses Twitter

Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Sumatera 1 16.7 0 0 5 83.3 6 100.0

Jawa Barat & Banten 5 21.7 5 21.7 13 56.5 23 100.0

DKI Jakarta 13 43.3 6 20.0 11 36.7 30 100.0

Jawa Tengah & DIY 4 57.1 0 0 3 42.9 7 100.0 Jawa Timur & Bali 1 16.7 1 16.7 4 66.7 6 100.0

Kalimantan 2 100.0 0 0 0 0 2 100.0

Sulawesi 3 50.0 0 0 3 50.0 6 100.0

(22)

41 skor dan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden dan dimasukkan ke dalam tiga kategori, yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kepemilikan responden terhadap alat TIK dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepemilikan alat TIK, followers @EHIndonesia, 2012

Tingkat kepemilikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 13 16.2

Sedang 42 52.5

Tinggi 25 31.2

Jumlah 80 100.0

Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada dalam kategori sedang dalam kepemilikan alat TIK, yaitu sebesar 52.5%. Sebagian besar responden memiliki laptop dan smartphone (termasuk PDA dan tablet PC) namun tingkat pengeluaran responden untuk biaya internet masih cenderung rendah. Sebagian besar responden mengakses internet melalui free wifi atau layanan paket harian sehingga pengeluaran untuk internet tidak terlalu besar. Tingkat kepemilikan responden terhadap alat TIK yang sedang juga dipengaruhi oleh karakteristik responden yang sebagian besar pelajar/mahasiswa dengan tingkat penerimaan yang didominasi oleh kategori sedang sehingga tidak semua responden memiliki alat-alat TIK yang canggih. Hal ini didukung oleh pernyataan-pertanyaan responden sebagai berikut:

“… Sebenernya HP mah android, mayan yaa canggih, cuman pulsanya ga adaan hehe, maklum mahasiswa. Jadi kalo mau internetan juga pake wifi kampus aja. Kecuali kalo lagi ada rejeki, boleh dah beli paket langganan…” (JB, 20 tahun)

“… Aku kalo langganan BB paling yang paket gaul. Kalo pake yg gaul masih bisa sih Twitteran tapi ga bisa pake internetan. Enaknya yaa lebih murah aja kalo pake gaul harian, 2000 aja. Kalo android, i-pad aku ga ada. Paling buka Twitter di BB aja…”(EM, 19 tahun)

Indikator lain dari tingkat kemudahan mengakses internet adalah tingkat melek teknologi responden. tingkat melek teknologi adalah kemampuan responden dalam menguasai teknologi yang berkembang saat ini. Tingkat melek teknologi diukur dengan memberikan skor dan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden dan dimasukkan ke dalam tiga kategori, yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat melek teknologi responden dapat dilihat pada Tabel 25.

(23)

42

Tabel 25 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat melek teknologi, followers @EHIndonesia, 2012

Tingkat melek teknologi Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 2 2.5

Sedang 33 41.2

Tinggi 45 56.2

Jumlah 80 100.0

Berdasarkan Tabel 25, responden didominasi oleh tingkat melek teknologi yang tergolong tinggi dengan persentase sebesar 56.2% dan hanya sebesar 25% responden yang memiliki tingkat melek teknologi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan alat TIK tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat melek teknologi responden. Tingkat melek teknologi yang cenderung tinggi dapat disebabkan oleh karakteristik responden yang rata-rata berpendidikan tinggi dan masih di usia muda sehingga sadar akan teknologi yang sedang berkembang. Salah satu responden, SS (21 tahun) mengaku dapat menggunakan smartphone untuk jejaring sosial dan layanan internet walaupun tidak memilikinya. SS juga memiliki akun jejaring sosial lain selain Twitter, seperti Tumblr walaupun berdasarkan pengolahan data, tingkat kepemilikan TIK-nya tergolong rendah.

Hubungan Tingkat Kemudahan Mengakses Internet Followers Akun Twitter @EHIndonesia dengan Intensitas Mengakses Twitter

Hubungan antara tingkat kemudahan mengakses internet dan intensitas responden mengakses Twitter dapat diketahui melalui uji korelasi Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden dengan tingkat kemudahan mengakses internet yang berbeda dilihat dari tingkat kepemilikan alat TIK dan tingkat melek teknologi akan memiliki intensitas mengakses Twitter yang berbeda pula. Pernyataan H0 pada analisis ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemudahan mengakses internet dengan intensitas mengakses Twitter. Jumlah dan persentase intensitas responden mengakses Twitter menurut tingkat kemudahan mengakses internet dapat dilihat pada Tabel 26.

Hanya satu orang responden yang memiliki tingkat kemudahan mengakses internet yang rendah dan memiliki intensitas mengakses Twitter yang tergolong sedang. Responden dengan kategori kemudahan mengakses internet sedang memiliki tingkat intensitas mengakses Twitter yang cenderung sedang dan tinggi dengan persentase yang sama, yaitu sebesar 48.1%. Sebanyak 51.9% responden dengan kategori tingkat kemudahan mengakses internet yang tinggi mengakses Twitter dengan intensitas yang tinggi.

(24)

43 Tabel 26 Jumlah dan persentase tingkat kemudahan mengakses internet dengan

intensitas mengakses Twitter, followers @EHIndonesia, 2012 Kemudahan

mengakses internet

Intensitas mengakses Twitter

Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Rendah 0 0 1 100.0 0 0 1 100.0

Sedang 1 3.7 13 48.1 13 48.1 27 100.0

Tinggi 3 5.8 22 42.3 27 51.9 52 100.0

Jumlah 4 5.5 36 45.5 40 50.0 80 100.0

Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman, diperoleh hasil signifikansi sebesar (0.024) > 0.05, maka H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kemudahan mengakses internet dengan intensitas responden mengakses Twitter. Berdasarkan Tabel 26, dapat dilihat kecenderungan semakin tinggi tingkat kemudahan mengakses internet yang dimiliki responden, akan semakin tinggi intensitasnya dalam mengakses Twitter. Hal tersebut didukung oleh pernyataan beberapa orang responden:

“…Tab ada, BB ada, langganan full jadi kalo buka Twitter yaa sering karena gampang aksesnya kali yah. Di mana aja, kapan aja kalo lagi bete tinggal scroll Timeline. Tapi kalo ga langganan yaa sama aja. Percuma punya gadget kalo ga bisa connect ke internet…” (HA, 21 tahun)

“.. Kalo BB ga kebawa, pulsa ga ada, laptop ga dapet sinyal wifi yaa gimana mau buka Twitter. Susah juga yah. Jadi, emang harus ada fasilitas dulu baru deh buka Twitter. Kalo lagi ga bisa buka internet ya otomatis jadi jarang buka Twitter…” (FP, 20 tahun )

Ikhtisar

Karakteristik followers akun Twitter @EHIndonesia yang terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pemasukan, dan tempat tinggal tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan intensitasnya dalam mengakses Twitter dilihat dari frekuensi dan durasi mengakses. Hal ini menunjukkan bahwa pada kalangan pengguna Twitter, karakteristik followers tidak mempengaruhi intensitas mengakses Twitter. Twitter dengan segala fasilitas yang ditawarkan membebaskan penggunanya untuk mengakses Twitter kapan pun dan dimana pun. Bahkan tidak ada batasan usia untuk dapat memiliki Twitter. Hal inilah yang menjadi kekuatan Twitter sebagai media gerakan sosial untuk menjaring massa sebanyak-banyaknya, dari berbagai tempat dan berbagai kalangan atau dapat dikatakan sebagai demokrasi di Twitter.

Tingkat kemudahan mengakses internet yang dimiliki responden memiliki hubungan yang signifikan dengan intensitasnya dalam mengakses Twitter. Hal ini

(25)

44

menunjukkan bahwa seberapa sering dan lama followers akun Twitter @EHIndonesia mengakses Twitter tergantung pada alat TIK apa saja yang dimiliki dan berapa pengeluaran yang digunakan untuk dapat mengakses internet. Selain itu, tingkat melek teknologi yang dimiliki followers juga mempengaruhi intensitasnya dalam mengakses Twitter. Followers yang kurang mengerti cara menggunakan Twitter tentu saja tidak akan berlama-lama mengakses Twitter, sedangkan followers yang sudah terbiasa dan sudah lama memiliki Twitter akan memiliki intensitas yang lebih lama dan lebih sering mengakses Twitter. Jadi, walaupun tidak terdapat batasan karakteristik followers dalam mengakses Twitter, namun intensitas followers dalam mengakses Twitter masih tergantung pada tingkat kemudahan mengakses internet yang dimiliki followers akun Twitter @EHIndonesia.

Gambar

Gambar 2 Timeline akun Twitter @EHIndonesia
Tabel 23   Jumlah dan persentase durasi mengakses Twitter menurut tempat  tinggal responden, followers @EHIndonesia, 2012

Referensi

Dokumen terkait

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama telah bersepakat mengikatkan diri dalam suatu Kontrak Penelitian/mengadakan Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Program Penelitian

berikut kami informasikan kepada Bapak/Ibu Peneliti tentang slide power point Sosialisasi Panduan Penelitian dan Pengabdian Edisi X oleh Zaiful Netra bisa di download pada link

kegiatan heuristik yang berupa buku, jurnal, artikel, maupun penelitian terdahulu yang relevan dengan pembahasan tentang Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler

Penerapan rias fantasi dalam pembelajaran seni tari tentunya memiliki tujuan yaitu untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas IX di SMP Negeri 15 Bandung.. manfaatnya yaitu

dalam melaksanakan tugas sebagai pembina upacara bendera saya mengaktualisasikan nilai menjunjung tinggi nilai standar etika yang luhur dengan teknik menghormati norma norma

Perbedaan serat panjang dan serat pendek yaitu serat pendek dibebani secara tidak langsung atau kelemahan matriks akan menentukan sifat dari produk komposit tersebut yakni jauh lebih

THE FRAMEWORK OF DECISION RULE ACQUISITION OF BEVERAGE PACKAGING DESIGN Identify approximaty Calculte probability Calcute positve, negaive and boundary region Analyze data

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.. Universitas