• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai jenis specialty fats telah dikembangkan oleh industri minyak dan lemak dari tahun ke tahun dalam upaya mendukung berkembangnya industri pangan, nutrisional, farmasi, kosmetik maupun perawatan personal. Specialty fats adalah suatu jenis lemak yang mempunyai fungsionalitas khusus, sehingga mempunyai potensi aplikasi yang khusus pula (Hariyadi 2009). Specialty fats dapat dikategorikan sebagai lipida terstruktur (structured lipids), yaitu TAG yang dimodifikasi komposisi asam lemak atau distribusi posisinya untuk memberikan karakteristik fisik, sifat-sifat kimia dan/atau manfaat nutrisional yang diinginkan (Osborn dan Akoh 2002a). Di antara specialty fats, cocoa butter alternatives (CBA) mungkin mewakili jenis specialty fats yang paling beragam dan paling banyak dikembangkan. CBA didesain untuk memberikan alternatif, baik secara ekonomi maupun fungsional terhadap ingridien bernilai ekonomi tinggi, cocoa

butter (CB) (Wainwright 1999).

Dalam industri confectionery, CB merupakan ingridien yang sangat penting yang berkontribusi terhadap sifat-sifat tekstural dan sensori produk

confectionery, khususnya produk-produk coklat (dapat mencapai 32% CB dalam

formulasi coklat). CB merupakan lemak dengan komposisi kimia yang unik, karena komposisi triasilgliserolnya hampir 80% didominasi oleh tiga triasilgliserol (TAG) simetrik, saturated-unsaturated-saturated (StUSt), yaitu palmitat-oleat-palmitat (POP, 16.8-19.0%), palmitat-oleat-stearat (POS, 38.0-43.8%) dan stearat-oleat-stearat (SOS, 22.8-30.0%). Keunikan komposisi inilah terutama yang bertanggung jawab terhadap fungsionalitas CB dan memberikan sifat-sifat fisik yang diinginkan dari produk coklat yang dibuat, seperti kilap (gloss), derak (snap), sifat pelelehan yang cepat dan tajam di mulut dan sebagainya (Lipp et al. 2001). Ketika dimakan, CB meleleh sempurna di mulut dengan tekstur creamy yang lembut dan sensasi dingin (Gunstone 2002).

Banyak keterbatasan menyangkut penggunaan CB, antara lain suplai yang tidak stabil, harga relatif mahal, kurang memadai untuk digunakan pada iklim panas serta kualitasnya bervariasi. Selain itu, proses tempering diperlukan untuk

(2)

produk coklat yang sepenuhnya menggunakan CB dalam formulasinya, karena cenderung akan mengalami blooming (Zaidul et al. 2007, Torbica et al. 2006, Fuji Oil Europe 2004). Berbagai alasan tersebut mendorong dikembangkannya

specialty fats alternatif CB oleh para peneliti maupun industri minyak dan lemak,

sehingga dikenal istilah cocoa butter alternatives (CBA), salah satu jenisnya adalah cocoa butter equivalents (CBE).

CBE berperilaku seperti CB dan dapat dicampur dengan CB pada proporsi berapapun tanpa mengubah karakteristik pelelehan, rheologi, dan pengolahan, sehingga kualitas akhir produk tetap dipertahankan. CBE didesain agar mengandung komposisi TAG yang mirip CB, sehingga sifat-sifatnya diharapkan mirip dan kompatibel dengan CB dalam campuran untuk pembuatan coklat (Zaidul et al. 2007). Pada awalnya, CBE dikembangkan dengan pertimbangan ekonomi untuk menurunkan biaya produksi. Seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan industri, maka perkembangan selanjutnya bergeser ke arah peningkatan fungsionalitas dari produk CBE tersebut (Soekopitojo 2009). CBE mempunyai peranan antara lain untuk memperbaiki toleransi terhadap lemak susu, meningkatkan daya simpan pada suhu tinggi, mengendalikan blooming, serta memberikan alternatif secara ekonomi terhadap penggunaan CB dalam formulasi coklat (Wainwright 1999).

Kondisi konsumsi makro secara global produk coklat confectionery sampai Oktober 2006 disajikan pada Gambar 1.1, dengan laju pertumbuhan terendah 1.4% (Uni Eropa) dan tertinggi 6.0% (Afrika dan Timur Tengah) (Balle 2006). Pada tahun 2009 terjadi penurunan konsumsi produk-produk coklat sekitar 5-10% di Eropa dan Amerika Utara, serta 10% di Eropa Timur akibat resesi dunia (Candy Industry 2010). Walaupun demikian, pasar internasional masih terbuka luas untuk produk-produk coklat confectionery Indonesia. Produsen Indonesia telah mengekspor produk coklat confectionery ke lebih dari 100 negara. Pada lima tahun terakhir, ekspor telah meningkat rata-rata 23.16% per tahun. Pada tahun 2007, ekspor bernilai USD 13.54 juta atau sekitar IDR 121.8 milyar (Anonim 2008). Sementara itu pasar confectionery dan ice cream coatings yang terbuat dari lemak selain CB pada tahun 2011 diperkirakan mencapai USD 1.493 juta (Parker 2005). Sedangkan pasar CBE diperkirakan dapat mengisi 10% dari total pasar CB

(3)

dunia (Abigor et al. 2003). Untuk pasar Uni Eropa khususnya, penggunaan CBE dalam produk-produk coklat diatur dalam EU Directive 2000/36/EC.

Gambar 1.1 Konsumsi makro secara global produk coklat confectionery (Balle 2006)

CBE umumnya diformulasi dari minyak yang secara alami mengandung TAG simetrik yang diperoleh dengan cara fraksinasi dari sumber minyak dan lemak yang berasal dari tanaman tropik. Sebagian besar berasal dari tanaman liar yang dikenal sebagai exotic fats (illipe, shea, sal, kokum), kecuali sawit yang dibudidayakan di kebun (Wainwright 1999). Tidak ada lemak yang dihasilkan secara alami dengan sifat-sifat fisik yang mirip CB. Masing-masing sumber lemak mempunyai kelebihan dan kekurangan TAG CB, sehingga semua alternatif CB dibuat dengan cara pencampuran (blending) dan/atau modifikasi lemak (Soon 1991, Osborn dan Akoh 2002a). CBE dapat diformulasi dari fraksi tengah minyak sawit (palm mid fraction, PMF) yang kaya TAG POP dengan exotic fats yang kaya TAG POS dan SOS. Formulasi suatu CBE yang tepat merupakan seni terbesar dalam teknologi lemak (Shukla 2006).

U ni E ro pa E rop a T imu r A m eri k a U tar a A m eri k a La ti n Asi a A fr ik a /T im u r T en gah Pr od uk C ok la t C on fe ct io ne ry (x 1000 ton ) Nama Wilayah/Kawasan

(4)

Mengingat semakin terbatasnya sumber exotic fats dari alam, maka akhir-akhir ini teknik interesterifikasi enzimatik menjadi salah satu pilihan untuk proses produksi CBE. Interesterifikasi enzimatik termasuk salah satu teknik modifikasi lemak/minyak yang menawarkan pilihan lain untuk strukturisasi TAG yang memungkinkan lebih banyak bahan baku seperti PMF dan minyak kaya oleat lainnya untuk digunakan dalam proses produksi CBE (Wainwright 1999, Fuji Oil Europe 2004). Selama interesterifikasi akan terjadi redistribusi asam lemak dalam TAG, sehingga akan mengubah komposisi lemak dalam TAG. Perubahan jumlah dan jenis TAG tersebut akan mempengaruhi karakteristik fisik minyak dan lemak, seperti sifat pelelehan dan kristalisasi (Idris dan Dian 2005).

Karakteristik penting dari minyak/lemak untuk modifikasi adalah kandungan asam lemak dan distribusinya dalam TAG. Pada banyak modifikasi enzimatik dimana produk yang dikehendaki adalah lipida terstruktur (cocoa butter

equivalents, milk fat substitutes, nutritional lipids), reaksi harus menjamin bahwa

asam lemak pada posisi sn-2 tetap tidak berubah, sehingga digunakanlah lipase spesifik-1,3. Selain itu, harus ada asam lemak yang diinginkan pada posisi sn-2 dari TAG awal. Dengan demikian, pada sintesis CBE lebih difokuskan pada penggunaan TAG dengan asam oleat pada posisi sn-2 sebagai bahan baku awal (Khumalo et al. 2002). Penggunaan lipase spesifik-1,3 sebagai katalis dalam proses produksi CBE lebih menguntungkan untuk substrat berbasis sawit, karena minyak sawit mengandung jumlah signifikan TAG simetrik (POP) yang merupakan satu dari TAG utama yang ada dalam CB (Goh 2002) dan akan lebih mudah untuk dimodifikasi menjadi TAG POS dan SOS sebagai komponen utama CBE (Nielsen et al. 2000).

Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit dunia yang produksinya terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga sangat potensial dalam mendukung berkembangnya produksi CBE secara enzimatik. Menurut Janurianto (2011), total produksi CPO (crude palm oil) Indonesia pada tahun 2010 sebesar 22.3 juta ton dan pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 44 juta ton. Sedangkan luas area tanam pada tahun 2010 diperkirakan 8.2 juta hektar dengan luas area panen sekitar 5.7 juta hektar yang pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 9.7 juta hektar luas area panen (Janurianto 2011). Oleh karena itu, pengembangan produk

(5)

hilir bernilai tambah tinggi menjadi alternatif potensial untuk meningkatkan daya saing produk minyak sawit Indonesia di pasar dunia maupun domestik.

Interesterifikasi enzimatik lebih menawarkan banyak keuntungan dibandingkan dengan interesterifikasi kimia. Reaksi enzimatik lebih spesifik, kondisi reaksinya ringan (mild) serta limbah yang dihasilkannya minimal. Selain itu apabila enzim yang digunakan dalam bentuk amobil, maka dapat digunakan berulang sehingga secara ekonomi lebih menguntungkan (Willis dan Marangoni 2002). Interesterifikasi kimia biasanya bersifat acak dan sulit dihentikan jika reaksi berlangsung sangat cepat, sedangkan reaksi interesterifikasi enzimatik biasanya berlangsung lebih lambat dan lebih mudah untuk dikendalikan.

Interesterifikasi enzimatik untuk sintesis lemak dengan profil TAG yang mirip CB dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi ataupun asidolisis. Transesterifikasi merupakan reaksi pertukaran gugus asil antara dua ester, yaitu antara dua triasilgliserol. Sedangkan asidolisis merupakan reaksi perpindahan gugus asil antara suatu asam dengan suatu ester, atau dapat diartikan sebagai inkorporasi asam lemak bebas baru ke dalam triasilgliserol (Willis dan Marangoni 2002).

Reaksi transesterifikasi enzimatik untuk sintesis CBE antara lain telah dilakukan oleh Chang et al. (1990) dari minyak biji kapas terhidrogenasi sempurna dan minyak zaitun; Liu et al. (1997) dari minyak sawit dan tristearin; Abigor et al. (2003) dari refined, bleached, deodorized palm oil (RBDPO) dan

fully hydrogenated soybean oil (FHSO); serta Liu et al. (2007) dari lard dan

tristearin. Sedangkan reaksi asidolisis enzimatik antara lain telah dilakukan oleh Chong et al. (1992) dari asam stearat dan olein sawit; Mojovic et al. (1993) dari PMF dan asam stearat dalam n-heksana; Satiawihardja et al. (2001) dari asam stearat dan olein sawit dalam n-heksana ; Wang et al. (2006) dari minyak biji teh dan metil palmitat/metil stearat ; Ciftci et al. (2009) dari refined olive pomace oil (ROPO) dan asam palmitat/asam stearat; serta Pinyaphong dan Phutrakul (2009) dari minyak sawit dan metil palmitat/metil stearat.

Selain komponen TAG yang diinginkan, dalam interesterifikasi enzimatik juga dihasilkan berbagai produk samping yang tidak diinginkan, antara lain diasilgliserol (DAG) dan TAG lain yang akan mengganggu kristalisasi produk

(6)

CBE (Wainwright 1999). Oleh karena itu, fraksinasi terhadap hasil interesterifikasi harus dilakukan untuk menghilangkan asilgliserol dan komponen lain yang tidak diinginkan, sehingga diperoleh komponen utama CBE yang lebih murni. Untuk produksi CBE secara interesterifikasi enzimatik dalam industri pangan, biasanya menggunakan campuran substrat minyak dan asam lemak bebas yang dilewatkan melalui suatu reaktor packed bed berisi enzim, diikuti dengan proses distilasi, evaporasi, fraksinasi dan pemurnian (Liu et al. 2007).

Menurut Hashimoto et al. (2001), penggunaan aseton (solven/pelarut polar) lebih selektif terhadap kristalisasi TAG simetrik (StUSt) daripada TAG non-simetrik (StStU), sedangkan heksana (solven/pelarut non polar) cenderung tidak selektif terhadap kristalisasi kedua jenis TAG tersebut. DAG dapat dihilangkan sebagai fraksi cair dengan fraksinasi aseton atau fraksi padat dengan fraksinasi heksana. Di sisi lain, metode fraksinasi kering (pengaturan suhu) lebih murah secara ekonomi dan lebih aman karena tidak menggunakan solven. Oleh karena itu, fraksinasi multitahap sebagai kombinasi dari fraksinasi kering dan fraksinasi solven diasumsikan sebagai metode yang paling sesuai dan efisien untuk mendapatkan komponen TAG simetrik.

Sampai saat ini, belum ada industri di Indonesia yang memanfaatkan teknik interesterifikasi enzimatik dalam proses produksi CBE. Teknik blending masih menjadi pilihan utama dalam proses produksi CBE di Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian ini dikaji proses sintesis komponen CBE dari bahan baku berbasis minyak sawit secara interesterifikasi enzimatik, baik melalui reaksi transesterifikasi maupun asidolisis termasuk proses fraksinasinya. Sebagai katalis digunakan lipase spesifik-1,3 komersial, sehingga sesuai untuk substrat berbasis sawit yang kaya TAG POP untuk menghasilkan TAG khas CBE (POS dan SOS). Selain itu, lipase spesifik-1,3 amobil komersial dari Thermomyces lanuginosa (Lipozyme TL IM) telah tersedia dengan harga yang secara ekonomi bersaing dengan katalis untuk interesterifikasi kimia (Yang et al. 2003).

Disertasi ini tersusun dalam sepuluh bab, bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. Bab kedua berisi tinjauan pustaka secara umum, sedangkan pada bab ketiga diuraikan metodologi penelitian secara garis besar. Hasil-hasil penelitian

(7)

diuraikan secara terperinci dalam bentuk artikel jurnal ilmiah pada bab keempat sampai bab kedelapan. Pada bab-bab tersebut masing-masing dibahas tentang karakterisasi fraksi-fraksi minyak sawit sebagai bahan baku untuk sintesis CBE secara interesterifikasi enzimatik; transesterifikasi enzimatik campuran fraksi minyak sawit dengan minyak kedelai terhidrogenasi sempurna untuk sintesis CBE; fraksinasi produk transesterifikasi enzimatik campuran fraksi minyak sawit dengan minyak kedelai terhidrogenasi sempurna untuk mendapatkan CBE; asidolisis enzimatik fraksi minyak sawit dengan asam stearat untuk sintesis CBE serta fraksinasi produk asidolisis enzimatik minyak sawit dengan asam stearat untuk mendapatkan CBE. Akhirnya pada bab kesembilan diuraikan pembahasan umum terhadap keseluruhan hasil-hasil penelitian serta bab kesepuluh berisi simpulan dan saran dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi proses produksi CBE secara interesterifikasi enzimatik pada skala laboratorium, baik melalui reaksi transesterifikasi maupun asidolisis dari bahan baku berbasis minyak sawit, yaitu RBDPO, Olein Sawit serta sPMF. Selain itu juga dikaji sifat fisikokimia produk, khususnya profil TAG dan profil pelelehannya, dalam setiap tahapan proses produksi, mulai dari bahan baku, tahap interesterifikasi sampai tahap fraksinasi, sehingga diperoleh informasi karakteristik proses reaksi interesterifikasi untuk pengendalian proses produksi CBE.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1 Mengkaji karakteristik fisikokimia fraksi-fraksi minyak sawit (RBDPO, Olein Sawit, sPMF) dan FHSO serta masing-masing campurannya sebagai substrat untuk produksi CBE secara interesterifikasi enzimatik. Selain itu juga karakteristik fisikokimia hasil interesterifikasi maupun produk fraksinasinya yang dihasilkan selama proses produksi CBE.

2 Mengkaji karakteristik proses reaksi interesterifikasi enzimatik selama proses produksi CBE dari bahan baku berbasis minyak sawit, baik reaksi transesterifikasi maupun asidolisis enzimatik.

(8)

3 Menentukan kriteria substrat awal dan hasil interesterifikasinya sebagai parameter untuk proses produksi CBE secara interesterifikasi enzimatik, sehingga menghasilkan produk CBE sesuai standar yang ditetapkan.

4 Mendapatkan informasi karakteristik fisikokimia produk CBE yang dihasilkan untuk memperkaya data produk specialty fats yang telah ada serta sebagai acuan dalam pengembangan produk specialty fats yang diinginkan.

Hipotesis

Komponen utama CBE (triasilgliserol POS dan SOS) dapat disintesis melalui reaksi interesterifikasi enzimatik antara fraksi-fraksi minyak sawit (RBDPO, Olein Sawit dan sPMF) yang kaya triasilgliserol POP (oleat pada posisi sn-2) dengan fully hydrogenated soybean oil (FHSO) yang kaya triasilgliserol SSS (untuk reaksi transesterifikasi) atau dengan asam stearat (untuk reaksi asidolisis), menggunakan katalis lipase spesifik-1,3.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

1 Memberikan informasi tentang teknologi proses produksi CBE secara interesterifikasi enzimatik skala laboratorium serta cara-cara pengendaliannya, sehingga dihasilkan produk CBE sesuai dengan karakteristik yang dikehendaki.

2 Memberikan panduan dalam menentukan pilihan bahan baku (substrat) yang sesuai dengan proses interesterifikasi enzimatik dalam produksi CBE, sehingga dihasilkan produk CBE sesuai dengan karakteristik yang diharapkan. 3 Memberikan informasi tentang karakteristik produk CBE yang dihasilkan

serta aplikasi yang sesuai dengan karakterisitik produk CBE tersebut untuk produk-produk pangan.

4 Memberikan alternatif dalam pengembangan produk hilir sawit serta memberikan nilai tambah bagi produk berbasis sawit.

Gambar

Gambar 1.1  Konsumsi makro secara global produk coklat confectionery                              (Balle 2006)

Referensi

Dokumen terkait

[9] Heri Hermansyah, Septhian Marno, Rita Arbianti, Tania Surya Utami, Anondho Wijanarko, “Interesterifikasi Minyak Kelapa Sawit dengan Metil Asetat untuk Sintesis

Selama ini proses produksi minyak daun cengkeh menggunakan bahan baku yang bersumber dari limbah tanaman cengkeh, yakni tangkai dan daun yang telah gugur sehingga hal ini

Sanitasi bahan baku dilakukan dengan memastikan TBS kelapa sawit yang telah dipanen untuk segera diangkut ke pabrik dan diolah, sehingga waktu tunggunya tidak

Keterkaitan antara pertanian dengan industri penyulingan minyak atsiri dapat diketahui dengan keterkaitan ke belakang terhadap bahan baku yang berhubungan dengan petani tanaman

Untuk mengetahui besar nilai tambah yang diberikan minyak atsiri pada serai wangi sebagai bahan baku maka diperlukan analisis nilai tambah sehingga bisa diketahui apakah

Di bab ini akan berisikan mengenai sistem pemesanan bahan baku, penilaian kinerja pemasok, analisa pemilihan pemasok serta pembahasannya dengan menggunakan metode Balance

Bahan baku minyak jarak pagar yang digunakan di dalam penelitian ini mengandung asam lemak bebas yang tinggi, sehingga proses pembuatan biodiesel juga meliputi tahap

Peng- gunaan lipase spesifik-1,3 sebagai katalis dalam proses produksi CBE lebih meng- untungkan untuk substrat berbasis sawit, karena minyak sawit dan fraksi-fraksinya