Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 DETEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS METODE PCR PADA
SPUTUM PEROKOK AKTIF DENGAN RIWAYAT KONTAK SERUMAH PENDERITATB DI PUSKESMAS WAARA
Sanatang1, Sri Anggarini Rasyid2, Waino3
chemistana82@yahoo.com1,anggarini.09@gmail.com2,inofara@gmail.com3
STIKES Mandala Waluya ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) dan merokok merupakan dua masalah yang berdampak besar bagi kesehatan di dunia. Merokok dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dapat terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan bagaimana infeksi tuberkulosis (TB) dapat berlanjut menjadi penyakit TB aktif. Tujuan umum penelitian ini adalah Untuk Mengetahui deteksi mycobacterium tuberkulosis pada sputum perokok aktif dengan riwayat kontak penderita tb di puskesmas Waara dengan menggunakan PCR (Polymerase
Chai Reaction). Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Observasional secara laboratoris. Desain penelitian yang di gunakan adalah desain cross
sectional. Populasi dari penelitian ini adalah 9 orang Perokok aktif yang kontak serumah
dengan penderita TB di puskesmas Waara. Dengan Metode pengambilan sampel yang di gunakan adalah total sampling.
Berdasarkan Hasil penelitian deteksi Mtb metode PCR pada sputum perokok Aktif dengan riwayat kontak penderita TB diperoleh dengan 2 sampel (22.22%) yang positif sedangkan penderita TB Negatif 7 sampel (77.77). Jadi dapat disimpulkan bahwa deteksi Mtb menggunakan PCR menunjukan hasil yang lebih akurat, karena dapat mengidentifikasi bakteri Mtb yang Bukan (+) pada pemeriksaan mikroskopik
Kata Kunci : Mtb , kontak serumah, perokok Aktif, PCR,
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit infeksi kronik. TB paru sampai saat ini menjadi ancaman dan perhatian dunia. Saat ini TB termasuk 10 penyebab kematian teratas di dunia tahun 2015 dan diestimasi sekitar 10,4 juta kasus baru TB (Tuberculosis) di dunia. Terdapat 6 negara yang menempati sekitar 60% kasus baru di dunia yaitu: India, Indonesia, China, Nigeria, Pakistan,
dan Afrika Selatan. Secara global, angka kematian TB sekitar 22% dari total kematian dunia dari tahun 2000 sampai 2015. Pada tahun 2015, terdapat 1,8 juta orang meninggal akibat terinfeksi TB (Kurniawan dkk, 2016).
Di Asia Tenggara angka kejadian baru tahun 2015 ialah 4,7 juta kasus sedangkan angka kematiannya mencapai 74 ribu kasus. Di Indonesia tahun 2016 dilaporkan terdapat 156.723 kasus TB.
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 Pada tahun 2015 total kasus yang
dilaporkan sebesar 333.119 yang didiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologi. Berdasarkan karakteristik penduduk, prevalensi TB paru cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, taraf pendidikan dan status pekerjaan (Kurniawan dkk, 2016).
Berdasarkan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 ditemukan 3.105 kasus BTA positif menurun dibandingkan tahun 2015 dengan jumlah 3.268 kasus. Seperti tren yang terjadi di tahun – tahun sebelumnya, penemuan kasus baru tertinggi yang dilaporkan masih berasal dari tiga kabupaten yaitu Kabupaten Muna, Konawe dan Kota Kendari. Jumlah kasus baru di tiga kabupaten tersebut mencapai > 50 % dari keseluruhan kasus baru BTA positif Sulawesi Tenggara.
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaaan fisik, gambaran radiologis, pemeriksaan laboratorium, dan uji tuberculin. Diagnosis TB paru yang digunakan saat ini secara rutin di laboratorium termasuk rumah sakit dan puskesmas adalah diagnosis bakteriologis dengan teknik mikroskopis basil tahan asam (BTA). Namun, metode ini pada beberapa pasien TB terbilang cukup
rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena konsentrasi bakteri M. tuberculosis pada cairan serebrospinal rendah (Lynda, 2012).
Teknik mikroskopis dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat tetapi teknik ini kurang sensitif dibutuhkan paling sedikit 500 mikrobakterial/ml spesimen sputum untuk mendapatkan hasil yang positif, yang merupakan kendala pada kasus ini, karena umumnya lebih bamyak jumlah mikroba dalam sputum penderita (Adi,2013).
Berbagai metode untuk melakukan diagnosis TB, diantaranya modifikasi kultur bakteri (MGIT, MODS), modifikasi pewarnaan (modified Ziehl-Neelsen, Auramine) hingga pemeriksaan metode Xpert MTB/RIF (GeneXpert) (Kemenkes, 2016). Pemeriksaan Genxpert dengan pemeriksaan Xpert MTB/RIF merupakan uji cepat (rapid test) untuk diagnosis penyakit TB tetapi di Indonesia hanya dipakai untuk pasien TB gagal pengobatan, TB relaps maupun TB-HIV dan memiliki sistem operasional yang tergolong rumit.
Pada tahun 2010, WHO merekomendasikan penggunaan GeneXpert sebagai alat diagnosis awal pada pasien MDR-TB dan pasien TB yang mengidap penyakit HIV. GeneXpert telah
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 tersedia di berbagai negara di dunia
termasuk di Indonesia dan lebih banyak digunakan pada pasien TB paru. Pada bulan Oktober 2013, WHO membuat kebijakan baru bahwa pemeriksaan
GeneXpert direkomendasikan untuk
mendiagnosis TB paru, TB pada anak, TB ekstraparu, dan juga resistensi rifampisin. Susanty dkk (2015) dalam Uji Diagnostik
GeneXpert MTB/RIF Di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan menyatakan bahwa GeneXpert MTB/RIF mempunyai sensitivitas tinggi untuk mendiagnosa TB MDR. Namun, pada berbagai kasus menunjukan bahwa hasil pemeriksaan TB tidak relevan antara penggunaan metode mikroskopik dan
GeneExpert terhadap pemeriksaan BTA
metode mikroskopik menunjukan hasil positif, sedangkan dengan metode
GeneXpert menunjukan hasil yang
negatif.
Berdasarkan uraian diatas penulis merumuskan penelitian dengan judul
“Perbandingan hasil pemeriksaan
Mycobacterium tuberculosis pada sampel
sputum menggunakan metode
Mikroskopik dan Gen eXpert”.
METODE
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional analitik secara
laboratoris. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif yakni untuk melihat hasil pada sampel penelitian yakni pemeriksaan menggunakan metode mikroskopik dan metode gen eXpert. HASIL PENELITIAN
a. Distribusi Hasil Pemeriksaan Mycobacetrium tuberculosis Metode Mikroskopik
Distribusi hasil pemeriksaan
Mycobacetrium tuberculosis Metode
Mikroskopik dapat dilihat pada table 1: Table 1 Distribusi Hasil Pemeriksaan
Mycobacetrium tuberculosis
Metode Mikroskopik Variabel Hasil (%) Mikroskopik Positif Negatif
4 (57,1%) 3 (42,9%) Sumber: Data Primer 2019
Table 1 menunjukan bahwa jumlah hasil pemeriksaan Mycobacterium
tuberculosis yang diperiksa dengan
menggunakan metode mikroskopik memiliki hasil positif sebanyak 4 sampel atau sekitar 57,1% sedangkan hasil negatif sebanyak 3 sampel atau sekitar 42,9%. b. Distribusi Hasil Pemeriksaan
Mycobacterium Tuberculosis Metode GeneXpert
Distribusi hasil pemeriksaan
Mycobacetrium tuberculosis Metode
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 Table 2 Distribusi Hasil Pemeriksaan
Micobacetrium Tuberculosis Metode GeneXpert
Variabel Hasil (%)
GeneXpert Positif Negatif
4 (57,1%) 3 (42,9%) Sumber: Data Primer 2019
Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah hasil pemeriksaan Mycobacterium
tuberculosisyang diperiksa dengan
menggunakan metode GeneXpertmemiliki hasil positif sebanyak 4 sampel atau sekitar 57,1% sedangkan hasil negatif sebanyak 3 sampel atau sekitar 42,9%. c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan wilcoxon signed
ranks test. Adapun hasil uji hipotesis
dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3 Uji Hipotesis Penelitian
Variabel Mean n Sig. (2-tailed) GeneXpert,
Mikroskopik 1.50 7 1.000 Sumber: Data Primer 2019
Tabel 3 menunjukan bahwa hasil uji hipotesis tidak memiliki nilai sig 1,000 > α (0,05) maka tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara Hasil Pemeriksaan
Mycobacterium tuberculosis
Menggunakan Metode Mikroskopikdan
Gene Xpert Pada Sampel Sputumdi RSUD
Kab. Muna. PEMBAHASAN
PemeriksaanMycobacterium tuberculosis sangat penting dilakukan untuk mendeteksi bakteri tahan asam (BTA). Ada banayak metode yang dapat digunkana untuk mendeteksi BTA antara lain mikroskopik, kultur, geneXpert dan foto rontgen. Metode yang paling sering digunakan adalah metode mikroskopik karena dapat dilakukan di puskesmas-puskesmas dan biayanya murah.Di beberapa daerah di Indonesia metode mikroskopis tidak lagi digunakan digantikan dengan geneXpert karena lebih efisien waktu. Pada penelitian ini, pemeriksan Mycobacterium tuberculosis dilakukan dengan menggunakan metode mikroskopik dan metode geneXpert.
Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan BTA metode mikroskopik dan geneXpert adalah sputum karena kuman TB paling sering menyerang paru-paru. Dalam pemerikaan BTA ada beberapa kriteria specimen sputum yang dijumpai di laboratorium diantaranya,
purulen yaitu kondisi sputum dalam
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 yaitu kondisi sputum dalam keadaan
kental, kuning kehijauan, mukoid yaitu kondisi sputum dalam keadaan berlendir dan kental, hemoptisis yaitu kondisi sputum dalam keadaan bercampur darah,
saliva yaitu air liur. Cara menentukan
kualitas sputum yang baik dapat dilihat secara makroskopik dilihat dari warna, kekentalan dan jumlah sputum yaitu sputum berwarna kuning kehijauan mukopurulen, kental atau mukoid serta berjumlah 3-5 ml (Widyowati., dkk 2007). Penelitian ini dilakukan terhadap 7 orang responden dan didapatkan hasil yang positif terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis pada kelompok umur 20-40
tahun yaitu 2 orang (28,6%), pada kelompok umur 41-61 tahun sebayak 1 orang (14,2%) dan pada kelompok umur 62-82 tahun sebanyak 1 orang (28,5%). Hal ini dapat diasumsikan karena pada kelompok umur 20-40 tahun adalah usia produktif yang lebih banyak menggunakan waktu untuk bekerja dan sedikit beristrahat, tingkat stres lebih tinggi serta berinteraksi dengan banyak orang sehingga resiko terpapar meningkat pula. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dotulong dkk., (2015) bahwa kelompok usia produktif beresiko menderita TB paru karena pada usia produktif cenderung memiliki
mobilitas tinggi sehingga kemungkinan terpapar kuman Mycobacterium tuberculosis lebih tinggi (Dotulong dkk.,
2015)
Berdasarkan jenis kelamin (Tabel 1) dari 3 responden laki-laki dan 4 responden perempuan diperoleh hasil 2 orang responden laki-laki (66.67%) dan 2 orang responden perempuan (50%) menderita TB paru. Mobilitas responden laki-laki yang lebih tinggi disertai kebiasaan merokok dan alkoholik kemungkinan menjadi penyebab tingginya persentase kejadian TB paru pada laki-laki dibandingkan dengan kejadian TB paru pada responden perempuan. Sejalan dengan pernyataan Dotulong dkk., (2015)yang menyatakan bahwa pada laki-laki penyakit TB Paru lebih tinggi dibandingkan pada perempun karena kebiasaan laki-laki yang sering merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol yang dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh. Sehingga wajar bila perokok dan peminum alkohol sering disebut sebagai agen dari penyakit TB Paru. (Dotulong dkk., 2015).
Pada Tabel 2 menunjukan variasi tingkat pendidikan responden. Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan metode mikroskopik dari 4 responden yang positif menderita TB paru 2
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 diantaranya (50%) berpendidikan SMA, 1
orang (25%) Strata Satu dan 1 orang (25%) tidak bersekolah. Berbeda dengan Oktavia dkk., (2017) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kejadian TB paru, orang berpendidikan rendah menjadi penyebab meningkatnya resiko terkena TB paru dibandingkan dengan orang yang berpendidikan tinggi. Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah responden yang sedikit sehingga hasil yang didapatkan tentang hubungan tingkat pendidikan terhadap kejadian TB paru tidak sesuai dengan teori yang ada.
Berdasarkan metode yang digunakan pada pemeriksaan
Mycobacterium tuberculosis dalam
penelitin ini ada ditemukan sampel yang hasilnya berbeda antara metode mikroskopik dan geneXpert.Hasil
pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis pada 7 sampel sputum menggunakan metode GeneXpert didapatkan hasil 4 sampel yang positif (57,1%) dan 3 sampel (42,9%) sampel negatif sedangkan dengan menggunakan metode mikroskopik didapatkan hasil 4sampel (57,1%) yang positif dan 3 sampel (42,9%) negatif. Didapatkan 1 sampel dengan hasil metode RT-PCR GeneXpert yang MTB
negatif,namun hasil metode mikroskopik adalah MTBpositif (false negatif). Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena sampel sputum terdapat BTA namun bukan
Mycobacterium tuberculosis atau dikenal
dengan Nontuberculosis Mycobacterium (NTM), sehingga pemeriksaan dengan metode RT-PCR GeneXpert tidak dapat mendeteksinya. Sedangkan metode mikroskopik dengan pewarnaan ziehl neelsen selain dapat mewarnai kuman M.
tuberculosis, juga dapat mewarnai BTA Nontuberculosus Mycobacterium (NTM)
sehingga dapat menimbulkan hasil mikroskopik positif.
Pada 1 sampel lainnya juga didapatkan perbedaan hasil pemeriksaan dimana metode RT-PCR GeneXpert MTB positif,namun hasil pada metode mikroskopik adalah MTB negatif. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena jumlah kuman M. tuberculosis pada sampel berjumlah <5000 kuman/ml, sehingga pemeriksaan dengan metode mikroskopik tidak dapat mendeteksinya. Sedangkan metode RT-PCR GeneXpertdapat
mendeteksi kuman M. tuberculosis
yangjumlahnya minimal 131 kuman/ml. sehingga metode GeneXpert lebih sensitif dari metode mikroskopik (Kurniawandkk., 2016).
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 Sejalan dengan penelitian Eka
(2016) dari hasil uji diagnostik dengan
geneXpert untuk mendiagnosis TB paru
BTA negatif didapatkan sensitivitas 83.33%, spesifitas 95.46% dan akurasi 90%.
Efektivitas RT-PCR GeneXpert juga lebih sensitif dibanding pemeriksaan dengan metode mikroskopik karena pada metode mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) harus diperiksa dalam keadaan hidup dalam waktu kurang dari dua jam agar warna terlihat jelas. Sedangkan menggunakan metode GeneXpert M.
tuberculosis yang sudah mati tetap
terdeteksi karena yang dideteksi adalah DNA dari kuman tersebut (Harsono Fitri, 2018).
Metode mikroskopik mendeteksi adanya(BTA) secara jelas dengan menggunakan mikroskop pewarnaanZiehl Neelsen yang memberikan latar belakang berwarna biru terang dan basiltampak jelas berwarna merah (Nova Wijaya, 2018).
Berdasarkan pengertian dari sensitivitas yaitu ukuran yang mengukurseberapa baik sebuah test skrining mengklasifikasikan orang yang sakit benar-benarsakit. Sedangkan spesifisitas yaitu ukuran yang mengukur seberapa baik sebuah test skrining
mengklasifikasikan orang yang tidak sakit sebagai orang yang benar-benar tidak memiliki penyakit (Wijaya, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Adi, 2013.Jurnal media analis kesehatan.Makassar. Diakses
pada tanggal 21 April 2018 pukul 09.06 wita
Aditama, T.Y., 2006. Fixed Dose
Combination for TB
Treatment.Med J Indones Vol.
12 No. 2.
Ahmad Haris Alhasan, 2014.
Perbandingan Hasil
Pemeriksaan Mikroskopik
Bakteri Tahan Asam Dan
Genexpert Pada Pasien
Suspek MDR-TB. Eectronic
thesis and disertasion. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Amin dkk, 2009.Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III.Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Aris Setiono,2011. Uji Diagnostik PemeriksaanImmunochromato graphic Tuberculosis (ICT
TB)Dibandingkan Dengan
Pemeriksaan Bta SputumPada
Tersangka Penderita Tb
ParuDi RSUP Dr Kariadi Semarang. Karya tulis ilmiah.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Bernardelli Amelia, 2007. Manual de Procedimientos.Clasificación
fenotípica de
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 Laboratoriy Control
Tecnico.Availableon:http://w ww.senasa.gov.ar/Archivos/Fi le/File1443- mlab.pdf-BioSource International, Inc. Alamar blue™ ordening information. Catalog number DAL 1100.Cardoso S
Cepheid GeneXpert GXM TB/RF, 2010. Cepheid GeneXpert GXM TB/RF, Jakarta; RS Pengayoman Cipinang
Danusantoso, Halim. 1999. Ilmu Penyakit
Paru. Jakarta: Penerbit
Hipokrates
Depkes RI, 2007, Pedoman Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis, edisi 2 cetakan
pertama, Jakarta
Depkes RI, 2008, Pedoman Nasional
Penggulangan Tuberkulosis, Jakarta
Dwi Rahayu Sukraningsih, 2018.Perbedaan Hasil
Pemeriksaan Basil Tahan
Asam Metode Ziehl Neelsen Dan Genexpert.Undergraduate
thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang Elva Susanty dkk, 2015.Uji Diagnostik
Genexpert MTB/RIF Di
Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik
Medan.Jurnal Biosains Vo. 1
No. 2. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara DenrisonPurba dkk, 2016.Perbandingan
Pemeriksaan Basil Tahan
Asam Metodedirec Smear Dan Metode Imunochromatographi
Test Pada Tersangka
Penderita Tuberkulosis Paru Di UPT. Kesehatan Paru Masyarakat Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara.
Jurnal Analis Laboratorium Medik. Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas Sari Mutiara Indonesia
Eka Kurniawan dkk, 2016.Nilai
Diagnostik Metode “Real Time” PCR GeneXpert pada TB Paru BTA Negatif.Jurnal
Kesehatan Andalas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND/RSUP dr. M. Djamil Padang
FitriHaryanti Harsono, 2018. Metode Deteksi TBC Terbaru Jakarta Gandasoebrata R, 2010. Penuntun
Laboratorium Klinik.Cetakan
ke 15, Jakarta : Dian Rakyat Nurlia Naim dkk, 2018.Performa Tes
Cepat Molekuler Dalam
Diagnosa Tuberkulosis Di
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. Jurnal
Media Analis Kesehatan, Vol. 9, No.2. poltekkes-mks
Niken Ayu Paramitha dkk, 2018.Perbandingan
Positivitas Metode MODS,
Pewarnaan ZN, dan
GeneXpert untuk Mendeteksi M. tuberculosis pada Pasien
Meningitis TB. Majalah
Kedokteran Bandung, Volume 50 No. 4, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia
Notoadmojo, S. 2007. Ilmu kesehatan
masyarakat dan seni. Jakarta:
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari Vol.4 No.1, Juli 2020 Kemenkes RI, 2011. Pedoman nasional
pengendalian tuberculosis.
Jakarta
Kemenkes RI, Direktorat Jendral Bina
Upaya Kesehatan, Standar
Prosedur Operasional Pemeriksaan Mikroskopis TB, Jakarta, 2012.
Kementerian Kesehatan RI, 2016. Info
Data Tuberkulosis
Indonesia.Jakarta
Kementerian Kesehatan RI, 2017. Data dan Informasi: Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Kurniawan, E. dan Arsyad, Z., 2016.Nilai
Diagnostik Metode “Real
Time” PCR GeneXpert pada TB Paru BTA Negatif. Jurnal
Kesehatan Andalas 5(3), pp. 730–738.
Lestari,E 2005. Nilai diagnostik pemeriksaan mikroskopis basil
tahan asam metode
konsentrasi dibandingkan
dengan kultur pada sputum tersangka tuberculosis paru.
Universitas diponegoro semarang.
Lynda, A. (2012). Rapid TB Test. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Retrieved Desember 12, 2017, from ppti.info/ArsipPPTI/PPTI- Jurnal-Maret-2012.pdf
Palomino, J.C., S.C Leao, and V. Ritacco.(2007). Tuberculosis 2007.First
Edition.www.Tuberculosistext book.com.
Supriyadi, 2003, Hubungan Kontak Serumah Dan Faktor Lain
Terhadap Kejadian TB Paru
BTA Positif di Kota
Banjarmasin Tahun 2003,
Tesis PS IKM Universitas Indonesia, Depok.
Syahruni H, 2010. Analisis hasil
pemeriksaan basil tahan asam
(BTA) dengan pewarnaan
ziehl neelsen dan pemeriksaan serologi metode rapid test TB
pada penderita suspek tuberculosis
paru. Universitas Hasanudin
Makassar
Sylvia R, 2011. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingginya
angka suspek tuberculosis dipuskesmas perawatan ratu agung. Universitas Bengkulu
Tanwar H, 2014. Bakteriologi I. DIII
Analis kesehatan Makassar.
Hal:28.
Tasso MP.; Martins MC.; Mizuka SY; Saraiva CM.; Silva MA. (2003). Cord formation and Colony morphology for the presumptive Identification of Mycobacterium tuberculosis complex.Brazilian Journal of Microbiology. 34:171-174. Raisuli Ramadhan, 2017. Deteksi Mycobacterium tuberculosis Dengan
Pemeriksaan Mikroskopis Dan Teknik Pcr Pada Penderita
Tuberkulosis Paru Di
Puskesmas Darul
Imarah.Jurnal Penelitian
Kesehatan. Loka Litbang Biomedis. Aceh