• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Relevan - ASANTI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Relevan - ASANTI BAB II"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul Konflik psikologis tokoh utama dalam novel Norakarya Putu Wijaya (Kajian Psikologi sastra) yang dilakukan oleh Frengki Umbu Gela mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2014. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertama,wujud konflik psikologis tokoh utama Mala, meliputi kecemasan, pertentangan, perbedaan prinsip, kebimbangan, merasa tidak dihargai, penasaran, frustasi. Kedua, faktor yang menyebabkan konflik psikologis tokoh utama meliputi kenyataan tidak sesuai harapan, hadirnya perasaan baru, ketidaknyamanan dengan kondisi yang ada, munculnya informasi baru, terjebak dalam situasi rumit, tuduhan yang tidak sesuai kenyataan, munculnya pandangan baru. Ketiga, sikap tokoh utama dalam menghadapi konflik psikologis meliputi penolakan, rasionalisasi, identifikasi, asketisme, represi, regresi, proyeksi, sublimasi.Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Frengki Umbu Gela dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada sumber datanya.sumber data yang peneliti gunakan yaitu kumpulan cerpen Kawin Muda karya Jajak MD.Sedangkan penelitian yang Frengki Umbu Gela sumber datanya adalah novel Nora karya Putu Wijaya.

(2)

7

perbedaan prinsip, bertahanmenjadi diri sendiri, selalu menjadi sasaran, keinginan yang tidak sesuai kenyataan, bimbang dan merasa tidak dihargai, perbedaan prinsip, bertahan menjadi diri sendiri, selalu menjadi sasaran kesalahan, keinginan yang tidak sesuai kenyataan, bimbang dan merasa bersalah. Kedua faktor penyebab konflik tokoh Amelia meliputi kondisi lingkungan yang tidak mendukung, tuduhan yang tidak sesuai kenyataan, kenyataan yang tidak sesuai harapan, niat baik yang tidak terbalaskan, keputusan yang sudah bulat, ketakutan terhadap dosa, putusnya informasi.Ketiga sikap yang ditujukkan tokoh Amelia dalam menghadapi konflik meliputi individuasi, menerima keadaan, menghindari konflik, tetap melakukan yang terbaik, berharap ada pertolongan dari orang lain, keinginan melakukan perubahan, berserah diri kepada Alloh, dan menyimpan rahasia.Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Hermawan Tri Wibowo dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada sumber datanya.sumber data yang peneliti gunakan yaitu kumpulan cerpen Kawin Muda karya Jajak MD.Sedangkan penelitian yang Hermawan Tri Wibowo sumber datanya adalah novel Ibuku Tak Menyimpan Surga Di Telapak Kakinya Karya Triani Retno A.

(3)

8

penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk konflik psikologis, fakor penyebab konflik psikologis, dan akibat yang ditimbulkan dari konflik psikologis yang dialami tokoh utama pada novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur Karya Muhidin M. Dahlan.Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Shofiyatun dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada sumber datanya.sumber data yang peneliti gunakan yaitu kumpulan cerpen Kawin Muda karya Jajak MD.Sedangkan penelitian yang Shofiyatun sumber datanya adalah novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur Karya Muhidin M. Dahlan.

B. Hakikat Cerpen

Peneliti menggunakan beberapa landasan teori dalam penelitian ini. Landasan teori yang pertama adalah pengertian cerpen. Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek (Nurgiyantoro, 2012: 10). Sebuah cerpen bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan bagian dari novel yang belum dituliskan (Sayuti, 2000:8). Cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat pemadatan, pemusatan, dan pendalaman, dan semuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktural yang diisyaratkan oleh panjang cerita itu.

(4)

9

cerpennya dalam waktu singkat. Seperti yang dikatakan Aziez dan Hasim (2010: 33) salah satu ciri khas cerita pendek adalah ia biasanya akan terbaca habis hanya dalam sekali duduk.

Panjang pendek cerpen berbeda-beda. Menurut Nurgiyantoro (2012: 10) ada cerpen yang pendek (short short story) bahkan mungkin pendek sekali berkisar 500-an kata, ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story) yang terdiri dari puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata.Cerpen lebih mengutamakan penonjolan konflik atau ketegangan dan terfokus pada satu situasi yang akan selesai hanya dalam satu episode cerita. Berbeda dengan novel, cerpen tidak menggunakan plot kompleks karena bentuknya yang pendek. Aziez dan Hasim (2010: 33) mengatakan bahwa cerpen cenderung membatasi diri pada rentang waktu yang pendek, melainka menunjukan adanya perkembangan dan kematangan watak pada diri tokoh.

Simpulan dari seluruh uraian tersebut adalah cerpen merupakan cerita yang pendek namun di dalamnya terdapat kebulatan ide dan jalinan peristiwa yang utuh, sehingga pembaca tetap akan dapat merasakan konflik dan sensasi kejutan dari cerpen yang dibacanya meskipun hanya dikemas dalam satu episode cerita. Hal tersebut terjadi karena cerpen mengandung pemadatan, pemusatan, dan pendalaman kualitas cerita.

C. Tokoh dan Penokohan

2. Tokoh

(5)

10

berbagai cara agar terlihat benar-benar hidup. Tokoh dalam cerita ini merujuk pada orang atau individu yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita, yaitu orang atau individu yang akan mengaktualisasikan ide-ide penulis (Kurniawan dan Sutardi, 2011: 65). Tokoh-tokoh tersebut diperlakukan layaknya manusia yang dibiarkan bertindak dan berpikir sesuai dengan konteks cerita.

Tokoh cerita menempati posisi penting sebagai perantara antara penulis dan pembaca. Tokoh bertindak sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Tidak jarang penulis menjadikan tokoh seakan dipaksa mengikuti pikiran penulis sehingga tokoh tampil layaknya penceramah. Jalannya cerita pun menjadi menjenuhkan dan tidak alamiah menurut Sayuti (2000: 69), sedangkan menurut Nurgiyantoro (2012: 165) sebagian besar pembaca mengharapkan adanya tokoh-tokoh fiksi yang bersifat alamiah (natural), dalam arti bahwa tokoh-tokoh itu memiliki kehidupan atau berciri hidup. Sebagai individu rekaan, tokoh dibekali dengan berbagai macam watak yang menggerakkan tokoh untuk berbuat sesuatu sehingga cerita menjadi lebih hidup. Watak, perwatakan, karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh, terutama kualitas pribadi seorang tokoh ketika menemui berbagai masalah dalam hidupnya.

(6)

11

memiliki karakter tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa-peristiwa dalam cerita.Walaupun tokoh cerita “hanya” merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan yang disandangnya. Jika terjadi seorang tokoh bersikap dan bertindak secara lain dari citranya yang telah digambarkan sebelumnya, dan karenanya merupakan suatu kejutan, hal itu haruslah tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi plot sehingga cerita tetap memiliki kadar plausilibitas. Atau, kalaupun tokoh itu bertindak secara “aneh” untuk ukuran

kehidupan yang wajar, maka sikap dan tindakannya itu haruslah tetap konsisten. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Keadaan ini justru sering dapat berakibat kurang menguntungkan para tokoh cerita itu sendiri dilihat dari segi kewajarannya dalam bersikap dan bertindak. Tidak jarang tokoh-tokoh cerita dipaksa dan diperalat sebagai pribadi kurang berkembang. Secara ekstrem boleh dikatakan, mereka hanya sebagai robot yang selalu tunduk pada kemauan pengarang dan tak memiliki kepribadian sendiri. Tokoh cerita seolah-olah hanya sebagai corong penyampai pesan, atau bahkan mungkin merupakan refleksi pikiran, sikap, pendirian, dan keinginan-keinginan pengarang (Nugiyantoro, 2012: 167).

(7)

12

dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikankedalam beberapa jenis,sebagai berikut (a). Tokoh utama dantokoh tambahan (b). Tokoh protagonis dan tokoh antagonis (c). Tokoh sederhana dan tokoh bulat (d).Tokoh statis dan tokoh berkembang (e).Tokoh tipikal dan tokoh netral.

f. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro 2012:177). Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main chacarter), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya sastra yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, yang mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsug ataupun tak langsung.

g. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

(8)

13

mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh tertentu, memberikan simpati dan empati, melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, 2012: 178).

Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi yang secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, 2012:178-179). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca. Maka, kita sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula halnya dalam menyikapinya. Pendek kata, segala apa yang dirasa, dipikir, dan dilakukan tokoh itu sekaligus mewakili kita.Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik ataupun batin. Konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus hanya yang disebabkan oleh tokoh antagonis seorang (beberapa orang) individu. Ia dapat disebabkan oleh hal-hal lain yang di luar individualitas seseorang. Misalnya bencana alam, kecelakaan, lingkungan alam dan sosial, aturan-aturan sosial, nilai-nilai moral, kekuasaan dan kekuatan yang lebih tinggi, dan sebagainya (Nurgiyantoro2012:179).

h. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

(9)

14

kualitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu (Nurgiyantoro 2012:182). Tokoh sederhana dapat saja melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu akan dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan itu. Dengan demikan, pembaca akan dengan mudah memahami watak dan tingkah laku tokoh sederhana. Ia mudah dikenal dan dipahami, lebih familiar, sudah biasa, atau yang stereotip, memang dapat digolongkan sebagai tokoh-tokoh yang sederhana (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2012 :182).

Tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2012: 183).

i. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

(10)

15

berkembang (developing character). Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, 2012: 188). Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antarmanusia. Jika diibaratkan, tokoh statis adalah bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan walau tiap hari dihantam dan disayang ombak. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.

Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar dirinya, dan adanya hubungan antarmanusia yang memang bersifat saling mempengaruhi itu, dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya. Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian, akan mengalami perkembangan dan atau perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara keseluruhan.

j. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

(11)

16

(typical character) dan tokoh netral (neutral character). Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, 2012: 190-191), atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada di dunia kita. Penggambaran itu tentu saja bersifat tidak langsung dan tidak menyeluruh, dan justru pihak pembacalah yang menafsirkannya secara demikian berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan persepsinya terhadap tokoh di dunia nyata dan pemahamannya terhadap tokoh cerita di dunia fiksi.

Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir atau dihadirkan semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadirannya tidak berpotensi untuk mewakili atau menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya, seseorang yang berasal dari dunia nyata. Atau paling tidak, pembaca mengalami kesulitan untuk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili dari kenyataan di dunia nyata.

2. Penokohan

(12)

17

2012: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan

“perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana

perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik pewujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Jadi, dalam istilah penokohan itu sekaligus terkandung dua aspek: isi dan bentuk. Sebenarnya, apa dan siapa tokoh cerita itu tak penting benar selama pembaca dapat mengidentifikasi diri pada tokoh-tokoh tersebut (Jones dalam Nurgiyantoro, 2012: 166), atau pembaca dapat memahami dan menafsirkan tokoh-tokoh itu sesuai dengan logika cerita dan persepsinya.

Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita baik keadaan lahirnya ataupun keadaan batinnya yang dapat berupa; pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya (Suharianto, 2005:75). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah pelukisan atau penciptaan citra tokoh yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Nurgiyantoro (2012: 276) secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) teknik ekspositori dan (b) teknik dramatik.

(a) Teknik Ekspositori

(13)

18

hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku,atau juga bahkan ciri fisiknya (Nurgiyantoro, 2012: 279).

(b) Teknik Dramatik

Pada teknik dramatik ini, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriaannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku,dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

Nurgiyantoro (2012: 285) mengatakan penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu sebagai berikut (1) Teknik cakapan (2) Teknik tingkah laku (3) Teknik pikiran dan perasaan (4) Teknik arus kesadaran (5) Teknik reaksi tokoh (6) Teknik reaksi tokoh lain (7) Teknik pelukisan latar (8) Teknik pelukisan fisik.

(1) Teknik Cakapan

(14)

19

(2) Teknik Tingkah Laku

Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan nonverbal, yaitu fisik. Apa yang dilakukan tokoh dalam wujud tindakan dan tingkah laku, misalnya menunjukkan reaksi, tanggapan, sikap dan sifat dapat mencerminkan sifat-sifat kedirian tokoh cerita (Nurgiyantoro 2012: 288).

(3) Teknik Pikiran dan Perasaan

Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikir dan dirasakan oleh tokoh akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya. Perbuatan dan kata-kata merupakan wujud konkret tingkah laku pikiran dan perasaan. Dengan demikian, teknik pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalam teknik cakapan dan tingkah laku (Nurgiyantoro 2012: 289).

(4) Teknik Arus Kesadaran

Teknik arus keadaan berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Arus kesadaran berusaha menangkap dan mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang hanya terjadi di batin, baik yang berada di ambang kesadaran maupun ketaksadaran, termasuk kehidupan bawah sadar (Nurgiyantoro 2012: 291).

(5) Teknik Reaksi Tokoh

(15)

20

dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya (Nurgiyantoro 2012: 293).

(6) Teknik Reaksi Tokoh Lain

Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar dan lain-lain. Reaksi tokoh juga merupakan teknik penokohan untuk menginformasikan kedirian tokoh kepada pembaca (Nurgiyantoro 2012: 294).

(7) Teknik Pelukisan Latar

Pelukisan suasana latar, khususnya pada awal cerita dimaksudkan sebagai penyituasian pembaca terhadap suasana cerita yang akan disajikan. Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula di pihak pembaca (Nurgiyantoro 2012: 295).

(8) Teknik Pelukisan Fisik

Pelukisan keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika tokoh tersebut memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif. Di samping itu, juga dibutuhkan untuk mengefektifkan dan mengkonkretkan ciri-ciri kedirian tokoh yang telah dilukiskan dengan teknik yang lain (Nurgiyantoro 2012: 296).

D. Psikologi Kepribadian

Berikut ini akan dipaparkan teori tentang psikologi kepribadian dan konflik psikologis dari berbagai sumber.

1. Teori Psikologi Kepribadian

(16)

21

ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan.Dalam sejarah perkembangannya kemudian arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia (Dirgagunarsa 1975: 9).

Psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur kehidupan psikis manusia dengan sifat-sifat dan ciri-cirinya yang umum dan berlaku untuk semua manusia sebagai subyek. Jadi obyek psikologi secara umum adalah manusia sebagai subyek penghayatan dan mencakup segala tingkah laku serta aktivitas itu sebagai manivestasi hidup kejiwaan (Kartono 1974: 15).

Yatman (dalam Roekhan 1990: 43) menyatakan bahwa psikologi mempunyai hubungan yang fungsional dengan sastra yaitu sama-sama untuk mempelajari keadaan jiwa seorang individu.Keduanya saling berkaitan untuk mencari pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia karena tidak semua yang ditangkap oleh pengarang dapat diamati oleh psikolog. Perbedaannya, karya sastra mempelajari gajala kejiwaan imajiner, sedangkan psikologi mempelajari gejala jiwa riil.

Menurut Walgito (2003: 4) psikologi merupakan salah satu macam ilmu yang ada.Sebagai suatu ilmu, psikologi juga mempunyai ciri atau sifat seperti yang dimiliki oleh ilmu-ilmu pada umumnya. Sebagai suatu ilmu, psikologi mempunyai: (1) objek tertentu, (2) metode penyelidikan tertentu, (3) sistematika yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap objeknya, dan (4) sejarah tertentu.

(17)

22

terdapat pada manusia dewasa, normal, berbudaya (dalam arti tidak terisolasi), dan memandang manusia itu seakan-akan terlepas dalam hubungannya dengan manusia yang lain. Sedangkan psikologi khusus mempelajari dan menyelidiki segi-segi kekhususan dari aktivitas-aktivitas psikis manusia.Yang termasuk dalam psikologi khusus yaitu psikologi perkembangan, psikologi abnormal, psikologi kepribadian, psikologi kriminal, dan psikologi sosial (Walgito 2003: 7-8).

Kata kepribadian berasal dari bahasa Inggris “personality” yang berasal dari dari kata “persona” yang berarti kedok atau topeng. Topeng ini sering dipakai oleh

pemain panggung dengan maksud untuk menggambarkan watak seseorang.Watak adalah sifat batin seseorang yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku.Jadi, kepribadian adalah suatu totalitas psikophisis yang kompleks dari individu sehingga tampak dalam tingkah lakunya yang unik (Sujanto 1997: 10).

Menurut Walgito (2003: 8), psikologi kepribadian adalah psikologi yang khusus menguraikan tentang segi kepribadian dari manusia, misalnya tipe-tipe kepribadian.

(18)

23

terhadap dunia luar, sikap mau memahami perasaan orang lain dan sikap ini merupakan sikap yang unik dan individual dari orang tersebut. Sifat-sifat unik inilah yang membedakan manusia dengan manusia yang lain (Sujanto 1997: 26).

Di dalam kehidupan sehari-hari, batin dan nurani manusia berfungsi sebagai hakim yang adil apabila dalam kehidupan manusia itu mengalami konflik, pertentangan, atau keragu-raguan dalam bertindak sesuatu.Di samping itu, batin bertindak sebagai pengontrol yang kritis, sehingga manusia sering diperingatkan untuk selalu bertindak menurut batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggarnya berdasarkan norma-norma yang konvensional di dalam masyarakat.Selain itu, batin juga dapat menimbulkan keberanian pada seseorang (Sujanto 1997: 28).

Konflik dapat terjadi akibat adanya kebutuhan manusia yang tidak terpenuhi.Kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat berakibat pada pembentukan pribadi yang tidak sehat. Pada kondisi tersebut terjadi pengekangan atas perasaan-perasaan untuk aktualisasi diri dan secara sengaja terjadi proses penarikan diri dari aktivitas lingkungannya.

2. Konflik Psikologis

(19)

24

Surakhmat (1979: 92) mengemukakan bahwa konflik psikologis adalah kebimbangan yang disebabkan oleh dua atau lebih motif yang muncul pada saat bersamaan.Menurut Wirawan (2013: 1-2) konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karekteristik yang beragam.Alwisol (2009: 135) berpendapat bahwa konflik adalah pertentangan antarkekuatan yang tidak dapat dihindari.Konflik menjadi hal yang paling sering dialami oleh manusia.Sundari (2005: 47) menyatakan bahwa konflik merupakan suatu keadaan di mana individu tidak dapat lari dari keadaan itu.Individu hanya perlu memilih salah satu. Semiun (2006: 400-402) juga mengemukakan bahwa konflik adalah tegangan yang disebabkan oleh adanya pertentangan antara dua hal atau lebih yang sama-sama ingin dipenuhi. Konflik muncul semata-mata bukan karena ketidakcocokan keinginan dengan suara hati, melainkan timbul karena pengalaman yang buruk dimasalampau dengan kejadian dimasa sekarang.Dari pengalaman tersebut, ada berbagai reaksi baik positif maupun negatif.

Konflik tidakselamanya berkonotasi buruk, tetap bisa menjadi sumber pengalaman positif.Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaraan dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi.Konlik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan hikmah di balik adanya perseteruan pihak-pihak yang terkait. Pembelajaran itu dapat berupa cara menghindari konflik yang sama agar tidak terulang kembali pada masa yang akan datang dan cara mengatasi konflik yang sama apabila terjadi kembali.

(20)

25

dapat berupa lingkungan alam atau berupa lingkungan manusia. Konflik internal atau konflik psikologis adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seseorang ataumerupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, atau merupakan konflik yang dialami intern seorang manusia (Gerungan 2004: 163) sedangkan Menurut Endaswara (2003: 97-99) bahwa psikologi dan sastra memiliki keterkaitan secara tidak langsung dan fungsional. Keterkaitan tidak langsung karena sastran dan psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia, sedangkan keterkaitan fungsional karena psikologi dan sastra sama-sama mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya jika dalam psikologi keadaan tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan kemiripan, sehingga psikologi sastra memang dapat dilakukan. Meskipun karya sastra bersifat imajiner, pengarang sering memanfaatkan hukum-hukum psikologi untuk menghidupkannya. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan bahwa masalah dalam kehidupan nyata tercermin dalam sebuah karya sastra.

3. Jenis Konflik Psikologis

Dalam kehidupan sehari-hari, individu sering menghadapi keadaan adanya bermacam-macam motif yang timbul secara bersamaan, dan motif-motif itu tidak dapat dikompromikan satu dengan yang lain, melainkan individu harus mengambil pilihan dari bermacam-macam motif tersebut. Oleh karena itu, keadaan ini dapat menimbulkan konflik dalam diri individu yang bersangkutan.

(21)

26

macam yaitu: konflik pendekatan ke pendekatan (approach to approach conflict), konflik menghindar ke menghindar (approach to avoidance conflict), konflik pendekatan ke menghindar (avoidance to avoidance conflict).

a. Konflik pendekatan ke pendekatan (approach to approach conflict)

Konflik pendekatan ke pendekatan (approach to approach conflict), adalah konflik yang terjadi karena harus memilih dua alternatif yang berbeda, tetapi sama-sama menarik atau baik kualitasnya. Sebagai contoh, seorang lulusan SMA yang akan melanjutkan sekolah harus memilih dua universitas negeri yang sama kualitasnya. Sehingga timbul kebimbangan mana yang akan dipilih. Memilih satu motif berarti mengorbankan atau mengecewakan motif yang lain, ia bimbang memillih kedua universitas tersebut karena tidak mungkin dapat dipilih kedua-duanya (Wirawan 2013: 55).

b. Konflik menghindar ke menghindar (approach to avoidance conflict)

Konflik menghindar ke menghindar (approach to avoidance conflict) yaitu, konflik yang terjadi karena harus memilih alternatif yang sama-sama harus dihindari. Sebagai contoh, seseorang harus memilih apakah harus menjual mobil untuk melanjutkan sekolah atau tidak menjual mobil, tetapi tidak bisa melanjutkan sekolah.Karena itu, ada kebimbangan apakah akan mendekati atau menjauhi objek itu (Wirawan 2013:55).

c. Konflik pendekatan ke menghindar (avoidance to avoidance conflict)

(22)

27

yang satu berarti harus memenuhi motif yang lain yang juga negatif (tidak menyenangkan). Misalnya, seorang anak melanggar peraturan di sekolah. Ia dihukum harus menulis sebanyak 200 kalimat. Kalau anak itu tidak mau memenuhi hukuman itu ia harus membersihkan ruangan. Halini menimbulkan konflik bagi si anak karena membersihkan ruangan pun ia tidak suka (Wirawan 2013:55).

E. Faktor-faktor Penyebab Konflik Psikologis

Rakhmat (2007: 32-53), menyatakan secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi konflik psikologis, yaitu faktor personal (individu) dan faktor situasional.

1. Faktor Personal

Faktor personal adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri. Secara garis besar faktor personal ada dua yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut (Rakhmat 2007: 33).

a. Faktor Biologis

Faktor biologis adalah faktor-faktor yang terlibat dalam seluruh kegiatan makhluk hidup. Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain. Yang termasuk faktor biologis adalah insting dan motif bercumbu, memberi makan, merawat anak, perilaku agresif merupakan contoh insting faktor biologis (Rahkmat 2007: 34).

b. Faktor Sosiopsikologis

(23)

28

perilakunya. Faktor sosiopsikologis digolongkan menjadi tiga yaitu: komponen afektif, kognitif, dan komponen konatif (Rahkmat 2007: 37).

1) Komponen Afektif

Komponen afektif adalah aspek emosional dari faktor sosiopsikologis yang terdiri atas (a) motif sosiogenesis (b) sikap (c) emosi.

(a) Motif Sosiogenesis

Motif sosiogenesis adalah motif yang dipelajari orang dan berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang (Gerungan 2004: 154). Motif ini sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan dari motif primer (motif biologis). Peranannya dalam membentuk perilaku sosial sangatmenentukan. Motif ini meliputi (1) motif ingin tahu (2) motif kompetensi (3) motif cinta (4) motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas (5) motif akan nilai, kedambaan, dan makna kehidupan (6) kebutuhan akan pemenuhan diri.

Motif ingin tahu (curiosity motive) adalah hasrat untuk memperoleh informasi tentang suatu aspek dari lingkungan (Kartono, 2003: 105). Setiap orang berusaha memahami dan memperoleh arti dari dunianya. Manusiamenjadi tidak sabar dalam suasana yang ambigu atau tidak pasti, tidak menentu, atau sukar diramalkan sehingga ia akan berusaha mencari jawaban sendiri atas informaasi yang terbatas dan akhirrnya menyimpulkan sendiri tanpa mengkonfirmasikan informasi tersebut.

(24)

29

memenuhi kebutuhan biologisnya, dan yakin bahwa masa depannya gemilang, ia dianggap sudah memenuhi kebutuhannya akan kemampuan diri (kompetensi).

Motif cinta adalah keinginan atau kebutuhan akan kasih sayang, keinginan untuk berkumpul dan bergaul dengan orang lain (Kartono, 2003: 48). Kehangatan, persahabatan, ketulusan kasih sayang, penerimaan orang lain yang hangat akan dibutuhkan manusia. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan kasih sayang yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku manusia yang kurang baik, orang menjadi agresif, kesepian, frustasi, dan yang akan menakutkan lagi adalah bunuh diri.

Motif harga diri dan kebutuhan mencari identitas adalah kebutuhan akan prestise, keberhasilan dan penghargaan diri (Kartono, 2003: 156). Kita ingin kehadiran kita bukan saja dianggap bilangan tetapi juga diperhitungkan. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis (penyakit): impulsif, gelisah, mudah terpengaruh, dan sebagainya.

Motif akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan adalah nilai yang dibutuhkan manusia untuk menuntun dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya (Rakhmat, 2007: 39). Termasuk dalam motif ini adalah motif-motif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak sehingga menimbulkan ia akan cepat putus asa dan kehilangan pegangan.

(25)

30

(b) Sikap

Sikap adalah kecenderungan bertindak, berekspresi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi, sikap bukan rekaman masa lalu, sikap mengandung aspek evaluatif dan sikap timbul dari pengalaman (Rahkmat 2007: 39).

(c) Motif emosi

Emosi adalah reaksi yang kompleks yang mengandung aktifitas dengan derajat yang tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat (Walgito 2004: 203). Kartono (2003: 146) mengemukakan bahwa emosi adalah tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot-otot yang menegang, debaran jantung yang cepat, dan sebagainya.

Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai gejala-gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses psikologis. Emosi mempunyai empat fungsi yaitu: sebagai pembangkit energi, sebagai pembawa informasi, pembawa peran dalam hubungan interpersonal, memberi informasi tentang sumber keberhasilan mereka (Rakhmat 2007: 40).

2) Komponen kognitif

Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui. Termasuk dalam komponen ini adalah kepercayaan. Kepercayaan adalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah satu dasar bukti, sugesti, otoritas, pengalaman atau intuisi (Rakhmat 2007: 42).

3) Komponen konatif

(26)

31

erat dengan tindakan, bahkan ada yang mendefinisikan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan (Rakhmat 2007: 43).

2. Faktor Situasional

Faktor situasional adalah faktor yang datang dari luar individu. Menurut Sampson (dalam Rakhmat 2007: 44-47) faktor situasional meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Faktor Ekologis

Kaum determinisme lingkungan sering menytakan bahwa keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku. Banyak orang menghubungkan kemalasan bangsa Indonesia pada mata pencaharian bertani dan matahari yang selalu bersinar setiap hari. Sebagian pandangan mereka telah diuji dalam berbagai penelitian, seperti efek temperature pada tindakan kekerasan, perilaku interpersonal, dan suasana emosional yang belum diteliti antara lain pengaruh temperatur ruangan pada efektivitas komunikasi. Selain itu faktor ekologis juga dipengaruhi oleh faktor geografis dan faktor iklim serta faktor meteorologis (Rakhkmat 2007: 44).

b. Faktor Desain dan Arsitektur

(27)

32

(sociopetal) dan rancangan bangunan yang menyebabkan orang menghindari interaksi

(sociofugall). Pengaturan ruangan juga telah terbukti mempengaruhi pola-pola

perilaku yang terjadi di tempat itu (Rakhkmat 2007: 44-45).

c. Faktor Temporal

Telah banyak diteliti pengaruh waktu terhadap bioritma manusia. Misalnya, dari tengah malam sampai pukul 4 fungsi tubuh manusia berada pada tahap yang paling rendah, tetapi pendengaran sangat tajam, pada pukul 10, bila anda orang introvert, konsentrasi dan daya ingat anda mencapai puncaknya, pada pukul 3 sore orang-orang ekstrovert mencapai puncak dalam kemampuan analisis dan kreativitas (panati 1981:128). Tanpa mengetahui biroritma sekalipun banyak kegiatan kita diatur berdasarkan waktu makan, pergi ke sekolah, bekerja, beristirahat, berlibur, beribadah, dan sebagainya. Satu pesan komunikasi yang disampaikan pada pagi hari akan memberikan makna yang lain bila disampaikan pada tengah malam. Jadi, yang mempengaruhi manusia bukan saja dimana mereka berada tetapi juga bilamana mereka berada (Rakhmat 2007: 45).

d. Faktor Suasana Perilaku (Behavior Settings)

(28)

33

masjid orang tidak akan berteriak keras, seperti dalam pesta orang tidak akan melakukan upacara adat. Dalam suatu kampanye di lapangan terbuka, komunikator akan menyusun dan menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda daripada ketika ia berbicara di hadapan kelompok kecil di ruang rapat partainya (Rakhmat 2007: 45).

e. Faktor Teknologi

Faktor teknologi adalah lingkungan teknologis yang meliputi sistem energi, sistem produksi, dan sistem distribusi yang membentuk serangkaian perilaku sosial yang sesuai dengannya. Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi dalam perilaku sosial. Bersamaan dengan itu tumbuhlah pola-pola penyebaran informasi yang akan mempengaruhi suasana kejiwaan setiap anggota masyarakat. Misalnya saja kehadiran televisi telah mengubah masyarakat menjadi manusia yang membutuhkan informasi dalam kesehariannya. Informasi menjadi mudah didapatkan dan mempengaruhi pola pikir masyarakat di dalamnya (Rakhmat 2007: 45-46).

f. Faktor Sosial

(29)

34

g. Faktor Psikososial

Faktor psikososial adalah persepsi orang tentang kebebasan individual, ketaatan, pengawasan, kemungkinan, kemajuan, dan tingkat keakraban. Persepsi tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau mengecewakan manusia juga akan mempengaruhi manusia (Rakhmat 2007: 46-47). Ruth Benedict (1970) misalnya, membedakan antara masyarakat yang mempunyai synergy tinggi dengan masyarakat yang ber-synergy rendah. Pada masyarakat yang pertama orang sejak kecil bahwa ganjaran yang diterimanya terpaut erat dengan ganjaran kolektif. Cita-cita perorangan dicapai melalui usaha bersama. Pada masyarakat seperti ini orang cenderung untuk mengurangi kepentingan dirinya, bersifat kompromistis. Perilaku soaial yang sebaliknya terjadi pada masyarakat yang ber-synergy rendah. Margareth Mead (1928), walaupun belakangan dikritik orang, mewakili aliran determinisme budaya, yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai yang diserap anak pada waktu kecil mempengaruhi perilakunya di kemudian hari.

h. Faktor Stimuli Mendorong dan Memperteguh Perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan hasil implementasi PPR dalam pembelajaran Matematika 2 pada aspek-aspek competence (kompetensi), conscience (hati nurani), dan

Dari Hasil wawancara, gejala masalah utama kinerja yang dapat diidentifikasikan dari beberapa hal yaitu : (1) Masih ada karyawan yang kurang bertanggung

Memperhatikan tugas dan fungsi serta tata kerja Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Barat yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 77 Tahun

a) Perawatan hand tool dilakukan sesuai prosedur kerja dengan benar b) Perawatan hand tool dilakukan sesuai penggunaan peralatan dengan benar c) Perawatan hand tool dilakukan

PEMERINTAH (MENTER! KEHAKIMAN/ISMAIL SALEH, S.H.): Mengemukakan bahwa memang benar apa yang dikemukakan oleh FKP bahwa di dalam membahas Pasal 2 butir b Pemerintah

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN ANGGARAN 2015 KODE REKENING URAIAN JUMLAH (RP.. Belanja Modal

Setelah diobservasi hambatan mobilitas fisik belum teratasi, pada hari kedua dan ketiga dilakukan tindakan yang sama, membantu klien berpindah sesuai dengan kebutuhan klien,

4.1 Menganalisis spesifikasi komponen utama pada perangkat keras komputer, notebook, smartphone dan tablet dalam menentukan kebutuhan pekerjaan.. 4.2 Menetapkan