• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III.pdf Profil Sanitasi Kota Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III.pdf Profil Sanitasi Kota Bekasi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

III-1

Buku Putih Kota Bekasi 2010

BAB III

PROFIL SANITASI KOTA

3.1. Kondisi Umum Sanitasi Kota

Kodisi sanitasi Kota Bekasi secara keseluruhan dapat dilihat dari beberapa aspek seperti kesehatan lingkungan, tersedinya sarana dan prasarana sanitasi, kualitas dan kuantitas air, limbah, sampah. sampai pola hidup masyarakat, semuanya saling terkait dalam memberikan sebuah visualisasi yang nyata. Kota Bekasi merupakan kota yang memilliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi oleh karena itu dalam melihat profil sanitasi di perlukan kajian yang lebih mendalam, namun secara umum dapat kita jabarkan dalam beberapa poin seperti di bawah ini.

3.1.1 Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan salah satu faktor dalam profil sanitasi kota. Sistem pembuangan sangat erat kaitannya dengan kondisi klingkungan. Sistem pembuangan yang baik apabila ada sinergitas dari tempat buang air besar dengan SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah). Menurut narasi profil kesehatan yang terdapat di Dinas Kesehatan Kota Bekasi, jumlah KK (Kepala keluarga) yang memenuhi standar dalam saluran pembuangan pada tahun 2009 sebesar 71.15 % . untuk lebih jelas data dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel III.1 Kondisi Sarana Sanitasi Dasar Tingkat Kelurahan di Wilayah Kota Bekasi tahun 2009

KECAMATAN KELURAHAN JML KK % CAK. SAB % CAK SPAL % CAK PENGELOLAAN SAMPAH % CAK RUMAH SEHAT

1 Pondok gede Jatiwaringin 8,612 8.5 4.35 85.28 94.35

Jaticempaka 11,800 6.2 93.94 86.16 93.94

Jatimakmur 10,359 100 8.15 77.6 98.08

Jatibening 9,981 99.19 5.16 66.28 66.28

Jatibeningbaru 13,295 99.32 90.64 43.42 43.42

2 Pondok melati Jatiwarna 5,174 96.6 75.36 64.77 85.02

Jatimurni 4,322 92.06 87.74 99.54 75.78

Jatimelati 4,776 98.39 89.36 67.32 87.14

Jatirahayu 10,077 67.71 56.83 55.85 50.05

3 Jati sampurna Jatisampurna 5,771 97.59 82.53 83.71 89.31

Jatiranggon 2,733 96.85 80.83 81.41 86.21 Jatiraden 2,536 96.61 87.46 84.27 88.01 Jatirangga 2,857 96.43 79.8 84.98 88.13 Jatikarya 2,575 95.11 75.3 84.89 90.21 4 Jatiasih Jatiasih 5,908 97.51 84 98 58.9 Jatikramat 9,854 94.91 85 97.98 50.99 Jatirasa 5,988 96.68 83 97.86 53.94

(2)

III-2

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Jatimekar 10,278 93 85.72 98 51.43

Jatiluhur 3,511 97.64 72.14 54.94 84.62

Jatisari 4,731 84.17 75.86 63.18 79.31

5 Rawa lumbu Bojongrawalumbu 14,903 100 100 100 99.61

Bojongmenteng 6,366 99.64 79.72 79.72 16.29

Pengasinan 9,011 82.12 82.12 82.12 82.12

Sepanjangjaya 5,076 90.13 90.13 90.13 90.13

6 Bekasi Timur Bekasijaya 8,877 98.85 98.01 92.15 88.53

Arenjaya 13,051 100 92.04 87.26 73.8

Durenjaya 15,632 81.64 17.29 69.66 61.98

Margahayu 13,698 100 6.69 92.67 96.5

7 Bekasi Selatan Kayuringin 9,446 100 91.03 92.68 96.39

Margajaya 4,263 100 98.83 83.58 70.21

Pekayonjaya 11,383 100 100 3.07 98.88

Jakamulya 5,735 100 97.99 95 97

Jakasetia 8,371 100 98.01 94.99 98.01

8 Bekasi Utara Harapanjaya 22,450 66.35 65.76 51.05 50.78

Perwira 7,654 70.03 69.73 74.86 74.47

Kaliabangtengah 16,336 100 72.53 62.49 98.1

Telukpucung 12,613 92.64 92.19 89.72 92.67

Harapanbaru 4,063 92.17 91.48 83.34 91.8

Margamulya 5,671 71.01 91.34 53.09 89.23

9 Bekasi Barat Kotabaru 10,728 97.19 90.44 90.42 83.91

Bintara 10,296 98.43 76 87.75 97.66

Bintarajaya 6,709 99.12 67.52 38.46 87.57

Kranji 8,087 100 76.53 93.14 99.17

Jakasampurna 13,683 100 67.12 87.51 99.25

10 Medan satria Pejuang 17,282 77.8 73.81 73.18 77.8

Medansatria 6,592 77.93 74.79 73.36 77.93

Kalibaru 6,718 80.92 72.25 70.21 80.92

Harapanmulya 4,241 92.31 75.83 75.81 92.31

11 Bantar gebang Bantargebang 7,474 95.18 67.29 46.36 92.44

Cikiwul 5,414 95.59 73.4 69.71 86.35

Sumurbatu 3,129 91.47 62.86 55.54 61.07

Ciketing 5,285 91.81 61.42 67.76 83.73

12 Mustika jaya Mustikajaya 8,300 100 64.07 63.14 97.33

Mustikasari 5,222 100 0.4 58.67 87.82

Pedurenan 8,257 100 51.13 43.36 55.82

Cimuning 5,527 100 54.68 40.56 83.39

JUMLAH 462,681 93.52 76.92 74.79 80.82

(3)

III-3

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Data terakhir yang dimiliki oleh Kota Bekasi terdapat 4 kelurahan yang memiliki kondisi saluran pembuangan dibawah rata-rata. Pada kelurahan pedurenan hanya 51% dari jumlah KK yang memiliki sistem SPAL yang memenuhi standar. Kondisi SPAL yang baik akan berpengaruh langsung terhadap kondisi rumah, SPAL yang baik akan mengakibatkan rumah sehat dan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan dan keluarga.

Persentase cakupan pengelolaan sampah ditingkat rumah tangga sudah cukup tinggi. Hal ini berbeda dengan angka layanan pengangkutan sampah kota yang dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan yang masih berkisaran 40 %. Hal ini dapat disebabkan angka pengelolaan di tabel yang merupakan data tingkat rumah tangga berbeda dengan data skala kota di DInas Kebersihan.

3.1.2 Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat

Pola hidup masyarakat sangat berpengaruh terhadap kondisi sanitasi termasuk sarana dan prasarana sanitasi. Perilaku hidup masyarakat yang baik akan menciptakan kondisi sarana dan prasarana yang baik pula. Dalam menentukan apaka pola hidup masyarakat sudah termasuk pola hidup yang sehat maka Dinas Kesehatan Kota Bekasi mengadakan kegiatan survey PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang dilakukan setiap tahunnya.

Dari hasil survey tersebut diketahui, pada tahun 2008 jumlah rumah tangga yang dipantau 16.300, yang berPHBS sebanyak 58.56% (9.545). Jumlah rumah tangga yang berPHBS terbanyak terdapat di wilayah Puskesmas Pejuang (96.17%) dan jumlah rumah tangga yang berPHBS paling sedikit terdapat di wilayah Puskesmas Bantar Gebang I (13,75%). Pada tahun 2007 jumlah rumah tangga yang dipantau 370.625, yang berPHBS sebanyak 48,02% (177.972). Jumlah rumah tangga yang berPHBS terbanyak terdapat di wilayah Puskesmas Jati Luhur (78,99%) dan jumlah rumah tangga yang berPHBS paling sedikit terdapat di wilayah Puskesmas Jati Warna (8,11%).

Kondisi sarana dan prasarana seperti kondisi jalan, sistem drainase, kondisi air

bersih, kondisi air limbah dan kondisi persampahan berpengaruh terhadap kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan juga berdampak negative yang pada akhirnya akan berdampak pada perilaku masyarakat. Dari kawasan kumuh di 10 kecamatan yang telah diamati kondisi sarana dan prasarana secara umum dapat kita lihat pada tabel dibawah ini:

(4)

III-4

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Tabel III.2 Kondisi Sarana Prasarana Ekonomi Kawasan Kumuh Kota Bekasi No Kecamatan Kondisi Jalan

Lingkungan Kondisi Drainase Kondisi Air Bersih Kondisi Air Limbah

1 Pondok Gede Baik Genangan

<25%

Pelayanan <30%

Pelayanan >60%

2 Jati Sampurna Buruk 50% - 70% Genangan <25% Pelayanan <30% Pelayanan <30%

3 Pondok Melati Baik < 50% Genangan 25-50%

Pelayanan <30%

Pelayanan <30%

4 Jati Asih Buruk 50% - 70% Genangan <25% Pelayanan <30% Pelayanan <30%

5 Bantar Gebang Buruk 50% - 70% Genangan <25% Pelayanan <30% Pelayanan 30%-60%

6 Mustika Jaya Baik < 50% Genangan <25%

Pelayanan <30%

Pelayanan >30%

7 Rawa Lumbu Baik < 50% Genangan 25-50%

Pelayanan 30%-60%

Pelayanan 30%-60%

8 Bekasi Barat Baik < 50% Genangan >50%

Pelayanan >60%

Pelayanan 30%-60%

9 Medan Satria Baik < 50% Genangan <25%

Pelayanan >60%

Pelayanan 30%-60%

10 Bekasi Utara Baik < 50% Genangan <25%

Pelayanan >60%

Pelayanan 30%-60%

Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Bekasi 2008

3.1.3 Kuantitas dan Kualitas Air

Status air di Kota Bekasi dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas air yang ada. Kualitas air merupakan alat ukur kelayakan pemanfaatan air tersebut dalam pemenuhan kebutuhan hidup, sedangkan kuantitas merupakan alat ukur untuk melihat daya dukung ketersediaan air dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Kuantitas air Kota Bekasi berhubungan dengan ketersediaan air yang ada di Kota Bekasi dan daya dukungnya, atau dapat juga di definisikan sebagai kemampuan maksimal wilayah dalam menyediakan air bagi Pendududk dalam jumlah tertentu, beserta kegiatannya (BPLH,2009). Kuantitas air diindikasikan dengan curah hujan dan debit air di sungai serta air tanah.

3.1.3.1 Kuantitas Air

Kuantitas air tidak hanya dilihat dari curah hujan dan hari hujan, tetapi juga dapat kita lihat pada kuantitas air permukaan yang berupa sungai dan situ. Kota Bekasi memiliki beberapa sungai yang berhulu di kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta bermuara di laut bagian Utara serta bagian barat Kota Bekasi. Secara umum sungai yang melintasi Kota Bekasi ada 12 Sungai dengan ukuran yang paling panjang adalah kali irigasi sekunder dengan kali sunter dengan panjang mencapai 89 km dan 21,5 km, sedangkan kali dengan debit air paling tinggi adalah kali bekasi, dengan debit air mencapai 650 m3 pada musim penghujan dan 5-7 m3 pada musim kemarau.gambar dan tabel di bawah menunjukan potensi panjang dan debit sungai di Kota Bekasi.

(5)

III-5

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Tabel III.3 Kondisi Fisik dan Debit Sungai/ Kali di Kota Bekasi

No Nama Sungai Panjang (m) Debit Air (m3/detik) Kemarau Hujan

1 Kali Cikeas 17,479 5.90 250.00

2 Kali Cileungsi 19,800 8.50 350.00

3 Kali Bekasi Hulu 11,425 14.40 375.00

4 Kali Bekasi Hilir 17,675 12.00 450.00

5 Kali Sunter 22,682 3.60 14.63

6 Kali Cakung 29,129 3.00 16.25

7 Kali Jambe 14,076 1.20 18.75

8 Kali Blencong 4,200 1.50 12.00

9 Kali Sasak Jarang 1,003 0.80 9.25

10 Kali Malang 8,900 16.00 19.00

11 Kali Irigasi Sekunder

Saluran Rawalumbu 4,500 3.50 11.00

Saluran bekasi pangkal 2,700 4.50 10.20

Saluran Bekasi Utara 5,900 2.50 8.50

Saluran Pulo Timaha 1,400 0.50 4.00

Saluran Tanah Tinggi 6,100 1.00 7.00

Saluran Bekasi Tengah 3,100 1.50 11.00

Saluran Pondok Ungu 4,900 1.00 9.50

Bogor Penggarutan 3,200 1.00 3.00

12 Kali Krupuk - Kali Batu 24,000 2.80 19.00

Sumber: Dinas PU Kota Bekasi, 2010

Tabel III.4 dibawah ini menunjukan situ-situ yang ada di Kota Bekasi. Situ memiliki fungsi sebagai penampung air tau cadangan air ketika musim penghujan, akan tetapi seiring dengan perkembangan pembangunan beberapa situ berubah atau beralih fungsi seperti yang di jabarkan pada tabel dibawah ini:

Tabel III.4 Situ – Situ di Kota Bekasi

No. Nama Lokasi Luas Keterangan

1 Situ Lumbu Kel. Bojong Rawa Lumbu 23.440 m2 Sebagian berubah fungsi jadi kebon dan tegalan

Kec. Rawa Lumbu Sekitar 30% berubah fungsi

menjadi gudang

2 Situ Gede Kel. Bojong Menteng 73.554 m2

Kec. Rawa Lumbu Masih berfungsi

3 Situ Pulo Kel. Jatikarya 48.654 m2

Kec. Jatisampurna Tandon air drainase

perumahan

4 Situ Harapan Baru Perum Harapan Baru 10.000 m2

Kel. Kota Baru

Kec. Bekasi Barat

Sumber: Bidang PKSDA-BPLH Kota Bekasi, 2009

Dari data tabel dapat kita lihat kebanyakan dari situ tersebut berubah fungsi, situ lumbu yang terletak di kelurahan bojong rawa lumbu dengan luasan 23.440 m2 sebagian berubah fungsi menjadi kebon dan tegalan . sedangkan untuk situ gede yang berada di kelurahan Bojong Menteng dengan luasan 73.554 m2 30% nya telah beralih fungsi menjadi gudang.

(6)

III-6

Buku Putih Kota Bekasi 2010

3.1.3.2 Kualitas Air

Untuk berbagai keperluan rumah tangga diperlukan air dengan kualitas yang baik sehingga dapat berfungsi sebagai air baku untuk air minum dan mencuci atau mandi. Kualitas air dapat menurun bila tercemar bakeri pathogen, bahan kimia, biologi atau benda-benda asing lainnya sehingga tidak dapat digunakan untuk fungsi sebagaimana mestinya. Bahan pencemar yang dapat menurunkan kualitas air berasal dari limbah domestik dan industri yang masuk ke tanah atau badan air. Tabel 12 dibawah memperlihatkan presentase tingkat resiko cemaran sarana air bersih.

Tabel III.5 Persentase Tingkat Resiko Cemaran Sarana Air Bersih

No. Kecamatan Persentase Tingkat Resiko Cemaran Sarana Air Bersih Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

1 Pondok Gede 0 0 0 87,27 2 Pondok Melati 0 0 0 0 3 Jatisampurna 21,95 0 0 100 4 Jati Asih 0 6,24 0,54 33,42 5 Rawalumbu 0 0 0 25 6 Bekasi Timur 1,67 15,17 40,1 61,08 7 Bekasi Selatan 0 6,67 16,5 91,79 8 Bekasi Utara 0 0,56 22,3 88,87 9 Bekasi Barat 0 0.71 3,2 87,04 10 Medan Satria 0 0 0 0,068 11 Bantar Gebang 1,66 1,47 4,97 62,43 12 Mustika Jaya 0 0 1,1 98,85 Jumlah 0.14 0,53 4,24 35,87

Sumber : BPLH Kota Bekasi, 2009

Dari Tabel tersebut, beberapa wilayah kecamatan seperti; Jatisampurna, Bantargebang, Bekasi Barat, Jati Asih, Bekasi Selatan, Bekasi Timur dan Bekasi Utara adalah wilayah yang memiliki tingkat resiko cemaran sarana air bersih dengan status tinggi – sangat tinggi (0,56 – 21,95%). Tingginya tingkat cemaran dapat disebabkan oleh dampak tapak ekologis kota, diantaranya limbah buangan yang dihasilkan kota seperti; limbah manusia (sewage), gas-gas buangan, sampah rumah tangga dan industri baik berbentuk cair maupun padat mencemari sumber-sumber air yang ada.

Berdasarkan penelitian terhadap titik sapling Air Permukaan di 12 sungai yang dilakukan BPLH pada tahun 2009 dan telah dievaluasi berdasarkan kriteria mutu air PP no 82 tahun 2001 maka didapatkan gambaran kualitas air pada 8 titik sampling sungai di Kota Bekasi.

(7)

III-7

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Tabel III.6 Titik Sampling Kualitas Air Sungai Kali Bekasi Tahun 2009 Titik Nama Lokasi Kelurahan Kecamatan Titik Koordinat

1 Belakang PD Sari Sedap Bojong Menteng Rawa Lumbu 106°58’22.9”BT06°17’39.0”LS

2 Kemang Pratama 1 Sepanjang Jaya

Rawa Lumbu

106°59’07.3”BT06°15’59.4”LS

3 Kemang Pratama 2 Sepanjang Jaya

Rawa Lumbu

106°58’42.1”BT 06°16’58.9”LS

4 Samping Makro Margajaya Bekasi Selatan 106°59’35.1”BT06°15’29.1”LS 5 Samping PDAM Poncol Margahayu Bekasi Selatan 106°59’48.6”BT06°15’08.9”LS 6 Jembatan Pasar Proyek Margahayu Bekasi Timur 107°00’07.1”BT06°14’19.2”LS 7 1 Km Setelah PT KBT Margamulya-Harapan Baru Bekasi Utara 107°00’35.6”BT06°13’29.7”LS 8 Depan PT. Hosanindo Cikiwul Bantar gebang 106º 97’74,3” BT06º 32’63,1”LS

Sumber : BPLH Kota Bekasi

Gambar III.1 .Titik Sampling Kualitas Air Sungai Bekasi Tahun 2009Sumber : BPLH Kota Bekasi Kota Bekasi yang perkembangan industri dan propertinya yang tinggi mengakibatkan potensi terhadap cemaran pun meningkat baik dari limbah industri maupun dari limbah rumah tangga. Berdasarkan bentuk dan jumlah aktivitas masyarakat Kota Bekasi masih mengindikasikan terjadinya pencemaran sungai tingkat ringan sampai berat. Hal ini dapat terlihat dari pengamatan secara fisik dan kimia. Secara fisik tingkat pencemaran dapat dilihat dari adanya siltasi (pelumpuran dan sedimentasi), gulma air, tumpukan sampah di pinggiran sunga dan air sungai yang mudah keruh karena hujan kecil.

(8)

III-8

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Gambar III.2 Kondisi Badan Air dan Bantaran Sungai di Beberapa Segmen Kali Bekasi

Masalah : Sebagian masih banyak terdapat gulma di badan dan dibantaran sungai Bekasi juga masih terdapat sampah hasil pembuangan warga sekitar permukiman padat penduduk (Sumber:

Dokumentasi BPLH Kota Bekasi, 2009)

Pencemaran kimia dapat dilihat dari kandungan beberapa parameter seperti BOD,COD, Nitrit, Total Coliform dan Kandungan bahan padatan tersuspensi (TSS) yang dapat dlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar III.3 Konsentrasi BOD, COD, Nitrit (NO2) dan TSS di 8 Titik Lokasi Pemantauan Sungai Bekasi

(Juni-Juli 2009)

(9)

III-9

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Grafik diatas menunjukkan bahwa konsentrasi parameter BOD, Nitrit dan TSS disebagian besar lokasi menunjukkan melebihi kriteria mutu air kelas II PP No. 82, kecuali untuk parameter COD disemua lokasi menunjukkan masih di bawah baku mutu air kelas II. Tingginya angka BOD dan TSS mengindikasikan tingginya potensi pencemaran terhadap zat organik. Konsentrasi BOD dan TSS tertinggi ditemukan di titik 6 yaitu sekitar Jembatan Pasar Proyek dan titik 8 dilokasi PT. Hosanido yang berlokasi di Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang dengan konsentrasi masing-masing BOD (7 mg/L) dan TSS (342 mg/L) dibandingkan baku mutu air kelas II PP No. 82 tahun 2001 yaitu BOD (3 mg/L) dan TSS (50 mg/L) .

Gambar III.4 Trend Konsentrasi Parameter BOD, COD dan TSS di Sungai Bekasi (Periode 2003- 2009)

Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009

Gambar III.5 Konsentrasi Total Coliform di 8 Lokasi Sungai Bekasi (Juni – Juli 2009) (Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009)

(10)

III-10

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Tabel III.7 Status Kelas dan Mutu Air Sungai Utama (Sungai Bekasi, Cikeas, Cileungsi) Berdasarkan PP No 82 tahun 2001 dan Pergub Jabar No. 69/2005

Sumber: Hasil Pengolahan Tim Teknis, 2009

3.1.4 Limbah Cair Rumah Tangga/Domestik

Di Kota Bekasi, Hampir sebagian besar sepanjang bantaran sungai utama, anak sungai dan beberapa saluran sekunder lainnya di jumpai daerah pemukiman. Kondisi pemukiman akan terus berkembang sejalan perkembangan dinamika pertumbuhan penduduk Kota Bekasi sebagai kota metropolitan. Masyarakat yang tinggal pada daerah tersebut sebagian ada yang menggunakan sungai sebagai tempat aktivitas Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) serta tempat membuang sampah. Hal tersebut dapat di jumpai dibeberapa wilayah kecamatan yang memiliki potensi wilayah sempadan sungai diantaranya: Sungai Bekasi (Kecamatan Bantargebang, Rawalumbu, Bekasi Selatan, Bekasi Timur dan Bekasi Utara), Sungai Cikeas (Kecamatan Jatiasih dan Jatisampurna), Sungai Cileungsi (Kecamatan Bantargebang dan Rawalumbu).

III

(11)

III-11

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Gambar III.6. Trend Total Coliform S. Bekasi, 2003-2009

Jika setiap KK itu memiliki rata-rata 5 jiwa yang membuang hasil sampingannya berupa limbah cair dan padat ke Sungai Bekasi tentu akan dapat memberikan beban pencemar ke sungai ini. Indikasi ke arah tersebut sudah mulai tampak dari tingginya nilai konstituen mikrobiologi berupa coliform tinja dan coliform total.

Dari grafik diatas tampak bahwa hasil pemantauan untuk konstituen Total Coliform sejak tahun 2003 hingga 2008 memperlihatkan fluktuasi kecenderungan melampaui baku mutu, namun pada tahun 2009 mengalami penurunan kearah yang membaik hingga berada di bawah baku mutu (berdasarkan PP 82 tahun 2001 Kelas II). Sementara untuk sungai-sungai lainnya, seperti Sungai Cikeas, Cileungsi maupun anak-anak sungai lainnya diperkirakan kondisinya hampir sama dengan Sungai Bekasi, yaitu sebagian besar terkontaminasi oleh kelompok Coliform karena telah terjadi penggunaan air untuk aktifitas pemukiman (MCK) oleh masyarakat mulai dari daerah hulu (pertemuan Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi) sampai hilir (Teluk Pucung CBL, Bekasi Utara). Sistem pengelolaan air bekas kakus dan tinja (Black Water) di Kota Bekasi saat ini masih dilakukan secara on site (setempat), yaitu: Kakus, Cubluk dan Setik Tank. Berdasarkan data dari Dinas Pertamanan, Pemakaman dan PJU Kota Bekasi (2008), diketahui bahwa jumlah fasilitas limbah setempat (on site) saat ini adalah:

Jumlah Septik Tank adalah : 556.038 unit Jumlah Cubluk adalah : 135.037 unit

Jumlah MCK : 56 unit

Sedangkan lumpur tinja diangkut dan diolah di IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja). Lokasi IPLT Kota Bekasi adalah di Sumur Batu seluas 1 Ha dengan

(12)

III-12

Buku Putih Kota Bekasi 2010

kapasitas pengolahan 115 m3/hari, dilengkapi Truk Tinja 11 buah dari Pemda dan milik swasta 22 buah

3.1.5 Limbah Padat (Persampahan)

Limbah padat atau kondisi persampahan kota bekasi dapat dilihat dari jumlah timbunan sampah yang terdapat di TPA Sumur Batu. Jumlah timbunan sampah terus meningkat setiap tahunnya akan tetapi pelayanan atau prosentase terangkut juga meningkat, hal ini dapat dilihat pada data tabel jumlah timbunan sampah tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dibawah ini :

Tabel III.8 Jumlah Timbunan Sampah terangkut 2004-2008

NO TAHUN TIMBULAN SAMPAH

(m³/Tahun)

TERANGKUT (m³/Tahun) PROSENTASE TERANGKUT 1. 2004 2.035.794 420.575 18,24% 2. 2005 2.411.287 534.901 22,18% 3. 2006 2.489.597 598.487 24,04% 4. 2007 2.582.212 638.285 24,72% 5. 2008 2.652.522 1.199.868 45,70%

Sumber : Selayang pandang dinas kebersihan

Dari total timbunan sampah yang terlihat sebagian besar merupakan sampah yang berasal dari limbah domestic atau rumah tangga yaitu sebesar 54,51% pada tahun 2008, sisanya merupakan sampah dari pasar (14,42%), kegiatan komersial dan jalan (24,62%) serta kegiatan industry dan rumah sakit (7,45%), data lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel III.9 Persentase Sumber Timbunan Sampah

NO. SUMBER TIMBULAN TAHUN 2006 TAHUN 2007 TAHUN 2008

1. Domestik 59,12% 56,67% 54,51%

2. Pasar 18,22% 15,04% 14,42%

3. Komersial dan Jalan 16,54% 23,26% 24,62%

4. Industri dan Rumah Sakit 6,12% 5,03% 7,45%

Sumber : Selayang pandang dinas kebersihan

Karakteristik sampah yang ada di Kota Bekasi digolongkan dalam 14 jenis yang dapat dilihat pada tabel di bawah. Data tabel dapat memperlihatkan 72,45 % sampah yang ada merupakan jenis sampah makanan, selain itu yang paling mendominasi adalah sampah plastic dan kertas. Sampah plastik sebesar 9 % dan sampah kertas sebesar 8%, sedangkan sisanya sekitar 10 % dapat dilihat dalam tabel.

(13)

III-13

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Tabel III.10 Karakteristik Sampah Kota Bekasi

No Komponen % 1 Sampah Makanan 72.45 2 Plastik 9.00 3 Kertas 8.00 4 karton - 5 Kayu, bambu - 6 Baju Tekstil 1.00 7 Logam 2.00 8 Gelas 1.00

9 Tulang dan Kulit telur -

10 Karet, Kuli 1.55

11 Ranting dan dau -

12 Baterai -

13 Botol Plastik -

14 Lain-lain 5.00

Sumber : JWMC, 2006

Tabel III.11 Sumber, Kegiatan, dan jenis sampah dan limbah Padat yang dihasilkan

Sumber Kegiatan Jenis

Pemukiman Keluarga kecil, keluarga besar, apartemen rendah, apartemen sedang dan apartemen pencakar langit

Sampah makanan, kertas, karton, plastik kain, kulit, sampah kebun, kaca, kaleng, aluminium dan sampah khusus , sepertisampah elektronik dan limbah padat B3

Perdagangan Toko, restoran, Pasar, Perkantoran, hotel, motel, dan lain lain

kertas, karton, plastik, kayu, sampah makanan, kaca, logam, sampah khusus dan limbah padat B3

Lembaga Sekolah, Rumah Sakit, Penjara, Pusat Pemerintahan

kertas, karton, plastik, kayu, sampah makanan, kaca, logam, sampah khusus dan limbah padat B3

Industri Konstruksi, pabrik, manufaktur skala kecil dan besar, kilang, pabrik bahan kimia, pusat tenaga listrik dan lain-lain

Sampah proses industri, besi dan material bekas. Sampah non industri seperti sampah makanan, sampah kebun, dan sampah konstruksi, sampah khusus dan limbah padat B3

Pertanian Perkebunan, sawah, peternakan. Sampah makanan yang telah busuk, limbah pertanian, serasah dan limbah padat B3

Pelayanan Publik Jalan, Taman dan area rekreasi Serasah, sampah kertas, plastik, kaleng dll

fasilitas

Pengolahan Limbah

IPAL Domestik dan IPAL industri Lumpur kasil pengolahan limbah dan limbah padat yang mengandung B3 Sumber : Bappeda Kota Bekasi

(14)

III-14

Buku Putih Kota Bekasi 2010

3.1.6 Drainase Lingkungan

Kondisi Hidrologi di Kota Bekasi lebih di dominasi oleh sistem aliran sungai – sungai besar yang relatif tenang. Akan tetapi Kondisi sungai yang terdapat di Wilayah Kota Bekasi sebagian besar sudah mengalami kerusakan. Pendangkalan dan erosi akibat dari sampah dan penyalah gunaan fungsi sungai menjadi faktor penyebab kerusakan tersebut sehingga meningkatkan potensi banjir. Pemerintah Kota Bekasi berupaya mengurangi resiko banjir dengan cara membuat sumur- sumur resapan yang berfungsi menyerap kelebihan debit air yang tidak dapat di samping oleh saluran pembuangan atau sungai yang telah mengalami pendangkalan.

Tabel III-12 Jumlah Sumur Resapan Per Kecamatan di Kota Bekasi (2005-2008)

No Lokasi Tahun Pembuatan Jumlah

Titik 2005 2006 2007 2008 2009

1 Kec. Bekasi Timur 1 Titik 4 Titik 4 Titik 2 Titik 11

2 Kec. Bekasi Selatan 1 Titik 4 Titik 2 Titik 7

3 Kec. Rawalumbu 1 Titik 6 Titik 4 Titik 11

4 Kec. Pondokgede 1 Titik 3 Titik 2 Titik 6

5 Kec. Jatisampurna 1 Titik 4 Titik 5

6 Kec. Bekasi Barat 1 Titik 1 Titik 2

7 Kec. Bekasi Utara 1 Titik 3 Titik 1 Titik 5

8 Kec. Medan Satria 1 Titik 1 Titik 2

9 Kec. Jatiasih 2 Titik 2

10 Kec. Mustikajaya 1 Titik 1

11 Kec. Bantargebang 1 Titik 1 Titik 2

12 Kec. Pondok Melati - 3 Titik 3

Jumlah 12 14 10 11 10 57

Sumber : Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi, 2009

Titik – titik sumur resapan terus ditambah untuk mengurangi tingkat resiko banjir hal ini dapat dilihat dari table diatas.titik sumur resapan terus ditambah dari 12 titik di tahun 2005 menjadi 57 titik di tahun 2009.

3. 1. 7 Pencemaran Udara

Sumber pencemaran udara Kota Bekasi umumnya terdiri atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak terutama terkait dengan kegiatan transportasi perkotaan, sementara sumber tidak bergerak terkait dengan kegiatan industri besar dan sedang serta pengolahan limbah padat (TPA). Kemacetan lalu lintas yang terjadi di beberapa tempat dengan arus kepadatan lalu lintas tinggi akibat “over capacity” jumlah kendaraan dibandingkan dengan ruas jalan yang tersedia merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya pencemaran udara. Besarnya kontribusi sektor

(15)

III-15

Buku Putih Kota Bekasi 2010

transportasi terhadap polusi udara tidak saja dipengaruhi oleh jumlah kendaraan atau volumenya tetapi juga dipengaruhi oleh pola lalu lintas dan sirkulasinya di dalam kota. Kemacetan lalu lintas di Kota Bekasi yang terjadi pada jam-jam sibuk menyebabkan penurunan efisiensi penggunaan bahan bakar disertai dengan meningkatnya emisi, terutama Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC).

Kondisi kualitas udara jalan raya di Kota Bekasi dapat diketahui dengan melihat hasil pemantauan setiap parameter yang diukur, kemudian dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999. Pemantauan kualitas udara ambien pada tahun 2009 dilaksanakan pada 10 (sepuluh) titik lokasi, seperti pada Gambar berikut.

Gambar III.7 Lokasi Titik Pemantauan Kualitas Udara Ambien Kota Bekasi (sumber: Status Lingkungan

Hidup Daerah (SLHD) Kota Bekasi 2009)

Berdasarkan data pemantauan kualitas udara ambient dibeberapa ruas jalan di Kota Bekasi yang dilakukan dalam 2 (dua) tahap pemantauan, yakni pada tanggal 7-14 Juli 2009 dan tanggal 28 Juli - 3 Agustus 2009, diperoleh hasil bahwa rata-rata semua konsentrasi parameter yang diukur meliputi; Nitrogen Dioksida (NO2), Sulfur Dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Debu (TSP), dan Hidro Karbon (HC) selama 2 (dua) periode tersebut menunjukkan berada di bawah ambang batas baku mutu udara yang ditetapkan berdasarkan PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Gambar dibawah memperlihatkan kondisi konsentrasi parameter kualitas udara

(16)

III-16

Buku Putih Kota Bekasi 2010

ambient di 10 lokasi pemantauan ruas jalan di Kota Bekasi dibandingkan dengan baku mutu udara. Rata-rata konsentrasi NO2 masih berada di bawah nilai ambang batas baku mutu udara ambient dengan memakai baku mutu 400 µg/m3.

Gambar III.8 . Grafik Konsentrasi Kualitas Udara Ambient di 10 Lokasi Pemantauan Ruas Jalan di Kota Bekasi dibandingkan dengan Baku Mutu Udara (PP No. 41 Tahun 1999)

Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, BPLH Kota Bekasi 2009

3. 1. 8 Limbah Industri dan Medis

Faktor sanitasi lainya yang menentukan kondisi sanitasi perkotaan adalah Limbah. Limbah dapat berasal dari berbagai faktor seperti industry dan medis. Kota Bekasi merupakan Kota yang memiliki pertumbuhan industry yang cukup tinggi. Industri di Kota bekasi tersebar dominan di wilayah kecamatan Bantargebang, Rawa lumbu, Medan satria dan Bekasi Utara. Berikut merupakan daftar Industri yang tersebar di daerah-daerah tersebut :

(17)

III-17

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Tabel III.13 Daftar Nama dan Jenis Industri Dominan yang Tersebar Diwilayah Kecamatan Bantargebang, Rawalumbu, Medansatria, Bekasi Selatan dan Bekasi Utara

No. Nama Industri Jenis Industri No. Nama Industri Jenis Industri

1 PT Siantar TOP Makanan ringan 25 PT Kencana Platindo Sejahtera Elektroplating 2 PT Multi Hanna Kreasindo Pengolah limbah B3

26 PT Samuel Hanna Godin Elektroplating

3 PT Sari Sedap Kecap 27 PT Howsanindo Elektroplating

4 PT Gerak Mitra Tangguh

Plating 28 PT Hanjin Metal Indonesia Elektroplating 5 PT Saesar Pratama Laundry 29 PT Prima Indah Elektroplating 6 PT Padma Soode

Indonesia

Elektro 30 PT Pratama Prima Bajatama Pagar BRC 7 PT Arnot’s Indonesia Pembuatan Kue 31 PT Kertas Bekasi Teguh Kertas 8 PT Faber Castel Pembuatan Pensil 32 PT Delta Kemas Prima

Utama

Printing 9 PT Saritama Food

Processing

Pembuatan roti 33 PT Sinar Sosro-Industri Minuman Ringan 10 PT Ju Ahn Indonesia Elektroplating 34 PT Aqua Golden Missisipi Minuman Ringan 11 PT Penta Mitra

Usindo

Painting 35 PT Ulaga Lambang Gemilang Minuman Ringan 12 PT Gunung Putri

Graha Mas

Penampungan air 36 PT Rudi Soetadi Kosmetik 13 PT Fima

Internasional

Infus 37 PT Hyundai Otomotif

14 PT Avesta Intercontinental

Soft Packaging 38 PT Indopack Printing Packaging 15 PT Kageo Igar Jaya Printing 39 PT Subur Djaja Teguh Plating

16 PT Duniopillo Kasur lateks 40 PT Pantja Motor Otomotif

17 PT Alexindo Aluminium 41 PT BCMI Baja

18 PT Timur Mas Tirta Softtener 42 PT MII Mesin Otomotif

19 PT Tadmansori Karpet

Tekstil 43 PT Dein Prima Generator Generator 20 PT Senshu Sakuratex Tekstil 44 PT Dicky Metal Kusen nako 21 PT Victorindo

kimiatama

Cat 45 PT Tirta Mas Megah(Inti Tirta)

Air kemasan 22 PT Dasawindu Agung Atomotif 46 PT Eun Jun Indonesia Plating 23 PT Wanaraja Painting 47 PT Shine Indonesia Abadi Sol sepatu 24 PT Asmar Nakama

Partogi

Elektroplating

Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009

Dari sekian banyak Industri yang bero[erasi di Kota Bekasi, hanya sekitar 27% yang memenuhi criteria Baku Mutu Limbah Cair (Gambar )

Gambar III.9 Prosentase Ketaatan Industri Terhadap Baku Mutu Limbah Cair Hasil Pengujian Tahun 2008 dan 2009 Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009

(18)

III-18

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Tabel III.14 Perkiraan Rata-rata Beban Pencemaran Kegiatan Industri Besar dan Menengah Per Bulan Di Kota Bekasi Tahun 2009

Sumber: Hasil Perhitungan berdasarkan data swapantau industri dan pemantauan Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009

Program Pemeringkatan Kinerja Perusahaan (PROPER) bertujuan untuk memotivasi ketaatan para pelaku industri terhadap ketentuan peraturan perundangan yang berlaku yang meliputi aspek kriteria pengendalian pencemaran air, udara, limbah B3, manajemen lingkungan dan produksi bersih. PROPER menitikberatkan pada pemantauan emisi sendiri (self-monitoring).

Tabel III. 15 Jenis dan Peringkat Industri PROPER di Kota Bekasi Periode 2005-2009

No. Nama Industri Peringkat PROPER Tahun Pengumuman

1 PT. Hyundai Indonesia Motor Biru (-) 2008 2 PT. Kertas Bekasi Teguh (KBT) Hitam 2005

Sumber: Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan-BPLH Kota Bekasi, 2009

Selain limbah industry, limbah medis juga memeberikan kontribusi yang tidak sedikit pada pencemaran aii di wilayah Kota Bekasi. Uji beban pencemaran yang telah d lakukan di rumah lima (5) sakit besar di Kota Bekasi menunjukan rata-rata beban pencemaran BOD lebih dari 200 kg/bulan. Sedanglan untuk COD yaitu sekitar 800 – 900 kg/ bulannya.

Tabel III. 16 Perkiraan Rata-rata Beban Pencemaran Kegiatan Rumah Sakit Per Bulan Di Kota Bekasi Tahun 2009

(19)

III-19

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Bedasarkan Kep-58/MENLH/12/1995 Rumah Sakit yang beroperasi harus hrus menaati Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) dan utuk memenuhi nya setiap Rumah sakit wajib mentaati dan mengujinya sehingga didapatkan status SPLC untuk parameter Rumah sakit tersebut

Industri logam, mesin elektronika, makanan dan minuman, furniture dan pengolahannya adalah yang terbanyak, mewakili lebih dari 50% dari jumlah total industri besar dan menengah. Sebaran industri dapat menjadi gambaran bagi tekanan terhadap lingkungan disekitarnya. Industri secara umum menghasilkan limbah, baik itu limbah B3 maupun non B3. Berkaitan dengan pengelolaan limbah B3 dan non B3, maka perlu dilakukan pengelolaan yang khusus agar bahan-bahan tersebut dipergunakan sebagaimana mestinya dan limbah yang dihasilkan dikelola dengan baik sehingga tidak membahayakan atau mencemari lingkungan hidup. Sedangkan untuk baku mutu lingkungan yang terkait dengan badan air dan kualitas udara, dapat dilakukan upaya pengendalian pencemarannya. Hal ini disebabkan karena bahan pencemar yang ada di lingkungan akan mempengaruhi kualitas lingkungan secara keseluruhan.

Berdasarkan data jumlah industri dan sebarannya di Kota Bekasi, maka secara umum terdapat potensi penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran dari limbah industri. Hal ini sesuai dengan data pemantauan BPLH Kota Bekasi tahun 2004-2007 yang menyatakan bahwa 63,3% industri di Kota Bekasi limbah cairnya melebihi baku mutu yang ditentukan. Ditambah lagi dengan informasi bahwa industri di Kota Bekasi tersebar secara merata di seluruh kecamatan dengan Kecamatan Bantar Gebang yang memiliki industri yang paling banyak yaitu 91 buah.

Limbah cair industri dihasilkan dari proses industri termasuk didalamnya proses pengolahan air limbah, air limbah dari kegiatan penunjang, penyimpanan bahan baku, laboratorium, bengkel perawatan alat dan lain-lain. Limbah cair industri mengandung bahan pencemar seperti tingkat keasaman yang tinggi atau rendah, bahan organik, padatan tersuspensi, unsur hara (phospor dan nitrogen), logam berat (kadmium, krom, timbal, merkuri, nikel dan seng), sianida, kimia organik beracun (toxic organic chemical), bahan mengandung minyak (oily material), dan bahan mudah menguap (volatile material)

3.2 Pengelolaan Limbah Cair

3.2.1 Landasan Hukum / Legal Operasional

Landasan pengelolaan limbah cair tingkat nasional mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16/PRT/M/2008/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman. Peraturan menteri tersebut disusun dalam rangka penyehatan lingkungan permukiman yang

(20)

III-20

Buku Putih Kota Bekasi 2010

berkelanjutan, dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia sehingga masyarakat dapat menjadi lebih produktif sehingga perlu dilakukan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman yang ramah lingkungan. KSNP-SPALP ini dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, pelaksanaan, dan pengelolaan dalam penyelenggaraan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman, baik bagi Pemerintah Pusat, maupun Daerah, dunia usaha, swasta, dan masyarakat sesuai dengan kondisi setempat (www.digilib-ampl.net, 2010).

Landasan pengelolaan limbah cair tingkat daerah mengacu SK Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu limbah Cair Industri jelas menentukan batas baku mutu yang bisa ditolerir untuk Kota Bekasi. Sektor Industri merupakan salah sektor dominan di Kota Bekasi yang memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan. Berdasarkan data Dinas Perindag Kota Bekasi tahun 2009 memperlihatkan bahwa jumlah perusahaan Industri Menengah dan Besar berjumlah sekitar 333 industri dan 943 industri skala kecil.

3.2.2 Aspek Konstitusional

Pengelolaan limbah cair berada di bawah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), di bawah bidang pengendalian dampak lingkungan. Berikut struktur organisasi BPLH:

(21)

III-21

Buku Putih Kota Bekasi 2010

3.2.3 Cakupan Pelayanan

Umumnya kondisi sistem penyaluran air bekas cuci (Grey Water) di lokasi permukiman penduduk di sebagian besar Kota Bekasi tercampur dengan air bekas hujan di saluran drainase/got, yang kemudian dialirkan ke badan air penerima/sungai maupun dibuang ke lahan kosong/persawahan. Salah satu bentuk pelayanan yang telah dilakukan oleh pemda Kota Bekasi adalah dengan pengadaan sistem penanganan Black water dan Grey water. Penanganan limbah domestik yang berupa lumpur tinja (black water) yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi adalah dengan menyediakan sistem pengelolaan On-site dan Off-site. Penaganan On-Site berupa pengadaan septic tank, cubluk dan MCK sedangkan pengelolaan Off-Site berupa pengadaan IPLT di Sumur Batu seluas 1 Ha dengan kapasitas pengolahan 115m3/hari Sampai saat ini efisiensi pengolahan IPLT Sumur Batu sudah mencapai 50-70% dengan jumlah operator 12 orang.

3.2.4 Permasalahan

Berdasarkan standar WHO untuk prediksi kasar beban pencemaran limbah padat (sampah) dinyatakan bahwa kapasitas produksi sampah untuk masyarakat menengah ke bawah adalah sekitar 250 kg/orang/tahun. Berdasarkan ketentuan tersebut perkiraan jumlah penduduk di bantaran sungai Bekasi diasumsikan sekitar 35.000 orang, maka diperkirakan sekitar 350 ton/tahun berupa limbah padat buangan penduduk ke sungai, dan kontribusi beban limbah cairnya sekitar 126 ton/th (dengan asumsi beban air limbah domestik per kapita adalah 0,01 kg/hari). Hal ini belum termasuk limbah padat dan cair dari penduduk yang membuang limbah secara tidak langsung. Kondisi seperti ini kemungkinan akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan akan lahan perumahan, serta didorong oleh sebagian besar rumah mereka berada pada daerah sempadan sungai, sehingga buangan rumah tangga lebih mudah di buang ke sungai, tanpa ada kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan ke badan sungai.

Beberapa indikasi visual kondisi fisik sungai yang tercemar seperti; air sungai tampak sangat kotor, banyak tumpukan sampah maupun sedimentasi. Jika hal ini dibiarkan tanpa adanya penertiban perumahan liar di daerah sempadan sungai dan penyediaan TPS serta sarana pengangkutan sampah yang memadai yang mungkin dapat diakses ke lokasi tersebut, atau karena rendahnya frekuensi pengambilan sampahnya disebabkan kekurangan armada dan tenaga, lemahnya sosialisasi tentang kebersihan lingkungan daerah di sekitar sepadan sungai, maka kemungkinan beban pencemar sumber sektor domestik akan sulit diatasi dimasa yang akan datang.

(22)

III-22

Buku Putih Kota Bekasi 2010

3.3 Pengelolaan Persampahan

3.3.1 Landasan Hukum / Legal Operasional

Terkait amanat UU N0. 18 Tahun 2008, Pemerintah Daerah Harus Memilik Perda

Pengelolaan Sampah Maksimal Tahun 2013. Pengelolaan sampah merupakan salah satu komponen penting dalam sanitasi, oleh karena itu perundangan pengelolaan sampah sangat di perlukan dalam menjalankan kegiatan pengolaan sampah, akan tetapi Perda Pengelolaan Sampah masih dalam Tahap Penyusunan dan Penulisan Naskah Akademis perundangan sampah sehingga Masih memerlukan waktu untuk mendapatkan Pengesahan dari Dewan.

3.3.2 Aspek Institusional

Pengelolaan persampahan berada pada Dinas Kebersihan, di bawah bidang persampahan. Berikut struktur organisasi Dinas Kebersihan:

Gambar III.11 Struktur Organisasi Dinas kebersihan

Tugas pokok dari DInas Kebersihan antara lain melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang pekerjaan umum berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan meliputi : Pendataan dan pengembangan, Persampahan serta peralatan dan Perlengkapan. Sedangkan fungsinya antara lain Perumusan kebijakan teknis kebersihan, Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kebersihan sesuai dengan lingkup tugasnya serta Pembinaan dan pelaksanaan tugas teknis operasional di bidang kebersihan yang meliputi pendataan dan pengembangan, persampahan serta peralatan dan perlengkapan Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya

(23)

III-23

Buku Putih Kota Bekasi 2010

3.3.3 Cakupan Pelayanan

Pengelolaan persampahan di Kota Bekasi dilakukan di TPA Sumur Batu, dengan luas lahan 10 Ha yang tebagi dalam 4 zona dengan sistem pengolahan Control Landfill. Daya tampung ketinggian sel sampah TPA Sumur Batu mampu menampung ketinggian 15 Meter dengan 4 unit alat sewa.

Gambar III.12 Peta Wilayah Pelayanan Kebersihan

Dalam upaya meningkatkan Kualitas pelayanan dalam penanganan sampah, berikut beberapa Inisiatif yang sudah/sedang dilakukan oleh Dinas Kebersihan antara lain, sosialisasi 3R kepada masyarakat dan juga usulan Penambahan armada dan perluasan tempat penampungan.

3.3.4 Aspek Teknis dan Teknologi

Dari grafik mekanisme pengangkutan sampah diatas, secara garis besar sumber timbunan sampah Kota Bekasi diklasifikasikan dalam 5 kategori. Kelima kategori tersebut antara lain : sampah yang berasal dari pemukiman, sampah Industri, sampah perkantoran, sampah dari jalan dan taman dan terakhir sampah yang berasal dari aktifitas di pasar. Untuk sampah pemukiman dan perkantoran sebelum di antar ke TPA terlebih dahulu melewati 2 tempat yaitu tong sampah pribadi, baru kemudian diangkut petugas dengan gerobak sampah ke TPS baru setelah itu di buang ke TPA dengan menggunakan dump truck. Sampah yang berasal dari pasar dan kegiatan industri biasanya langsung dikumpulkan di kontainer untuk kemudian dibuang ke TPA dengan menggunakan arm roll atau dump truck. Berikut adalah gambar mekanisme pengangkutan sampah di TPA Sumur Batu:

(24)

III-24

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Gambar III.13 Mekanisme Pengangkutan Sampah

Sistem pengelolaan sampah di TPA Sumur Batu saat ini bekerja sama dengan PT Gikoko menggunakan sistem LFG (Landfill Flaring Gas) Flaring Sistem. Pada prinsipnya, cara kerja LFG adalah mengolah sampah menjadi gas methane. Gas tersebut, sebagian disalurkan ke combustion chamber, tempat gas tersebut dimusnahkan dgn cara dibakar. Dan sebagian lagi disalurkan ke gas engine, utk diubah menjadi tenaga listrik sebagai sumber listrik utk operasional Flaring Sistem itu sendiri.

3.3.5 Peran Serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Sampah

Walaupun belum terlalu menonjol peran serta masyarakat memiliki potensi dalam pengelolaan sampah yang cukup besar. Program yang tepat disertai dukungan dari pemerintah kota dapat mengoptimalkan peran serta masyarakat dan jender dalam pengelolaan sampah. Salah satu upaya masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan adalah dengan pengelolaan limbah padat ( sampah ) dapat terlihat dalam beberapa kegiatan yang telah dilakukan masyarakat seperti:

- Pengelolaan sampah yang berdasarkan Gerakan 3R (Reduce, Reuse dan Recycle),

- Gerakan Perduli Lingkungan (GPL), yang berlokasi di Pondok Pekayon Indah dan DKPP Rawalumbu Bekasidengan peserta 100 Prang yang terdiri dari anak sekolah, RT RW, Anggota PKK, dan organisasi agama.

(25)

III-25

Buku Putih Kota Bekasi 2010

- Pembinaan masyarakat berbudaya lingkungan, yang merupakan program

pemerintah kota dan disinergiskan dengan GPL

- Eco Scool dan Program Rumah Perubahan di Jatimurni

- Program CDM dan Komposting di TPA Sumur Batu yang telah dilakukan sejak tahun 2004.

- TPST di TPA Bantar Gebang

Beberapa kegiatan kaum perempuan yang telah dilakukan dan cukup memberikan manfaat bagi kelestarian llingkungan diantaranya adalah sebagai berikut:

- Sosialisasi mengenai penggunaan air dan sabun serta manfaatnya bagi kesehatan

balita maupun keluarga. Dilaksanakan pada saat penimbangan balita di posyandu yang secara rutin dilakukan seminggu sekali.

- Melakukan aksi nyata pemilahan sampah mulai dari tingkat rumah tangga, dimana

kaum perempuan ini mengambil sampah – sampah yang bisa didaur ulang dan bisa dijual kembali dari setiap rumah tangga yang menginformasikan kepada pengelola yang sudah dibentuk, bahwa dirumahnya ada sampah yang dapat didaur ulang.

- Melakukan pelatihan pengolahan sampah menjadi barang yang mempunyai nilai

ekonomis kepada warga yang berminat. Contohnya : kemasan kopi dan kemasan makanan kecil anak – anak dibuat alas duduk, taplak meja, tas, bunga dan lain sebagainya

- Melakukan pengolahan sampah organis seperti daun – daun kering dari pohon –

pohon di lingkungan sekitar diolah menjadi kompos (contoh: ibu – ibu di RW 07 di Kelurahan Pekayon dan RW 04 Kelurahan Jakasetia)

- Botol – botol bekas minuman ringan diolah menjadi lampion, vas bunga, kap lampu dan lain – lain.

3.3.6 Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah

Permasalahan utama yang menjadi kendala dalam penanganan sampah di Kota Bekasi saat ini antara lain adalah Jumlah Armada yang tidak sebanding dengan timbulan sampah yang ada sehingga menyebabkan volume sampah yang terangkut tidak maksimal. Permasalahan lain yaitu banyaknya sampah liar mengakibatkan fungsi dari pelayanan pengangkutan yang disediakan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kebersihan tidak maksimal.

(26)

III-26

Buku Putih Kota Bekasi 2010

3.4.1 Landasan Hukum / Legal Operasional Peraturan Derah (Perda ) nomor 6 tahun 2008 3.4.2 Aspek Institusional

Pengelolaan Pengelolaan penanganan drainase perkotaan semakin diperlukan, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Bekasi akan menyebabkan penurunan kualitas sumber daya air dan daya dukung air. Dinas Teknis yang melaksanakan penanganan maalah drainase di Kota Bekasi adalah Dinas Bina Marga dan Tata Air dimana dinas tersebut mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut:

VISI DINAS BINA MARGA DAN TATA AIR

“ PRIMA DALAM PELAYANAN KEBINAMARGAAN DAN KETATAAIRAN” MISI DINAS BINA MARGA DAN TATA AIR

1. Membuat perencanaan program

2. Meningkatkan penanganan kebinamargaan 3. Meningkatkan penanganan ketataairan 4. Meningkatkan mutu pengawasan 5. Mengakomodir aspirasi masyarakat

6. Meningkatkan peran serta swasta dan masyarakat 7. Meningkatkan kerjasama antar daerah

Gambar III.14. Struktur Organisasi Dinas Bina Marga dan Tata Air

(27)

III-27

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Pemerintah Kota Bekasi terus melakukan peningkatan untuk mengurangi resiko banjir diantaranya dengan perbaikan di sistem Drainase Kota beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh Pemerintak kota bekasi dalam perbaikan tersebut antara lain :

Meningkatkan Kapasitas saluran Primer melalui Normalisasi dan peninggian tanggul

Meningkatkan Kapasitas bangunan persilangan baik itu berupa gorong2, siphon maupun talang

Melakukan pemasangan pintu air dan pemasangan pompa

Membuat Folder atau retention pond

Melebarkan saluran di Batas DKI yang langsung buang ke saluran Banjir Kanal Timur (BKT)

3.4.4 Aspek Teknis dan Operasional

Kondisi Infrastruktur Ketata Airan di Kota Bekasi terbagi dalam dua sistem saluran air yang yaitu saluran Drainase dan saluran pembawa air. Saluran drainase terdiri dari 2 jenis saluran yaitu saluran drainase utama yang memiliki panjang 62 km dan saluran drainase sekunder dengan panjang saluran 122 km. Selain saluran drainase Kota Bekasi juga memiliki saluran pembawa air yang juga terbagi dalam dua saluran yaitu saluran induk (kalimalang) dengan panjang 9,80 km, dan saluran sekunder dengan panjang 33,60 km.

Kota Bekasi juga memiliki Das (Daerah Aliran Sungai) yang cukup banyak, Das – das tersebut antara lain:

1. Das Kali Cakung (Per.Wahan Pondok Gede, Puri Gading, Taman Permata Cikunir, Kali Jati Kramat/Prum Harapan Baru Regency). - Sub das Kali Buaran(2900 x 3 – 7 ); Sub das Kali Jti Kramat ( 3000 x 6 ) sub das Kali Cakung ( 600 x7).

2. Das Kali Buaran (komplek kodam Jatiwarna,Kp. Rawa lele, Komp. Jatibening). Sub das (29000 x 3 – 7 )

3. Das Kali Jati Kramat Sub das (3000 x 6 ).

4. Das Kali Bekasi ( Rawa Gede, Cipendawa ). Sub das Kali Baru Bekasi ( 2900 x 4 – 5 ); Sal. Jati luhur Bekasi Barat ( 2400 x 6 ); saluran Bulevar raya; Sal. Bumi satria permai, Kali Pekayon; Sal. Rawa Tembaga, Sal. Rawa lumbu.

5. Das Kali Baru Bekasi ( Rawa Pasung, Situ Uwong). Sub das ( 2900 x 4 – 5 ).

6. Das Sasak Jarang ( Pengasinan, Taman Narogong, Jatimulya, Pondok Hijau Permai). Sub das Kali Sasak jarang

3.4.5 Peran Serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Drainase Lingkungan

(28)

III-28

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Berdasarkan data yang diperoleh dari SLHD Kota Bekasi 2010 walau sedikit, masyarakat telah ikut berperan aktif dalam menjaga terpeliharanya lingkungan yang sehat. Beberapa upaya telah dilakukan dalam berpartisipasi aktif mengelola lingkungan, antara lain dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan seperti Partisipasi masyarakat dalam Gerakan Perduli Kali Bekasi.

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama kemitraan dan partisipasi aktif semua pihak dalam menjaga kelestarian llingkungan khususnya upaya pengendalian pencemaran sungai yang berasal dari kegiatan industri, komersial dan domestik, Program ini juga melibatkan berbagai pihak diantaranya adalah pihak TNI dan Pemerintah Kota Bekasi.

3.4.6 Permasalahan di Bidang Drainase

Berikut terdapat beberapa permasalaha utama yang menjadi titik sorot dalam bidang tata air dan Drainase yaitu :

 Topografi relatif datar (kemiringan 0 – 2%)

 Terdapat titik-titik banjir yang tersebar di wilayah Kota Bekasi sebanyak 52 titik banjir

 Kurangnya bangunan pengendali banjir

 Kurangnya jaringan bangunan silang (Crossing/Syphon) dan penampang basah yang terhambat jalan tol, Saluran Kalimalang, Rel kereta api

 Kurangnya tampungan air (Polder)

 Sistem drainase yang berbatasan dengan wilayah pemerintahan lain (penyempitan/bottle neck)

(29)

III-29

Buku Putih Kota Bekasi 2010

3.5 Penyediaan Air Bersih

3.5.1 Landasan Hukum / Legal Operasional

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Dalam Undang – undang ini di sebutkan bahwa Presiden berhak untuk menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan SDA Nasional. Dalam pengelolaan SDA, sebagian wewenang Pemerintah dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berhak mengatur dan menetapkan penggunaan SDA untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan SDA. Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum adalah tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.

Pengusahaan SDA permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD dibidang pengelolaan SDA atau kerjasama antara BUMN dengan BUMD.

Undang-undang Nomor 5 /1962 tentang Perusahaan Daerah

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini yang seluruh atau sebagian modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-Undang.

Perusahaan Daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum dan memupuk pendapatan. Perusahaan Daerah dipimpin oleh suatu Direksi yang jumlah anggota dan susunannya ditetapkan dalam peraturan pendiriannya. Direksi berada dibawah pengawasan Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet atau badan yang ditunjuknya.

Untuk tiap tahun buku oleh Direksi dikirimkan perhitungan tahunannya terdiri dari neraca dan perhitungan laba-rugi kepada Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet menurut cara dan waktu yang ditentukan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.

(30)

III-30

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Dalam hal likuiditas, Daerah bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga apabila kerugian itu disebabkan oleh karena neraca dan perhitungan laba rugi yang telah disahkan tidak menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya (http://digilib-ampl.net, 2010)

3.5.2 Aspek Institusional

Kota Bekasi memiliki 2 PDAM yaitu PDAM Bekasi dan PDAM Tirta Patriot. Kedua PDAM tersebut masing – masing memiliki tugas pelayan di wilayah yang berbeda.

Gambar III. 15 Struktur Organisasi PDAM Bekasi (sumber: http://www.pdambekasi.com, 2010)

3.5.3 Cakupan Pelayanan

Sistem Pelayanan Air Bersih Eksisting

Sistem penyediaan air bersih di Kota Bekasi terdiri dari dua sistem yaitu :

a. Sistem penyediaan air bersih yang dilayani PDAM Bekasi dengan wilayah pelayanan Rawa Tembaga, Pondok Ungu, Bekasi Kota, Rawa Lumbu dan sebagian Pondok Gede.

b. Sistem penyediaan air bersih yang dilayani PDAM Tirta Patriot (IPA Teluk Buyung), dengan pelayanan bagian Utara Kota Bekasi yakni Wilayah Kecamatan Bekasi Utara dan Medan Satria.

Hasil survey EHRA menunjukkan bahwa di Kota Bekasi terdapat 3 (dua) sumber air minum yang paling umum digunakan oleh masyarakat Kota Bekasi, yakni 1) air ledeng PDAM 2) Air tanah atau sumur dan 3) Air Botol Kemasan / Isi Ulang. Dari 23% penduduk

(31)

III-31

Buku Putih Kota Bekasi 2010

Kota Bekasi yang terlayani oleh PDAM hanya 9 % rumah tangga yang menggunakan Air ledeng PDAM sebagai air minum. Ini terdiri dari rumah tangga yang mendapat air dari ledeng PDAM langsung di rumahnya (8,6 %), di halaman rumahnya (0,2 %), serta mereka yang mendapatkan air ledeng di luar bangunan rumah, hidran umum atau ledeng milik tetangga (0,2 %).

Tabel III. 17 Sumber air minum yang paling banyak atau utama digunakan

Sumber air minum Kota Bekasi

Ledeng sampai di dalam rumah 8.6%

Ledeng sampai di halaman / gedung 0.2%

Ledeng umum / hidran 0.2%

Ledeng tetangga 0.0%

Sumur bor (pompa tangan, mesin) 36.0%

Sumur gali terlindungi 1.3%

Sumur gali tidak terlindungi 0.3%

Mata air terlindungi 0.4%

Isi ulang 28.4%

Kereta / gerobak 0.8%

Truk air 0.3%

Air botol kemasan 22.4%

Kolam 0.3%

Lainnya 0.6%

Total 100.0%

Sumber : Survey EHRA, 2010 3.5.4 Aspek Teknis dan Operasional

Berdasarkan data SIIS Kota Bekasi, tingkat pelayanan air bersih Kota Bekasi pada masing-masing wilayah pelayanan terdiri atas lima zona utama adalah sebagai berikut :

a. Wilayah Pelayanan Rawa tembaga, yang melayani kecamatan Bekasi Barat dan kecamatan Bekasi Selatan. Tingkat Pelayanannya adalah 18,40%.

b. Wilayah Pelayanan Pondok Ungu, Wisma Asri dan PDAM Tirta Patriot, yang melayani kecamatan Medan Satria dan Kecamatan Bekasi Utara, tingkat pelayanan 94,51%.

c. Wilayah Pelayanan Bekasi Kota yang melayani kecamatan Bekasi Timur, Tingkat pelayanannya adalah 41,22%.

d. Wilayah Pelayanan Rawa Lumbu yang melayani Kecamatan Rawa Lumbu tingkat pelayanannya adalah 17,10 %.

(32)

III-32

Buku Putih Kota Bekasi 2010

e. Wilayah Pelayanan Pondok Gede yang melayani kecamatan Pondok Gede, tingkat pelayanan adalah 8,82%.

Tabel III.18 Jumlah sambungan dan penduduk Terlayani Air Bersih di Kota Bekasi September 2009

Institusi

Kapasitas Terpasang (Liter/dtk)

Jumlah Sambungan Langganan Aktif (Unit)

Jumlah Penduduk Terlayani (Orang)

PDAM Tirta Patriot 300 10,374 51,870

PDAM Bekasi (di Kota Bekasi) 90,757 453,785

Perusahaan Swasta (Kemang Pratama) 10 400 2,000

Jumlah 102,531 507,655

Sumber PDAM Kota Bekasi, September 2009

Berdasarkan tabel diatas, total jumlah penduduk Kota Bekasi yang sudah terlayani oleh sistem air bersih perpipaan adalah 507,655 jiwa dari jumlah total Penduduk Kota Bekasi atau sekitar 23,68%.

3.5.5 Permasalahan

Permasalahan utama yang terjadi dalam pelayanan air bersih di Kota Bekasi adalah masi sedikitnya cakupan layanan yang telah berjalan. Penduduk yang telah menikmati layanan air melalui perpipaan adalah sekitar 26% dari total jumlah penduduk Kota Bekasi. Dan dari keseluruhannya hanya 9% masyarakat Kota Bekasi yang menggunakan air dari PDAM sebagai air minum (sumber: EHRA 2010) Jumlah ini belum dapat dikategorikan baik . Sedangkan bagi masyarakat yang belum terlayani PDAM, mereka menggunakan air dari sumur gali maupun sumur bor.

3.6 Komponen Sanitasi Lainnya

3.6.1 Penanganan Limbah Industri

untuk mengurangi tekanan beban cemaran yang cenderung terus dari sektor industri, perlu ditingkatkan upaya pengawasan dan pembinaan industri agar taat

(compliance) terhadap ketentuan peraturan lingkungan yang berlaku. Kegiatan

pengawasan dan pemantauan Tim TP2LH maupun kegiatan PROPER Kementerian LH yang dilakukan selama ini telah mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan dan melaksanakan pengelolaan lingkungan dengan lebih baik. Diharapkan banyak perusahaan-perusahaan lainnya yang perlu dibina secara teknis untuk melakukan efisiensi dalam proses produksi sehingga tidak boros dalam pemakaian bahan baku (efisiensi penggunaan sumber daya alam) dan limbah yang dihasilkan dapat

(33)

III-33

Buku Putih Kota Bekasi 2010

diminimisasi (efisiensi biaya dalam pengelolaan limbah) sehingga beban pencemaran ke lingkungan dapat dikurangi.

3.6.2 Penanganan Limbah Medis

Effluent sumber dari point source (industri, pusat perniagaan, rumah sakit maupun berbagai aktivitas workshop seperti bengkel mobil dan sepeda motor serta tempat pencucian mobil), seharusnya telah melalui proses pengolahan limbah yang baik sebelum dibuang ke lingkungan (baik melalui drainase kota, saluran maupun ke sungai utama). Berdasarkan evaluasi Tim P2LH BPLH Kota Bekasi (2009), ternyata tidak semua badan usaha diatas memiliki sistem IPAL yang memenuhi kriteria baik, kadang-kadang IPALnya tidak dioperasikan secara optimal, bahkan banyak pula pelaku usaha yang tidak memiliki dokumen pengelolaan lingkungan (UKL/UPL dan AMDAL).

Berdasarkan evaluasi BPLH Kota Bekasi tahun 2009 pemberian Surat Ijin Pembuangan Limbah Cair (SIPLC) kepada pihak pelaku usaha, saat ini baru mencapai sekitar 6% untuk kegiatan industri besar dan menegah dan 23% untuk kegiatan rumah sakit. Hal ini menunjukkan masih sedikitnya respon aktif pihak pelaku usaha dalam melakukan upaya-upaya perbaikan kinerja lingkungan dalam mewujudkan ketaatan terhadap ketentuan peraturan yang berlaku. Fakta membuktikan bahwa sebagian besar kegiatan usaha industri, pusat-pusat perniagaan dan perdagangan serta kegiatan rumah sakit di Kota Bekasi masih memperlihatkan buangan limbah cairnya melebihi nilai baku mutu yang telah ditetapkan, hal ini jika dibiarkan akan cenderung terus meningkat dan kemungkinan akan semakin memperburuk terhadap kondisi kualitas lingkungan kini maupun dimasa yang akan datang (BPLH Kota Bekasi, 2009).

3.6.3 Kampanye PHBS

Kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi, yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan tempat tinggal masyarakat.. Kampanye dilakukan dengan cara mengoptimakan peran para ibu kader untuk menanamkan perilaku hidup yang sehat dan bersih kepada masyarakat disekitarnya, dengan mensurvey kondisi kesehatan dan perulaku bersih di setiap rumah atau kepala keluarga (KK).

Pada tahun 2007 jumlah rumah tangga yang dipantau 370.625, yang berPHBS sebanyak 48,02% (177.972). Jumlah rumah tangga yang berPHBS terbanyak terdapat di

(34)

III-34

Buku Putih Kota Bekasi 2010

wilayah Puskesmas Jati Luhur (78,99%) dan jumlah rumah tangga yang berPHBS paling sedikit terdapat di wilayah Puskesmas Jati Warna (8,11%). Kampanye kemudian dilanjutkan pada tahun 2008, dengan jumlah rumah tangga yang dipantau sebanyak 16.300 KK, yang berPHBS sebanyak 58.56% atau 9.545 KK.Jumlah rumah tangga yang berPHBS terbanyak terdapat di wilayah Puskesmas Pejuang 96.17% dan jumlah rumah tangga yang berPHBS paling sedikit terdapat di wilayah Puskesmas Bantar Gebang I 13,75%.

3.7 Pembiayaan Sanitasi Kota

Total pembiayaan yang di keluarkan oleh pemerintah Kota Bekasi untuk sektor

sanitasi pada tahun 2006 sebesar 3,22% kemudian meningkat menjadi 3,28% pada tahun 2007 akan tetapi menurun di tahun 2008 menjadi 2,34%. Penurunan tersebut naik kembali pada tahun 2009 yaitu 3,11% dan terus meningkat menjadi 3.22% di tahun 2010.

Tabel III.19. Pembiayaan Sanitasi Kota Bekasi

Tahun Total Belanja APBD Jumlah (Rp.) Persentase dari Total APBD (%) 2006 Rp 974.113.739.434 Rp 31.397.240.000 3,22% 2007 Rp 1.152.159.780.991 Rp 37.745.639.959 3,28% 2008 Rp 1.363.777.222. 839 Rp 31.953.500.000 2,34% 2009 Rp 1.589.443.630.704 Rp 49.388.650.000 3,11% 2010 Rp 1.748.528.532.388 Rp 56.293.212.500 3,22%

Sumber : RPJMD Kota Bekasi 2010

Pembiayaan sektor sanitasi di Kota Bekasi termasuk berada di bawah nilai rata-rata yak berkisar 2- 3 % dari total belanja daerah. Normalnya pembiayaan sanitasi minimal 5% dari total pembiayaan daerah. Untuk mendeteksi peluang pembiayaan , secara teknis dapat dilihat dari sisi penerimaan. Karena sisi penerimaan merupakan sisi arus tunai, rutin dan efektif untuk diharapkan sebagai kontra pos untuk belanja. Untuk lebih jelasnya belanja APBD untuk sanitasi dapat dilihat pada lampiran tabel rincian anggaran

Gambar

Tabel III.2 Kondisi Sarana Prasarana Ekonomi Kawasan Kumuh Kota Bekasi  No  Kecamatan  Kondisi Jalan
Tabel III.3  Kondisi Fisik dan Debit Sungai/ Kali di Kota Bekasi
Tabel III.5 Persentase Tingkat Resiko Cemaran Sarana Air Bersih
Gambar III.1 .Titik Sampling Kualitas Air Sungai  Bekasi Tahun 2009Sumber : BPLH Kota Bekasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian return on equity sebagai variable intervening menunjukkan bahwa return on equity dapat memediasi antara price earning ratio, debt to equity ratio dan

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu.. sebagai berikut: 1) Guru

Untuk proses magnetisasi A, teramati dengan jelas bahwa mekanisme switching mengikuti arah medan pengimbas melalui nukleasi domain magnetik yang dipisahkan oleh

Beberapa kutipan dari buku harian dosen tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa mahasiswa tidak bersedia menggunakan koneksi internet pada smartphone yang

Keterangan: H adalah perubahan entalpi (panas) dan T adalah suhu absolut.Di dalam kondisi reaksi biokimia, mengingat H kurang lebih sama dengan E, yaitu perubahan total

Sedangkan uji beda modified hold relaxed dan traksi-translasi dengan Mann Whitney test diperoleh nilai statistik nilai sig.2-tailed adalah 0,685 &gt; 0,05,

Berdasarkan hasil perhitungan biaya-biaya yang mempengaruhi cacat produk terdapat tiga jenis cacat produk yang perlu dilakukan perbaikan diantaranya cacat produk

Menurut peternak, dalam mengukur lovebird yang diperoleh dari pembelian hanya melihat harga awal pada saat perolehan dan biaya yang timbul pada saat transaksi