P P A T K
AML
NEWS
Clipping Service
Anti Money Laundering
18
Juli
2011
Indeks
1. Penangkapan Bandar Narkoba di Sentul
Dua ratus lima puluh ribu ekstasi dikirim dari Belanda
2. Wahid Muharram Bersaksi untuk Nazaruddin
Nazaruddin hingga kini masih buron dan sudah masuk daftar
incaran interpol
3. Korupsi Baju Hansip
Pejabat Kalbar dituntut 7,5 tahun penjara
4. KPK Akan Panggil Gubernur Sumsul Alex Nurdin
5. Gratifikasi
Penetapan tersangka bupati Kolaka sesuai prosedur
Mediaindonesia.com Senin, 18 Juli 2011
Penangkapan Bandar Narkoba di Sentul 250 Ribu Ekstasi Dikirim dari Belanda
BOGOR--MICOM: Hasil olah tempat kejadian perkara penggerebekan yang berhasil menangkap bandar narkoba di Perumahan Bukit Sentul Hijau, Kabupaten Bogor,
Minggu (17/7), barang bukti 250 ribu pil ekstasi merupakan kiriman dari Belanda. Petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di sebuah rumahdi Perumahan Bukit Sentul Hijau, Jalan Bukit Mutiara No 22, Desa Cijayanti Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Dalam olah TKP tersebut, terungkap bahwa tersangka Rubi Halim alias Coking alias Dedi alias Beong, yang ditangkap adalah bandar ekstasi yang memiliki jaringan internasional.
Belakangan diketahui barang haram tersebut berasal dari Belanda, kemudian dibawa ke Indonesia melalui Batam, dikirim melalui kapal, sampai Tanjung Priok dan dari Tanjung Priok ke Bogor dikirim menggunakan jasa pengiriman. Barang tersebut tiba di Bogor pada Jumat (15/7) sekitar pukul 15.00 WIB.
Adapun kronologis penangkapan, seperti yang dipaparkan Direktur Pemberantasan Narkoba BNN Brigjen Benny Mamoto, bahwa saat penggerebekan berlangsung pada Jumat sekitar pukul 18.00 WIB, hanya ada satu orang di rumah tersebut yakni Coking alias Dedi. Sebelum penggrebekan, ada yang mendrop barang memakai mobil boks warna merah ke rumah itu. (DD/OL-2)
Vivanews.com Senin, 18 Juli 2011
Wafid Muharram Bersaksi untuk Nazaruddin
Nazaruddin hingga kini masih buron dan sudah masuk daftar incaran interpol. VIVAnews - Tersangka suap pembangunan wisma atlet, Wafid Muharam, kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak hanya Wafid, dua orang lainnya dari pihak swasta juga ikut diperiksa.
"Untuk kepentingan penyidikan hari ini KPK memeriksa Wafid Muharam, Dewi Untari dan Wini Nurfadilah sebagai saksi bagi tersangka Muhammad Nazarudin," kata Kabag Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di gedung KPK, Senin 18 Juli 2011.
Wafid yang tiba sekitar pukul 09.30 tak banyak berkomentar soal pemeriksaannya hari ini. Dia memilih untuk segera masuk kedalam kantor KPK.
KPK sudah menetapkan 4 tersangka kasus suap wisma atlet. Yakni Sesmenpora Wafid Muharam, Direktur PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, Manajer
Marketing PT Duta Graha Indonesia (DGI) Muhammad El Idris, dan anggota DPR Muhammad Nazaruddin.
Namun, hingga kini, KPK belum dapat menahan Nazaruddin, karena yang
bersangkutan dalam status buron. Nazaruddin 'kabur' ke Singapura sehari sebelum KPK mengajukan cegah ke imigrasi. Hingga kini Nazaruddin tidak diketahui berada dimana.
Dalam sidang perdana terdakwa Muhammad El Idris, terungkap PT DGI membagi-bagikan jatah proyek ke sejumlah pihak. Pembagian ini dilakukan sebagai ucapat terima kasih karena telah membantu PT DGI sebagai pemenang tender proyek. Surat dakwaan itu menyebutkan dari hasil negosiasi antara Idris, Dirut PT DGI Dudung Purwadi, dan Mindo Rosalina Manulang serta Muhammad Nazaruddin disepakati adanya pembagian uang sebagai berikut dari total nilai proyek senilai Rp191,6 miliar.
Untuk Muhammad Nazaruddin (selaku anggota DPR) sejumlah 13%, Gubernur Sumatera Selatan sejumlah 2,5%, Komite Pembangunan Wisma Atlet sejumlah 2,5%, Panitia Pengadaan sejumlah 0,5%, dan Sesmenpora Wafid Muharam sejumlah 2%. Selain itu, dalam dakwaan, juga disebut uang itu juga mengalir ke sejumlah panitia proyek. (eh)
Cetak.kompas.com Senin, 18 Juli 2011 KORUPSI BAJU HANSIP
Pejabat Kalbar Dituntut 7,5 Tahun Penjara
Pontianak, Kompas - Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat Kornelius Kimha dituntut 7,5 hukuman penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Pontianak, Selasa (12/7). Kimha diduga terlibat tindak pidana korupsi pengadaan baju seragam dinas pertahanan sipil (hansip) sehingga merugikan keuangan negara Rp 1,395 miliar.
Perbuatan terdakwa dilakukan saat menjadi Pelaksana Tugas Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kalimantan Barat, menjelang digelarnya
pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden 2009.
Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Yunus Sesa, jaksa penuntut umum Wagiyo dan Tri Lestari mengatakan, terdakwa menyalahgunakan wewenang sebagai
kuasa pengguna anggaran saat pengadaan baju hansip/perlindungan masyarakat sebesar Rp 4,514 miliar pada akhir 2008.
”Penentuan harga pakaian seragam jauh lebih mahal dibandingkan harga pasaran setempat,” ujar Tri Lestari.
Kimha juga dituntut denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Seusai sidang, Kimha mengaku tak habis pikir dengan tuntutan seberat itu. ”Saya tak bisa terima tuntutan itu. Tuntutan itu dibuat dengan mengabaikan keterangan saksi-saksi,” kata Kimha.
Penasihat hukum Kimha, A Ambo Mangan, mengatakan, tuntutan jaksa itu tidak obyektif. ”Tuntutan jaksa sangat subyektif dan tendensius. Dari saksi-saksi
terungkap bahwa tidak ada penyalahgunaan wewenang, tetapi penyusunan tuntutan tidak berdasarkan fakta itu,” kata Ambo.
Tri Lestari mengatakan, kendati tidak ada bukti Kimha memperkaya diri sendiri, tindak pidana korupsi itu telah menguntungkan Danal Ginanjar, Direktur Utama PT Putrako Utama, pihak ketiga yang memenangi tender pengadaan baju hansip/linmas. Pajak fiktif
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, kemarin, menahan pelaku manipulasi pajak, Yosep Leu Amol (39), senilai Rp 1,1 miliar. Pelaku sehari-harinya bertugas mengurus pajak CV Londulusi, perusahaan bidang perdagangan.
Ia membuat faktur pajak fiktif tanpa didasari transaksi sebenarnya. Ada 139 lembar faktur pajak penjualan fiktif. Total kerugian negara sekitar Rp 1,1 miliar.
Humas Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Muib, di Kupang, mengatakan, pelaku bertindak selaku konsultan pajak pada perusahaan itu. Ia menjual (secara fiktif) semen kepada rekanan dalam jumlah besar, kemudian mengeluarkan faktur pajak atas penjualan itu.
Kasus ini terjadi 2007, tetapi baru terungkap pada Senin lalu oleh petugas Kantor Pelayanan Pajak Kupang. (AHA/KOR)
Detik.com
Senin, 18 Juli 2011
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Alex Noerdin. Pemanggilan ini terkait adanya alokasi dana yang ditujukan kepada Alex, terkait dengan kasus suap pembangunan wisma atlet di SEA Games Palembang.
"Ya supaya penyidikan kasus ini terang benderang, kita akan memanggil nama-nama yang disebutkan dalam surat dakwaan itu termasuk salah satunya Gubernur
Sumatera Selatan,” tutur Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, saat dihubungi via telepon, Senin (18/7/2011).
Namun, Haryono belum memastikan kapan akan memanggil politisi asal Partai Golkar itu. Jadwal pemanggilan tergantung dari hasil pengembangan yang dilakukan oleh penyidik KPK.
"Jadwalnya belum bisa dipastikan," ucap Haryono.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rabu (13/07) lalu, nama Gubernur Sumsel Alex Noerdin hingga para anggota panitia lelang Wisma Atlet di Jakabaring disebut mendapat alokasi guyuran uang dari PT DGI.
Hal itu muncul dalam surat dakwaan untuk Manajer Marketing PT DGI, Mohammad El Idris, yang dibacakan jaksa Agus Salim di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta.
Disebutkan jaksa, dari hasil negosiasi antara Idris, Dirut PT DGI Dudung Purwadi, dan Mindo Rosalina Manulang serta Muhammad Nazaruddin, disepakati adanya
pembagian uang sebagai berikut dari total nilai proyek senilai Rp 191,6 miliar. Mereka yang disebutkan mendapat fee adalah:
1. Muhammad Nazaruddin (anggota DPR RI) sejumlah 13 % (tiga belas persen). 2. Gubernur Sumsel sejumlah 2,5% (dua koma lima persen).
3. Komite Pembangunan Wisma Atlet sejumlah 2,5% (dua koma lima persen). 4. Panitia Pengadaan sejumlah 0,5% (nol koma lima persen).
5. Sesmenpora (Wafid Muharam) sejumlah 2% (dua persen).
Imbalan di atas sebagai imbalan karena telah mengatur PT DGI, menjadi rekanan yang mendapatkan proyek pengadaan itu.
(fjp/gun)
Suarakarya-online.com Sabtu, 16 Juli 2011
GRATIFIKASI
Penetapan Tersangka Bupati Kolaka Sesuai Prosedur
JAKARTA (Suara Karya): Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy menilai penetapan status tersangka terhadap Bupati Kolaka Buhari Matta sudah sesuai prosedur. Oleh sebab itu, pengaduan yang dilakukan kuasa hukum Buhari Matta ke Kejaksaan Agung terkait penetapan tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi Rp 5 miliar, kemungkinan diabaikan begitu saja.
"Tidak ada kewajiban penyidik memberitahukan status tersangka kepada seorang tersangka," ujar Jamwas Marwan Effendy usai Sholat Jumat, kemarin.
Marwan menegaskan, yang akan memberitahukan seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah surat panggilan pemeriksaan yang menyebut orang tersebut diperiksa sebagai tersangka. "Surat panggilan sebagai tersangka itu yang nantinya memberitahukan dia sebagai tersangka," ujarnya.
Lebih jauh, Marwan menilai langkah Buhari melaporkan penyidik kasus tersebut kepada Jamwas sangat tidak beralasan hanya karena penetapan sebagai tersangka tidak diberitahu kepada tersangka maupun tidak dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Karena itu, Bagian pengawasan Kejagung tidak perlu melakukan klarifikasi kepada jaksa penyidik yang menangani kasus tersebut.
"Jika alat bukti cukup, ditemukan bukti permulaan yang cukup, dia (Buhari--Red) bisa ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Hanya saja, tegas Marwan untuk memeriksa seorang pejabat tertentu sesuai undang_undang harus ada prosedur, harus ada izin. "Tetapi tidak semua pejabat," ujarnya.
Kamis (14/7), Buhari melalui kuasa hukum Eggi Sudjana melaporkan jaksa penyidik kasus tersebut ke Jamwas dengan alasan antara lain penetapan tersangka tanpa pemberitahuan kepada Buhari. Bupati Kolaka itu juga belum pernah diperiksa oleh penyidik.
Terkait kasus yang sama, Gubernur Sultra Nur Alam meminta Buhari Matta berkosentrasi menghadapi kasus hukum yang membelitnya.
"Kalau memang merasa tidak bersalah dalam masalah itu, tidak perlu panik dengan cara menuduh orang tanpa dasar, karena aparat penegak hukum tidak mungkin menghukum orang tidak bersalah," katanya.
Buhari yang juga Ketua PPP Sultra ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemberian izin pembukaan pertambangan di areal kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Lemo. Dalam kasus ini, Buhari disangka telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, serta menyalahgunakan wewenang yang
Pasal yang dikenakan adalah Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001) tentang Tipikor. Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan Buhari diperkirakan mencapai Rp 5 miliar.
Namun angka kerugian itu masih belum final. "Masih ada audit untuk menentukan kerugiannya," ujar Kapuspenkum Kejagung tambah Noor Rachmad.
Selain Buhari, tersangka lain dalam kasus itu adalah pegawai PT Kolaka Mining International bernama Atto Sakmiwata Sampetoding.
"Jadi ada dua tersangka yang telah ditetapkan oleh Kejagung, tapi yang
bersangkutan (Buhari) diperiksa menunggu jadwal selanjutnya," ujar Noor Rochmad. (Jimmy Radjah)