BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | i
IMPLEMENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERBASIS
PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR
DUA VARIABEL DI SMP NEGERI 1 WAIGETE
Nurfitriah Safrudin
IKIP Muhammadiyah Maumere [email protected]
Abstract
The of this study is to know the implementation of lesson plan (RPP), analyze the capability of problem solving and stundents response to teaching learning in sistem of linear equation of two variables using contekstual teaching learning approach based problem solving. the kind of this research is qualitative and quantitative descriptive. subject of the research is the students of graduate VIIIA of SPN 1 Waigete in 2016/2017 academic year. the result of study indicates that: (1) the percentage of students ' problem-solving ability score is 80%, then it can be concluded that the problem solving ability of students in learning with the Contextual approach to teaching and Learning (CTL)-based problem solving in the SMP Negeri 1 Waigete good category, (2) Response of students taking action against learning approach with CTL-based problem solving is said to be positive because 72.42% of students give a good response.
Keyword: implementation, CTL, Problem Solving
PENDAHULUAN
Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan disekolah, yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (SLTA dan SMK) (Suherman, 2003:13). Fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel. dalam model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya. Bila seseorang siswa dapat melakukan perhitungan, tetapi tidak tahu alasannya, maka tentu ada yang salah paham dalam pembelajarannya atau ada sesuatu yang belum dipahaminya. Tolong diformulasi kembali bahasa
Kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting artinya bagi siswa. para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dapat dibentuk bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan. Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengar oleh kita. Namun sesuatu
menjadi masalah tergantung bagaimana seseorang mendapatkan masalah tersebut sesuai kemampuannya. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum dari matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pangalaman menggunakan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat rutin. Polya (1973) mengartikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai.
Proses pembelajaran yang sering dilakukan oleh guru di sekolah hampir lebih banyak menyuruh siswa duduk, diam, mendengarkan, dan mencatat. Proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cendrung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. siswa tidak diminta untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, menyusun model matematika, dan menyelesaiakan hasil jawaban. sehingga dalam
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 2 pelaksanaanya siswa kurang memahami maksud
maupun konsep dari materi yang diterimnya. Beberapa siswa SMP yang mengalami kesulitan belajar dalam memahami dan mencerna konsep dan prinsip matematika, apalagi menerapkannya terutama memecahkan masalah yang merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Dengan demikian, susana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Untuk itu perlu dilakukan suatu pendekatan pengajaran baru yang dapat menimbulkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran matematika dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah..
Pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan dengan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan memberikan ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media dan lain sebagainya yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata (Sanjaya, 2006; Rusman, 2012).
CTL merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar peserta didik sehingga dia mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan kehidupan sehari– hari mereka (Rustana, 2002). Pembelajaran kontekstual ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulan dan menganalisais data, memecahkan problem– problem tertentu baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran dengan CTL akan memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan karena proses pembelajaran dilakukan secara alamiah dan kemudian peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung beberapa materi yang telah dipelajarinya.
Sistem Pesamaan Linear Dua Vaiabel (SPLDV) adalah materi yang dapat dikaitkan dalam kehidupan sehai-hari. Siswa harus memiliki kemampuan pemecahan masalah sehingga dapaat memahami dan menyelesaikan soal materi SPLDV dengan baik. Contekstual Teaching Learning adalah pendekatan pembelajaran yang efektif dalam membantu siswa untuk memahami matematika dan membantu meingkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan pemecahn masalah pada pembelajaran Sistem Persamaan Liniear Dua Variabel menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning berbasis pemecahan masalah dan menganalisis respon siswa terhadap pembelajaran Sistem Persamaan Liniear Dua Variabel menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning berbasis pemecahan masalah.
Pembelajaran Matematika SMP
Pembelajaran matematika di SMP dilaksanakan agar para siswa dapat memahami konsep matematika untuk digunakan dalam memecahkan masalah. dengan pembelajaran matematika, para siswa SMP diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri, sikap ulet, dan dapat berfikir kritis dalam memecahkan masalah. Menurut Suherman (2001) tujuan pembelajan matematika di SMP adalah sebagai berikut:
1. siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika
2. siswa memiliki pengetahuan matematika seagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah.
3. memiliki keteampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 4. siswa memiliki pandangan yang cukup
luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika
Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)
Depdiknas (2007) Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning) adalah
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 3 konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan medorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Ekowati (2008) siswa lebih serius apabila mereka belajar di lingkungan yang lebih alami. Pelajaran akan lebih bermakna apabila siswa mengalami sendiri terhadap sesuatu yang belum mereka ketahui sebelumnya. Menurut Johnson (2002) dan Sears (2002) mengemukakan bahwa
“The Contextual Teaching and Learning (CTL) system is an educational that aim to help student see meaning in academic material they studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of the personal, social, and cultural circumstances”.
Pembelajaran kontestual merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu para siswa menemukan makna dari materi pelajaran yang mereka pelajari dengan cara mengaitkan pembelajaran tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari mereka, yaitu dengan konteks situasi kehidupan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu (Nurhadi, dkk, 2004; Hudson, 2007; Rosalin, 2008):
Kontruktivitas (Contructivisme), Menemukan (inquiry), Bertanya (Questioning), Masyarakat belajar (Lerning Community), Pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection) dan Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment). Berikut disajikan tabel sintaks contekstual teaching learning (CTL)
Tabel. 2.4.1 Sintaks Contekstual Teaching Learning (CTL)
Tahap Tingkah laku Guru Tahap 1
Melaksanakan kegiatan kontruktivisme
Guru menyajikan kejadian-kejadian yang
menimbulkan konflik kognitif dan rasa ingin tahu siswa
Tahap 2 Pemodelan
Guru menyampaikan contoh pembelajaran agar siswa dapat berfikir, bekerja dan belajar
Tahap 3 Melaksanakan tahap inquiry
Guru membimbing siswa menyelesaikan masalah yang diberikan Taha 4 Bertanya Guru menjawab pertanyaan yang
disampaikan siswa tentang topik yang dianggap masih belum dipahami,
Tahap 5 Menciptakan masyarakat belajar
Guru membimbing siswa untuk belajar kelompok dan bekerja sama dengan teman sekelompoknya dalam bertukar
pengalaman dan berbagai ide Tahap 6 Melakukan tahap Refleksi Guru menyimpulkan materi pembelajaran menganalisis manfaat pembelajaran, dan menindak lanjutkan kegiatan pembelajaran Tahap 7 Melakukan penilaian yang sebenarnya Guru mengukur kemampuan dan pengetahuan keterampilan siswa melalui penilaian produk dan tugas tugas yang relevan dan kontekstual. (Rosalin, 2008)
Kemampuan Pemecahan Masalah
Branca (1980) memaparkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis sangat penting dalam pembelajaran matematika karena merupakan tujuan akhir dalam pengajaran matematika bahkan kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya metematika. Pemecahan masalah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam pebelajaran matematika, menurut Suherman (2003) suatu masalah biasanya memuat situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya. masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikan tanpa mengunakan cara dan prosedur rutin. sejalan dengan hal itu Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa suatu soal merupakan masalah bagi siswa apabila soal itu tidak dikenalnya atau siswa tersebut belum memiliki algoitma tertentu untuk menyelesaikannya.
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 4 Polya (1973) mendefinisikan “solving a
problem means finding wau out a difficulty” (pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan), sedangkan Anderson (1985) menyatakan “the problem solving methods we will describe heuristics (metode pemecahan masalah dapat menyelesaikan masalah secara menyeluruh). Masalah merupakan sesuatu yang memerlukan jawaban. Herman Hudojo dalam bukunya bahwa “ suatu pertanyaan atau soal merupakan suatu masalah apabila pertanyaan tersebut menantang untuk dijawab yang jawabannya tidak dilakukan secara rutin saja.
Hamzah (2003) mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Pemecahan masalah mempunyai arti khusus di dalam pembelajaran matematika, istilah tersebut mempunyai interpertasi yang berbeda, misalnya menyelesaikan soal cerita yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan hal itu Zhu (2010) menyatakan bahwa soal matematika digambarkan sebagai pemecahan beberapa kegiatan terpisah seperti memahami letak masalah, menciptakan pola, menfasirkan angka, mengembangkan konstruksi geometri dan membuktikan teorema.
Polya(1973) mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah yaitu understuding the problem (memahami masalah), make a plan (merencanakan penyelesaian), carry out our plan (menyelesaikan masalah) dan look a back at the completed solution (melakukan pengecekan kembali) semua langkah yang telah dikerjakan. Fase memahami masalah tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, selanjutnya para siswa harus mampu menyusun rencana atau strategi, kemudian siswa harus mengecek kembali apa yang telah dikerjakan.
Menurut Da’iyah (2010) beberapa strategi pemecahan masalah yang sudah dikenal meliputi mencoba-coba, membuat digram, membuat tabel, dan menemukan pola. Pada penelitian ini lebih mengacu kepada masalah untuk menentukan penyelesaian pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) siswa dituntut untuk dapat menemukan konsep dan pemecahan terhadap masalah sehari-hari.
Sistem Persamaan Liniear Dua Variabel
Sistem persamaan liniear dua variael atau sering disingkat sebagai SPLDV, Sering digunakan untuk memecahkan masalah di sekitar kita. Sistem persamaan Liniear dua variabel adalah persamaan-persamaan liniear dua variabel yang saling berhubungan dengan variabel yang sama dan memiliki penyelesaian yang sama.
Sistem Persamaan Liniear Dua Variabel (SPLDV) merupakan salah satu pokok bahasan yang terdapat pada silabus matematika kurikulum 2006 kelas VIII semester ganjil. Isi dari pokok bahasan SPLDV berkisar tentang membuat model PLDV dan cara penyelesaianya, membuat SLPDV dan metode penyelesaiaanya dan memecahkan masalah sehari-hari dengan metode-metode pada SPLDV. Adapun kompetensi dasar untuk pokok bahasan Sistem Persamaan Liniear Dua Variabel adalah Memahami sistem persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Peta konsep sesuai dengan penjelasan diatas, dapat digambarkan sebagai berikut:
Materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) adalah materi yang banyak kita jumpai dikehidupan sehari-hari. Sehingga pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran SPLDV adalah pendekatn Contekstual Teaching Learning karena pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa dengan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan bangsa (US Departemen Education: 2001). Siswa akan lebih paham karena mengalami sendiri. Soal-soal SPLDV pun lebih mudah diselesaikan. Respon Siswa
Hamalik dalam bukunya menjelaskan bahwa respon adalah gerakan-gerakan yang terkoordinasi oleh persepsi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa luar dalam lingkungan sekitar (Mulyasa, 2007). menurut kamus ilmiah popular, respon diartikan sebagai reaksi, jawaban, reaksi balik (Oemar, 2001). Respon siswa adalah reaksi atau tanggapan yang ditunjukan siswa dalam proses belajar menagajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa respon adalah reaksi atau tanggapan yang timbul akibat adanya rangsangan yang terdapat dalam lingkungan sekitar.
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 5 METODE
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Karena peneliti ingin menggambarkan situasi yang mungkin muncul dalam proses belajar mengajar di kelas pada saat penerapan model pembelajaran Contextual Teaching ang Learning (CTL) pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-A SMPN 1 Waigete. Siswa berjumlah 29 orang, terdiri dari 10 orang laki-laki dan 19 orang perempuan. Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Waigete dan waktu penelitian di laksanakan pada bulan November tahun ajaran 2016/2017.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode tes dan angket. Teknik tes yang dilakukan adalah tes tetulis dimana tes dilakukan secara tetulis, baik pertanyaan maupun jawabannya. tes tertulis berbentuk uraian (essay/subjective)Pengumpulan data dengan metode angket dilakukan dengan cara menyiapkan lembar angket respon siswa untuk dibagikan kepada siswa. Lembar angket diberikan dan diisi oleh siswa setelah kegiatan pembelajaran.
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri dari tes dan angket Kemampuan Pemecahan Masalah. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. jenis instumen tes digunakan beupa tes tetulis (uraian). Tes uraian memberikan indikasi yang baik untuk mengungkap ketercapaian kemampuan pemecahan masalah matematika dalam belajar dan untuk mengetahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diujikan. Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran kontekstual. Bentuk angket dalam penelitian ini adalah angket terbuka dimana siswa menjawab petanyaan pada angket Instrument penelitian ini (Sugiono, 2008).
Data yang dianalisis adalah data tes kemampuan akhir (akhir pembelajaran Sistem Persamaan Linear Dua Variabel). Penskoran dilakukan berdasarkan pedoman pensekoran yang dibuat peneliti. Data ini diperoleh dari tes akhir yang dilakukan setelah proses pembelajaran materi Sistem persamaan Linear dua variabel. Angket respon siswa bertujuan
untuk mengetahui tanggapan siswa terhadapan pembelajaan yang dilakukan. Angket ini terdiri atas empat pilihan jawaban. Subagjo (2010) menyatakan bahwa respon siswa dikatakan positif jika presentase banyaknya siswa yang menjawab senang, baru, setuju, jelas dan menarik minimal 65%. Kesimpulan diperoleh berdasarkan presentase yang diperoleh guna mengetahui pendapat siswa tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tes hasil belajar dilakukan untuk mengukur sejauh mana kemampuan pemecahan masalah siswa terhadap pembelajaan yang dilakukan. Tes yang dilakukan adalah kuis yang dilakukan disetiap akhir pertemuan dan ulangan harian setelah selesai pembelajaran. Berikut adalah hasil perhitungan persentase kemampuan pemecahan masalah dari setiap quis dan tes yang dilakukan dengan pendekatan CTL berbasis pemecahan masalah.
Tabel 4.2.1 Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Tahapan Polya
Indikator Jenis Tes Tot al Rata-Rata per indika tor Qu is 1 Qu is 2 Qu is 3 TE S Memaha mi Masalah 91 % 95 % 97 % 93 % 376 % 94% Merencan akan strategi penyelesai an 69 % 86 % 78 % 79 % 312 % 78% Melaksan akan strategi penyelesai an 66 % 65 % 65 % 75 % 271 % 68% memeriks a kembali 38 % 22 % 36 % 70 % 166 % 42%
Rata-Rata Skor Kemampuan
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 6 Berikut adalah hasil perhitungan persentase
kemampuan pemecahan masalah berdasarkan metode Polya pada tes hasil belajar pada pembelajaan dengan pendekatan CTL berbasis pemecahan masalah.
Tabel 4.2.2 Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Tes Hasil Belajar
Rata-rata presentase kemampuan pemecahan masalah siswa bedasarkan tahapan Polya pada setiap tes disetiap akhir pembelajaran ditunjukan pada tabel 4.2.2. Pada tahap memahami masalah terdapat 94% siswa melaksanakan tahap ini. siswa memhami masalah dengan baik. pada tahap merencanakan strategi tedapat 78% siswa dapat merencakan strategi dengan benar, pada tahap melaksanakan strategi tedapat 68% siswa masih salah mengerjakan penyelesaian soal, hal ini dikarenakan faktor kurang teliti, salah perhitungan, dan rendahnya kemampuan dalam operasi bentuk aljabar. Persentasi terkecil terlihat pada tahap yang keempat. hanya 42% siswa yang memeriksa kembali, faktor penyebanya karena kesalahan pada tahap sebelumnya, tahap sebelumnya tidak selesai, anggapan bahwa sudah benar sehingga tidak mau mengecek kembali, dan faktor waktu sehingga tahap empat tidak sempat ditulis.
Angket adalah instrument yang dinunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap Pembelajaran dilakukan dengan pendekatan Contekstual Teaching and Learning berbasis pemecahan masalah. Angket tersebut berisi butir- butir pernyataan yang berkaitan dengan respon siswa terhadap Pembelajaran dilakukan dengan pendekatan Contekstual Teaching and Learning berbasis pemecahan masalah. Penyebaran dan pengisian angket tidak dilakukan saat tes dengan tujuan agar pada saat tes akhir seluruh siswa hanya
fokus dalam menyelesaikan soal agar tes akhir memuaskan.
Hasil analisis respon siswa menunjukan sebagian besar siswa memberikan respon positif dengan memilih opsi setuju terhadap setiap pertanyaan pada angket. Kualifikasi Perhitungan hasil respon siswa dapat pada tabel 4.3.1 berikut.
Tabel. 4.3.1 Kualifikasi Hasil Respon siswa terhadap Pembelajaran dilakukan dengan pendekatan Contekstual Teaching and Learning
berbasis pemecahan masalah
Nilai F % Keterangan 80 – 100 14 48,28% Baik sekali 66 -79 7 24,14 % Baik 56 – 65 6 20,69 % Cukup 46 – 55 2 6,90% Kurang 0 – 46 0 0% Gagal
Berdasarkan tabel 4.3.1 sebanyak 72,42% siswa memberikan respon yang baik. Hasil perhitungan angket menunjukan skor paling tinggi adalah 96 dan skor paling rendah adalah 53. siswa yang memiliki skor paling tinggi adalah siswa yang memliki nilai terbaik disetiap tes yang dilakukan. Respon yang diberikan semua positif terhadap pembelajaran dengan pendekatan Contekstual Teaching and Learning berbasis pemecahan masalah. Sedangkan siswa yang memiliki skor paling rendah adalah siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata disetiap tes. Berdasarkan pengamatan selama pembelajaran siswa ini kurang memperhatikan pelajaran, kurang bertanya, dan acuh tak acuh selama pembelajaran.
Secara keseluruhan prosentase indikator pertama tentang respon siswa pada pelajaran matematika diperoleh rata-rata 75,43 dan prosentase rata-rata pada indikator kedua tentang respon siswa terhadap pembelajaran CTL berbasis pemecahan masalah diperoleh rata-rata 76 sehingga rata-rata kumulatif respon siswa secara keseluruhan adalah 75,71 dan berada dalam kualifikasi baik.
PEMBAHASAN
Kemampuan pemecahan masalah siswa dari quis 1, quis 2, quis 3, dan sampai pada tes hasil
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 7 belajar pada pembelajaran dengan CTL berbasis
pemecahan masalah mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan penelitian Anas dkk (2013)
bahwa dengan penerapan CTL berbasis
pemecahan model polya pada materi SPLDV prosentase ketuntasan menagalami peningkatan pada setiap siklus. sedangkan hasil penelitian Rusyida WR, dkk (2013) menyatakan bahwa r ata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa lebih baik karena pembelajaran menggunakan model pembelajaran CTL yang membuat suasana belajar menjadi menyenangkan karena adanya keterkaitan dengan kehidupan nyata.
Berdasarkan tabel 4.2.1 rata-rata persentase skor kemampuan pemecahan masalah siswa secara keseluruhan adalah 71% sedangkan pada tabel 4.8 rata-rata persentase skor kemampuan pemecahan masalah siswa pada tes akhir adalah 80%, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan Contextual teaching and Learning (CTL) berbasis pemecahan masalah di SMP Negeri 1 Waigete berkategori baik.
Penelitian ini relevan dengan hasil penelitian Novi Trina Sari dkk (2014) yang menyatakan bahwa hasil analisis data kemampuan pemahaman diperoleh bahwa pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning menunjukkan pengaruh yang berarti untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol, pendekatan CTL secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Kemampuan pemecahan masalah siswa
dengan menggunakan tahapan Polya yang pada tabel 4.2.2 menunjukan bahwa siswa telah melaksanakan tahap pemecahan masalah polya secara baik. Tahap pemecahan masalah polya diawali dengan tahap memahami masalah. sebanyak 93,2% siswa memahami masalah dengan mengidentifikasi semua informasi dalam soal secara eksplisit. Unsur ini meliputi unsur diketahui dan unsur ditanya sebagai syarat untuk menyelesaikan soal. Hal ini sejalan dengan pendapat polya (1973) bahwa dalam memecahkan masalah, siswa harus mampu memahami masalah yang dihadapinya. Tahap kedua adalah merencanakan strategi. Terdapat 79,4% siswa
telah melakukannya dengan baik yaitu merencanakan strategi dengan benar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Karlimah (2010) yang menyatakan dalam membuat rencana pemecahan masalah, carilah hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui yang memungkinkan untuk menghitung variabel yang belum diketahui.
Tahap ketiga adalah melaksanakan strategi, pada tahap ini terdapat 75,2% siswa mefasilitasi proses pemecahan masalah dengan dengan membuat tabel perpaduan, membuat model matematika, dan menggunakan berbagai metode untuk menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Da’iyah (2010) beberapa strategi pemecahan masalah yang sudah dikenal meliputi mencoba-coba, membuat digram, membuat tabel, menemukan pola. Mengecek kembali adalah tahap yang terakhir yang dilakukan pada langkah polya, tedapat 70% siswa melakukan pengecekan kembali untuk mengetahui kebenaran jawaban yang telah diperolehnya, hal ini sesuai dengan pendapat Polya (1973) bahwa semua jawaban ditinjau kembali untuk diyakini kebenarannya, dan ditinjau ulang apakah apakah solusi yang digunakan dievaluasi terhadap kelemahan-kelemahannya.
Analisis respon siswa yang ditunjukan pada tabel 4.3.1 menunjukan bahwa penilaian siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Contekstual Teaching and Learning berbasis pemecahan masalah adalah mayoritas siswa memberikan respon yang positif. Hal ini menunjukan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan selama penelitian memenuhi kualifikasi baik. Menurut Subagjo (2010) menyatakan bahwa respon siswa dikatakan positif jika presentase bayaknya siswa yang menjawab senang, baru, setuju, jelas dan menarik minimal 65%, maka respon siswa tehadap pembelajaran dengan pendekatan CTL berbasis pemecahan masalah dikatakan positif karena 69% atau siswa menjawab setuju.
Penelitian ini relevan dengan hasil penelitian Nita Yulinda dkk (2016) yang bahwa Pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik secara signifikan daripada pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa. Terdapat hubungan positif antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan kepercayaan diri siswa. Siswa memberikan
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 8 respon positif terhadap pembelajaran CTL.
Aktivitas siswa dan kinerja guru yang optimal menjadi faktor pendukung dalam penelitian.
Sejalan Penelitian Harahap (2015) menyatakan bahwa terjadi peningkatan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning atau (CTL) dengan rata-rata sebesar 3,33 pada siklus I dengan kriteria baik dan rata-rata sebesar 3,56 pada siklus I dengan kriteria sangat baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan CTL berbasis pemecahan masalah pada mata pelajaran sistem persamaan linear dua variabel, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Persentase skor kemampuan pemecahan masalah siswa adalah 80%, maka dapatdisimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran dengan pendekatan
Contextual teaching and Learning (CTL) berbasis pemecahan masalah di SMP Negeri 1 Waigete berkateori baik.
2.
Respon siswa tehadap pembelajaran dengan pendekatan CTL berbasis pemecahan masalah dikatakan positif karena 72.42% siswa memberikan respon yang baik.REFERENSI
Anderson, J.R. 1985. Cognitif Phisicology and Its Implication. New York: W.H. Freeman and Company
Annas, Dinawati, Suharto. 2013. Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning(Ctl) Berbasis Pemecahan Masalah Model Polya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Viii Smp Negeri 5 Jember Sub Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Tahun Ajaran 2012/2013. Jurnal Pancaran, Vol. 2, No. 1, hal 71-82, Februari 2013
Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk Guru SD, SLB, TK. Yrama Widya: Bandung
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Badan Standar Nasional Pendidikan tahun 2007.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menenah
Branca A. N. 1980. Problem Solving as A Goal, Process, and Basic Skills. In Problem Solving in School Mathematics: 1980 Yearbook edited by S. Krulik and R.E. Reys. Reston, VA: NCTM
Bruner, S. J. 1999.The Process Of Education. Lodon: Harvard University Press
Da’iyah, Z. 2010. Kemampuan Penalaran Pemecahan Masalah Mahasiswa Semester Awal Prodi Matematika Universitas Muhammadiyah Malang. Prosiding Seminar Nasional matematika Dan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang, 642.656
Depdiknas. 2007. Pedoman Memilih Menyusun Bahan Ajar dan Teks Mata pelajaran dan Pengembangan Pembelajaran Kontekstual (CTL) Sekolah Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta: BSNP
Ekowati, K. C., Darwis, M., Pua Upa, H. M. D., Tahmir, S. 2015. Implementation of Realistic Mathematics Education Students in Learning Mathematics Class V SDK St. Arnold Penfui Kupang NTT. Jurnal Media Sains, 6.
Eko Putro Widyoko, S. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gulo W,. 2002. Stategi Belajar Mengajar, Jakarta : Grasindo
Hamzah. 2003. Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 9 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri
di Bandung Melalui Pendekatan Problem Posing. Disertasi Doktor Pada PPS UPSI Bandung: Tidak Diterbitkan
Harahap, T. A. Penerapan contextual teaching and learning untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematika siswa kelas vii-2 smp nurhasanah medan tahun pelajaran 2012/2013. Jurnal EduTech Vol .1 No 1 Maret 2015. ISSN : 2442-6024, e-ISSN : 2442-7063
Hudson, C. C., Ph.D dan Whisler, V. R. Ph.D., Contextual Teaching and Learning for
Practitioners. Jurnal
SYSTEMICS,CYBERNETICS AND INFORMATICS VOLUME 6 - NUMBER 4 ISSN: 1690-4524
J. Piaget as cited in M. P. 2000. Driscoll, Psychology of Learning for Instruction. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon Johnson David W and Roger T. Johnson. 2002.
Cooperative Learning Methode: A Meta-Analysis. Journal of Research in Education Karlimah. 2010. Pengembangan Kemampuan
Pemecahan Masalah Serta Disposisi Matematis MAhasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah. Disertasi UPI. Bandung: tidak diterbitkan
Muslich, M. 2008 Kurikulum Tingkat Satua Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nita, Yulinda dkk. 2016. Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Kepercayaan Diri Siswa Pada Materi Volume Kubus Dan Balok. Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1
Nurhadi, B. Y., dan Agus, G. S. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press
Pradhana D., Hobri, Susanto 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Karakter Dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Pokok Bahasan Persamaan Linier Satu Variabel Di Kelas Vii Semester Ganjil Smp Negeri 3 Bangsalsari Tahun Ajaran 2012/2013. Jurnal Kadikma, Vol. 5, No. 1, Hal 49-58, April 2014
Polya. G. 1973. How to Solve it. New Jersey. New Jersey: Princenton University
Oemar Hamalik. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara
Rahardjo, Marsudi dan Astuti Waluyati. 2011. Pembelajaran Soal Cerita Operasi. Jakarta : Prestasi Pustaka
Rahayu, Masriyah, dan Endah Budi. 2007. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Terbuka
Rosalin, Elin. 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Universitas terbuka
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Bandung: PT. Raja Grafindo Persada
Rustana, C.E. 2002. Quality Improvement Management School (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Directorate of Secondary Schools Department of Education
Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.Jakarta : Prenada Media Group Sari, N. T., Ikhsan, M., Hajidin. 2014.
Implementasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Bernuansa Pendidikan Karakter untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
BIRUNIMATIKA Volume 2 No1 Juli 2017 | 10 Matematis Siswa MTsN. Jurnal Didaktik
Matematika ISSN : 2355-4185 Vol. 1, No. 1 Slavin, R. E. 1994. Education Psychology Theory:
Theory and Practice Massachusetts: Allyn And Bacon Publiser
Slavin, R. E. 2008. Education Psychology Theory: Terjemahan Marianto Samosir. Jakarta: PT Indeks
Suherman, dkk. 2001. Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung
Sutama. 2011. Pengelolaan Pembelajaran Matematika, Berbasis Aptitude Treatment Interaction. Surakarta: Muhammadiyah University Press
Rusyida. Wilda Yulia, Mohammad Asikin, d a n Edy Soedjoko. (2013). Komparasi Model
Pembelajaran Ctl Dan Mea Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran, Ujme, ISSN 2252-6927
Rusffendi. E.T. 2006. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensi dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA: Tarsito Bandung
Trianto. 2009. Mendesain model pembelajaran inovatif – progresif : konsep, landasan, dan implementasi pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Vygotsky, L.S. 1962 Thought and Language, Cambridge. MA: MIT Press
Zhu, Z. 2007. Gender Difference in Mathematical Problem Solving. Internasional Education Journal, 8 (2)