• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA HARA NITROGEN PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KELAPA SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA HARA NITROGEN PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KELAPA SAWIT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA HARA NITROGEN PADA PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DENGAN APLIKASI PUPUK

ORGANIK CAIR KOTORAN KAMBING DAN PUPUK MAJEMUK DI MAIN

NURSERY

NITROGEN NUTRITIONAL ANALYSIS ON THE GROWTH OF PALM OIL

(Elaeis guineensis Jacq) SEEDS WITH THE APPLICATION OF ORGANIC

FERTILIZER LIQUID OF GOATS AND FOATING FERTILIZER IN MAIN

NURSERY

Ingrid Ovie Yosephine

1

, Hardy Wijaya

,dan

Riki Hendra Lesmana

Program studi Budidaya Perkebunan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIP-AP), Jl. Williem Iskandar, Medan 20226

Email : ingrid_ovie@stipap.ac.id

Jay_one777@yahoo.com rhendralesmana@gmail.com

ABSTRAK

Masalah yang sering dihadapi pada saat pembibitan kelapa sawit adalah kemampuan tanah dalam penyediaan unsur hara secara terus menerus bagi pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit yang terbatas. Penelitian dilaksanakan di areal penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP) kampus LPP Medan. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari sampai Juni 2020. Metode yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor, faktor menggunakan Pupuk Organik Cair kotoran kambing dan faktor kedua menggunakan pupuk majemuk NPK 16:16:16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Respon pemberian POC (pupuk organik cair) kotoran kambing dan pemberian pupuk Majemuk (NPK 16:16:16) pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) mendapatkan data yang beragam sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit, pada perlakuan K3P3 dengam dosis K3 = 30 ml/polybag (POC) dan P3 = 15 gr/polybag (NPK) menunjukkan nilai tertinggi pada parameter tinggi bibit dan pada perlakuan K0P0 menunjukkan nilai terendah pada beberapa bibit yaitu tinggi bibit,lingkar batang, dan jumlah daun. Pada parameter tinggi tanaman terbaik (16 MSA) terdapat pada perlakuan K3P3 dengan nilai (55,0 cm), Lingkar Batang terdapat pada perlakuan K3P0 dengan nilai (10,8 cm), dan Jumlah Daun terdapat pada perlakuan K1P2 dengan nilai (13,5 helai). N-total pada tanah ultisol yang telah diaplikasi POC Kotoran Kambing dan pupuk majemuk NPK 16:16:16 dengan rataan 0,15% dengan kadar hara tertinggi terdapat pada perlakuan K3P3 dengan nilai 0,19% sedangkan kadar hara N-total terendah terdapat pada perlakuan K0P0 dengan nilai 0,10%. Kata Kunci : Pupuk Organik Cair Kotoran Kambing, Pupuk NPK 16:16:16, Serapan N

ABSTRACT

The problem that is often faced when oil palm nurseries are the limited ability of the soil to provide nutrients for oil palm growth and development. The research was carried out in the research area of the College of Agricultural Agribusiness and Plantation (STIPAP) LPP Medan campus. The research was started from February to June 2020. The method used was a factorial randomized block design (RBD) with 2 factors, the factor used goat manure liquid organic fertilizer and the second factor was using NPK compound fertilizer 16:16:16. The results showed that the response of giving POC (liquid organic fertilizer) goat manure and compound fertilizer (NPK 16:16:16) on oil palm seedlings (ElaeisguineensisJacq) obtained various data so

(2)

that it did not significantly affect the growth of oil palm seedlings, K3P3 treatment with a dose of K3 = 30 ml / polybag (POC) and P3 = 15 gr / polybag (NPK) showed the highest value on the parameter of seed height and K0P0 treatment showed the lowest value in some seeds, namely seed height, stem circumference, and number of leaves . The best plant height parameters (16 MSA) were found in the K3P3 treatment with a value (55.0 cm), the stem circumference was in the K3P0 treatment with a value (10.8 cm), and the number of leaves was in the K1P2 treatment with a value (13.5 sheet). N-total in ultisol soil that has been applied by POC Goat Manure and NPK compound fertilizer 16:16:16 with an average of 0.15% with the highest nutrient content found in K3P3 treatment with a value of 0.19% while the lowest total N nutrient content was found in treatment K0P0 with a value of 0.10%.

Keywords: Compound Fertilizer, Liquid Organic Fertilizer From Goat Manure, Nitrogen.

1. PENDAHULUAN

Pembibitan merupakan tahap awal pengelolaan tanaman yang hendak diusahakan. Pertumbuhan bibit yang baik merupakan faktor utama untuk memperoleh tanaman yang baik di lapangan. Berdasarkan hal itu, maka pembibitan perlu ditangani secara optimal. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan bibit adalah media pembibitan (Pahan, 2010). Menurut Parnata (2010), bahwa masalah yang sering dihadapi pada saat pembibitan kelapa sawit adalah kemampuan tanah dalam penyediaan unsur hara secara terus menerus bagi pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit yang terbatas. Keterbatasan daya dukung tanah dalam penyediaan hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Pupuk organik terdiri dari pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik cair adalah larutan dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia.

Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan

organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi

liat. Oleh karena itu, peningkatan

produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan

melalui perbaikan tanah (ameliorasi),

pemupukan, dan pemberian bahan organik

(Sudaryono,2009).

Kotoran padat kambing biasanya langsung digunakan oleh masyarakat sebagai pupuk organik untuk tanaman. Kotoran kambing memiliki struktur yang keras dam lama diuraikan oleh tanah sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan maksimal (Maulana, 2010). Salah satu alternatif pengolahan kotoran padat kambing adalah dengan dibuat sebagai Pupuk Organik Cair (POC). Sampai saat ini belum begitu banyak pemanfaatan kotoran padat yang diolah menjadi pupuk organik cair, padahal dengan diolah menjadi pupuk organik cair kotoran padat tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama dan lebih efesien (Setiawan, 2007).

Pupuk organik cair merupakan larutan hasil dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Pada umumnya pupuk cair organik tidak merusak tanah dan tanaman meskipun digunakan sesering mungkin. Pupuk organik cair antara lain compost tea, ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi limbah cair peternakan, fermentasi tumbuhan-tumbuhan, dan

(3)

lain-lain. POC memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan di dalam pupuk organik cair juga terdapat senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain. Namun kandungan hara tersebut rendah. Peranan pupuk organik ternak yang memiliki kandungan bahan organik yang banyak, dapat

menurunkan cekaman salinitas 3,0 - 4,5 % . (Sumarsono, dkk. 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji serapan hara N dengan melihat pengaruh pemberian pupuk organik cair kotoran kambing dan pupuk majemuk NPK 16:16:16 pada tanah ultisol terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Main Nursery.

II. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun penelitian STIPAP Medan dan analisis Laboratorium Central Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Juni 2020.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan empat taraf perlakuan dan tiga pengulangan. Bibit kelapa sawit yang digunakan adalah varietas DxP Dumpy. Perlakuan dengan pemberian empat taraf pupuk majemuk (NPK) danempat taraf pemberian Pupuk Organik Cair (POC) dari kotoran kambing. Rancangan perlakuan ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor yaitu :

Faktor I Pupuk Organik Cair (POC) Kotoran kambing dengan 4 taraf yaitu:

1. K0 = 0 ml/polibag (kontrol) 2. K1 = 10 ml/polybag

3. K2 = 20 ml/polybag 4. K3 = 30 ml/polybag

Faktor II Pupuk Majemuk (NPK) 16-16-16 dengan 4 taraf yaitu:

1. P0 = 0 gr/polybag (kontrol) 2. P1 = 5 gr/polybag

3. P2 = 10 gr/polybag 4. P3 = 15 gr/polybag Pengamatan dan Indikator

1. Tinggi Bibit (cm), dilakukan 4 minggu sekali selama sampai 16 minggu menggunakan meteran.

2. Lingkar Batang (cm), Pengukuran lingkar batang dilakukan setiap 1 bulan sekali, mengunakan meteran kain

3. Jumlah Daun (Helai), dilakukan setiap 1 bulan sekali dari mulai daun sudah membuka sampai daun yang sudah membelah dari umur 4 minggu sekali selama 16 minggu.

4. Analisa Serapan Unsur Hara Nitrogen pada tanah pada tanah ultisol di Main Nursery Penentuan kadar N dengan metode Kjeldahl dilakukan dilaboratorium Central Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara diakhir Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Bibit (cm)

Dari hasil pengamatan tinggi bibit (cm) yang telah dilakukan adapun hasil perhitungan rataan tinggi bibit dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini : Tabel 1 Rekapitulasi Rataan Pertambahan

(4)

4 Perlakuan 0 MST 4 MST 8 MST 12 MST 16 MST K0P0 30,0 31,0 33,0 35,0 37,0 K1P0 31,5 32,0 36,0 39,0 42,0 K2P0 36,5 37,5 41,0 44,0 47,0 K3P0 39,0 39,5 43,0 47,0 49,0 K0P1 32,0 33,0 36,0 39,0 43,0 K1P1 37,0 37,5 41,5 44,5 47,5 K2P1 38,0 39,0 43,5 46,5 48,5 K3P1 39,0 40,5 44,0 45,0 49,5 K0P2 33,5 34,5 37,5 40,5 46,5 K1P2 36,5 37,5 41,5 44,5 47,5 K2P2 37,5 38,5 42,5 45,5 49,0 K3P2 39,5 41,0 45,0 47,5 51,0 K0P3 36,5 37,5 40,5 43,5 46,5 K1P3 37,5 38,5 41,0 45,0 49,0 K2P3 38,5 39,5 43,0 47,0 52,0 K3P3 41,0 42,0 47,0 51,0 55,0 Rataan 36,5 37,4 41,0 44,0 47,5 Standar PPKS 0.0 20.0 25.0 32.0 52.0 Peningkatan 0.0 1,0 3,6 3,0 3,5

Tunggal POC Indeks Indeks Indeks Indeks Indeks

K0 33,0 100 34,0 100 36,8 100 39,5 100 43,3 100

K1 35,6 108 36,4 107 40,0 109 43,3 110 46,5 107

K2 37,6 114 38,6 114 42,5 115 45,8 116 49,1 113

K3 39,6 120 40,8 120 44,8 122 47,6 121 51,1 118

Tungggal Majemuk Indeks Indeks Indeks Indeks Indeks

P0 34,3 100 35,0 100 38,3 100 41,3 100 43,8 100

P1 36,5 106 37,5 107 41,3 108 43,8 106 47,1 108

P2 36,8 107 37,9 108 41,6 109 44,5 108 48,5 111

P3 38,4 112 39,4 113 42,9 112 46,6 113 50,6 116

Ket : Data yang di sajikan adalah data yang sudah dirata-ratakan.

Dari Tabel 1 Data menunjukkan sangat bervariasi dipertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit dengan demikian menunjukan hasil pertumbuhan bibit yang paling rendah dengan rataan 37,0 cm yaitu pada perlakuan K0P0 sedangkan pertumbuhan bibit paling tinggi terdapat pada perlakuan K3P3 dengan nilai sebesar dengan nilai 55,0 cm.

Data diatas menunjukkan pertumbuhan bibit minggu ke 16 MSA setelah aplikasi bahwa pertumbuhan tinggi bibit pada perlakuan K3P3 menghasilkan bibit yang tertinggi dengan nilai 55,0 cm sedangkan yang terendah pada perlakuan K0P0 dengan nilai 37,0 cm. Pengaruh yang baik ini diakibatkan oleh kondisi perakaran bibit yang sudah berkembang dengan baik sehingga perakaran mampu menyerap unsur hara yang diberikan didalam polybag yaitu perlakuan pupuk kandang dengan baik. Diantara berbagai hara tanaman, nitrogen (N) termasuk yang paling banyak mendapat perhatian, karena jumlahnya yang sedikit dalam tanah, sedangkan yang

terangkut oleh tanaman berupa hasil panen setiap musim sangat banyak. Selain itu, nitrogen (N), sering hilang karena pencucian dan penguapan, sehingga ketersediaannya dalam tanah untuk dapat diserap tanaman sangat kecil. Oleh karena itu, pengawetan dan pengendalian unsur ini sangatlah penting ( Isrun, 2010).

2. Data Lingkar Batang (cm)

Pengukuran lingkar batang dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan lingkar batang. Adapun hasil perhitungan rataan lingkar batang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Rekapitulasi Rataan Lingkar Batang Perlakuan 0 MST 4 MST 8 MST 12 MST 16 MST K0P0 4,5 5,0 5,9 6,8 7,5 K1P0 4,0 5,0 5,8 8,5 8,5 K2P0 5,5 5,5 7,5 9,5 10,5 K3P0 4,2 5,0 7,0 10,5 10,8 K0P1 4,5 5,5 6,5 9,5 10,0 K1P1 4,6 5,0 6,0 9,5 10,0 K2P1 5,8 6,0 7,5 10,0 10,0 K3P1 5,5 6,0 7,0 9,5 9,5 K0P2 4,7 5,5 6,5 8,0 8,5 K1P2 4,4 6,0 6,9 9,5 9,5 K2P2 4,0 5,0 5,9 8,5 8,5 K3P2 4,3 6,0 6,5 8,0 9,0 K0P3 4,0 5,0 6,4 9,0 9,0 K1P3 4,7 5,0 6,0 8,0 9,0 K2P3 4,0 6,0 6,4 7,5 8,0 K3P3 4,3 6,5 7,5 8,5 9,8 Rataan 4,5 5,5 6,6 8,8 9,3 Standar PPKS 0,0 1,3 1,5 1,7 1,8 Peningkatan 0,0 1,0 1,1 2,2 0,5

Tunggal POC Indeks Indeks Indeks Indeks Indeks K0 4,4 100 5,3 100 6,3 100 8,3 100 8,8 100 K1 4,4 100 5,3 100 6,2 98 8,9 107 9,3 106 K2 4,8 109 5,6 106 6,8 108 8,9 107 9,3 106 K3 4,6 105 5,9 111 7 111 9,1 110 9,8 111

Tungggal Majemuk Indeks Indeks Indeks Indeks Indeks P0 4,6 100 5,1 100 6,6 100 8,8 100 9,3 100

P1 5,1 111 5,6 110 6,8 103 9,6 109 9,9 106

P2 4,3 93 5,6 110 6,5 98 8,5 97 8,9 96

P3 4,2 91 5,6 110 6,6 100 8,3 94 8,9 96

Ket : Data yang di sajikan adalah data yang sudah di rata-ratakan.

(5)

5 Dari Tabel 2 diatas menunjukkan rataan lingkar batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) Pada pengamatan minggu ke-16 MSA menunjukkan data yang terendah pada perlakuan K0P0 dengan nilai 7,5 cm dan yang tertinngi terdapat pada perlakuan K3P0 dengan nilai sebsar 10,8 cm.

Pertumbuhan Lingkar batang pada minggu ke 16 MSA dengan rataan 9,3 cm yang paling tinggi terdapat pada perlakuan K3P0 dengan nilai 10,8 cm sedangkan lingkar batang yang terendah terdapat pada perlakuan K0P0 dengan nilai 7,5 cm. Hal ini disebabkan karena setiap tanaman membutuhkan unsur hara untuk membantu proses pertumbuhannya, salah satunya unsur N yang terdapat pada POC kotoran kambing yang berfungsi sebagai penyusun asam amino (protein), asam nukleat, dan klorofil pada tanaman.

Pernyataan ini sesuai dengan (Widyastuti, 2004) bahwa dialam unsur N diidentifikasi sebagai unsur hara yang aktif didalam tumbuhan yang berada pada daun untuk membantu pertumbuhan daun. Unsur hara ini akan membantu proses pertumbuhan tanaman yang akan menghasilkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan unsur hara yang lain. Kotoran kambing memiliki struktur yang keras dan lama diuraikan oleh tanah sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan maksimal Salah satu alternatif pengolahan kotoran padat kambing adalah dengan dibuat sebagai POC (Pupuk Organik Cair) (Maulana, 2010).

3. Jumlah Daun (Helai)

Dari hasil pengamatan terhadap jumlah daun tanaman seperti yang disajikan pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3 Rekapitulasi Jumlah Daun (helai)

Perlakuan 0 MST 4 MST 8 MST 12 MST 16 MST K0P0 7,0 8,0 8,5 9,5 10,5 K1P0 7,0 7,5 8,5 10,0 11,0 K2P0 8,0 9,5 10,0 12,0 12,5 K3P0 7,5 9,5 11,0 11,5 12,5 K0P1 7,5 8,5 10,0 10,0 11,0 K1P1 6,0 7,0 8,0 10,0 11,0 K2P1 6,5 8,5 10,0 12,5 13,0 K3P1 8,5 9,5 10,0 11,5 12,5 K0P2 8,0 9,0 10,5 11,5 11,5 K1P2 8,0 8,5 10,5 12,5 13,5 K2P2 6,5 7,0 8,0 10,5 11,0 K3P2 8,0 8,0 9,5 11,0 12,0 K0P3 6,5 8,0 8,5 12,5 13,0 K1P3 9,0 9,5 10,0 11,5 12,5 K2P3 8,0 10,0 10,5 10,5 11,5 K3P3 8,0 9,0 10,0 11,0 12,0 Rataan 7,5 8,6 9,6 11,1 11,9 Standar PPKS 0,0 1,3 1,5 1,7 1,8 Peningkatan 0,0 1,1 1,0 1,5 0,8

Tunggal POC Indeks Indeks Indeks Indeks Indeks K0 7,3 100 8,4 100 9,4 100 10,9 100 11,5 100 K1 7,5 103 8,1 96 9,3 99 11,0 101 12,0 104 K2 7,3 100 8,8 105 9,6 102 11,4 105 12,0 104 K3 8,0 110 9,0 107 10,1 107 11,3 104 12,3 107

Tungggal Majemuk Indeks Indeks Indeks Indeks Indeks P0 7,4 100 8,6 100 9,5 100 10,8 100 11,6 100

P1 7,1 96 8,4 98 9,5 100 11 102 11,9 103

P2 7,6 103 8,1 94 9,6 101 11,4 106 12 103

P3 7,9 107 9,1 106 9,8 103 11,4 106 12,3 106

Ket : Data yang di sajikan adalah data

yang sudah di rata-ratakan

Dari Tabel 3 menunjukkan jumlah daun sangat beragam pada pengamatan ke 16 MSA didapatkan data yang terendah terdapat pada perlakuan K0P0 yaitu 10,5 helai. Sedangkan untuk pertambahan jumlah daun yang tertinggi terdapat pada perlakuan K1P2 yaitu 13,5 helai.

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah daun minggu ke 16 MSA yang paling rendah pada perlakuan K0P0 dengan rataan 10,5 helai dan yang tinggi terdapat pada perlakuan K1P2 dengan nilai 13,5 helai. Bila tanah kurang mengandung Nitrogen (N) tersedia, maka seluruh tanaman akan berwarna hijau pucat atau kuning (klorosis).

Hal ini dapat terjadi karena rendahnya produksi klorofil dalam tanaman. Daun

(6)

6 tertua lebih dahulu menguning karena Nitrogen (N) dipindahkan dari bagian tanaman ini menuju ke daerah ujung pertumbuhan. Daun bagian bawah tanaman yang mengalami defisiensi pada awalnya menguning dibagian ujung dan gejala klorosisi cepat merambat melalui tulang tengah daun menuju batang. Daun tepi dapat tetap hijau untuk beberapa saat. Bila defisiensi menjadi semakin berat, daun tertua kedua dan ketiga mengalami pola defisiensi serupa dan daun tertua pada saat iru akan menjadi coklat sempurna. Bila defisiensi Nitrogen (N) dapat dilacak pada awal pertumbuhan, maka dapat diatasi dengan suatu penambahan pupuk yang mengandung Nitrogen (N) sedikit pengaruh pada hasil panen (Sugito, 2012).

Protein sel-sel vegetatif sebagian besar lebih bersifat fungsional daripada struktural dan bentuknya tidak stabil sehingga selalu mengalamai pemecahan dan reformasi. Sebagai pelengkap bagi perananaya dalam sintesa protein, Nitrogen (N) merupakan bagian tak terpisahkan dari molekul klorofil dan karenanya suatu pemberian Nitrogen (N) dalam jumlah cukup akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang subur dan warna daun hijau gelap. Pemberian Nitrogen (N) yang berlebihan dalam lingkungan tertentu dapat menunda fase generatif tanaman dan bahkan tidak terjadi sama sekali.Penggunaan media tanam yang tepat akan menentukan pertumbuhan bibit yang ditanam. Secara umum media tanam yang digunakan haruslah mempunyai sifat yang ringan, murah, mudah didapat, gembur dan subur, sehingga memungkinkan pertumbuhan bibit yang optimum (Erlan, 2005)

Data Analisa N-total dengan uji DMRT Berdasarkan hasil analisa tanah yang telah dilakukan di Laboratorium Central Universitas Sumatera Utara, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4 Analisa N- total berikut:

Tabel 4. Analisa N-total (%) POC Kotoran Kambing PUPUK MAJEMUK TOTAL RATAAN P0 P1 P2 P3 K0 0,10 0,12 0,14 0,14 0,5 0,13 K1 0,13 0,14 0,14 0,15 0,56 0,14 K2 0,15 0,16 0,17 0,16 0,64 0,16 K3 0,17 0,17 0,18 0,19 0,71 0,18 Total 0,55 0,59 0,63 0,64 2,41 0,6 Rataan 0,14 0,15 0,16 0,16 0,6 0,15

Berdasarkan hasil uji DMRT kadar N pada tanah ultisol dipembibitan main nursery tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan peberian pupuk organik cair kotoran kambing dan pupuk majemuk (NPK) pada tanah ultisol. Hal ini dikaranekan Kemasaman tanah terjadi karena proses pelapukan mineral dan batuan serta pencucian yang sangat cepat. Proses pelapukan yang intensif akan melepaskan unsur-unsur hara yang akhirnya hilang tercuci dan hanya menyisakan produk akhir pelapukan dan mineral-mineral tahan lapuk, yang pada umumnya kurang menyumbangkan unsur hara bagi tanaman (Wijanarko dan Taufiq, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai N-Total yaitu bahan organic, apabila bahan organiknya tinggi maka nilai N-Total juga tinggi, begitu pula sebaliknya, peningkatan kadar bahan organik terjadi maka N dalam tanah juga akan meningkat fungsi Nitrogen adalah memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan pembentukan protein. Nitrogen juga memiliki peranan yaitu merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. (Lindawati, Izhar, 2000)

(7)

7 Rataan Serapan Hara N (Nitrogen)

Berdasarkan analisa tanah yang dilakukan di Laboratorium Central Universitas Sumatera Utara adalah pada Tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5. Rataan Unsur Hara N-total.

No Perlakuan N % Ket/Indeks 1 K0P0 0,10 R 2 K0P1 0,12 R 3 K0P2 0,14 R 4 K0P3 0,14 R 5 K1P0 0,13 R 6 K1P1 0,14 R 7 K1P2 0,14 R 8 K1P3 0,15 R 9 K2P0 0,15 R 10 K2P1 0,16 R 11 K2P2 0,17 R 12 K2P3 0,16 R 13 K3P0 0,17 R 14 K3P1 0,17 R 15 K3P2 0,18 R 16 K3P3 0,19 R Rata-rata 0,15 Tunggal Rataa n Xmax 0,19 K3P3 Xmin 0,10 K0P0 K0 0,13 83 K1 0,14 112,00 K2 0,16 128,00 K3 0,18 142,00 P0 0,14 100,00 P1 0,15 107,27 P2 0,16 114,55 P3 0,16 116,36

Ket : R=Rendah, S=Sedang, T=Tinggi. Data Dihitung dan diuji menurut analisa. Difesiensi Hara Tanah pada Umur Bibit Kelapa Sawit <6 tahun.

Berdasarkan Tabel 5 diatas diketahui bahwa rata-rata kadar hara N-total pada tanah ultisol ditanaman kelapa sawit (elaeis guineensis Jacq) dari hasil laboratorium adalah 0,15 %. Dengan kadar hara N-total tertinggi terdapat pada perlakuan K3P3 dengan nilai yakni 0,19 % sedangkan kadar hara N-total terendah terdapat pada perlakuan K0P0 dengan nilai yakni 0,10 %. Salah satu faktor yang menunjang tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal adalah ketersediaan unsur hara dalam jumlah yang cukup di dalam tanah. Jika tanah tidak dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman, maka pemberian pupuk perlu dilakukan untuk memenuhi kekurangan tersebut. Pada setiap jenis tanaman membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang berbeda-beda (Runhayat, 2007).

IV. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

a. Respon pemberian POC (pupuk organik cair) kotoran kambing dan pemberian pupuk Majemuk (NPK 16:16:16) pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) mendapatkan data yang beragam sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit, pada perlakuan K3P3 dengam dosis K3 = 30 ml/polybag (POC) dan P3 = 15 gr/polybag (NPK) menunjukkan nilai tertinggi pada parameter tinggi bibit dan pada perlakuan K0P0 menunjukkan nilai terendah pada beberapa bibit yaitu tinggi bibit,lingkar batang, dan jumlah daun.

b. Berdasarkan analisa Laboratorium Central Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara terhadap Serapan Hara Nitrogen pada tanah ultisol yang telah diaplikasikan pupuk organik cair kotoran kambing dan pupuk majemuk NPK 16:16:16 dengan Indeks R (Rendah) dengan rataan 0,15 %.

(8)

8 DAFTAR PUSTAKA

Erlan. 2005. Pengaruh Berbagai Media terhadap Pertumbuhan Bibit Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpha (Scheff.) Boerl.) di Polibag. Jurnal Akta Agrosia, 7 (2) 72-75.

Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta

Isrun, 2010. Perubahan Serapan Nitrogen Tanaman Jagung dan Kadar Al-dd Akibat Pemberian Kompos Tanaman Legum dan Nonlegum Pada Inseptisols Napu, Jurnal. Agroland 17 (1) : 23 – 29

Lindawati, N., Izhar, dan Syafira, H., 2000, Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan Interval Pemotongan Terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Lokal Kumpai pada Tanah Podzolik Merah Kuning, JPPTP 2(2):130-133. Maulana, YN, 2010, Kajian Penggunaan

Pupuk Organik dan Jenis Pupuk N Terhadap Kadar N Tanah, Serapan N dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Tanah Litosol Gemolong, Skripsi, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret.

Pahan I, 2010. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.

Parnata, A.S. 2010. Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. Agromedia Pustaka. Jakarta. Penerbit Kanisius Edisi Revisi Cetakan Pertama. Yogyakarta. Hal 23.

Runhayat, A. 2007. Penentuan Kebutuhan Pokok Unsur Hara N,P, K Untuk Pertumbuhan Tanaman Panili (Vanilla planifolia Andrews). Bul. Littro. Vol. XVIII No. 1, 2007. Setiawan, SI, 2007, Memanfaatkan

Kotoran Ternak, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumarsono, S. Anwar dan S. Budiyanto. 2005. Peranan Pupuk Organik Untuk Keberhasilan Pertumbuhan Tanaman Pakan Rumput Poliploid Pada Tanah Masam dan Salin. Laporan Penelitian. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNDIP, Semarang.

Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Ultisol pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan. 10(3) : 337-346.

Sugito, Y. 2012. Ekologi Tanaman; Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Beberapa Aspeknya. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Cetakan Kedua.

Widyastuti, 2004. Pertumbuhan vegetatif. Penebar Swadaya. Jakarta

(9)

9

Keterangan : Data yang di sajikan

adalah data yang sudah di rata-ratakan.

Dari Tabel 4.1 Data menunjukkan

sangat bervariasi dipertumbuhan tinggi

bibit kelapa sawit dengan demikian

menunjukan hasil pertumbuhan bibit

yang paling rendah dengan rataan 37,0

cm yaitu pada perlakuan K0P0

sedangkan pertumbuhan bibit paling

tinggi terdapat pada perlakuan K3P3

dengan nilai sebesar dengan nilai 55,0

Gambar

Tabel 4. Analisa N-total (%)  POC  Kotoran  Kambing  PUPUK MAJEMUK   TOTAL  RATAAN P0 P1 P2 P3  K0  0,10   0,12   0,14   0,14    0,5  0,13  K1  0,13   0,14   0,14   0,15   0,56  0,14  K2  0,15   0,16   0,17   0,16   0,64  0,16  K3  0,17   0,17   0,18   0,1
Tabel 5. Rataan Unsur Hara N-total.

Referensi

Dokumen terkait

“berbagai kendala yang kita hadapi dalam menjalankan fungsi pengawasan selain dari faktor internal juga berasal dari faktor eksternal yaitu latar belakang keilmuan tiap

Jenis penelitian ini adalah eksperimental yang dibagi menjadi beberapa tahap utama, yaitu: produksi HPIL (hidrolisat protein ikan lele dumbo), formulasi bubur bayi, seleksi

yang digunakan oleh bank kepada nasabah dalam pembelian barang, bank harus melakukan pengawasan terhadap barang-barang yang akan dibeli oleh nasabah agar tidak

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, yang menjadi preferensi utama bagi nasabah dalam memilih produk pembiayaan Bank Aceh Syariah di kota Banda Aceh

Dalam rangka introduksi energi nukllir dalam sistem kelistrikan di Indonesia (PLTN) dan rencana pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE), BAPETEN sebagai

Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Margaretta (2011) yang menguji faktor reputasi KAP, ukuran perusahaan, profitabilitas,

Nilai rata-rata (mean) diambil berdasarkan data perhitungan nilai (skor) perbandingan data terhadap produk dendeng jantung pisang dari empat segi penilaian

Sehubungan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan, maka Perseroan dengan ini meminta persetujuan para Pemegang Saham untuk memberikan kewenangan kepada Dewan Komisaris