BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1). Menurut Surya, pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Sudjana, 2005).
Bertitik tolak dari definisi tersebut, pembelajaran merupakan suatu proses yang dialami individu melalui pengalaman-pengalaman baru dalam serangkaian interaksi di suatu lingkungan pendidikan sehingga dapat mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik sebagai sumber daya manusia yang handal dan berkualitas. Pembelajaran dalam konteks pendidikan secara umum merupakan suatu upaya mengembangkan potensi anak, sehingga menciptakan pengalaman baru dalam kehidupannya melalui proses pembelajaran baik melalui jalur formal di sekolah maupun pendidikan di jalur luar sekolah.
Slameto (1980: 2) mengemukakan bahwa secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya lebih jauh dikatakan bahwa perubahan tingkah laku dalam belajar adalah: (1) perubahan ini terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat/bernilai positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, dan (5) perubahan belajar bertujuan dan terarah. Sedang Rusyan (1989: 8) mengemukakan pendapatnya tentang belajar, sebagai berikut: belajar dalam arti yang luas adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi, atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi.
Menurut Dalyono (2005), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau keinginan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan,ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sebagainya ( Suciati, 2005 ). Sedangkan menurut Winatraputra menyebutkan bahwa belajar adalah perbuatan untuk memperoleh kebiasaan,ilmu pengetahuan dan berbagai sikap ( Winaputra,1998 ). Hal itu termasuk penemuan cara-cara baru dalam mengerjakan sesuatu,dan itu terjadi pada usaha-usaha individu dalam memecahkan rintangan-rintangan atau untuk penyesuaian terhadap tiap situasi dalam usahanya untuk memperoleh bentuk-bentuk kelakuan yang efektif, dapat dipergunakan untuk mencapai tiap-tiap tujuan yang diinginkannya.
Belajar dalam pengertian yang bersifat umum adalah usaha mencari pengetahuan dan pengalaman baru guna mengatasi masalah-masalah dalam hidupnya. Termasuk dalam pengertian ini adalah mencari untuk mendapatkan kecakapan-kecakapan baru. Melengkapi pendapat tentang pengertian belajar, berikut diutarakan beberapa batasan (definisi) tentang belajar tersebut. Menurut Cronbach yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata, mengatakan bahwa belajar adalah adanya perubahan perilaku sebagai hasil (karena) pengalaman (learning is known by a change in behavior as a result of experience). Belajar yang sesungguhnya adalah belajar karena proses mengalami, menjelajahi sesuatu lewat organ-organ kita, seperti observasi, eksperimentasi diskusi dan sebagainya. Jadi dengan demikian organ-organ khususnya indera kita terlatih.
Sejalan dengan pendapat di atas adalah pendapat yang dikemukakan oleh Harold Spears, ia menyatakan , belajar adalah mengobservasi, membaca, meniru, mencoba, mendengarkan dan mengikuti arahan (teaming is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction).
Sedangkan Mc.Geoh mengatakan bahwa belajar adalah adanya perubahan dalam penampilan sebagai hasil (akibat) dari praktek (menjalankan sesuatu kegiatan/aktivitas).
Belajar dan mengajar adalah dua konsep yang hampir tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya, terutama dalam praktiknya di sekolah-sekolah. Bahkan apabila keduanya telah digerakkan secara sadar-tujuan. Rangkaian interaksi belajar mengajar (B-M) akan segera terjadi. Tantangan perkembangan global kini dan esok bukanlah rangkaian tantangan yang bersifat kompromistis terhadap dunia pendidikan. Dunia pendidikan, siap
atau tidak, di tantang untuk menyesuaikan dirinya terhadap sistem tersebut. Tantangan utamanya adalah bagaimana sistem-sistem pendidikan di berbagai negara dapat menghasilkan generasi hari esok yang memiliki kecerdasan majemuk dan berkembang secara harmonis dan optimal, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan bervariasi, serta komitmen dan etos kerja yang kuat, dan bersifat konsisten, sehingga berdaya saing tinggi dan marketable(mudah diterima atau laris di pasar kerja) baik di tingkat nasional maupun internasional. Konteks makro, misalnya dari perencanaan pendidikan ke pengembangan kurikulum, maupun dalam konteks mikro, misalnya dari penyusunan program pembelajaran hingga pengelolaan interaksi belajar-mengajar dan evaluasi efektivitas prosesnya.
Dalam konteks mikro inilah perlu dikaji ulang persepsi dan sikap guru, terutama guru SD, terhadap belajar dan mengajar. Sehubungan dengan ini kita tentunya masih ingat bahwa “belajar” pernah dipandang sebagai proses penambahan pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin sekarang masih berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, “ mengajar” pun dipandang sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan dari seorang guru kepada para siswanya.
Pandangan semacam itu tidak terlalu salah. Akan tetapi masih sangat parsial, terlalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-individu yang pasif, reseptif. Oleh sebab, itu. Pandangan tersebut perlu diletakkan pada perseptif yang lebih wajar sehingga ruang lingkup substansi belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga keterampilan dalam pengertian luas, yakni keterampilan untuk hidup (life skills),nilai, dan sikap. Berkaitan dengan ini. Gagne (2005) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance kinerja ( Sumantri,2005). Perubahan tingkah laku tersebut harus dapat bertahan selama jangka waktu tertentu. Dengan demikian, belajar pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu proses perubahan positif-kualitatif yang terjadi pada tingkah laku pembelajaran/subjek didik akibat adanya peningkatan pada pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, minat, apresiasi, kemampuan berpikir logis dan kritis. Kemampuan interaktif, dan kreativitas yang telah dicapainya. Konsep belajar demikian menempatkan manusia yang belajar tidak hanya pada proses teknis, tetapi juga
sekaligus pada proses normatif. Hal ini amat penting agar perkembangan kepribadian dan kemampuan belajar (siswa, mahasiswa, peserta pelatihan) terjadi secara harmonis dan optimal.
Sementara itu agar proses belajar berlangsung efektif, semua faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (dari luar diri siswa) harus diperhatikan oleh setiap guru. Faktor-faktor internal meliputi antara lain bakat, kecerdasan(intelektual, emosional, dan spiritual), minat, motivasi, sikap, dan latar belakang sosial ekonomi dan budaya. Faktor-faktor eksternal terdiri dari antara lain tujuan pembelajaran, materi pelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media digunakan guru, iklim sosial dalam kelas, waktu yang tersedia, sistem dan teknik evaluasi, pandangan dan sikap guru terhadap siswa, dan upaya guru untuk menangani kesulitan belajar siswa. Demikian banyaknya faktor yang mempengaruhi belajar siswa. Interaksi antar faktor-faktor tersebut akan berpengaruh pada kualitas proses dan hasil belajar siswa. Akan tetapi, dalam hal ini ada sebuah credo (keyakinan) dalam konteks revolusi belajar bahwa “Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan” kini ide dan keyakinan ini telah menjadi salah satu model Revolusi Belajar (The Learning Revolution), sebuah terobosan kependidikan yang mencoba menyesuaikan belajar siswa terhadap dinamika revolusi informasi dalam era kesejagatan ini. Memang harus diakui, bahwa apabila siswa, bahkan guru sekalipun, belajar dalam keadaan senang bahkan asyik (joyful, fun), ia akan mengaktualisasikan dan mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin untuk mempelajari materi pelajaran/materi pelatihan yang tengah dihadapinya. Dalam situasi seperti ini ia dengan bantuan sekitar seratus miliar sel otak (sel saraf aktif) dan hatinya akan berusaha “Menyesuaikan diri”. Bahkan “Menaklukkan” obyek belajar yang dihadapinya, sehingga dikuasainya secara optimal. Hati dan otak hingga saat ini masih menyembunyikan misteri kesupercanggihan dan “Iptek Jahiliyah”. Akan tetapi untuk sementara perlu diketahui bahwa pada saat seperti itu pembelajar yang bersangkutan telah digerakkan oleh konsistensi raksasa yang dikenal dengan nama komitmen, minat, motivasi, dan konsistensi yang ada dalam hatinya serta “komputer” ciptaan-Nya yang tak tertandingkan, yakni otaknya yang sebelah kiri berusaha menguasai materi atau hal-hal yang akademis dan yang sebelah kanan berbuat dan berkarya(dengan bantuan komponen-komponen fisik dan non fisik lainnya) untuk membuat atau menciptakan, dan
menampilkan berbagai produk yang memerlukan kreativitasnya. Inilah pentingnya bagi setiap guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan dan mengasyikkan, agar terjadi suatu simponi yang harmonis, dinamis, indah, dan menakjubkan serta bermakna dari generator-generator raksasa tersebut.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik pokok-pokok pengertiannya yakni: a. belajar akan membawa (berakibat adanya) perubahan perilaku baik secara aktual
maupun potensial
b. dengan belajar seseorang akan mendapat kecakapan baru
c. perubahan perilaku dan kecakapan baru itu didapatkan lewat suatu usaha
Kiranya kesimpulan itu tidak terlalu jauh dari kenyataan. Seseorang yang belajar membaca misalnya, tadinya tidak dapat membaca, menjadi dapat membaca seorang yang belajar menulis tadinya tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Pengendara (sopir) taksi tadinya juga belum dapat mengendarainya, baru setelah belajar ia memiliki kecakapan baru dalam hal ini kecakapan mengendarai taksi (mobil pada umumnya). Keberhasilan belajar seseorang ditentukan atau dipengaruhi oleh banyak hal (faktor). Faktor yang tidak sedikit itu dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yakni faktor dari anak (pelajar) dan faktor luar diri anak.
2.1.1.2 Pembelajaran IPS SD
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan
dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
2.1.1.2.1 Tujuan
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
2.1.1.2.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan 3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
2.1.1.3 Metode Main Mapping
Mind Mapping atau Peta Pikiran merupakan metode mempelajari konsep yang ditemukan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Dia seorang ahli dan penulis produktif di bidang psikologi, kreativitas dan pengembangan diri. Buzan (2008) mengungkapkan bahwa mind mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara hafiah yang akan “memetakan” pikiran. Sejalan dengan hal tersebut DePorter, dkk. (2005) mengatakan bahwa peta pikiran (mind mapping) adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan kita mengingat banyak informasi.
A mind map is a diagram used to represent words, ideas, tasks, or other items linked to and arranged around a central key word or idea. Mind maps are used to generate, visualize, structure, and classify ideas, and as an aid in study, organization, problem solving, decision making, and writing (http://en.wikipedia.org/wiki/Mind_map). Mind map atau peta pikiran adalah sebuah diagram yang digunakan untuk mempresentasikan kata-kata, ide-ide (pikiran), tugas-tugas atau hal-hal lain yang dihubungkan dari ide pokok otak. Peta pikiran juga digunakan untuk menggeneralisasikan, memvisualisasikan serta mengklasifikasikan ide-ide dan sebagai bantuan dalam belajar, berorganisasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta dalam menulis.
Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut. Konsep ini didasarkan pada cara kerja otak kita menyimpan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak kita tidak menyimpan informasi dalam kotak-kotak sel saraf yang terjejer rapi melainkan dikumpulkan pada sel-sel saraf yang berbercabang-cabang yang apabila dilihat sekilas akan tampak seperti cabang-cabang pohon. Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada.
Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain (Escaeva,2011).
Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak
bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%.
Beberapa manfaat memiliki mind map antara lain : a. Merencana b. Berkomunikasi c. Menjadi Kreatif d. Menghemat Waktu e. Menyelesaikan Masalah f. Memusatkan Perhatian
g. Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran h. Mengingat dengan lebih baik
i. Belajar Lebih Cepat dan Efisien j. Melihat gambar keseluruhan
Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu : a. Cara ini cepat
b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis(Sugiarto, 2004) Menurut Suhana (2010), langkah-langkah pembelajaran mind mapping adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, dalam hal ini guru menjelaskan menggunakan mind mapping,
2. Guru mengemukakan permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya masing-masing 2-3 orang.
Setiap kelompok mendapat tugas membuat mind mapping dari permasalahan berdasarkan topik yang yang berbeda. Langkah menyusun mind map senagai berikut:
a) Siapkan kertas kosong, mulai dari bagian tengah;
b) Pada bagian tengah tulis topik utama, bias juga menggunakan gambar atau foto; c) Hubungkan cabang utama ke topik utama dan hubungkan
d) Gunakan garis hubung yang melengkung; e) Gunakan warna;
f) Gunakan kata kunci pada setiap garis hubung; g) Gunakan gambar
4. Setiap kelompok menginterventarisasi dan mencatat alternatif jawaban hasil diskusi. 5. Setiap kelompok atau secara acak kelompok tertentu membacakan hasil diskusinya
dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru.
6. Dari data-data di papan, siswa diminta membuat kesimpulan dan guru memberi bandingan sesuai dengan konsep yang disediakan
7. Siswa diberi latihan soal.
Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas kosong yang diatur dalam posisi landscape kemudian tempatan topik yang akan dibahas di tengah-tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Usahakan menggunakan gambar, simbol atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat dengan lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran. Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis-garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis-garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari masing-masing garis.
Menurut Haryono kelebihan mind mapping adalah sebagai berikut : a) Mind mapping dapat membantu siswa dalam mengingat sesuatu, b) Menghemat waktu dan memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya, c) Mendapatkan nilai yang bagus, d) Mengatur pikiran dan e) Pelajaran lebih menyenangkan.sedangkan Masih menurut Haryono mind mapping juga mempunyai kekurangan yaitu :a)Hanya berlaku untuk masing-masing siswa, b) Membutuhkan keahlian khusus untuk membuat mind
mapping yang lebih bagus. dan c) ada sebagian siswa yang akan lambat memahami jalur dari mind mapping.
Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping (Sugiarto, 2004).
2.1.2.2 Hasil Belajar
Setiap kegiatan yang menghasilkan suatu perubahan yang khas, yaitu belajar. Hasil belajar tampak dalam suatu prestasi yang diberikan oleh individu yang belajar. Maka setiap prestasi yang tepat merupakan suatu kenyataan perbuatan belajar (performance). Adanya kenyataan bahwa proses belajar dapat terlaksana melalui berbagai kegiatan belajar yang masing-masing mempunyai kekhususan, maka hasil belajar pun akan tampak pada adanya perubahan tingkah laku yang berbeda-beda, diwujudkan dalam prestasi-prestasi tertentu. Untuk memudahkan studi tentang hasil belajar yang berbeda-beda tersebut, diadakan pengelompokan terhadap hasil belajar. Seperti yang dikemukakan Gagne dalam The Condition of Learnimg yaitu bahwa hasil belajar dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori, yaitu ketrampilan motorik, sikap, kemahiran intelektual,informasi verbal, dan pengaturan intelektual.
Sedangkan B.F. Skinner sebagai tokoh behaviorisme berpendapat bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang perilaku dan belajar diubah oleh kondisi lingkungan. Teori belajar itu sering disebut Operant Conditioning yang berunsur rangsangan atau stimuli, respon, dan konsekuensi. Stimuli (tanda/syarat)
bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau negatif, namun keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement).
Menurut Sudjana (2004:22), bahwa menggunakan hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu :
1. Keterampilan dan kebiasaan; 2. Pengetahuan dan pengertian;
3. Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, maka hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan kognitif mengenai fakta, konsep, dan generalisasi pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan serta menbentuk sikap dan pemikiran dan menghasilkan tingkah laku yang dapat diamati yang berupa keterampilan dan kebiasaan..
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini dilakukan didasarkan pada beberapa kajian penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Pratidina dkk dengan judul “Kefektifan Metode Mind Mapping dengan Pendekatan PMRI terhadap Hasil Belajar. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari semula pada prasikus persentase ketuntasan belajar hanya 28,46 % dan nilai rata-rata kelas 56,45 (KKM=64) menjadi 64,34 % dan 70,56 pada siklus pertama, dan 75,68 % dan 76,67 pada siklus kedua.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Fatma (2010) dengan judul: Penerapan Model Mind Map untuk Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Belajar IPS Terpadu Pada Siswa Kelas VII A SMP Walisongo Gempol di Pasuruan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari semula pada prasikus persentase ketuntasan belajar hanya 35,78 % dan nilai rata-rata kelas 58,27 (KKM=63) menjadi 68,56 % dan 72,89 pada siklus pertama, dan 77,00 % dan 78,37 pada siklus kedua.
Berdasarkan kajian pada kedua penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori di atas, maka peneliti menyusun kerangka berpikir sebagai berikut: Pembelajaran IPS siswa kelas IV semester 1 pada tahap prasiklus, peneliti belum menggunakan metode pembelajaran yang tepat, sehingga hasil belajar siswa dan kualitas pembelajaran relatif rendah. Pada tahap siklus I pada pembelajaran IPS materi Perekonomian Masyarakat, peneliti sudah menggunakan metode mind mapping sehingga hasil belajar dan kualitas pembelajaran meningkat ( dua indikator keberhasilan tercapai). Peneliti melanjutkan tindakan pada tahap siklus II dengan materi Koperasi. Pada tahap ini diperoleh peningkatan hasil belajar dan kualitas pembelajaran yang optimal. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, diduga pembelajaran IPS kelas IV semester 1 menggunakan metode mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
SIKLUS I/II 1. Minat belajar
meningkat 2. Siswa aktif dan
senang Pembelajaran sudah
menggunakan metode mind mapping
hasil belajar siswa rendah 1. Minat belajar rendah 2. Siswa pasif Pembelajaran belum menggunakan metode mind mapping Kondisi Awal TINDAKAN
Diduga pembelajaran IPA menggunakan metode mind mapping dapat
meningkatkan hasil belajar Kondisi
2.4 Hipotesis Tindakan
Menurut Sugiyono (2009:96) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan kerangka berpikir, diduga penggunaan metode mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV semester 1 SDN Kalipucang Kulon tahun pelajaran 2013/2014.