• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

9 1. Prestasi Belajar Matematika

a. Prestasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prestasi merupakan hasil yang telah dicapai (dari yang letah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Menurut Syah (Nurafifaeni, 2018:8), prestasi adalah tingkat keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai pada tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.

b. Belajar

Menurut Fathurrohman (2017: 8), yang dimaksud belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang untuk memperoleh penugasan atau penyerapan informasi dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik melalui proses interaksi antara individu dan lingkungan.

Lefudin (2107: 2) menggambarkan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan.

Musfiqon (2012:6) mendefinisikan pengertian belajar sebagai sebuah proses interaksi antara manusia dengan lingkungan yang dilakukan secara terencana untuk mencapai pemahaman, keterampilan, dan sikap yang diinginkan sehingga terjadi perubahan pada diri sesorang dari hasil belajar tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses penyerapan informasi dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dilakukan oleh seorang individu yang berinteraksi dengan lingkungan dan mengakibatkan perubahan perilaku baik secara terencana maupun tidak terencana.

(2)

c. Matematika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Offirston (2014:2) mengartikan matematika sebagai pelajaran yang melatih pola pikir manusia agar senantiasa berpikir logis, sistematis, cermat, dan cerdas. Menurut Astuti dan Leornard (2015: 105), matematika merupakan suatu cara bernalar karena meletakkan cara pembuktian yang sahih, rumus-rumus atau aturan yang umum atau sifat penalaran matematika yang sistematis. Maka matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pelajaran tentang ilmu bilangan yang yang bisa dibuktikan secara sahih serta melatih pola pikir manusia untuk berpikir logis dan sistematis dalam menyelesaian masalah.

d. Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi, belajar, dan matematika yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai melalui proses penyerapan informasi tentang ilmu bilangan dan dapat menyelesaikan masalah secara logis dan sistematis

2. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Definisi model pembelajaran menurut Mariyaningsih dan Hidayati (2018: 13) merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan khas oleh guru yang bersangkutan.

Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman guru dalam merencanakan aktivitas pembelajaran.

Sagala (Maharani, 2009: 5) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan

(3)

melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan dalam pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang mendiskripsikan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pembelajaran yang disajikan oleh guru dan berfungsi sebagai pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas kelas.

b. Model Pembelajaran Konvensional

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa konvensional berarti tradisional. Tradisional sendiri diartikan sebagai sikap cara berpikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan secara turun-menurun. Oleh karena itu, model konvensional disebut juga model tradisional. Dalam pelaksanaannya, guru memberikan penjelasan tentang materi, kemudian peserta didik diberikan latihan soal. Peserta didik mendengarkan, mencatat, dan mengerjakan latihan yang diberikan guru tanpa terlibat secara aktif. Dalam metode konvesional, guru berperan sangat penting dan menjadi pusat pembelajaran (teacher centered learning) sehingga menjadikan peserta didik menjadi pasif dan kurang mempunyai kesempatan mengembangkan kreativitasnya. Langkah-langkah model pembelajaran konvensional yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Konvensional

Tahap Kegiatan Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan mempersiapkan siswa belajar

Tahap 2

Mendemonstrasikan

Menyajikan informasi kepada siswa dengan metode ceramah

(4)

Tahap Kegiatan Guru pengetahuan dan

keterampilan Tahap 3

Membimbing pelatihan

Memberikan soal latihan untuk dikerjakan oleh siswa

Tahap 4

Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Membahas soal latihan, memberikan penguatan apabila jawaban siswa sudah benar, dan mengoreksi jawaban siswa yang salah

Tahap 5

Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

Memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di rumah (Tugas Rumah)

Dalam penerapannya, model pembelajaran konvensional memiliki kelebihan dan kekurangan. Purwoto (Maharani, 2009: 7) mengemukakan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kelebihan

a) Dapat menampung kelas besar

b) Bahan pelajaran atau keterangan dapat diberikan secara lebih urut oleh guru.

c) Guru dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang penting, hingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.

d) Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar peserta didik.

e) Kurangnya atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat proses pelajaran karena dilakukan dengan ceramah.

(5)

2) Kekurangan

a) Pelajaran berjalan membosankan dan murid menjadi pasif karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan.

b) Kedapatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat murid tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

c) Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.

d) Ceramah menyebabkan belajar murid menjadi “belajar menghafal”

(rote learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.

c. Model Pembelajaran Koopertatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran menggunakan pola belajar peserta didik berkelompok untuk menjalin kerjasama dan saling ketergantungan positif sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (Huriah, 2018: 66).

Menurut Lie (Mariyaningsih dan Hidayati, 2018: 44) memiliki beberapa karakteristik yaitu: (1) peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi pembelajaran, (2) kelompok yang dibentuk memiliki latar belakang kemampuan yang mewakili tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang, dan rendah, (3) kelompok yang dibentuk memiliki keragaman latar belakang ras, suku budaya dan jenis kelamin, (4) orientasi penghargaan lebih kepada kelompok daripada individu.

Ibrahim (Mariyaningsih dan Hidayati, 2018: 45) mengemukakan bahwa terdapat enam tahapan dalam pembelajaran kooperatif yang ditunjukkan pada gambar berikut:

(6)

Gambar 2.1. Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran kooperatif diperlukan kerja sama antarpeserta didik dan saling ketergantungan positif dalam mencapai tujuan dan penghargaan. Dalam penelitian ini, model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan teknik mind mapping.

d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)

Salah satu model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Slavin dan kawan-kawan. STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan

Fase 1: Guru menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik

Fase 2: Menyampaikan informasi

Fase 6: Memberikan penghargaan

Fase 3: Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok kooperatif

Fase 4: Membimbing kelompok kerja dan belajar

Fase 5: Evaluasi hasil belajar

(7)

merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Slavin (2008 : 143 – 144) mengemukakan bahwa STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

1) Presentasi kelas (Class presentation)

Materi yang disampaikan pada tahap ini merupakan materi garis besar yang berujuan untuk memberikan pengetahuan awal dan stimulasi kepada peserta didik. Teknik presentasi dilakukan dengan berbagai strategi dan media pembelajaran seperti ceramah, gambar, video dan sebagainya. Selanjutnya peserta didik akan menemukan sendiri informasi detail terkait materi dengan bekerja secara kolaboratif dengan teman dalam kelompok.

2) Kerja kelompok (Team Works)

Kelompok yang dibentuk dalam tahap ini pada umumnya beranggotakan 4-5 peserta didik. Dalam membagi anggota, karakteristik peserta didik menjadi pertimbangan utama sehingga memenuhi syarat heterogenitas kelompok. Karakteristik peserta didk yang dimaksud adalah jenis kelamin, latar belakang suku atau budaya, serta tingkat kemampuan. Kelompok yang heterogen dianggap ideal untuk setiap peserta memperngaruhi satu sama lain. Belajar kelompok bertujuan untuk mendorong peserta didik menemukan pengetahuan yang lebih detail dari materi yang secara garis besar telah dipresentasikan oleh guru melalui dengar pendapat, diskusi dan Tanya jawab antar anggota didalam kelompok. Selama belajar kelompok, guru bertugas sebagai fasilitator, pembimbing, dan motivator.

3) Kuis (quizzes)

Setelah guru memberikan presentasi, peserta didik diberi kuis individu.

Peserta didik tidak diperbolehkan membantu satu sama lain selama kuis berlangsung. Setiap peserta didik bertanggung jawab untuk mempelajari dan memahami materi yang telah disampaikan.

(8)

4) Skor kemajuan individu (Individual Improvement Score)

Skor kemajuan individu bertujuan menidentifikasi peningkatan pemahaman peserta didik akan materi dan memberikan gambaran yang riil kepada peserta didik terkait target atau hasil yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran dengan membandingkan hasil tes sebelumnya. Peningkatan skor setiap anggota kelompok berkontribusi untuk nilai kelompok. Skor kemajudian dihitung dengan cara membandingkan skor kuis materi sebelumnya dengan yang baru.

Untuk skor tes dengan skala 100 berlaku ketentuan sebagai berikut.

Tabel 2.2. Kategori Skor Kemajuan Individu

Skor Kuis Poin Skor Kemajuan

Individu

Turun lebih dari 10 poin 5

Turun 10 poin atau kurang 10

Tetap atau naik sampai 10 poin 20

Naik lebih dari 10 poin 30

Kertas jawaban sempurna 30

5) Penghargaan kelompok (Team Recognition)

Tim akan mendapatkan penghargaan atau hadiah, jika peserta didik dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya akan diberikan tiga macam tingkatan penghargaan. Penghargaan yang akan diperoleh tim tersebut berdasarkan pada skor rata-rata tim dengan ketentuan sebagai berikut.

Tabel 2.3. Kategori Penghargaan Tim Rata-rata Skor Tim Penghargaan

5 ≤ skor tim < 15 Good Team (Tim Baik) 15 ≤ skor tim < 25 Great Team (Tim Hebat) 25 ≤ skor tim ≤ 30 Super Team (Tim Super)

Menurut Shoimin (Nurafifaeni, 2018: 16-17), model pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan berdasarkan langkah-langkah berikut:

(9)

1) Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran, misal dengan metode penemuan terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.

2) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap peserta didik secara individu sehingga akan diperoleh nilai awal kemampuan peserta didik.

3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.

4) Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu antar anggota lain serta membahas jawaban tugas. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahan tugas untuk kelompok telah dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.

5) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap peserta didik secara individu.

6) Guru memfasilitasi peserta didik dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

7) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya

Tabel 2.4. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Tahap Kegiatan Guru

Tahap 1:

Persiapan

Melakukan kegiatan pendahuluan seperti menyampaikan KI, KD, tujuan pembelajaran atau afirmasi

(10)

Tahap Kegiatan Guru Tahap 2:

Menyajikan informasi

Menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode penyampaian yang sesuai.

Tahap 3:

Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok- kelompok belajar

Membuat kelompok yang beranggotakan 4 hingga 5 orang dengan mempertimbangkan heterogenitas peserta didik (tingkat kemampuan, jenis kelamin dll)

Tahap 4:

Membimbing kelompok belajar

Mendorong, mengarahkan dan memfasilitasi peserta didik dalam bekerja bersama kelompok belajar masing-masing

Tahap 5:

Evaluasi

Melaksanakan penilaian/tes individu kepada peserta didik.

Memfasilitasi peserta didik untuk merangkum, memberi pengarahan, dan membuat kesimpulan akhir terkait materi Tahap 6:

Memberikan penghargaan

Memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individu

e. Teknik Mind Mapping

Menurut Sudrajat (Yuliati, 2015: 13), teknik mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Sedangkan Setiawan (Sari, 2017: 25) mengemukakan bahwa teknik pengajaran adalah penerapan secara khusus suatu metode pembelajaran yang telah disesuaikan dengan keampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan media pembelajaran, serta kesiapan peserta didik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik pembelajaran adalah cara khusus yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan suatu metode pembelajaran. Salah satu teknik pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Mind Mapping.

(11)

Mind Mapping merupakan salah satu teknik pencatatan dari Quantum Learning. Teknik pencatatan ini dikembangkan pada 1970-an oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset tentang bagaimana cara kerja otak sebenarnya. Peta pikiran menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik ini dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan (DePorter & Hernacki, 2013: 152).

Windura (2013: 12) mendefinisikan mind mapping sebagai mekanisme berpikir yang:

1) Membutuhkan kerja kedua belah otak

2) Mendayakan otak sesuai dengan cara kerja alaminya 3) Memaksimalkan kapasitas potensi otak

4) Mengilustrasikan proses internal otak saat belajar dan berpikir 5) Memvisualisasikan yang terjadi pada otak saat berpikir

Penggunaan peta pikiran secara kreatif membantu mencapai tujuan, simbol-simbol akan memicu gagasan-gagasan, mengingatka akan komentar-komentar pembicara, dan membantu mengingatkan kembali tentang prestasi itu.

Adapun kiat-kiat untuk membuat peta pikiran menurut DePorter (2013: 157), yaitu:

1) Di tengah kertas, buatlah lingkaran dari gagasan utamanya

2) Tambahkan sebuah cabang dari pusatnya untuk tiap-tiap poin kunci, gunakan pulpen warna-warni

3) Tulislah kata kunci/frase pada tiap-tiap cabang, kembangkan untuk menambahkan detail-detail.

4) Tambahkan simbol dan ilustrasi 5) Gunakan huruf kapital

6) Tulislah gagasan-gagasan penting dengan huruf-huruf yang lebih besar 7) Hidupkanlah peta pikiran anda

8) Garis bawahi kata-kata dan gunakan huruf-huruf tebal 9) Bersikap kreatif dan berani

(12)

10) Gunakan bentuk-bentuk acak untuk menunjukkan poin-poin atau gagasan-gagasan

11) Buatlah peta pikiran secara horizontal

Dari beberapa pengertian, maka dapat disimpulkan bahwa teknik mind mapping merupakan teknik belajar yang menggunakan kinerja seluruh otak untuk mengingat secara visual.

f. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Teknik Mind Mapping

Dari beberapa pendapat di atas terkait dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Mind Mapping, sintak yang diterapkan dalam penelitian ini sebegai berikut.

Tabel 2.5. Sintak Model Pembelajaran STAD dengan Mind Mapping

Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik Tahap 1:

Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta didik

menjelaskan tujuan pembelajaran pada satu kompetensi dasar

Menyimak

Tahap 2:

Menyajikan informasi

Menyajikan materi dengan berbagai model, misal dengan metode penemuan terbimbing

Mencermati dan tanya jawab

Tahap 3:

Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok- kelompok belajar

Membentuk beberapa kelompok beranggotakan 4-5 orang dengan tingkat kemampuan yang bebeda (tinggi, sedang, dan rendah)

Melakukan transisi dari individu menjadi kelompok dan berdiskusi materi untuk menemukan kata kunci yang akan digunakan pada

(13)

Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik Memberikan informasi yang

berkaitan dengan LKK dan Mind Mapping (komponen Mind Mapping)

saat membuat peta konsep

(komponen Mind Mapping)

Tahap 4:

Membimbing kelompok belajar

Memberikan motivasi,

mengarahkan dan

memfasilitasi peserta didik kelompok.

Guru mengoreksi peta konsep yang dirancang oleh peserta didik (komponen Mind Mapping)

Tanya jawab dengan guru mengenai peta konsep yang telah dirancang

(komponen Mind Mapping)

Tahap 5:

Evaluasi

Mengarahkan, membiming dan memfasilitasi peserta didik dalam membuat rangkuman dan membuat kesimpulan akhir bersama pada materi pembelajaran yang telah dipelajari

Memberikan tes/kuis pada peserta didik secara individu

Membuat

rangkuman dalam bentuk peta konsep

Mengerjakan tes secara individu yang diberikan oleh guru

Tahap 6:

Memberikan penghargaan

Memberi penghargaan kelompok berdasarkan peningkatan nilai individu

Presentasi di depan kelas

(14)

3. Gaya Belajar

Gaya belajar adalah cara yang dimiliki oleh individu dalam menyerap, mengatur, dan mengolah informasi yang diterima (Arylien, dkk, 2014: 169).

Winkel (Rokim, 2016:24) mengemukakan bahwa gaya belajar adalah cara belajar yang khas bagi peserta didik. Cara yang khas ini bersifat sangat individual yang kerap tidak disadari, sekali terbentuk, dan cenderung terus bertahan. Gaya belajar menurut DePorter dan Hernacki (2015: 110-111) adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara khas seorang individu dalam menyerap, mengatur, dan mengolah informasi yang diterima.

DePorter dan Hernacki (2015: 111) mengelompokkan gaya belajar ke dalam tiga tipe bersadarkan cara individu menerima informasi, yaitu tipe auditorial, visual, dan kinestetik. Individu dengan gaya belajar tipe auditorial belajar dari apa yang mereka dengar, individu dengan gaya belajar tipe visual belajar dari apa yang mereka lihat, dan individu dengan gaya belajar kinestetik belajar melalui gerakan dan sentuhan.

Berikut ini adalah ciri-ciri dari masing-masing tipe gaya belajar.

a. Gaya Belajar Tipe Auditorial

1) Mengerjakan sesuatu sambil berbicara sendiri

2) Mudah mengingat apa yag didengarkan dan membutuhkan ketenangan dalam bekerja

3) Bergumam ketika membaca, senang menyuarakan apa yang dibaca, dan suka mendengarkan

4) Pandai dalam hal menirukan nada, birama, dan warna suara

5) Berbicara dalam irama yang terpola, pandai bercerita, dan pembicara yang cakap

6) Menyukai diskusi dan menjelaskan/bercerita

7) Kurang maksimal saat belajar dengan media visual maupun memvisualisasikan sesuatu

8) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

(15)

Adapun indikator gaya belajar tipe auditorial yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sulit berkonsentrasi pada kondisi ramai

2) Cenderung suka mendengarkan dan membaca dengan keras

3) Mampu mengulangi kembali penjelasan guru hanya dengan mendengarkannya

4) Menyukai kegiatan diskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar 5) Pandai mengeja dan kurang suka menulis

b. Gaya Belajar Tipe Visual 1) Rapi dan tertur 2) Memprhatikan detail

3) Mampu membuat perencanaan dengan baik 4) Cenderung berbicara dengan cepat

5) Fokus pada penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi 6) Mengingat dengan kuat apa yang dilihat daripada yang didengar 7) Tidak terpengaruh oleh keributan

8) Kurang maksimal dalam mengingat instruksi verbal dan pelupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain

9) Mampu membaca cepat dan tekun

10) Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh

11) Mencoret-coret tanpa arti dan lebih suka menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak

12) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato

13) Tidak pandai menyusun kata-kata meskipun memahami apa yang dimaksudkan

14) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi pada saat memperhatikan sesuatu

Adapun indikator gaya belajar tipe visual yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Rapi dan Teratur 2) Memperhatikan detail

(16)

3) Fokus pada penampilan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi

4) Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar 5) Lebih suka membaca daripada dibacakan

c. Gaya Belajar Tipe Kinestetik

1) Menarik perhatian orang dengan menyentuh 2) Responsif terhadap perhatian fisik

3) Berorientasi pada fisik dan banyak bergerak 4) Belajar melalui memanipulasi dan praktik 5) Berbicara dengan perlahan

6) Kesulitan mengingat lokasi jika jarang mengunjungi 7) Banyak menggunakan isyarat tubuh

8) Kurang nyaman duduk diam dalam waktu lama 9) Menghafal sambil berjalan dan melihat

10) Membaca sambil menunjuk bacaan dengan jari 11) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi 12) Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot 13) Menyukai permainan yang menyibukkan

14) Kemungkinan tulisannya jelek 15) Ingin melakukan segala sesuatu

Adapun indikator gaya belajar tipe auditorial yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Menghafal sambil berjalan dan melihat

2) Kurang nyaman duduk diam dalam waktu yang lama 3) Berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

4) Membaca sambil menunjuk bacaan dengan jari 5) Belajar melalui memanipulasi dan praktik

(17)

4. Tinjauan Materi

a. Bentuk Persamaan Garis Lurus dan Grafiknya 1) Bentuk Persamaan Garis Lurus

Persamaan garis lurus adalah persamaan yang apabila digambarkan pada bidang koordinat akan membentuk suatu garis lurus. Bentuk umum persamaan garis lurus dapat dinyatakan sebagai

dengan a, b, c adalah bilangan real.

2) Menggambar Grafik Persamaan Garis Lurus dengan Menggunakan Tabel

Langkah-langkah menggambar garis lurus adalah sebagai berikut:

a) Menentukan beberapa titik yang merupakan pasangan berurutan (x,y) dengan terlebih dahulu memilih beberapa nilai x kemudian menghitung nilai y.

b) Membuat tabel yang memuat kolom x, kolom y, dan kolom (x,y).

c) Menggambar setiap pasangan titik (x,y) pada bidang koordinat Kartesius.

d) Menghubungkan titik-titik tersebut sehingga membentuk garis lurus.

b. Gradien atau Kemiringan 1) Pengertian Gradien

Gradien merupakan perbandingan antara perubahan nilai y terhadap perubahan nilai x. Gradien disebut juga kemiringan, disimbolkan dengan huruf m.

2) Gradien Garis yang Melalui Dua Titik ( ) dan ( )

atau

dengan . Jika , maka garis tersebut dapat dikatakan tidak memiliki gradien

3) Gradien Garis yang memiliki persamaan dengan

(18)

4) Gradien Garis yang Saling Sejajar dan Saling Tegak Lurus a) Gradien garis yang saling sejajar

Jika garis adalah garis yang sejajar dengan garis , maka

b) Gradien garis yang saling tegak lurus

Jika garis memotong tegak lurus dengan garis , maka

c. Persamaan Garis Lurus 1)

Yaitu persamaan garis lurus dengan gradien = m dan memotong sumbu y sejauh c dari pusat sumbu koordinat dan memotong sumbu x sejauh

2) ( )

Yaitu persamaan garis lurus melalui satu titik (x1,y1) dengan gradien=m

3)

atau

Yaitu persamaan garis lurus melalui dua titik ( ) dan ( ) di mana dan . Apabila maka garis yang terbentuk akan sejajar sumbu y, sedangkan apabila maka garis yang terbentuk akan sejajar sumbu x

4)

d. Hubungan Gradien dengan Persamaan Garis Lurus 1) Hubungan garis yang saling sejajar

a) Jika garis dengan persamaan dan saling sejajar maka

b) Jika garis dengan persamaan dan saling sejajar maka

(19)

2) Hubungan garis yang saling berimpit

a) Jika garis dengan persamaan dan saling berimpit maka dan

b) Jika garis dengan persamaan dan saling berimpit maka dan 3) Hubungan garis yang saling berpotongan

a) Jika garis dengan persamaan dan saling berpotongan maka

b) Jika garis dengan persamaan dan saling berpotongan maka

4) Hubungan garis yang saling tegak lurus

a) Jika garis dengan persamaan dan saling tegak lurus maka

b) Jika garis dengan persamaan dan saling sejajar maka ( ) ( )

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, disusun suatu kerangka berpikir yan bertujuan untuk memperjelas arah dan maksud dari penelitian ini. Kerangka berpikir ini disusun berdasarkan pada variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran, gaya belajar peserta didik dan prestasi belajar matematika peserta didik.

1. Keterkaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Matematika Keberhasilan suatu pembelajaran salah satunya dapat dilihat dari prestasi belajar peserta didik yang baik. Untuk mencapai prestasi belajar yang baik, guru memiliki peranan penting dalam mengorganisasikan proses pembelajaran, misalnya memilih model pembelajaran yang akan digunakan.

Ketepatan pemilihan model pembelajaran memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik. Pada penelitian ini, digunakan dua model

(20)

pembelajaran yaitu model pembelajaran konvemsional dan model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang didominasi oleh guru sedangkan peranan peserta didik dalam pembelajaran masih sangat rendah. Rendahnya peranan peserta didik membuat peserta didik di kelas menjadi cenderung pasif karena lebih banyak mendengakan penjelasan guru. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan peserta didik tidak berkembang dengan maksimal. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar peserta didik. Model pembelajaran kooperatif alternatif yang ditawarkan untuk membantu meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Model kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan model pembelajaan kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) yang dimodifikasi dengan teknik mind mapping. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD, peserta didik diarahkan untuk belajar secara berkelompok sehingga peserta didik juga bisa belajar bekerja sama, saling berdiskusi, bertukar ide-ide, dan berpartisipasi secara aktif pada proses pembelajaran. Model pembelajaran STAD dengan mind mapping mengajak peserta didik belajar dengan cara memetakan suatu konsep dengan gambar atau simbol-simbol. Pembelajaran tersebut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi belajar matematika khususnya pada materi persamaan garis lurus.

2. Keterkaitan Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar Matematika

Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar matematika peserta didik adalah gaya belajar peserta didik. Gaya belajar merupakan ciri khas bagaimana peserta didik tersebut memahami materi yang diajarkan. Gaya belajar merupakan sesuatu yang cenderung tetap dan tidak berubah. Gaya belajar peserta didik dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu gaya belajar auditorial, gaya belajar visual, dan gaya belajar kinestetik.

Peserta didik dengan gaya belajar auditorial cenderung lebih mudah memahami materi dengan mendengarkan penjelasan dari guru maupun teman

(21)

yang lain dan memiliki kelebihan dalam hal diskusi, akan tetapi, sifat peserta didik dengan gaya belajar auditorial yang mudah terganggu oleh keributan bisa jadi akan mengurangi kelebihan tersebut. Peserta didik dengan gaya belajar visual cenderung lebih mudah memahami materi pembelajaran dengan melihat langsung apa yang sedang dipelajari atau mencatat materi pembelajaran dengan tulisan yang menarik, akan tetapi peserta didik dengan gaya belajar visual memiliki masalah dalam mengingat hal instruksi verbal kecuali jika ditulis atau. Masalah tersebut dapat diatasi dengan adanya handout materi dari guru. Sedangkan peserta didik yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih mudah memahami materi pembelajaran dengan gerakan atau aktivitas tertentu, cendenrung tidak suka ceramah, dan lebih bisa belajar dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Berdasarkan uraian di atas, diduga peserta didik dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan gaya belajar auditorial dan kinestetik.

Peserta didik dengan gaya belajar auditorial cenderung tidak menyukai kegiatan menulis, tetapi peserta didik dengan gaya belajar tipe auditorial cenderung memiliki prstasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar tipe kinestetik karena peserta didik dengan gaya auditorial sudah dapat memahami materi hanya dengan mendengarkan informasi mengenai materi tersebut. Lain halnya dengan peserta didik dengan gaya belajar kinestetik, untuk memahami materi tidak cukup hanya mendengar saja. Mereka belajar melalui kegiatan praktik sehingga perlu melakukan aktivitas dan keterlibatan langsung agar dapat memahami materi dengan baik. Akibatnya, kemungkinan peserta didik dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar kinestetik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa peserta didik dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar auditorial maupun kinestetik sedangkan peserta didik dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi

(22)

belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar kinestetik

3. Keterkaitan Masing-Masing Model Pembelajaran dengan Gaya Belajar Peserta didik

Proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division atau STAD memberikan kesempatan peserta didik untuk lebih aktif melalui diskusi kelompok sehingga bisa lebih mengembangkan ide berpikir mengenai suatu materi.

Model pembelajaran STAD dengan teknik mind mapping merupakan model pembelajaran yang diatur sedemikian rupa sehingga peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ide berpikir melalui diskusi kelompok dan mengeluarkan kreativitas yang dimiliki untuk membuat mind mapping. Berdasarkan hal tersebut, pada model pembelajaran STAD dan STAD dengan teknik mind mapping, ada kemungkinan peserta didik dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik dengan gaya belajar auditorial maupun kinestetik, sedangkan peserta didik dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi yang sama dengan peserta didik dengan gaya belajar kinestetik.

Pada model pembelajaran konvensional, guru mempunyai peran yang dominan dalam pembelajaran. Guru merupakan pusat atau sumber informasi dan guru memberi informasi dengan ceramah. pada model ini, peserta didik dengan gaya belajar auditorial akan lebih mudah menerima dan menyerap informasi sehingga menyebabkan prestasi belajar lebih baik daripada peserta didik dengan gaya belajar visual maupun kinestetik, sedangkan peserta didikdengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik kinestetik. Pada kondisi ini, peserta didik dengan gaya belajar visual belum mampu memahami materi hanya dengan mendengar, perlu ada catatan atau tulisan untuk lebih memahami materi. Peserta didik dengan gaya belajar kinestetik sulit berkembang dengan model pembelajaran konvensional karena tebatasnya aktivitas atau kegiatan yang bisa dilakukan.

(23)

Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil dugaan bahwa ada interaksi antara model pembelajaran dengan gaya belajar masing-masing peserta didik.

Pada model pembelajaran konvesional peserta didik dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar visual maupun kinestetik, sedangkan pada STAD dengan teknik mind mapping, peserta didik dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar auditorial maupun kinestetik.

4. Keterkaitan Masing-Masing Tipe Gaya Belajar dengan Model Pembelajaran

Peserta didik dengan gaya belajar auditorial cenderung lebih cepat memahami materi dengan cara mendengarkan atau dengan berdiskusi. Jika peserta didik dengan gaya belajar ini medapat perlakuan model pembelajaran STAD dan STAD dengan teknik mind mapping, terdapat kegiatan diskusi antarpeserta didik dalam pembelajaran, sedangkan dalam model pembelajaran konvensional, peserta didik dapat memahami materi dengan mendengarkan guru. Berdasarkan hal tersebut, diduga peserta didik dengan gaya belajar auditorial yang mendapatkan model pembelajaran STAD, STAD dengan mind mapping, maupun konvensional akan mendapat hasil yang tidak berbeda signifikan.

Peserta didik dengan gaya belajar visual cenderung lebih cepat memahami materi dengan menulis dan lebih senang menerima materi yang berupa gambar. Peserta didik dengan gaya belajar visual hampir tidak mempunyai masalah dalam hal menerima informasi kecuali dengan mengingat instruksi verbal. Pada model pembelajaran STAD dengan teknik mind mapping, guru memberikan materi dilengkapi dengan LKS dan mind mapping, sehingga peserta didik dengan gaya belajar visual akan lebih mudah memahami materi. Sedangkan pada model konvensional, peserta didik kurang bisa memahami materi karena hanya mendengarkan guru. Dari penjelasan tersebut, diduga peserta didik dengan gaya belajar visual yang mendapat model pembelajaran STAD dengan teknik mind mapping memiliki prestasi

(24)

belajar yang lebih baik dengan peserta didik dengan gaya belajar visual yang mendapatkan model pembelajaran STAD maupun konvensional. Sedangkan peserta didik dengan gaya belajar visual yang mendapatkan model belajar STAD maupun konvensional akan memiliki prestasi belajar yang sama baiknya.

Peserta didik dengan gaya belajar kinestetik cenderung aktif menggunakan seluruh bagian tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah. Pada model pembelajaran STAD dan STAD dengan teknik mind mapping terdapat aktifitas dan bimbingan yang memudahkan peserta didik dengan gaya belajar kinestetik dalam mengikuti pembelajaran.

Sedangkan pada model konvensional, peserta didik kurang bisa memahami materi karena hanya mendengarkan guru dan tidak melakukan aktivitas fisik.

Dari penjelasan tersebut, diduga peserta didik dengan gaya belajar kinestetik yang mendapat model pembelajaran STAD dan STAD dengan teknik minda mapping memiliki prestasi belajar yang lebih baik dengan peserta didik dengan gaya belajar kinestetik yang mendapatkan model pembelajaran konvensional, sedangkan untuk model pembelajaran STAD dan STAD dengan teknik mind mapping memiliki prestasi belajar yang sama baiknya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil dugaan bahwa ada interaksi antara gaya belajar peserta didik dengan model pembelajaran yang diterapkan. Peserta didik dengan gaya belajar auditorial kemungkinan akan memperoleh hasil belajar lebih baik dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Lain halnya dengan peserta didik yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik. Peserta didik dengan gaya belajar visual dan kinestetik kemungkinan memiliki prestasi yang lebih baik jika memperoleh pembelajaran dengan model STAD atau STAD dengan teknik mind mapping.

(25)

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Model pembelajaran STAD dengan mind mapping menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran STAD maupun konvensional, sedangkan model pembelajaran STAD menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model konvensional.

2. Peserta didik dengan gaya belajar visual memiliki prestasi yang lebih baik daripada peserta didik dengan gaya belajar auditorial dan kinestetik, sedangkan peserta didik dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar kinestetik.

3. Pada model pembelajaran STAD dan STAD dengan teknik mind mapping, peserta didik dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik dengan gaya belajar auditorial maupun kinestetik, sedangkan peserta didik dengan gaya belajar auditorial dan kinestetik memiliki prestasi belajar yang tidak berbeda signifikan. Pada model pembelajaran konvesional peserta didik dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar visual maupun kinestetik, sedangkan peserta didik dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan gaya belajar kinestetik.

4. Peserta didik dengan gaya belajar auditorial yang diberikan model pembelajaran STAD, STAD dengan mind mapping maupun konvensional memiliki prestasi belajar yang tidak berbeda signifikan. Peserta didik dengan gaya belajar visual dan kinestetik yang diberikan model pembelajaran STAD dan STAD dengan mind mapping memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik yang diberikan model pembelajaran konvensional, sedangkan peserta didik dengan gaya visual dan kinestetik yang mendapat model pembelajaran STAD memiliki prestasi yang sama baiknya dengan siswa dengan pembelajaran STAD dengan teknik mind mapping.

Gambar

Gambar 2.1. Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Beny Yonas Septiyawili “Penggunaan metode jarimatika dalam meningkatkan kecepatan berhitung perkalian bilangan 6 sampai 10 untuk peserta didik

Bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik dengan strategi tertentu harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) relevan dengan standar kompetensi mata

1) Orientasi peserta didik terhadap masalah. Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, aktivitas yang akan dilakukan, apa permasalahan yang akan dibahas serta proses

Anitah (2009 : 103), menyatakan bahwa “kerja kelompok merupakan metode pembelajaran yang memandang peserta didik dalam suatu kelas sebagai satu kelompok atau

a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai. b) Guru memberikan skenario untuk dipelajari. c) Guru menunjuk beberapa peserta didik untuk

Melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik khususnya dalam materi matematika yang dilakukan dengan maksimal akan meningkatkan kualitas hasil belajar, bakat,

tersebut, meliputi beberapa kemampuan peserta didik dalam: memahami berbagai macam teknik bermain drama, mempraktikkan berbagai macam teknik bermain drama, memahami jenis

2009, dengan judul “Pengaruh Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Murid Kelas X SMK Negeri 2 Balikpapan.” Berdasarkan penelitian ini hasil yang diperoleh adalah : 1 Sebagian besar