• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

7

A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Pragmatik a. Pengetian Pragmatik

Konsep pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh filosof terkenal bernama Morris (1938). Adapun di Indonesia, pragmatik diperkenalkan pertama kali dalam kurikulum bidang studi bahasa Indonesia (kurikulum 1984) yang diterbitkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Menurut Wijana (Rohmadi 2010:2) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam berkomunikasi. Jadi makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Adapun Kridalaksana (Setiawan 2012:10) menjelaskan pengetian pragmatik yaitu: (1) cabang semiotik yang mempelajari asal-usul, pemakaian, dan akibat lambang dan tanda; (2) ilmu yang menyelidiki petuturan, konteksnya, dan maknanya.

Pragmatik merupakan telaah dari penggunaan bahasa untuk dapat menangkap maksud dari hasil komunikasi sesuai keadaan pembicaraan dan situasi yang mengiringinya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Mey (Rahardi 2009:21) mendefinisikan sosok pragmatik sebagai berikut. Pragmatics is study of the conditions of human language uses as these are determined by the contextof society. Dari batasan-batasan yang disampaikan ini dapat disimpulkan bahwa menurutnya sosok pragmatik, yakni ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia, pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks situasi yang mewadahi bahasa itu. Adapun Levinson (Setiawan, 2012:8-9) memaparkan 5 definisi tentang pragmatik, yaitu:

(2)

1. Pragmatics is study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of language= pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang ditatabahasakan, atau yang dikodekan dalam struktur bahasa.

2. Pragmatics is the study of all those aspeccts of meaning not captured an a semantic theory= pragmatik adalah penelitian atau kajian bidang kemaknaan yang tidak dimasukkan atau belum tercakup dalam teoi semantik.

3. Pragmatics is the study of relations betweean language and context that are basic to an account of language understanding= pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa.

4. Pragmatics is the study of ability of language users to pair sentence with the context in which they would be apporiate= pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan atau menyesuaikan kalimat-kalimat yang dipakainya dengan konteksnya.

5. Pragmatics is the study of deixis (at leastin part), implicature, presupposition, speech adts, and aspects of discourse structure= pragmatic adalah kajian di bidang deiksis, implikatur, praanggapan, pertuturan atau tindak bahasa, dan struktur wacana. Sejalan dengan itu, Kasher (Putrayasa, 2014:1) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana bahasa tersebut diintregasikan ke dalam konteks. Adapun Stalnaker (Nadar 2009:5) mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian antara lain mengenai deiksis, Implikatur, preposisi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana. Nababan (1987:12) memakai istilah pragmatik secara lebih luas yang mengacu pada aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya

(3)

sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan.

Berdasarkan pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah kajian yang mempelajari bahasa yang digunakan oleh pembicara yang dikaitkan dengan konteks dan keadaan.

b. Konteks

Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Leech (Nadar, 2009:6) bahwa latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu. Dengan demikian, konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna tertentu.

Menurut Cummings (2007:5) kita tidak dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan. Gagasan tentang konteks berada di luar pengejawantahannya yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran yang mencakup faktor-faktor linguistik, sosial dan epistemis. Malinowski (Halliday dan Hasan, 1992: 10) memperkenalkan dua gagasan yang disebutnya konteks situasi dan konteks budaya; dan dia berpendapat bahwa keduanya diperlukan untuk dapat memahami teks sebaik-baiknya. Konteks situasi dan budaya inilah yang mengiringi dalam penggunaan bahasa yang digunakan oleh penutur atau penulis, sehingga lawan tutur atau pembaca dapat mengetahui maksud dari percakapan maupun tulisannya.

Konteks didefinisikan sebagai the sorounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expressions of their interaction intelligible yang berarti situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka

(4)

dapat dipahami, Mey (Nadar, 2009:3). Rahardi (2009: 22) menyatakan konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur dan yang menyertai dan mewadahi pertuturan tertentu. Latar belakang pengetahuan ini mencakup seluruh aspek dalam suatu tuturan. Sehingga, kita dapat melihat secara utuh dan menambah penjelasan makna dari sebuah pertuturan.

Konteks dapat kita bagi menjadi 4 jenis, yakni: konteks: (1) fisik; (2) linguistik; (3) epistemik; (4) sosial, Djajasudarma (2012:76). Konteks fisik adalah tempat terjadinya konversasi (tindak ujar); konteks lingusitik adalah tuturan yang dipertimbangkan sebelumnya; konteks epistemik adalah latar belakang pengetahuan baik pembicara maupun kawan bicara (hubungan speaker-hearer); konteks sosial adalah hubungan sosial yang ada (setting) antara penyapa-pesapa.

Berdasarkan uraian yang sudah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai konteks, yaitu segala latar belakang yang berupa pengetahuan, situasi dan budaya yang dimiliki penutur/penulis dan lawan tutur/pembaca yang membantu untuk menafsirkan makna tertentu.

2. Hakikat Deiksis a. Pengertian Deiksis

Salah satu kajian yang terdapat dalam pragmatik adalah deiksis. Hal ini sesuai dengan salah satu definisi yang diajukan oleh Levinson (Setiawan, 2012:9) mengenai pragmatik adalah Pragmatics is the study of deixis (at leastin part), implicature, presupposition, speech adts, and aspects of discourse structure (“pragmatik adalah kajian di bidang deiksis, implikatur, praanggapan, pertuturan atau tindak bahasa, dan struktur wacana”). Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukan‟ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan „penunjukan‟ disebut ungkapan deiksis. (Yule, 2014:13).

Sejalan dengan itu, Putrayasa (2014:38) mengatakan bahwa deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang berfungsi

(5)

sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Dengan kata lain, sebuah bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/rujukan/referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi pembicara dan bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Adapun Wijana (Usman 2013:1) deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah pindah.

Menurut Nababan (1987: 40) dalam bahasa linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frasa yang menunjuk kata, frasa atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan. Rujukan semacam itu disebut deiksis. Perhatikan contoh di bawah berikut ini:

1) Ada dua orang di kebun. Mereka sedang menanam ketela.

2) Berenang adalah senam yang lebih sehat daripada jalan kaki. Namun saya lebih suka yang kedua dari yang pertama

3) Contohnya dapat dilihat dalam kalimat yang berikut.

Pada kalimat (1), kata “mereka” merujuk kepada “dua orang”; dalam kalimat (2), frase “yang kedua” merujuk kepada “jalan kaki”, dan frase “yang pertama” merujuk kepada “berenang”. Perujukan seperti itu menghindarkan pengulangan sesuatu kata atau frase yang telah dipakai sebelumnya. Hal seperti ini dianggap gaya berbahasa yang baik dalam semua bahasa yang kita kenal. Kata atau frase perujuk seperti itu disebut “kata/frase ganti”. Dalam bahasa inggris “pronoun” atau “substitute” atau “proadverb” (kalau yang diganti itu adalah “adverb”). Adapun pada kalimat (3), frase “(kalimat )yang berikut” merujuk kepada kalimat (atau frase, paragraf, dan sebagainya) yang menyusul yang akan mengandung contoh yang dimaksud.

Penelitian mengenai deiksis juga dilakukan oleh Usman (2013), dengan judul “deiksis dalam tuturan anak usia 3-5 tahun”. Berdasarkan hasil penelitiannya, penggunaan deiksis oleh seorang anak pada usia tersebut masih sangat terbatas. Terbukti kemunculan deiksis yang

(6)

cenderung sering terjadi pengulangan. Penggunaan deiksis waktu tampaknya menjadi deiksis yang jarang digunakan, untuk menunjukkan waktu, seorang anak cenderung menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti. Pada deiksis persona, seorang anak lebih sering menggunakan leksem keakraban. Adapun penggunaan deiksis ruang, bentuk kata nomina mempermudah seorang anak dalam menunjukkan sebuah tempat. Temuan penggunaan deiksis dalam tuturan anak usia 3-5 tahun menjadi salah satu kekhasan tuturan anak.

Penelitian lain mengenai deiksis juga dilakukan oleh Jamil dan Yusof (2015) dengan judul “Analisis deiksis dialek kedah”. Penelitian dialek Kedah difokuskan di kampung Kubang Lintah, Mukim Lepai, daerah kota Setar (DKKS). Hasil penelitian tersebut ditemukan DKKS mengandung kategori deiksis orang yang diungkapkan melalui kata ganti nama diri (GND) dan penggunaan vokatif yang diungkap melalui kata panggilan. DKKS juga menunjukkan kategori deiksis waktu, dan deiksis ruang. Selain itu, penelitian ini menunjukkan kategori deiksis sosial berkaitan dengan deiksis perorangan yaitu berkenaan kodifikasi status sosial bagi penutur, pendengar atau orang ketiga atau entity(benda) yang dirujuk begitu juga bentuk hubungan sosial antara peserta yang terlibat dalam percakapan. Dalam penelitian Analisis deiksis dialek Kedah telah menunjukkan kategori dan fungsi elemen deiksis. Dalam DKKS, penggunaan elemen-elemen dieksis juga menimbulkan multifungsi. Secara keseluruhan, penelitian ini juga memberi gambaran tentang sosio-budaya dan budi bahasa dalam percakapan sebagaimana ditunjukkan oleh peserta deiksis DKKS.

Berdasarkan pernyataan mengenai deiksis di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa deiksis adalah bentuk bahasa baik kata maupun frasa yang memiliki referen yang berubah-ubah yang sering disebut dengan istilah rujukan. Penelitian ini nantinya akan berbeda dengan penelitian sebelumnya, yakni pada penelitian ini nantinya akan meneliti

(7)

lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk deiksis beserta fungsi yang terdapat di dalam halaman utama surat kabar Kompas. Selanjutnya hasil penelitian ini akan ditinjau mengenai relevansinya dengan materi pembelajaran menulis teks berita di sekolah menengah atas (SMA).

b. Macam-Macam Deiksis

Penelitian mengenai jenis-jenis deiksis dilakukan oleh Rosmawaty (2013) yang berjudul “Analysis the Use of the Kind of Deixis on „Ayat-Ayat Cinta‟ Novel by Habiburrahman El-Shirazy”, menyatakan bahwa, ”Based on the data analysis, it was found that the most dominant deixis is deixis prounus persona. Then, there was also time deixis, place deixis, discourse deixis and social deixis in the novel. Artinya Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa deikis yang paling banyak digunakan adalah deiksis persona. Kemudian, ada juga deiksis waktu, deiksis tempat, deiksis wacana dan deiksis sosial dalam novel.

Macam-macam deiksis dalam kajian pragmatik dikenal 5 macam deiksis, yakni: (1) deiksis persona; (2) deiksis tempat; (3) deiksis waktu; (4) deiksis wacana; dan (5) deiksis sosial, Nababan (1987:40). Berikut dipaparkan jenis-jenis deiksis tersebut satu-persatu.

1) Deiksis Persona

Istilah persona berasal dari kata latin persona sebagai terjemahan dari kata yunani prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai seorang pemain sandiwara), berarti juga peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain sandiwara, Lyon (Putrayasa 2014:43). Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa pada waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa dan permainan bahasa. Menurut Putrayasa (2014:43) Deiksis perorangan (person deixis); menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan dan entitas yang lain.

Nababan (1987: 41) mengatakan dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria ialah peran pemeran/ peserta dalam peristiwa bahasa itu kita bedakan menjadi 3 macam peran dalam kegiatan berbahasa itu, yakni kategori

(8)

“orang pertama (persona pertama)”; “orang kedua (persona kedua)”; “orang ketiga (persona ketiga)”.

Kata ganti orang pertama merupakan kategorisasi rujukan pembicara kepada dirinya sendiri (Nababan 1987: 41). Dengan kata lain, kata ganti persona pertama merujuk pada orang yang sedang berbicara. Contoh penggunaan deiksis persona kata ganti orang pertama ini adalah dengan kata ganti orang seperti: saya, engkau, kamu, dia, mereka, kami, kita, dan penggunaan nama seseorang. Menurut Putrayasa (2014:43) Kata ganti persona ini dibagi menjadi dua, yaitu kata ganti persona pertama tunggal dan kata ganti persona pertama jamak. Kata ganti persona tunggal mempunyai beberapa bentuk, yaitu aku, saya, daku. Sementara itu, kata ganti persona pertama jamak mempunyai beberapa bentuk, yakni kami dan kita.

Nababan (1987: 41) mengatakan kata ganti persona kedua adalah kategorisasi rujukan kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau si alamat. Dengan kata lain, bentuk kata ganti persona kedua baik tunggal maupun jamak merujuk pada lawan bicara. Contoh penggunaan deiksis persona kata ganti orang kedua ini adalah saudara, bapaj, ibu, dan lainnya. Adapun Putrayasa (2014: 44-45) Bentuk pronomina persona kedua tunggal adalah kamu dan engkau. Sebutan ketaklaziman untuk pronomina persona kedua dalam bahasa Indonesia banyak ragamnya, seperti anda, saudara, leksem kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, dan leksem jabatan seperti guru, dokter, dan lain-lain. Pemilihan bentuk makna yang harus dipilih ditentukan oleh aspek sosiolinguistik. Bentuk bapak/pak, ibu/bu yang merupakan bentuk sapaan kekeluargaan menandakan dua pengertian. Pertama, orang yang memakai bentuk-bentuk tersebut memiliki hubungan akrab dengan lawan bicaranya. Kedua, dipergunakan untuk memanggil orang yang lebih tua atau orang yang belum dikenal. Dengan kata lain, pengertian kedua menandakan hubungan antara pembicara dengan lawan bicara kurang akrab. Sementara itu, bentuk saudara, anda biasanya digunakan untuk menghormat dan ada jarak

(9)

yang nyata antara pembicara dan lawan bicara. Khusus untuk bentuk ketaklaziman anda biasanya dimaksudkan untuk menetralkan hubungan.

Kata ganti persona ketiga merupakan kategorisasi rujukan pembicara kepada orang yang berada di luar tindak komunikasi (Nababan, 1987: 41). Dengan kata lain, bentuk kata ganti persona ketiga merujuk orang yang tidak berada baik pada pihak pembicara maupun lawan bicara. Menurut Putrayasa (2014:45) Bentuk kata ganti persona ketiga dalam bahasa Indonesia ada dua, yaitu bentuk tunggal dan bentuk jamak. Bentuk tunggal pronomina persona ketiga mempunyai dua bentuk, yaitu ia dan dia yang mempunyai variasi nya. Bentuk pronomina persona ketiga jamak adalah mereka. Di samping arti jamaknya, bentuk mereka berbeda dengan kata ganti persona ketiga tunggal dalam acuannya. Pada umumnya, bentuk pronomina persona ketiga hanya untuk merujuk insani.

Klasifikasi deiksis persona dapat kita jumpai dalam sebuah tabel sebagai berikut, Purwo (dalam Nadar 2009: 58).

Tabel 2.1 deiksis persona

Deiksis persona Macam

Persona pertama Aku, daku, saya (bentuk bebas)

Ku- (bentuk terikat lekat kiri) -ku (bentuk terikat lekat kanan)

Pesona kedua Engkau, kau, dikau, kamu, anda (bentuk bebas)

Kau- (bentuk terikat lekat kiri) -mu (bentuk terikat lekat kanan)

Persona ketiga Ia, dia, beliau ( bentuk bebas)

-nya (bentuk terikat lekat kanan) Persona pertama dengan persona

kedua

Kita (bentuk bebas)

Persona pertama tanpa persona kedua

(10)

Persona kedua lebih dari satu Kamu (sekalian) bentuk bebas Kalian (bentuk bebas)

Persona ketiga lebih dari satu Mereka (bentuk bebas)

2) Deiksis Tempat atau Ruang

Deiksis tempat dapat diuraikan di antara banyak parameter yang sama dan berlaku pada deiksis waktu, Cummings (2007: 37). Adapun Yule (2014: 19) mengatakan konsep tentang jarak yang telah disebutkan berhubungan erat dengan deiksis tempat, yaitu tempat hubungan antara orang dan benda yang ditunjukkannya. Senada dengan apa yang sudah diungkapkan, Mey (Nadar, 2009: 57) mengatakan deiksis tempat seperti here dan there merupakan contoh untuk menunjukkan lokasi yang dekat dengan penutur (dengan kata deiktis here) dan yang jauh dari penutur (dengan kata deiktis there) seperti pada tuturan: “Bring that here and take it there” dan “ Place it here” serta “Place it there”.

Sejalan dengan itu, Nababan (1987: 41) menerangkan deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang/ pemeran dalam peristiwa berbahasa itu. Semua bahasa membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (disini) dan “yang bukan dekat dengan pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar –di situ). Dalam banyak bahasa, seperti juga dalam bahasa Indonesia, dibedakan juga antara “yang bukan dekat kepada pembicara dan pendengar” (disana). Dalam tata bahasa, kata/frase seperti ini disebut “kata/frase keterangan tempat”.

Penelitian mengenai deiksis ruang dilakukan oleh Jamil dan Yusof (2014) dengan judul “Deiksis Reruang Dalam Dialek Kedah”.Berdasarkan penelitian ini mendapati dialek Kedah dengan memberikan fokus kepada kawasan kajian di Kampung Kubang Lintah, Mukim Lepai, Daerah Kota Setar (DKKS) mempunyai kepelbagaian elemen deiksis dalam mengungkapkan hubungan ruang antara entiti(benda) yang dirujuk dengan tempat yang menjadi rujukan. Hubungan deiksis ruang juga bersifat relatif, yaitu berasaskan hubungan sudut pandang (lokasi), benda (entiti) dan tanda tempat (kedudukan). penelitian deiksis ruang ini

(11)

dapat lebih mengetahui sistem penggunaan deiksis dalam dialek Melayu terutamanya dalam dialek Kedah secara eksklusif dan tersendiri sebagaimana yang ditunjukkan oleh peserta deiksis DKKS.

Klasifikasi mengenai deiksis tempat atau ruang dapat kita temukan dalam sebuah tabel sebagai berikut, Purwo (Nadar, 2009: 58).

Tabel 2.2 deiksis ruang/tempat

Deiksis ruang/tempat Macam

Lokatif Sini,situ,sana

Demonstratif Ini, itu, begini, begitu

Temporal Kini, dini

3) Deiksis Waktu

Deiksis waktu menunjukkan keterkaitannya dengan kala tense dan adverbia penanda waktu „time adverbs‟, Levinson (Nadar 2009: 56). Senada dengan hal tersebut, menurut Mey (Nadar, 2009: 56-57), ungkapan-ungkapan deiksis waktu menunjuk pada sesuatu keadaan dengan sudut pandang tertentu. Tuturan “I saw him last week” mengandung deiksis yang menunjukkan waktu yaitu last week. Kata-kata last week menunjukkan waktu tertentu, yang tergantung pada sudut pandang waktu saat tuturan tersebut diucapkan. Dalam hal ini last week harus dimaknai sebagai “the week that last from my current of view”.

Landasan psikologis dari deiksis waktu tampaknya sama dengan landasan psikologis tempat, Yule (20014: 23). Kita dapat memperlakukan kejadian-kejadian waktu sebagai objek yang bergerak ke arah kita (ke dalam pandangan) atau bergerak menjauh dari kita. Salah satu (gaya) metafora dari kejadian-kejadian yang mengarah kepada penutur dari waktu yang akan datang (contohnya: „pekan yang akan datang‟) dan waktu yang menjauhi penutur dari masa lampau (contohnya:‟pekan lalu‟). Adapun Putrayasa, (2014: 50) mengatakan dalam tatabahasa, deiksis waktu disebut adverbial waktu, yaitu pengungkapan kepada titik atau jarak waktu dipandang dari saat

(12)

suatu ujaran terjadi, atau pada saat seorang penutur berujar. Waktu ketika ujaran terjadi diungkapkan dengan sekarang, atau saat ini. untuk waktu-waktu berikutnya digunakan kata-kata: besok(esok), lusa, kelak, nanti; untuk waktu „sebelum‟ waktu terjadinya ujaran kita menemukan tadi, kemarin, minggu lalu, ketika itu, dahulu.

Senada yang sudah diungkapkan, Nababan (1987: 41) mengatakan deiksis waktu adalah pengungkapan (=pemberian bentuk) kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (= peristiwa berbahasa), yaitu sekarang; dibandingkan pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya. Bentuk-bentuk dikategorisasikan secara tata bahasa sebagai “kata keterangan waktu” (sebagaimana kategorisasi deiksis tempat di atas dalam “kata keterangan tempat”). Dalam banyak bahasa, deiksis (rujukan) waktu ini diungkapkan dalam bentuk “kala” (inggris: tense). Dengan demikian kelihatan deiksis waktu yang berbeda antara :

a) I bought a book (waktu yang lalu) dan b) I am buying a book (waktu sekarang).

Tanpa keterangan waktu, deiksis waktu kedua ungkapan itu sudah jelas. Kalau diperlukan pembedaan/ketegasan yang lebih terperinci, dapat ditambahkan sesuatu kata/frase keterangan waktu; umpamanya: yesterday, last year, now, dan sebagainya. Pembedaan deiksis waktu dapat diungkapkan dengan menambah kata/frase keterangan waktu, sehingga jelas perbedaan rujukan antara kedua ungkapan di bawah:

c) I bought the book yesterday d) I bought the book 2 years ago

Klasifikasi deiksis waktu dapat kita lihat dalam sebuah tabel sebagai berikut, Purwo (Nadar, 2009: 59).

(13)

Tabel 2.3 deiksis waktu

Deiksis waktu Macam

Minggu (yang) lalu (hari) kamis (yang) lalu Bulan (yang) lalu

(bulan) April (yang) lalu Tahun (yang lalu) (tahun) 1951 (yang) lalu

Minggu ini (hari) kamis ini Bulan ini

(bulan) April ini Tahun ini (tahun) 1983 ini

Kemarin dulu, kemarin, sekarang, besuk, (hari) lusa, (besuk) lusa

Dulu, tadi, sekarang, nanti, kelak

4) Deiksis Wacana

Dalam deiksis wacana, ungkapan linguistik digunakan untuk mengacu pada suatu bagian tertentu dari wacana yang lebih luas (baik teks tertulis maupun/ ataupun teks lisan) tempat terjadinya ungkapan-ungkapan ini Cummings (2007: 40). Deiksis wacana adalah acuan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diperikan (sebelumnya) dan atau yang sedang dikembangkan (yang akan terjadi) (Putrayasa, 2014: 51). Deiksis wacana berhubungan dengan penggunaan ungkapan di dalam suatu ujaran untuk mengacu kepada suatu bagian wacana yang mengandung ujaran itu (termasuk ujaran itu sendiri). kita juga dapat memasukkan ke dalam wacana

(14)

sejumlah cara lain di mana sebuah ujaran menandakan hubungannya dengan teks yang mengelilinginya.

Menurut Nababan (1987: 42) mengatakan deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan. Dalam tata bahasa gejala ini disebut anafora (merujuk kepada yang sudah disebut) dan katafora (merujuk kepada yang akan disebut). Bentuk-bentuk yang dipakai mengungkapkan deiksis wacana itu ialah kata/frasa ini; itu; yang terdahulu; yang berikut; yang pertama disebut; begitulah; dan sebagainya. Umpamanya:

a) Beng, beng; begitulah bunyi senapan itu.

b) Inilah yang tidak dapat saya mengerti (merujuk kepada apa yang baru dibicarakan).

c) Demikianlah bunyi surat itu.

d) Contoh dari variasi bahasa adalah sebagai berikut. e) Si Polan masuk kamar, lalu dia membuka jendela.

f) Saya lahir di Malang dan tinggal di situ sampai umur 6 tahun. Dalam contoh kalimat (e) ini, kata dia adalah pengungkapan deiksis orang sebab dia mengganti “Si Polan”; akan tetapi, kata itu dapat dipandang sebagai deiksis wacana sebab ia merujuk kepada bagian lain dari teks wacana itu. Dalam frase “oleh karena itu”, perkataan itu adalah bentuk pengungkapan deiksis wacana sebab ia merujuk kepada suatu bagian wacana itu yang telah disebut sebelumnya.

5) Deiksis Sosial

Deiksis sosial berhubungan dengan setiap aspek kalimat yang mencerminkan kenyataan-kenyataan tertentu tentang situasi sosial ketika peristiwa tindak tutur terjadi. Hal itu sejalan dengan Fillmore (Al-Ali, 2009: ) yang menyatakan bahwa deiksis sosial berarti setiap aspek kalimat yang mencerminkan atau membentuk atau ditentukan oleh realitas tertentu dari situasi sosial di mana tindak tutur terjadi. Dijelaskan lagi bahwa deiksis sosial

(15)

mengodekan identitas sosial manusia, atau hubungan sosial antara manusia, atau antara satu dari manusia dan orang-orang yang berada di sekitarnya.

Sejalan dengan itu, Purwo (Putrayasa 2014: 53) mengatakan deiksis sosial menunjukkan perbedaan-perbedaan sosial (perbedaan yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial seperti jenis kelamin, usia, kedudukan di dalam masyarakat, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya) yang ada partisipan dalam sebuah komunikasi verbal yang nyata, terutama yang berhubungan dengan segi hubungan peran antara penutur dan petutur, atau penutur dengan topik atau acuan lainnya. Adapun Nababan (1987: 42) mengatakan deiksis sosial menunjukkan atau mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara peran peserta (inggris: participant-roles), terutama aspek peran sosial antara pembicara dan pendengar/alamat dan antara pembicara dengan rujukan/topik yang lain. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan si alamat/pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau system morfologi kata-kata tertentu. Dalam bahasa jawa umpamanya, memakai kata nedo dan kata dahar(makan); memilih kata omah dan griyo (rumah); menyebut si alamat kowe atau sampeyan atau panjenengan, menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara, pendengar dan/atau orang yang dibicarakan/bersangkutan.

Contoh penggunan deiksis sosial lainnya adalah pemakaian kata “netra” menghindari kata “buta” yang dianggap kasar dalam banyak keadaan, kata “wafat” atau “meninggal” untuk mengganti kata “mati”, “wanita susila” atau singkatan WTS untuk “pelacur”, singkatan WC untuk “jamban”, dan sebagainya. Bentuk-bentuk tersebut termasuk dalam bentuk eufimisme. Eufimisme merupakan gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial kemasyarakatan atau kesopanan terhadap orang atau peristiwa. Selain itu deiksis sosial dapat kita temukan dalam penggunaan kata ganti orang, sistem sapaan, dan penggunaan gelar, seperti: Bapak Suyadi, Ibu Tuti, Prof Sartono, dan sebagainya. Bentuk-bentuk tersebut merupakan bentuk honorifcs atau sopan-santun berbahasa (Nababan;1987:43).

(16)

3. Hakikat Menulis Teks Berita a) Hakikat menulis

1. Pengertian Kemampuan Menulis

Menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara Menurut Achmad dan Alex (2011:106). Menulis dapat dikatakan sebagai kegiatan membuat catatan atau suatu informasi dengan media huruf.

Jadi tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Keterampilan menulis dapat berkembang dengan dukungan keterampian berbahas lainnya seperi membaca, yang memiliki sumbangan yang yang besar dalam memeperkaya pengetahuan, (Akhadiah, Arsjad & Ridwan, 2012:2).

Menulis merupakan satu kegiatan tunggal, yang sederhana, dan bahannya sudah siap di kepala, tetapi sebenarnya kegiatan menulis merupakan suatu proses penulisan yang memilki beberapa tahap. Senada dengan hal tersebut, Akhadiah, dkk (2012:2) mengatakan bahwa kita melakukan kegiatan menulis itu dalam beberapa tahap, yakni tahap pra penulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi. Tahap pra penulisan merupakan tahap awal atau perencanaan menulis, dalam kegiatan ini meliputi penentuan topik, penentuan tujuan, dan pemilihan bahan. Pada tahap penulisan meliputi penyusunan paragraf dan kalimat, pemilihan kata, dan teknik penulisan. Sementara pada tahap ketiga yaitu revisi yang meliputi perbaikan buram pertama jika ada kesalahan atau yang kurang sesuai dan pembacaan ulang.

Sejalan dengan hal itu, menurut Musaba (2012:24) Perwujudan menulis bisa menghasilkan berbagai jenis tulisan, misalnya berupa surat, laporan, proposal kegiatan, berita acara, redaksi iklan, pengumuman, dsb). Salah satu jenis tulisan yang merupakan laporan atau penulisan keadaan yang nyata adalah tulisan dengan jenis berita.

(17)

2. Pengertian Berita

Berita adalah sesuatu yang terjadi sekarang, belum pernah didengar atau dibaca orang, dan sesuatu yang akan (segera) terjadi. Berita dapat berupa suatu peristiwa ataupun sesuatu yang akan segera terjadi seperti sebuah kebijakan atau rencana terhadap sesuatu, Oramahi (2012:2). Berita dapat berupa lisan ataupun tulisan yang memuat kejadian atau hal terbaru.

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Spencer (Djuroto, 2003: 5) berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian sebagian besar dari pembaca. Berita adalah sesuatu yang terjadi secara nyata yang benar-benar terjadi. Berita memiliki daya tarik sendiri bagi sebagian besar orang yang tidak mau tertinggal oleh informasi terbaru.

3. Syarat Berita

Dalam bukunya Interpretative Reporting, Curtis MacDougal dalam Barus (2011:33) menyebutkan ada lima syarat berita,. Kelima syarat itu di antaranya timelines, proximity, prominence, human interest dan concequence seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

a. Kebaruan (timelines)

Berita sangat terkait dengan waktu. Waktu sangat memengaruhi aktualitas sebuah berita sebab berita haruslah menyangkut hal yang baru terjadinya (timeliness) dan aktual terkini).

b. Jarak (proximity)

Faktor jauh dekatnya jarak antara tempat terjadinya peristiwa dengan penikmat berita memengaruhi daya tarik atau nilai sebuah berita.

c. Cuatan (prominence)

Terjemahan yang lebih tepat, lugas, ringkas, mudah diingat, dan cerdas untuk kata prominence dalam bahasa Indonesia sebenarnya adalah “cuatan”, bukan “ketermukaan”.

(18)

d. Daya tarik kemanusiaan (human interest)\

Berita juga dapat menyangkut hal yang memiliki daya tarik kemanusiaan atau sentuhan manusiawi. Semakin tinggi daya tarik kemanusiaan sebuah berita, maka semakin tinggi pua nilai berita tersebut.

e. Akibat (consequence)

Nilai berita juga banyak ditentukan oleh pengaruh, akibat, dan dampak yang mungkin dapat ditimbulkannya terhadap masyarakat luas.

f. Teliti (accuracy)

Selain kelima syarat penentu nilai berita yang disebutkan oleh Curtis MacDougall di atas, berikut ditambahkan juga uraian mengenai masalah ketelitian dan kebenaran sebuah berita.

4. Gaya Berita

Setiap orang dalam menuliskan berita memiliki gaya kepenulisan yang berbeda-beda. Perbedaan dalam menuliskan berita itulah yang sering disebut style berita. Perbedaan itu tergantung dari selera penulis dalam menyajikan berita yang sudah ditulisnya. Pada intinya, menurut Djuroto (2003:53). ada 4 macam gaya berita.

a) Gaya memaparkan b) Gaya menjelaskan c) Gaya mengartikan d) Gaya memperdalam

Kemampuan menulis teks berita merupakan keterampilan dalam menyampaikan keadaan atau topik yang memiliki sifat kebaruan, daya tarik bagi bagi manusia, dekat dengan pembaca, berpengaruh bagi kehidupan pembaca, kebenaran hal tersebut yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang lugas, ringkas dan tidak menyebabkan kesalahan penafsiran yang memerlukan dukungan dari keterampilan dan pengetahuan lain.

(19)

4. Hakikat Materi Pembelajaran a. Pengertian Materi Pembelajaran

Pembelajaran merupakan sebuah inti dari kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar yang terdapat dalam pembelajaran ini mempunyai muara yaitu pematangan intektual, kedewasaan emosional pada anak, mempunyai jiwa spiritual yang tinggi, mempunyai kemampuan untuk berjuang dalam hidup dan mempunyai moral yang tinggi. Hamalik, Oemar (Putra, 2013: 17) mengatakan pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Senada dengan hal itu, Gino, dkk (1997: 36-39) mengungkapkan bahwa pembelajaran memiliki ciri-ciri yang terletak pada adanya unsur dinamis dalam proses belajar siswa, antara lain: 1) motivasi belajar, 2) bahan belajar, 3) alat bantu belajar, 4) suasana belajar, dan 5) kondisi subjek yang diajar. Semua unsur tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain sehingga jika salah satu tidak ada maka pembelajaran kurang optimal.

Salah satu unsur di dalam pelaksanaan sebuah pembelajaran adalah materi ajar atau sering disebut bahan ajar. Martiyono (2012:73) mengungkapkan materi pembelajaran adalah isi dari pembelajaran yang meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi ( Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) yang harus dipelajar oleh siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Adapun Materi ajar menurut Winkel (2007: 261) yaitu suatu alat yang digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan intruksional. Materi ajar juga dapat membantu membangkitkan motivasi belajar siswa. Winkel menjelaskan bahwa materi ajar bukan hanya mencakup data, kejadian, dan relasi antara data, melainkan juga oleh pengolahan siswa. Sependapat dengan hal tesebut , Widodo dan Jasmadi (2008: 40) berpendapat bahwa materi ajar yang baik harus dirancang dan ditulis sesuai dengan kaidah intruksional. Hal itu diperlukan karena materi ajar akan digunakan pendidik untuk membantu tugas mereka dalam proses belajar mengajar.

(20)

b. Kriteria Materi Pembelajaran

Badan Standar Nasional Pendidikan tahun 2006 mengidentifikasi materi pembelajaran yang baik untuk menunjang kompetensi dasar harus mempertimbangkan beberapa hal. 1) potensi peserta didik, 2) relevansi dengan karakteristik daerah, 3) tingkat perkembangan fisik, intelektual,emosional, sosial, dan spiritual peserta didik, 4) bermanfaat bagi peserta didik, 5) struktur keilmuan, 6) aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran, dan 7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.

Materi ajar atau bahan ajar harus dikembangkan sesuai dengan kaidah atau peraturan pengembangan bahan ajar. Widodo dan Jasmadi (2008: 42) mengatakan ada rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam menyusun sebuah bahan ajar,yaitu:

1) Bahan ajar harus disesuaikan dengan peserta didik yang sedang mengikuti proses pembelajaran,

2) Bahan ajar diharapkan mampu mengubah tingkah laku peserta didik, 3) Bahan ajar dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan

karakteristik diri,

4) Program belajar-mengajar yang akan dilangsungkan.

Untuk mendapatkan hasil dari pembelajaran yang baik. Seorang guru dituntut untuk harus dapat memilih bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dalam proses pembelajaran. Menurut Winkel (2007:297) Pemilihan bahan atau materi pembelajaran harus sesuai dengan kriteria meliputi : 1) Materi atau bahan ajar harus relevan dengan tujuan instruksional yang harus dicapai, yaitu dari segi isi maupun dai segi jenis perilaku yang dituntut siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik; 2) Materi atau bahan ajar harus sesuai dalam taraf kesulitannya dengan kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu; 3) Materi atau bahan pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa antara lain dengan pengalaman hidup sehari-hari siswa, sejauh hal itu mungkin; 4) Materi atau

(21)

bahan pelajaran harus membantu siswa untuk melibatkan diri secara aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan melakukan berbagai kegiatan; 5) Materi atau bahan pelajaran harus sesuai dengan prosedur didaktis yang diikuti. Misalnya materi pelajaran akan lain bila guru menggunakan bentuk ceramah, bandingkan dengan pelajaran untuk diskusi kelompok; 6) Materi atau bahan pelajaran harus sesuai dengan media pelajaran yang tersedia. Adapun mengenai Kriteria materi ajar yang baik, secara gamblang dijelaskan oleh Iskandarwassid dan Sunendar (2013: 171-172) yang menyatakan bahwa

Bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik dengan strategi tertentu harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) relevan dengan standar kompetensi mata pelajaran dan kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik; 2) bahan ajar merupakan isi pembelajaran dan penjabaran dari standar kompetensi serta kompetensi dasar tersebut; 3) memberikan motivasi peserta didik untuk belajar lebih jauh; 4) berkaitan dengan bahan sebelumnya; 5) bahan disusun secara sistematis dari yang sederhana menuju kompleks; 6) praktis; 7) bermanfaat bagi peserta didik; 8) sesuai dengan perkembangan zaman; 9) dapat diperoleh dengan mudah; 10)menarik minat peserta didik; 11) memuat ilustrasi yang menarik hati peserta didik; 12) mempertimbangkan aspek-aspek linguistik yang sesuai dengan kemampuan peserta didik; 13) berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya; 14) menstimulasi aktivitas-aktivitas pribadi para peserta didik yang menggunakannya; 15) menghindari konsep yang samar-samar agar tidak membingungkan peserta didik; 16) mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas; 17) membedakan bahan ajar untuk anak dan untuk orang dewasa; dan 18) menghargai perbedaan pribadi para peserta didik pemakainya.

Materi pembelajaran adalah salah satu kunci sukses dari penyelenggaraan sebuah pembelajaran. Materi pembelajaran juga berpengaruh dengan minat atau motivasi siswa dalam proses belajar mengajar. Apabila materi ajar yang digunakan oleh guru baik maka akan memancing minat siswa untuk lebih perhatian atau fokus dalam pembelajaran. Proses penyusunan atau pemilihan materi ajar harus dibuat atau dipertimbangkan oleh guru secara matang karena akan berpengaruh dengan pemahaman siswa. Selain itu, materi pembelajaran yang baik

(22)

nantinya akan dapat menambah kompetensi dan pengetahuan siswa dengan baik dan efektif.

B. Kerangka Berpikir

Surat Kabar merupakan media yang menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pesan, informasi, aspirasi maupun berita secara langsung kepada masyarakat. Pragmatik merupakan kajian yang mempelajari bahasa yang digunakan oleh pembicara yang dikaitkan dengan konteks dan keadaan. Di dalam pragmatik beberapa macam kajian yang salah satunya adalah deiksis. Deiksis adalah bentuk bahasa baik kata maupun frasa yang memiliki referen yang berubah-ubah yang sering disebut dengan istilah rujukan. Realitas dari pemakaian deiksis dapat ditemukan pada suatu kata atau kalimat di dalam sebuah surat kabar.

Surat kabar biasanya memiliki beberapa rubrik berita salah satunya adalah pada halaman utama surat kabar tersebut. pada penelitian ini surat kabar yang dipilih adalah surat kabar Kompas. Fokus dalam penelitian ini adalah mengenai bahasa yang terkandung dalam teks berita pada halaman utama surat kabar Kompas yang nantinya akan diseleksi antara kalimat yang mengandung kata atau frasa yang berdeiksis dan kalimat yang tidak berdeiksis. Selanjutnya setelah proses penyeleksian bahasa yang terdapat di teks berita pada halaman utama surat kabar Kompas yang terdapat deiksis selesai, kemudian tahap selanjutnya adalah menganalisis teks berita tersebut berdasarkan kelima deiksis yakni, deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana dan deiksis sosial.

Penggunaan kelima deiksis tersebut bertujuan agar penelitian ini dapat memfokuskan pada penggunaan deiksis dalam teks berita yang terdapat pada halaman utama surat kabar Kompas. Kemudian, penggunaan deiksis yang terdapat pada teks berita yang terdapat pada halaman utama surat kabar tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk-bentuk deiksis. selain dikelompokkan ke dalam bentuk-bentuk deiksis, dan dilihat

(23)

kecenderungan dari pemakaian deiksis tersebut. kemudian kalimat yang mengandung deiksis tersebut juga nantinya akan dikaitkan dengan materi pembelajaran menulis teks berita.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Surat kabar Kompas

Kalimat yang mengandung deiksis

Kalimat yang tidak mengandung deiksis

Deiksis Persona Deiksis Tempat Deiksis Waktu Deiksis Wacana Deiksis Sosial

Bentuk Deiksis Kecenderungan Pemakaian

Bentuk Deiksis

Relevansinya dengan Pembelajaran Menulis

Gambar

Tabel 2.2 deiksis ruang/tempat  Deiksis ruang/tempat  Macam
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Surat kabar Kompas

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melakukan pemeriksaan tersebut peneliti dapat membantu manajemen menilai apakah aktivitas pengelolaan persedian barang jadi telah dilakukan sesuai dengan prosedur

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas nikmat-Nya penyusunan Laporan Kuliah Kerja Magang (KKM) STIE PGRI Dewantara Jombang dapat diselesaikan tepat