• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka

1. Model Pengembangan Soft Skills a. Pengertian Model

Model secara harfiah berarti “bentuk”, dalam pemakaian secara umum model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukurannya yang diperoleh dari beberapa sistem. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2011:45), model diartikan sebagai bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dipahami bahwa model merupakan interprestasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Syaiful Sagala (2007:61) menyebutkan bahwa model diartikan sebagai kerangka konseptual yang memaparkan dan melukiskan prosedur yang sistematika dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar.

Model adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Menurut Departemen P dan K, model adalah pola (contoh, acuan dan ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (2008:75). Dalam konteks penelitian ini, model merupakan pola atau kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pengertian Pengembangan

Pengembangan pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan dari masa ke masa. Isu ini selalu juga muncul tatkala orang membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam pengembangan pendidikan, secara umum dapat diberikan dua buah model

(2)

pengembangan yang baru yaitu: Pertama "top-down model" yaitu pengembangan pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya pengembangan pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional selama ini. Kedua "bottom-up model" yaitu model pengembangan yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan. National Science Board dalam “Research And Development: Essential Foundation For U.S Competitiveness in A Global Economy” menguraikan:

Pengembangan didefinisikan sebagai aplikasi sistematis dari pengetahuan atau pemahaman, diarahkan pada produksi bahan yang bermanfaat, perangkat dana sistem atau metode, termasuk desain, pengembangan dan peningkatan prioritas serta proses baru untuk memenuhi persyaratan tertentu. (Nusa Putra, 2013:70)

Abdul Majid (2005:24) mendefinisikan pengembangan pembelajaran adalah suatu proses mendesain pembelajaran secara logis, dan sistematis dalam rangka untuk menetapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam proses kegiatan belajar dengan memperhatikan potensi dan kompetensi peserta didik. Hal ini seiring dengan pendapat yang dikemukakan oleh Adimiharja dan Hikmat, 2001:12 (dalam Sugiarta A.N, 2007:24) bahwa “pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan, mengakui keberhasilan, dan mengintergrasikan kemajuan”.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa pengembangan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, terencana, terarah untuk membuat atau memperbaiki, sehingga menjadi produk yang semakin bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sebagai upaya untuk menciptakan mutu yang lebih baik.

c. Pengertian Model Pengembangan

Tim Puslitjaknov (2008: 8-9) menguraikan:

“Model pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa

(3)

model procedural, model konseptual dan model teoritik. Model procedural adalah model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Model Konseptual adalah model yang bersifat analitis, yang menyebutkan komponen-komponen produk, menganalisis komponen secara rinci dan menunjukkan hubungan antar komponen yang akan dikembangkan. Model teoretik adalah model yang menggambarkan kerangka berfikir yang didasarkan pada teori-teori yang relevan dan didukung oleh data empirik.”

Sugiarta (2007:11) berpendapat:

“Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual dalam upaya peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan komponen pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian tujuan”.

Memperhatikan uraian-uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa, pengembangan model dapat diartikan sebagai upaya memperluas untuk membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih sempurna atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik. Pengembangan disini artinya diarahkan pada suatu program yang telah atau sedang dilaksanakan menjadi program yang lebih baik. Pengembangan model baru disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan program yang baru dilaksanakan, kebutuhan individu atau kelompok, dan disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan lingkungan belajar warga belajar.

d. Soft Skills

1) Pengertian Soft Skills

Permintaan dunia kerja terhadap kriteria calon pekerja dirasa semakin tinggi. Dunia kerja tidak hanya memprioritaskan pada kemampuan hard skills yang tinggi saja, tetapi juga memperhatikan kecakapan dalam hal nilai-nilai yang melekat pada seseorang atau sering dikenal dengan soft skills. Kemampuan ini dapat disebut juga dengan kemampuan non teknis yang tentunya memiliki peran tidak kalah pentingnya dengan kemampuan akademik.

(4)

berikut:

Soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta dengan Sang Pencipta. Dengan mempunyai soft skills membuat keberadaan seseorang akan semakin terasa di tengah masyarakat. Keterampilan akan berkomunikasi, keterampilan emosional, keterampilan berbahasa, keterampilan berkelompok, memiliki etika dan moral, santun dan keterampilan spiritual.

Lebih lanjut lagi Elfindri et.al (2011:175) berpendapat soft skills sebagai berikut:

Semua sifat yang menyebabkan berfungsinya hard skills yang dimiliki. Soft skills dapat menentukan arah pemanfaatan hard skills. Jika seseorang memilikinya dengan baik, maka ilmu dan keterampilan yang dikuasainya dapat mendatangkan kesejahteraan dan kenyamanan bagi pemiliknya dan lingkungannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki soft skills yang baik, maka hard skills dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Menurut Iyo Mulyono (2011:99), “soft skills merupakan komplemen dari hard skills. Jenis keterampilan ini merupakan bagian dari kecerdasan intelektual seseorang, dan sering dijadikan syarat untuk memperoleh jabatan atau pekerjaan tertentu”.

Aribowo sebagaimana dikutip oleh Illah Sailah (2008:17), menyebutkan soft skills sebagai berikut:

Soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap. Atribut soft skills ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru.

Berdasarkan berbagai definisi tersebut, dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya soft skills merupakan kemampuan yang sudah melekat pada diri seseorang, tetapi dapat dikembangkan dengan maksimal dan dibutuhkan dalam dunia pekerjaan sebagai pelengkap dari kemampuan

(5)

hard skills. Keberadaan antara hard skills dan soft skills sebaiknya seimbang, seiring, dan sejalan.

2) Soft skills yang dibutuhkan untuk bekerja di dunia usaha

Pembelajaran soft skills sangatlah penting untuk diberikan kepada peserta didik sebagai bekal mereka terjun ke dunia kerja dan industri, khususnya bagi sekolah kejuruan yang mencetak lulusannya siap pakai di dunia kerja karena tuntutan dunia kerja lebih menekankan pada kemampuan soft skills.

Berdasarkan Survey National Association of Colleges and Employee (NACE, 2002) dalam Elfindri et. al (2011:156), terdapat 19 kemampuan yang diperlukan di pasar kerja, kemampuan yang diperlukan itu dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1 19 Kemampuan yang Diperlukan di Pasar Kerja

Kemampuan Nilai Skor Klasifikasi Skills Ranking Urgensi Komunikasi Kejujuran/integritas Bekerjasama Interpersonal

Etos kerja yang baik Motivasi/inisiatif Mampu beradaptasi Analitikal Komputer Organisasi Orientasi detail Kepemimpinan Percaya diri Sopan/beretika Bijaksana Indeks prestasi >3,00 Kreatif Humoris Kemampuan Entrepreneurship 4,69 4,59 4,54 4,5 4,46 4,42 4,41 4,36 4,21 4,05 4 3,97 3,95 3,82 3,75 3,68 3,59 3,25 3,23 Soft skill Soft skill Soft skill Soft skill Soft skill Soft skill Soft skill Kognitif hard skill Psikomotor hard skill

Soft skill Soft skill Soft skill Soft skill Soft skill Soft skill

Kognitif hard skill Soft skill Soft skill Soft skill 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

(6)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa 16 dari 19 kemampuan yang diperlukan di pasar kerja adalah kemampuan soft skills dan ranking 7 teratas ditempati oleh kemampuan soft skills pula. Berdasarkan kenyataan inilah mengapa soft skills sangat penting diberikan dalam proses pendidikan. Mulai dari kemampuan komunikasi sampai dengan kemampuan entrepreneurship diharapkan dapat diajarkan kepada peserta didik sehingga peserta didik akan menjadi lulusan yang siap pakai di dunia kerja dan tidak hanya memiliki kemampuan hard skills saja tetapi juga kemampuan soft skills.

Penulis buku-buku serial manajemen diri, Aribowo membagi soft skills atau people skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills, sebagaimana dikutip oleh Illah Sailah (2008:18), “Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam mengatur diri sendiri. Intrapersonal skills sebaiknya dibenahi terlebih dahulu sebelum seseorang mulai berhubungan dengan orang lain”.

Bowo Widodo sebagaimana dikutip dalam Buku Pengembangan Soft Skills di Perguruan Tinggi (2008:18), menyebutkan:

Di dalam praktek proses seleksi karyawan yang dilakukan oleh perusahaan pada umumnya melakukan saringan berdasarkan pada aspek kemampuan berpikir logis dan analisis di tahap awal. Kemudian dilanjutkan dengan seleksi karakter dan sikap kerja, sementara pada proses seleksi akhir, baru dilakukan seleksi berdasarkan kemampuan teknis dan akademis calon pegawai tersebut. Terutama proses seleksi wawancara, proses ini sangat sarat dengan soft skills, yaitu keterampilan berkomunikasi secara efektif, kemampuan berpikir kritis, keterampilan menghargai orang lain, sikap serta motivasi kerja.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa dalam dunia kerja, soft skills sangat diperlukan keberadaannya dimulai dari proses perekrutan atau seleksi karyawan hingga tentunya pada saat bekerja. Keseimbangan antara kemampuan hard skills dan soft skills sangat diperlukan dalam dunia pekerjaan. Jika kemampuan hard skills saja yang dimiliki maka akan tersingkir oleh

(7)

yang mempunyai kemampuan soft skills. Jadi soft skills adalah karakter yang melekat pada diri seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu yg meliputi:

a) Intrapersonal skills: rasa percaya diri, tanggung jawab, disiplin, kejujuran, dan daya juang/ulet.

b) Interpersonal skills: kerjasama, komunikasi, adaptasi, daya saing (kompetisi), kepemimpinan.

Soft skills perlu diberikan dalam proses pembelajaran dan penguasaan soft skills diperlukan dalam dunia kerja. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan soft skills yang baik dan memenuhi standar dalam dunia pekerjaan tentunya dimulai dari dunia pendidikan karena dunia pendidikan khususnya sekolah merupakan awal dari proses pembelajaran soft skills.

2. Pembelajaran Praktik a. Hakikat Belajar

1) Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya, dalam mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar, manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok. Hal ini berarti bahwa keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dilakukan peserta didik sebagai anak didik.

Slameto (2010:13) menyatakan “Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

(8)

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Untuk mendapatkan sesuatu, seseorang harus melakukan usaha agar apa yang diinginkan dapat tercapai. Usaha tersebut dapat berupa kerja mandiri maupun kelompok dalam suatu interaksi.

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.

2) Ciri-Ciri Belajar

Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar menurut Djamarah (2002:15-16) sebagai berikut :

a) Perubahan yang terjadi secara sadar

Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

b) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri indiviu berlangsung terus-menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.

c) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan selalu bertambah dan tertuju memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Makin banyak usaha belajar dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.

d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

(9)

saja seperti berkeringat, keluar air mata, menangis dan sebagainya. Perubahan terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. e) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku jika seseorang belajar sesuatu sebagai hasil ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan.

3) Prinsip-Prinsip Belajar

a) Apa yang dipelajari peserta didik, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Peserta didiklah yang harus bertindak aktif.

b) Setiap peserta didik belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. c) Peserta didik akan dapat belajar dengan baik bila mendapat

penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.

d) Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan peserta didik akan membuat proses belajar lebih berarti.

e) Motivasi belajar peserta didik akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar a) Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal ini meliputi:

(1) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini ada dua macam yaitu:

(a) Keadaan jasmani.

Keadaan ini sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan

(10)

memberikan dampak positif terhadap kegiatan belajar. (b) Keadaan fungsi fisiologis.

Selama proses belajar berlangsung peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar terutama panca indra.

(2) Faktor psikologis

Keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah sebagai berikut:

(a) Kecerdasan/intelegensi peserta didik merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar peserta didik, karena itu menentukan belajar peserta didik. Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. (b) Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

keefektifan kegiatan belajar peserta didik. Motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat.

(c) Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

(d) Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya.

(e) Bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung

(11)

proses belajarnya sehingga kemungkinan besar akan berhasil. b) Faktor Eksternal

(1) Lingkungan sosial

(a) Lingkungan sosial sekolah, seperti pendidik, administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar peserta didik.

(b) Lingkungan sosial masyarakat, kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal peserta didik akan mempengaruhi belajar peserta didik.

(c) Lingkungan sosial keluarga, hubungan antara anggota keluarga, orang tua, anak, kakak yang harmonis akan membantu peserta didik melakukan aktivitas belajar dengan baik.

(2) Lingkungan non sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah : (a) Lingkungan alamiah, kondisi udara yang segar dan suasana

yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah merupakan faktor yang dapat mempengaruhi belajar peserta didik. Bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung proses belajar peserta didik akan terhambat.

(b) Faktor instrumental, perangkat belajar yang dapat digolongkan 2 macam yaitu : Pertama, hardware seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga. Kedua, software seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan, buku panduan, silabi dan sebagainya.

(c) Faktor materi pelajaran, faktor yang hendak disesuaikan dengan usai perkembangan peserta didik dengan metode mengajar pendidik disesuaikan dengan kondisi peserta didik.

(12)

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang dilakukan secara aktif oleh setiap individu yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan aspek sikap sebagai hasil dari pengalaman dan latihan.

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. (Syaiful Sagala, 2006:61). Kegiatan belajar yang terjadi di sekolah merupakan upaya yang sudah dirancang berdasarkan teori–teori belajar sebagai hasilnya diharapkan dapat maksimal.

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan peserta didik atau siswa. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, di satu pihak pendidik melakukan kegiatan atau perbuatan–perbuatan untuk membawa peserta didik ke arah tujuan dimana peserta didik melakukan serangkaian kegiatan atau perbuatan yang disediakan oleh pendidik yaitu kegiatan yang terarah pada tujuan yang hendak dicapai.

Uzer Usman (2006:4) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah ”proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu”. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pembelajaran (sasaran didik) sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan guru sebagai pengajar (Nana Sudjana, 2004:28).

Dalam kegiatan belajar mengajar pendidik harus memiliki strategi, agar dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik–teknik penyajian atau biasanya disebut strategi mengajar.

(13)

Uraian di atas dapat dirumuskan bahwa kegiatan pembelajaran terdiri dari dua komponen yaitu belajar dan mengajar yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan.

c. Pembelajaran Praktik

Pembelajaran praktik merupakan suatu proses untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dengan menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan keterampilan yang diberikan dan peralatan yang digunakan. Selain itu, pembelajaran praktik merupakan suatu proses pendidikan yang berfungsi membimbing peserta didik secara sistematis dan terarah untuk dapat melakukan suatu keterampilan.

Praktik merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada peserta didik mendapatkan pengalaman langsung. Ide dasar belajar berdasarkan pengalaman mendorong peserta pelatihan untuk merefleksi atau melihat kembali pengalaman-pengalaman yang mereka pernah alami.

Pentingnya pengalaman langsung terhadap proses belajar yang

diungkapkan oleh Hadisuwono dalam

http://hadisuwono.blogspot.com/2007/01/pentingnya-praktik-di-kelas-dan.html yang diakses tanggal 23 Maret 2015, yang dikutip dari Kolb dan Wallace. Kolb (1984) mengatakan bahwa pembelajaran orang dewasa akan lebih efektif jika pembelajaran lebih banyak terlibat langsung daripada hanya pasif menerima dari pengajar. Kolb dengan teori experiential learning-nya menjabarkan ide-ide dari pengalaman dan refleksi. Kolb mendifinisikan empat modus belajar yaitu: Concrete experience (pengalaman nyata), reflective observation (merefleksikan observasi), abstract conceptualization (konsep yang abstrak), dan active experimentation (eksperimen aktif). Wallace (1994) mengatakan bahwa ada dua sumber pengetahuan yaitu pengetahuan yang diterima/diperoleh melalui belajar baik secara formal maupun informal (received knowledge) dan pengetahuan yang diperoleh melalui

(14)

pengalaman (experiential knowledge).

Kedua sumber pengetahuan tersebut merupakan unsur kunci bagi pengembangan profesionalisme. Wallace berasumsi bahwa masing-masing peserta didik membawa pengetahuan dan pengalaman ketika memasuki pembelajaran baru. Wallace lebih lanjut menjelaskan bahwa efektifnya pembelajaran praktik tergantung pada bagaimana peserta didik melakukan refleksi dengan mengkaitkan antara pengetahuan dan pengalaman serta praktik, sehingga dapat memperbaiki pembelajaran lebih lanjut. Kemampuan melakukan refleksi dari praktik yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan menentukan pencapaian kompetensi profesional.

Diharapkan selama praktik, peserta didik mampu melihat, mengamati, memahami, membandingkan dan memecahkan suatu masalah saat kegiatan praktik dilaksanakan. Adapun tujuan pembelajaran praktik adalah sebagai berikut:

1) meningkatkan kemampuan peserta didik terhadap kondisi nyata di lapangan,

2) menambah wawasan tentang informasi serta melatih pola pikir peserta didik untuk dapat menggali permasalahan, yang kemudian akan dianalisa dan dicari penyelesaiannya secara integral komprehensif, 3) memperluas wawasan umum peserta didik tentang orientasi

pengembangan teknologi di masa yang akan datang sehingga diharapkan dapat menyadari realitas yang ada antara teori yang diberikan di kelas dengan tugas yang dihadapi di lapangan,

4) Memberikan solusi terhadap masalah yang ada saat praktik.

Soft skills adalah suatu kompetensi yang sangat diperlukan untuk bekal kesiapan kerja peserta didik, maka peneliti menggunakan model penelitian prosedural yaitu model pengembangan soft skills peserta didik dalam pembelajaran praktik di SMK paket keahlian Administrasi Perkantoran sebagai bekal untuk kesiapan kerja peserta didik di dunia kerja. Rancangan model meliputi masukan (input), proses (process) dan luaran

(15)

(output). Masukan (Input) di sini meliputi pendidik, peserta didik, metode, media/perangkat dan materi. Proses meliputi proses pengembangan soft skills dalam pembelajaran praktik. Luaran (output) meliputi model pengembangan soft skills untuk meningkatkan kesiapan kerja.

Gambar 2.1 Konsep Model Pengembangan Soft Skills Soft skills perlu dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah. Pengembangan soft skills mempunyai tujuan sebagai berikut: 1) Peserta didik di SMK memiliki kemauan untuk berbuat yang terbaik dan terstandar ataupun mengutamakan kesempurnaan, 2) Peserta didik memiliki kebiasaan kerja yang sistematis, terkoordinir secara baik yang mencerminkan kerja yang efisien dan efektif; 3) Peserta didik memiliki kemandirian kerja, dan tidak tergantung pada teman dan pendidik, 4) Peserta didik memiliki inisiatif ataupun ide-ide kreatif bila menemui permasalahan dalam proses atau produk, sehingga dapat menyelesaikan dengan baik.

Wati (2010). yang berjudul “Strategi Pengembangan Soft Skill dan Mutiple Intelegence, mengatakan bahwa pengembangan soft skill memiliki 3 hal penting, yaitu:

1) Kerja keras (Hard work).

Untuk memaksimalkan suatu kerja tentu butuh upaya kerja keras dari diri sendiri maupun lingkungan. Hanya dengan kerja keras, orang akan mampu mengubah garis hidupnya sendiri. Melalui pendidikan yang terencana, terarah dan didukung pengalaman belajar, peserta didik akan memiliki daya tahan dan semangat hidup bekerja keras. Etos kerja keras perlu dikenakan sejak dini di sekolah melalui berbagai kegiatan

Input: - Guru - Siswa - Metode - Media/Perangkat - materi Proses: Pengembangan soft skills dalam pembelajaran praktik

Output: Model

Pengembangan soft skills untuk kesiapan kerja

(16)

intra ataupun ekstrakurikuler di sekolah. Peserta didik dengan tantangan ke depan yang lebih berat tentu harus mempersiapkan diri sedini mungkin melalui pelatihan melakukan kerja praktik sendiri maupun kelompok. 2) Kemandirian

Ciri peserta didik mandiri adalah responsive, percaya diri dan berinisiatif. Responsive berarti peserta didik tanggap terhadap persoalan diri dan lingkungan. Sebagai contoh bagaimana peserta didik tanggap terhadap krisis global warming dengan kampanye hijaukan sekolahku dan gerakan bersepeda tanpa motor. Menjaga kepercayaan diri seorang peserta didik untuk memaksimalkan potensi peserta didik harus sinergis dengan kerja kerasnya.

3) Kerja sama tim

Keberhasilan adalah buah dari kebersamaan. Keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok adalah pola klasik yang masih relevan untuk menampilkan karakter ini. Pola pelatihan outbond yang sekarang marak diselenggarakan merupakan pola peniruan karakter ini.

Soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap.

Atribut soft skills ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru. Kebiasaan baru ini paling tidak dilakukan selama 90 hari berturut-turut (Aribowo, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut soft skills yang dominan di lapangan kerja. Ke 23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu:

(a) Inisiatif (b) Etika/integritas (c) Berfikir kritis (d) Kemauan belajar (e) Komitmen (f) Motivasi (g) Bersemangat (h) Dapat diandalkan (i) Komunikasi lisan (j) Kreatif (k)

(17)

Kemampuan analitis (l) Dapat mengatasi stress (m) Manajemen diri (n) Menyelesaikan persoalan (o) Dapat meringkas (p) Berkoperasi (q) Fleksibel (r) Kerja dalam tim (s) Mandiri (t) Mendengarkan (u) Tangguh (v) Berargumentasi logis (w) Manajemen waktu

Melalui pendidikan, akan diperoleh calon tenaga kerja yang berkualitas produktif, dan mampu bersaing. Untuk itu, peserta didik sebagai produk pendidikan dituntut memiliki delapan kompetensi pokok yakni: (1) communication skills; (2) critical and creative thinking; (3) inquiry/reasoning skills; (4) interpersonal skills; (5) multicultural/multilingual literacy; (6) problem solving; (7) information/ digital literacy; dan (8) technological skills. Jika dicermati dari delapan kompetensi lulusan tersebut, kompetensi 1-6 merupakan soft skills, sedang kompetensi 7 dan 8 hard skills.

Intrapersonal skills (percaya diri, tanggung jawab, disiplin, kejujuran, daya juang/keuletan), dan interpersonal skills (kerjasama, komunikasi, adaptasi, daya saing (kompetisi), kepemimpinan.

Proses pengembangan soft skills yang diintegrasikan dalam pembelajaran praktik menggunakan worksheet, RPP, Skenario Pembelajaran Soft Skills, dan Penilaian Diri Siswa (PDS), sebagai berikut:

1) Worksheet

Worksheet, dikemas dalam format desain proses pengerjaan tugas praktik. Tujuan menggunakan worksheet adalah untuk membiasakan peserta didik bekerja sesuai dengan posedur kerja, berorientasi pada target waktu dan kualitas kerja.

2) Penilaian Diri Siswa (PDS)

Suatu teknik penilaian yang dilakukan oleh peserta didik untuk menggali, menemukan dan mengemukakan tentang kelebihan dan kekurangan dirinya dalam berbagai hal, serta mampu untuk menyikapi dan memperbaiki atas segala kekurangan yang ada serta menguatkan dan mengembangkan lebih lanjut atas segala kelebihannya (Inen Supriatna, 2009). Pusat Kurikulum dalam Syahrul (2010:111) merumuskan penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta

(18)

untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya. Penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur semua domain kompetensi, termasuk domain afektif yang dapat digunakan peserta didik dalam mengembangkan kemampuan soft skillsnya.

3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Strategi Pengembangan Soft Skills.

Penyusunan RPP dimulai dari: (1) menentukan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator yang ingin dicapai (IPK), materi pelajaran dan waktu tatap muka; (2) merumuskan tujuan pembelajaran; (3) mencantumkan langkah-langkah keselamatan kerja; (4) menentukan alat, bahan media dan metode yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar (5) mencantumkan jenis penilaian hasil belajar yang digunakan.

4) Skenario Pengembangan Soft Skills

Diperlukan adanya peran pendidik sebagai model, fasilitator, motivator, supervisor, administrator dan evaluator yang memungkinkan peserta didik melakukan peniruan terhadap cara kerja menyelesaikan suatu pekerjaan, melakukan cara kerja yang efektif dan efisien, mendorong semangat kerja, memiliki pengalaman kerja yang terekam dengan baik untuk bahan refleksi, membiasakan diri bekerja dengan baik, dan dapat menilai hasil kerjanya sendiri.

Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam menyusun skenario pembelajaran adalah: (1) menentukan pengelolaan kelas yang tepat sesuai dengan tahapan pengembangan soft skills; (2) menyusun kegiatan pendidik setiap tahapan model; (3) menyusun kegiataan peserta didik dalam setiap tahapan; (4) menentukan perangkat yang diperlukan; dan (5) mempersiapkan penilaian hasil proses pengembangan soft skills.

Skenario ini digunakan sebagai panduan dalam pengembangan soft skills. Oleh karena itu peran pendidik sebagai fasilitator dalam pembinaan dan pengembangan soft skills peserta didik sangat penting.

(19)

3. Kesiapan Kerja

a. Pengertian Kesiapan Kerja

Kamus lengkap psikologi karangan JP. Chaplin, terjemahan Kartini Kartono mengemukakan “kesiapan adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang nenggantungkan bagi pemraktikan sesuatu” (Chaplin dalam Kartini Kartono, 2002:4-18). Ditinjau lebih jauh lagi kesiapan dapat diartikan sebagai kemampuan, keinginan, dan untuk melakukan kegiatan tertentu yang bergabung pada tingkat kemasakan pengalaman-pengalaman sebelumnya serta kondisi mental yang sesuai Dali Gulo dalam Ika Sri Sumarsih (2009:24). Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kesiapan itu adalah kemauan, kemampuan atau rasa ingin untuk menyalurkan bakat atau kemampuan diri seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan dimana harus ada tingkat kemasakan atau kematangan baik dari segi pengalaman maupun kondisi mentalnya, sehingga peserta didik sudah siap untuk terjun ke dunia kerja dengan kondisi yang sudah matang, sehingga diharapkan peserta didik dapat bekerja dengan baik.

Menurut Slameto “Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon / jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi” (Slameto, 2010:113). Maksud dari pendapat di atas adalah dengan adanya suatu kesiapan pada diri seseorang maka orang tersebut dapat memberi respon atau reaksi dengan cara-cara tertentu di dalam menghadapi situasi apapun. Slameto juga mengungkapkan tiga aspek yang mencakup kesiapan 1) kondisi fisik, mental dan emosional; 2) kebutuhan- kebutuhan, motivasi dan tujuan; 3) keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari (Slameto 2010:113).

Kesiapan kerja merupakan modal utama bagi peserta didik untuk melakukan pekerjaan apa saja sehingga dengan kesiapan kerja akan diperoleh hasil yang maksimal. Menurut Agus Fitri Yanto (2006:9) secara sederhana kesiapan kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang

(20)

menunjukkan adanya keserasian antara kematangan fisik, mental, serta pengalaman sehingga individu mempunyai kemampuan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dalam hubungannya dengan pekerjaan atau kegiatan. Kesiapan kerja diperlukan untuk mencetak calon tenaga kerja yang tangguh dan berkualitas. Mengingat calon tenaga kerja yang melebihi jumlah lapangan kerja mengakibatkan persaingan mendapatkan pekerjaan semakin bertambah ketat. Dalam kehidupan nyata tidak semua remaja memiliki kesiapan kerja yang baik.

Menurut Agus Fitri Yanto (2006:5) ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kesiapan kerja yang dimiliki remaja yaitu sedikitnya informasi pekerjaan yang dimiliki, usaha yang dilakukan untuk mencari pekerjaan dan kurang matangnya perencanaan karir, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan banyaknya para remaja lulusan SMK yang tidak tertampung dalam dunia kerja dikarenakan dunia industri membutuhkan tenaga yang matang dan siap untuk bekerja.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesiapan kerja adalah keseluruhan kondisi individu yang meliputi kematangan fisik, mental dan pengalaman sehingga mampu melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kesiapan kerja tergantung pada tingkat kemasakan pengalaman serta kondisi mental dan emosi yang meliputi kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain, bersikap kritis, kesediaan menerima tanggung jawab, ambisi untuk maju serta kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja.

Dalam hal ini SMK sangat berperan penting di dalam mendidik peserta didik agar dapat menjadi peserta didik yang terampil dan siap pakai. Salah satu tujuan SMK Negeri 1 Purwodadi adalah membekali peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mampu beradaptasi di lingkungan kerja sesuai bidangnya, dan mampu menghadapi perubahan yang terjadi di masyarakat, untuk mempersiapkan tenaga kerja menengah yang mampu bersaing.

(21)

b. Ciri-ciri Kesiapan Kerja

Aspek penguasaan teori, kemampuan praktik yang dimiliki, dan siap kerja yang baik merupakan unsur penting dalam kesiapan kerja, dapat menentukan kemampuan seseorang dalam menginterpretasikan informasi berupa fenomena yang terjadi dihadapannya. Begitu pula dengan kemampuan praktik seseorang mampu mengorganisir dan melaksanakan penyelesaian tugas dengan baik.

Menurut A. Muri Yusuf (2002:104) sebuah lembaga atau institusi dapat percaya bila seseorang memiliki kemampuan menangani tugas yang diberikan. Pendidikan formal bertugas memberikan pendidikan awal mengenai kemajuan, ketangguhan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, kedisiplinan etos kerja, keprofesian, penanaman tanggung jawab dan memberikan ciri spesifik produk yang dibentuknya. Pendapat dari teori ini sangat benar hal ini dikarenakan lembaga formal memiliki peran yang sangat penting di dalam pembentukan suatu kompetensi dari dalam diri seseorang sehingga apabila diteruskan di dunia kerja dapat melaksanakan pekerjaan tersebut tanpa ada hambatan.

Menurut Agus Fitri Yanto (2006:9-11), ciri peserta didik yang telah memiliki pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1) Mempunyai pertimbangan yang logis dan obyektif

Peserta didik yang telah cukup umur akan mempunyai pertimbangan yang tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, tetapi siswa tersebut akan menghubungkannya dengan hal lain, dengan melihat pengalaman orang lain.

2) Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain

Dalam bekerja dibutuhkan hubungan dengan banyak orang untuk menjalin kerjasama, dalam dunia kerja peserta didik dituntut untuk bisa berinteraksi dengan orang lain.

3) Memiliki sikap kritis

(22)

selanjutnya akan dapat memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan setelah koreksi tersebut. Mengkritisi disini tidak hanya untuk kesalahan diri sendiri tetapi juga untuk lingkungan sekitar sehingga memunculkan ide, gagasan serta inisiatif.

4) Mempunyai keberanian untuk menerima tanggung jawab secara individual Dalam bekerja diperlukan tanggung jawab dari setiap pekerjaan, tanggung jawab akan timbul dalam diri peserta didik ketika ia telah melampaui kematangan fisik dan mental disertai dengan kesadaran yang timbul dari individu tersebut.

5) Mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan

Menyesuaikan diri dengan lingkungan terutama lingkungan kerja merupakan modal untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan tersebut. Hal tersebut dapat dimulai sebelum peserta didik masuk kedunia kerja yang didapat dari pengalaman Praktik Industri.

6) Mempunyai ambisi untuk maju dan berusaha mengikuti perkembangan bidang keahliannya

Keinginan untuk maju dapat menjadi dasar munculnya kesiapan kerja karena siswa terdorong untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik lagi, usaha yang dilakukan salah satunya dengan mengikuti perkembangan bidang keahliannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa seseorang peserta didik lulusan SMK sebagai calon tenaga kerja akan memiliki kesiapan kerja apabila peserta didik memiliki kompetensi yang mencakup seperti pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu sesuai dengan bidang keahliannya.

Pengetahuan dapat dibina melalui proses pemberian teori sesuai dengan bidang keahliannya. Keterampilan dapat dibina melalui rangsangan yang positif sesuai dengan bidang kejuruannya. Rangsangan positif ini diharapkan agar peserta didik mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh terhadap bidang kerjanya, sesuai dengan jurusannya. Seseorang yang telah memiliki kesiapan kerja harus dapat mengambil keputusan untuk memilih

(23)

jenis pekerjaan, berambisi untuk maju dan selalu menambah pengetahuaan sesuai dengan bidangnya melalui proses belajar mengajar serta pengalaman yang didapat peserta didik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah. Serta didukung oleh berbagai informasi dengan pengetahuan mengenai dunia kerja akan mendorong peserta didik mempunyai kesiapan kerja yang tinggi.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja

Keberhasilan setiap individu dalam dunia kerja selain ditentukan oleh penguasaan bidang kompetensinya juga ditentukan oleh bakat, minat, sifat, dan sikap serta nilai-nilai terdapat pada seseorang yang tumbuh dan berkembang menurut pola perkembangan masing-masing merupakan suatu penyangga yang penting. Tekad, semangat, komitmen ingin berhasil, genetika, lingkungan keluarga, praktik kerja lapangan dan keyakinan serta kepercayan diri sendiri merupakan hal yang harus dimiliki oleh peserta didik.

Menurut A. Muri Yusuf (2002:86) sikap, tekad, semangat dan komitmen akan muncul seiring dengan kematangan pribadi seseorang. Tingkat kematangan merupakan suatu saat dalam proses perkembangan dimana suatu fungsi fisik atau mental telah tercapai perkembangannya yang sempurna dalam arti siap digunakan, selanjutnya pengalaman yang akan mempengaruhinya. Kesiapan kerja dapat diperoleh dari lingkungan pendidikan dan keluarga. Dengan demikian pada saat seseorang diharuskan untuk memilih suatu pekerjaan baiknya proses itu terjadi dengan sejalan dan bersamaan yakni antara diri, pekerjaan, lingkungan, serta keluarga.

Sedangkan menurut Slameto penyesuaian kondisi pada suatu saat akan mempengaruhi kecenderungan untuk memberi respons. Kondisi mencakup setidaknya tiga aspek yaitu; 1) Kondisi fisik, mental dan emosional; 2) Kebutuhan-kebutuhan, motif, dan minat serta tujuan; 3) Keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang telah dipelajari, (Slameto, 2010:59)

Kondisi yang permanen seperti cacat tubuh tidak termasuk pada kondisi fisik yang dapat mempengaruhi kematangan. Untuk kondisi mental

(24)

meliputi kecerdasan, sedangkan kondisi emosional berhubungan dengan minat dan motivasi atau dorongan yang akan mempengaruhi kesiapan kerja.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap kesiapan kerja yaitu faktor internal dan faktor eksternal dari peserta didik. Faktor internal meliputi kematangan fisik maupun mental, ketekunan, kreatifitas, minat, bakat, intelegensi, kemandirian, penguasaan ilmu pengetahuan, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal adalah informasi dunia kerja, lingkungan tempat tinggal, sarana dan prasarana belajar, pengalaman dan praktik kerja lapangan serta latar belakang peserta didik.

d. Indikator Kesiapan Kerja

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mempunyai misi utama yaitu untuk mempersiapkan peserta didiknya sebagai calon tenaga kerja profesional yang memiliki kesiapan untuk memasuki dunia kerja di industri atau berwirausaha sendiri sesuai dengan bidang keahliannya. Pendidikan kejuruan merupakan sarana pendidikan yang lebih luas untuk mempersiapkan tenaga kerja yang orientasinya tidak hanya keterampilan saja tetapi juga meliputi seluruh potensi yang dibutuhkan peserta didik.

Seorang peserta didik lulus SMK sebagai calon tenaga kerja akan memiliki kesiapan kerja apabila memiliki kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan saat bekerja. Peserta didik yang telah cukup umur akan mempunyai kemampuan untuk bekerja dan kematangan dalam memilih pekerjaan. Dalam bekerja peserta didik harus dituntut untuk berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain. Setiap pekerjaan tidak luput dari kesalahan sehingga dibutuhkan sikap kritis untuk mengoreksi kesalahan diri sendiri maupun orang lain dan kritis dengan masalah yang ada. Peserta didik yang siap bekerja akan mempunyai keberanian untuk menerima tanggung jawab dan keinginan untuk maju memperoleh sesuatu yang lebih baik lagi, selain itu peserta didik harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja.

(25)

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa indikator kesiapan kerja terdiri dari kematangan dan kemampuan untuk bekerja, bisa bekerjasama dengan orang lain, bersikap kritis, keberanian menerima tanggung jawab, ambisi untuk maju dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja.

e. Kesiapan Kerja yang Diperlukan

Kesiapan (readiness) mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Yudhawati dan Haryanto, 2011). Menurut Kamus Psikologi (Chaplin, 2014) kesiapan kerja mengandung dua pengertian yaitu: (a) keadaan siap siaga untuk mereaksi atau menanggapi, (b) tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan sesuatu. Kesiapan kerja sebagaimana didefinisikan oleh Hersey dan Blanchard merujuk pada tingkat sampai mana orang memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu (Robbins, 2014). Kesiapan Kerja didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang telah memiliki kematangan dalam hal kondisi fisik, psikologis, keterampilan dan pengetahuan sebagai akibat dari pengalaman yang diperoleh selama jangka waktu tertentu sehingga mampu melakukan suatu pekerjaan.

Muri Yusuf (2002:62) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja. Kesiapan kerjapun dapat dipelajari, dibentuk, disesuaikan dan dikembangkan melalui pengalaman belajar yang diperoleh baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ketiga faktor kesiapan tersebut adalah :

1) Kematangan

2) Pengalaman-pengalaman yang diperlukan 3) Keadaan mental dan emosi yang serasi

Secara umum kesiapan lulusan untuk memasuki dunia kerja melibatkan tiga faktor, yaitu: (1) fisiologis yang menyangkut kematangan usia, kondisi

(26)

fisik dan organ tubuh, (2) pengalaman yang meliputi pengalaman belajar dan bekerja menyangkut pengetahuan dan keterampilan (hard skills) dan (3) Psikologis yaitu keadaan mental, emosi dan sosial (soft skills).

Pengembangan soft skills merupakan salah satu strategi untuk membekali kesiapan kerja peserta didik dengan penekanan pada aspek pendewasaan mental dan emosi yang serasi, serta sikap dalam menghadapi situasi dan kondisi di dunia kerja. Situasi pembelajaran di sekolah sangat berbeda dengan situasi kerja di dunia kerja, maka membekali kesiapan kerja dalam proses pendidikan di SMK tidak hanya dilakukan pada pengetahuan dan ketrampilan (dalam hal ini hard skills) semata, namun perlu pembekalan pada aspek non teknisnya (soft skills) secara seimbang.

4. Bidang Keahlian Administrasi Perkantoran

Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Atau yang lebih spesifik dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Pendidikan Menengah, yaitu : Pendidikan Menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu. Berdasarkan definisi di atas dapat dirumuskan Pendidikan Kejuruan adalah Pendidikan yang mempersiapkan peserta didiknya untuk memasuki lapangan kerja. Adapun Tujuan Pendidikan Kejuruan adalah mempersiapkan peserta didik sebagai calon tenaga kerja dan mengembangkan eksistensi peserta didik, untuk kepentingan peserta didik, masyarakat, bangsa dan Negara.

Beberapa definisi tentang pendidikan kejuruan dikemukakan para ahli diantaranya: Pendidikan kejuruan harus membekali peserta didik untuk mempunyai pengetahuan yang luas tentang sifat, sebab-akibat dan konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari tindakannya, supaya bisa menginterpretasikan, menilai dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya (Clement, 2005:26). Selanjutnya Clement (2005) menjelaskan strategi untuk mencapai kesiapan kerja adalah sebagai berikut:

(27)

a. Pelatihan tugas-tugas rutin b. Pengetahuan kejuruan

c. Pengetahuan tentang kegiatan atau tugas d. Pengetahuan tentang prosedur

e. Pengetahuan untuk merancang

Profesionalisme tidak identik dengan tingginya pendidikan, yang utama adalah sikap dasar atau mentalitas (Sinamo, 2007:21). Tujuh (7) ciri pekerja yang profesional menurut Sinamo (2007:46) adalah

….standart kerjanya yang tinggi berorientasi pada mutu/kualitas, hadirnya motif altruistic dalam sikap dan falsafah kerjanya, berorientasi pada kepuasan pelanggan, terus belajar, berdedikasi tinggi pada bidang profesi yang dipilihnya, kreatif dan setia pada kode etik profesi pilihannya.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Paket Keahlian Administrasi Perkantoran merupakan SMK spektrum bidang keahlian Bisnis dan Manajemen. Durasi pendidikan dan latihan berlangsung selama 3 tahun dengan tempat pembelajaran di sekolah dan prakerin di dunia industri selama 4 bulan. Deskripsi cakupan pekerjaan yang dapat ditangani/dilakukan oleh tamatan SMK ini mencakup bidang Administrasi Perkantoran yaitu: (1) penataan/pengelolaan arsip; (2) penataan/pengelolaan surat/dokumen; (3) penanganan telepon (phone handling); (4) penanganan tamu (front liner); (5) pengetikan naskah/dokumen; (6) membantu mempersiapkan pertemuan/rapat; (7) membantu penanganan kas kecil; (8) penyebaran informasi umum; dan (9) data entry.

Kompetensi jabatan Paket Keahlian Administrasi Perkantoran adalah mampu bekerja sendiri di bawah pengawasan jabatan diatasnya atau bekerja dalam tim kerja di bawah koordinasi pihak lain. Dalam melaksanakan pekerjaan yang bersangkutan memiliki kemampuan dalam merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaan receptionist, typist, arsiparis, administrasi kantor (staf adminstrasi) dan sekretaris yunior.

Kompetensi Paket Keahlian Administrasi Perkantoran adalah: (1) dasar komunikasi dan berkomunikasi lewat telepon; (2) menggunakan peralatan kantor; (3) teknologi informasi (mengoperasikan komputer,

(28)

mengoperasikan aplikasi perangkat lunak, mengakses dan penarikan data di komputer); (4) bekerja sama dengan kolega dan pelanggan; (5) memberikan pelayanan kepada pelanggan; (6) mengerjakan akuntansi sederhana; (7) melakukan prosedur administrasi; (8) menghasilkan dokumen sederhana (korespondensi); (9) manangani surat/dokumen yang diterima dan yang akan dikirim; (10) mengelola dan menjaga sistem kearsipan; (11) melakukan penggandaan dan pengumpulan dokumen; (12) berkomunikasi bahasa Inggris baik lisan maupun tertulis; (13) membantu pengelolaan kas kecil; (14) merencanakan dan pengelolaan pertemuan; (15) memelihara kebersihan peralatan dan tempat kerja; serta (16) mengikuti prosedur K-3 Perkantoran.

Komponen soft skills Paket Keahlian Administrasi Perkantoran terdiri dari dua yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam ”mengatur” diri sendiri. Intrapersonal skills sebaiknya dibenahi terlebih dahulu sebelum seseorang mulai berhubungan dengan orang lain. Adapun Interpersonal skills adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain.

a. Pengembangan Soft Skills dalam Pendidikan Kejuruan di SMK

Pendidikan merupakan suatu proses transformasi anak didik agar dapat mencapai hal-hal tertentu sebagai akibat dari proses pendidikan yang diikutinya. Suatu sistem pendidikan bukan hanya terdiri dari lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi), tetapi juga meliputi perpustakaan, museum, penerbit, dan berbagai agen yang melakukan transmisi pengetahuan dan keterampilan. Secara keseluruhan berbagai sasaran pendidikan dilaksanakan oleh berbagai lembaga pendidikan dapat diklasifikasikan sebagai pengetahuan (sasaran kognitif), pengembangan keterampilan dan kemampuan (sasaran motorik) dan pembentukan sikap (sasaran afektif). Sasaran-sasaran ini hendaknya diterjemahkan dalam berbagai sasaran yang dapat diukur secara rinci dan spesifik tentang apa yang diharapkan dari hasil belajar mengajar (proses pendidikan), demikian juga dengan sasaran motorik dan afektif.

(29)

Sekolah Menengah Kejuruan merupakan subsistem pendidikan formal yang dipersiapkan sebagai tenaga kerja terampil tingkat menengah. Secara rinci misi penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah (1) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya; (2) menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesioanl dalam bidang keahlian yang diminatinya; (3) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (4) membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih (Kurikulum, 2004). Penekanan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan pada masalah kompetensi, dimaksudkan untuk lebih mendekatkan lulusan SMK pada dunia kerja yang syarat dengan kompetensi.

Upaya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi suatu tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan, khususnya adalah pendidikan pada tingkat menengah kejuruan. Hal ini dikarenakan perubahan sosial ekonomi kemajuan industri dan kemajuan informasi menuntut tamatan pendidikan kejuruan sesuai dengan persyaratan keahlian, artinya mereka dapat ditempatkan pada kedudukan sesuai kompetensinya. Untuk mencapai persyaratan keahlian tersebut maka banyak hal yang harus diperbaiki dalam penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan terutama pengembangan kurikulum dan peningkatan sarana prasarana yang dapat menunjang kompetensi peserta didik. Untuk meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan non fisik maka upaya pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang sangat diperlukan. Upaya inilah yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu, peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan yaitu mempersiapkan peserta didik agar unggul dan mampu berkompetisi di dunia

(30)

kerja dalam hal meningkatkan wawasan, pengetahuan, pembinaan mental dan keterampilan peserta didik.

b. Tujuan Pengembangan Soft Skills di SMK Administrasi Perkantoran Identifikasi sasaran kebutuhan soft skills akan menjadi pengarah selama pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, pengembangan soft skills dalam pembelajaran administrasi perkantoran akan terwujud manakala aspek ini menjadi salah satu aspek yang memang ingin dikembangkan dalam pembelajarannya. Pendidik harus memulainya dengan memahami bahwa pengembangan soft skills ini penting bagi anak dan bisa dilaksanakan dalam pembelajaran administrasi perkantoran yang dikelolanya.

Komitmen pendidik dalam mengembangkan soft skills juga perlu dikomunikasikan kepada peserta didik. Kesepahaman antara pendidik dan peserta didik bahwa pengembangan soft skills merupakan salah satu tujuan pembelajaran sangat penting bagi ketercapaiannya selama pembelajaran. Bobbi De Porter (2010) dalam bukunya Quantum Teaching mengemukakan bahwa salah satu landasan penting bagi keberhasilan pembelajaran adalah adanya kesepakatan antara pendidik dan peserta didik mengenai tujuan apa yang akan dicapai dalam pembelajaran. Peserta didik memerlukan gambaran yang jelas mengenai tujuan pembelajaran dan apa yang dapat mereka lakukan (peroleh) sebagai hasilnya. Mengetahui tujuan yang jelas dan memberikan harapan kegunaannya akan membawa peserta didik terlibat secara aktif dan bersemangat. Pemahaman tentang tujuan pembelajaran yang dilaksanakan akan menjadi pengarah peserta didik di mana mereka akan berproses. Oleh karena itu, sebelum pembelajaran administrasi perkantoran dilaksanakan, jika pendidik administrasi perkantoran memang berkehendak mengembangkan soft skills dalam pembelajarannya, pendidik harus mengkomunikasikan tujuan tersebut sehingga peserta didik memiliki arah yang sejajar dengan pendidik selama pembelajaran berlangsung.

(31)

c. Strategi Pengembangan Soft Skills Paket Keahlian Administrasi Perkantoran

Tiga strategi pengembangan soft skills dalam pembelajaran, yaitu melalui 1) lecturer role model, (2) message of the week dan (3) hidden curriculum (Sailah, 2007:20). Pengembangan soft skills dapat menjadikan guru/pendidik sebagai role model bagi peserta didiknya melalui penularan, misalnya jika akan menegakkan disiplin peserta didik, maka contoh baik dapat didemonstrasikan kepada peserta didik oleh pendidiknya. Apabila pendidik menginginkan peserta didik datang tepat waktu, maka pendidik harus datang lebih awal ke kelas.

Cara kedua pengembangan soft skills adalah memberi pesan moral di setiap waktu tatap muka baik pada saat awal membuka kegiatan pembelajaran atau menutup pertemuan, cara ini disebut message of the week (MOW) (Sailah, 2007:22). Pesan yang disampaikan dapat berupa kata-kata mutiara dari berbagai sumber dengan pemaknaannya dalam berkehidupan, atau animasi yang mendukung dari web site internet. Pesan moral ini dapat pula dilakukan melalui media berupa chart, gambar karikatur atau pesan-pesan tertulis yang dipasang pada dinding sekolah atau tempat-tempat tertentu yang mudah dilihat dan diingat oleh para peserta didik.

Selain cara kedua di atas juga melalui hidden curriculum, di mana pelajaran dari kurikulum tersembunyi diajarkan secara implisit (Illah Sailah, 2007:23). Peran pendidik dalam hal ini adalah membangun proses dialog, menangani dinamika kelompok, terlibat dengan motivasi peserta didik, mengintroduksikan berpikir kritis, memberdayakan kurikulum tersembunyi (emposering hidden curriculum).

Model-model pembelajaran yang telah terbukti baik untuk melatih soft skills yaitu Cooperative Learning (CL), Experiental learning (EL) dan Contectual Teaching Learning (CTL). Dengan demikian, strategi pengembangan soft skills peserta didik SMK dalam penelitian ini dilaksanakan dalam pembelajaran praktik, dengan asumsi bahwa pengembangan soft skills melalui partisipasi aktif peserta didik dengan mengalami setelah mengetahui

(32)

dan memahami tujuan dari aktivitas belajarnya. Pengembangan soft skills peserta didik memerlukan intensitas yang tinggi dan pembelajaran praktik memiliki persentase paling banyak dalam sistem pendidikan kejuruan di SMK. Hal tersebut akan dinilai lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaannya karena dapat dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan, mulai dari tingkat 1 sampai dengan tingkat 3 untuk pencapaian kompetensinya.

B. Penelitian yang Relevan

Pembahasan yang relevan merupakan urutan sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan ada hubungannya dengan penelitian yang hendak dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada penelitian yang relevan terkait dengan pengembangan soft skills yaitu:

1. Marwanti, dengan judul Studi Tentang Soft skill dan Kesiapan Kerja Sebagai Tenaga Kerja Profesional Bidang Boga Mahasiswa Pendidikan Tata Boga Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menemukan bentuk-bentuk soft skill dan mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan kesiapan kerja mahasiswa Pendidikan Tata Boga sebagai calon tenaga kerja profesional bidang boga. Adapun Hasil Penelitian adalah sebagai berikut: (a) Kesiapan kerja mahasiswa dari segi soft skill dan motivasi kerja, (b) Kesiapan kerja mahasiswa sebagai tenaga professional di bidang Boga. Adapun persamaan dari penelitian ini adalah bahwa penelitian ini juga mengkaji tentang soft skill dan Kesiapan kerja. Perbedaannya objek yang diteliti mahasiswa Tata Boga.

2. Siti Mariah, dengan judul Model Pengembangan Soft Skill dalam Pembelajaran Praktik Untuk Kesiapan Kerja Siswa SMK Bidang Keahlian Busana Butik. Model pengembangan soft skill dalam pembelajaran praktik merupakan upaya peningkatan kualitas dan relevansi lulusan pendidikan kejuruan tingkat menengah (SMK) agar sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja di dunia kerja. Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut: (a) teridentifikasi karakter kerja yang dibutuhkan industri, (b) ditemukan model pengembangan

(33)

karakter kerja yang diintegrasikan dalam pembelajaran praktik di SMK. Adapun persamaan dari penelitian ini adalah mengkaji model pengembangan soft skill dalam pembelajaran praktik untuk kesiapan kerja siwa SMK. Perbedaannya terletak pada objek yang diteliti yaitu siswa bidang keahlian Busana Butik.

3. Sumaryanta, dalam makalahnya yang berjudul Pengembangan Soft Skill dalam Pembelajaran Matematika. Variabel penelitian ini adalah model pengembangan soft skill dalam pembelajaran matematika. Hasil Penelitian ini adalah bahwa pengembangan soft skill bisa diintegrasikan dalam pembelajaran matematika. Persamaannya terletak dalam pengembangan soft skill, sedangkan perbedaannya pengembangan soft skill yang diintegrasikan pada pembelajaran matematika bagi guru-guru matematika di PPPPTK Matematika.

4. Yudi Ganing Dwi Utami dan Hudaniah, dengan judul Self Efficacy dengan Kesiapan Kerja Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan self efficacy dengan kesiapan kerja pada siswa SMK. Metode pengumpulan data menggunakan skala self efficacy dan kesiapan kerja dengan metode analisa data product moment. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self efficacy dengan kesiapan kerja dengan nilai koefisien korelasi r = 0,676 dan p = 0,000 ; p<0,05. Hal ini berarti semakin tinggi self efficacy semakin tinggi pula kesiapan kerjanya, begitu juga sebaliknya. Persamaan penelitian ini adalah self efficacy adalah salah satu aspek dari soft skill yang menjadikan faktor dalam kesiapan kerja siswa SMK. Perbedaannya adalah penelitian ini hanya mangambil salah satu aspek soft skill dalam membekali kesiapan kerja siswa SMK.

5. Siti Hamidah dan Sri Palupi, dengan judul Peningkatan Soft Skill Tanggung Jawab dan Disiplin Terintegrasi Melalui Pembelajaran Praktik Patiseri. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui pembelajaran praktik, baik dalam kerja

(34)

kelompok maupun individu mahasiswa telah mampu menunjukkan kinerja tanggung jawab dan disiplin yang konsisten. Persamaannya bahwa penelitian ini sama-sama meneliti pengembangan soft skill (tanggung jawab dan disiplin) melalui pembelajaran praktik, sedangkan perbedaannya objek yang diteliti yaitu mahasiswa pendidikan Teknik Boga FT UNY.

6. Penelitian oleh Siti Hamidah yang berjudul “Model Pembelajaran Soft Skills terintegrasi pada siswa SMK Program Studi Keahlian Tata Boga tahun 2012”. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan model pembelajaran soft skill yang terintegrasi pada siswa SMK. Model ini dikembangkan berdasarkan kajian-kajian soft skill dikaitkan dengan konteks pembelajarannya pada bidang tata boga, kemudian soft skill dari identifikasi diintegrasikan dengan pendekatan topik dan multi target. Hasil penelitian ini adalah mengkaji model hipotetik dari pembelajaran soft skills siswa SMK Boga kearah konsisten. Hal ini dimungkinkan adanya proses integrasi mulai dari rancangan belajar siswa, implementasi dan evaluasi on going yang didasari semata-mata oleh perbaikan berkelanjutan atau manajemen performen.Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti model pengembangan soft skill, sedangkan perbedaannya adalah objek yang diteliti yaitu untuk siswa SMK Tata Boga.

7. Widarto, Pardjono dan Noto Widodo dengan judul Pengembangan Model Pembelajaran Soft Skills dan Hard Skills Untuk Siswa SMK. Penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa model pengembangan soft skill dapat membekali kesiapan kerja siswa. Persamaannya adalah model pengembangan soft skill untuk kesiapan kerja siswa SMK, sedangkan perbedaannya adalah model pengembangan penelitian ini dilaksanakan ketika praktik kerja di teaching factory.

8. Penelitian oleh Widarto yang berjudul “Model Pembelajaran Soft Skills pada pendidikan Vokasi Bidang Manufaktur”, Penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa model pengembangan soft skill sangat diperlukan bagi pendidikan vokasi bidang manufaktur. Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang soft skills di dunia pendidikan. Perbedaannya terletak pada populasi yang diteliti.

(35)

9. Siti Hamidah, dengan judul “Model Pembelajaran Soft Skills pada siswa keahlian tata boga”. Penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa pengembangan soft skill sangat penting dibutuhkan bagi siswa keahlian tata boga. Persamaannya adalah sama-sama penelitian pengembangan soft skill, sedangkan perbedaannya yang diteliti siswa keahlian tata boga.

10. Kelebogile Paadi (2014) yang berjudul “Perceptions On Employability Skill Necessary to Enhance Human Resource Management Graduates Prospects of Securing a relevant place in the labour market”. Adapun hasil penelitian ini adalah Soft Skill memiliki konstribusi untuk kesuksesan kerja dan kepuasan kerja. Persamaan dari penelitian ini adalah meneliti masalah Soft Skill, sedangkan perbedaannya adalah selain soft skill untuk kesuksesan kerja, soft skill juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

11. Jennifer Pritchard, yang berjudul “The Inportance of Soft Skill in entry level employment and PostSecondary Success: Perspectives from employers and community colleges”. Hasil penelitian ini adalah Pengintegrasian soft skill dan mempromosikan soft skill dapat mengembangkan kesiapan kerja. Adapun persamaan penelitian ini adalah soft skill dapat mengembangkan kesiapan kerja, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini mengintegrasikan dalam kurikulum dengan menyusun pedoman praktek pengembangan soft skill. 12. B. Sangamitra, N.S. Vishnu Priya (2015), yang berjudul “Employability with

Soft Skills: An Overview”. Hasil penelitian ini adalah mengintegrasikan program pelatihan soft skill ke dalam kurikulum”. Persamaannya adalah materi yang diteliti adalah soft skill, sedangkan perbedaannya adalah pengembangan soft skill dibuatkan program pelatihan sendiri dalam kurikulum.

13. Nurkaliza Khalid, et al (2014) dengan judul “Impotance of soft skill for Industrial Training Program: Employers Perspective”. Hasil penelitian adalah dengan pendidikan pelatihan industri dapat membekali siswa tidak hanya dengan kemampuan intelektual tetapi soft skill juga diterapkan secara praktis sehingga mempengaruhi kesiapan kerja siswa. Persamaannya adalah

(36)

penelitian ini mengembangkan soft skill untuk membekali kesiapan kerja siswa, sedangkan perbedaanya adalah pengembangan soft skill melalui pelatihan industri.

14. Jane Andrews and Helen Higson (2008) dengan judul “Graduate Employability, ‘soft skills’ Versus ‘Hard’ Business Knowledge: A. European Study”. Penelitian ini adalah meneliti tentang ketrampilan-ketrampilan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh lulusan untuk kesiapan kerja. Persamaannya adalah kompetensi soft skill dibutuhkan bagi lulusan untuk kesiapan kerja, sedangkan penelitian ini tidak hanya soft skill saja yang dibutuhkan tetapi hard skill juga dibutuhkan dalam kesiapan kerja siswa. 15. Christie Brugardt, Ph.D (2011) dengan judul “The Intersection Between Soft

Skill Development and Leadership Education”. Hasil penelitian ini adalah dengan adanya gelar sarjana kepemimpinan yang diberikan tidak membuat perubahan signifikan yang terbatas dalam kemampuan soft skill lulusan dibandingkan dengan lulusan yang menerima sertifikat kepemimpinan. Persamaan penelitian ini adalah pengembangan soft skill dalam pendidikan (pendidikan kepemimpinan), sedangkan perbedaannya adalah populasi yang diteliti adalah pendidikan kepemimpinan.

C. Kerangka Berpikir

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga pendidikan yang bertujuan menyiapkan lulusan menjadi tenaga kerja yang siap dan dapat diterima di dunia kerja. Untuk menyiapkan lulusan tersebut, SMK harus memperhatikan kompetensi yang harus dipenuhi di dunia kerja. Kenyataan di dunia kerja yang dibutuhkan tidak hanya hard skills saja tetapi soft skills juga.

Pembelajaran di SMK kurang memperhatikan soft skills terbukti jika belajar kelompok/diskusi selalu mengandalkan salah satu teman yang dianggap pintar, kurang menghargai guru, masuk kelas masih telat. Dan kebanyakan guru masih menerapkan pembelajaran berfokus pada hard skills saja. Sepantasnya pembelajaran soft skills mendapat perhatian khusus di sekolah yang menjadi

Gambar

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir
Gambar 2.3  Model Hipotetik

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat dipergunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada

PENERAPAN PAKEM MELALUI STRATEGI MASTER UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang dalam pengumpulan data penelitian hingga penafsirannya banyak menggunakan angka, Pengumpulan data dalam

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian