8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan dasar dalam melakukan penelitian dimana memuat teori-teori yeng dikemukaan para ahli. Berikut dasar-dasar dalam melakukan penelitian.
1. Pembelajaran
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pembelajaran berasal dari kata ajar dimana memiliki maksud memberikan arahan kepada seseorang supaya diketahui, sedangkan pembelajaran memiliki arti yaitu mengarahkan orang belajar melalui suatu proses, cara atau perbuatan. Menurut Permendikbud no.23 tahun 2016, pembelajaran bisa didefinisikan sebagai suatu proses interaksi yang terjadi antara komponen dan lingkungan belajar, adapun komponen belajar yaitu peserta didik, pendidik, dan sumber belajar. Salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia adalah belajar dan pembelajaran. Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2010) jalan seseorang untuk mendapatkan kompetensi, keterampilan, dan sikap disebut dengan belajar, hal yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk hidup lain ditunjukkan dengan perubahan perilaku dalam hal pengetahuan, afektif, maupun psikomotoriknya.
Standar kompetensi lulusan dan standar isi menjadi ciri khas pembelajaran setiap satuan pendidikan. Ranah kompetensi pada pembelajaran yang menjadi sasaran antara lain yaitu ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Setiap ranah kompetensi memiliki cara perolehan dengan melakukan aktivitas yang berbeda. Perbedaan perolehan lintasan kompetensi ini mempengaruhi karakteristik standar proses (Permendikbud no.22, 2016).
Pembelajaran pada kurikulum 2013 dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 22 Tahun 2016 menyarankan pendidik untuk menggunakan model pembelajaran berbasis penelitian (inquiry/discovery learning) untuk menyempurnakan pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik. Pembelajaran berbasis pemecahan masalah (project based learning)
diperlukan pendidik untuk memberikan dorongan pada peserta didik supaya mampu menghasilkan karya secara indivudu atau kelompok.
Dalam menyusun perencanaan pembelajaran terdapat prinsip supaya semangat belajar, motivasi, kemandirian, serta kreativitas meningkat yaitu dengan menerapkan pembelajaran yang menempatkan peserta didik pada pusatnya (Permendikbud no.22, 2016). Pembelajaran kooperatif bertujuan supaya siswa saling membantu mempelajari materi dengan menerapkan metode pengajaran yang menempatkan siswa pada kelompok-kelompok kecil.
Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat membuat pencapaian hasil belajar para siswa meningkat, mengembangkan kerja sama kelompok, meningkatkan percaya diri, dan menyelaraskan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan siswa (Slavin, 2008).
Proses pembelajaran yang diharapkan pada kurikulum 2013 yang terdapat dalam Permendikbud no.22 tahun 2016 antara lain adalah proses pembelajaran dapat mendorong pesera didik untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan, menghasilkan sebuah karya dari hasil olah kreatif baik individu maupun kelompok, partisipasi aktif peseta didik serta pembelajaran tipe SCL (student center learning). Penjabaran proses pembelajaran pada kurikulum 2013 revisi tersebut merupakan ciri dari pembelajaran kontruktivisme.
2. Teori Belajar
Banyak ahli yang mengemukakan teori belajar dan mengelompokkannya menjadi beberapa aliran. Pada penelitian ini penulis menggunakan teori belajar konstruktivisme dan kognitf. Model pembelajaran pada penelitian ini mendasari pemilihan teori-teori belajar yang digunakan, penjelasannya sebagai berikut :
a. Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar ini memaparkan bahwa belajar merupakan proses pembentukan/pengolahan (konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada pada seseorang yang berpengetahuan dan tidak dapat diberikan secara langsung dari pikiran seorang guru kepada siswa
(Siregar dan Nara, 2011). Menurut Thobroni dan Mustofa (2013) konstruktivisme adalah pijakan pembelajaran kontekstual, manusia membangun pengetahuan secara bertahap, yang hasilnya terjadinya tidak instan dan memperluasnya melalui konteks. Kita akan menjabarkan teori belajar konstruktivisme menurut dua tokoh yang telah disebutkan.
1) Teori belajar Jean Piaget
Menurut piaget, terdapat dua tahapan belajar pada manusia yang disebut organisasi dan adaptasi. Proses organisasi terjadi saat menghubungkan antara informasi yang didapatkan saat itu dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Sedangkan proses adaptasi adalah proses asimilasi dari pengubahan informasi yang sudah dipunyai dengan informasi yang baru sehingga terjadi keseimbangan. Dalam proses adaptasi terdapat empat konsep dasar yaitu :
a) Skemata, dapat diartikan juga sebagai proses memperoleh pengetahuan yang selalu berkembang dan berubah.
b) Asimilasi, merupakan proses mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru ketika menggabungkan dorongan atau pemahaman dalam skemata yang telah terbentuk.
c) Akomodasi, adalah suatu proses dimana hasilnya merupakan terbentuknya skemata baru dan berubahnya skemata lama.
d) Keseimbangan (equilibrium), suatu individu akan berusaha memperoleh skemata yang stabil dalam proses adaptasi terhadap lingkungan (Baharuddin dan Wahyuni, 2010).
2) Teori belajar Vygotsky
Vygotsky berpandangan bahwa perkembangan kecerdasan terjadi ketika seseorang mendapat informasi baru yang membingungkan dan berusaha mengatasi ketidaksesuaian tersebut. Perbedaan dengan teori Piaget terletak pada penempatan interaksi sosial sebagai komponen penting dalam perkembangan kecerdasan seseorang. Hal ini sesuai dengan kegiatan berkelompok siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan saat pembelajaran (Dahar, 2011).
Terdapat dua konsep penting dalam teori Vygotsky yang menekankan pada bakat sosialkultural dalam pembelajaran. Vygotsky menjelaskan bahwa belajar dimulai saat anak dalam perkembangan zone proximal. Zone proximal akan berkembang secara maksimal bergantung pada intensifnya interaksi antara individu dengan lingkungan sosial (Baharuddin dan Wahyuni, 2010). Konsep kedua yang dikemukakan Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding adalah dukungan dan bantuan yang diberikan kepada anak pada tahap awal belajarnya, kemudian secara perlahan mengurangi dukungan tersebut setelah anak mampu menyelesaikan masalah dari tugas yang dihadapinya (Isjoni, 2009).
b. Teori belajar kognitif
Kognitif berasal dari bahasa latin yaitu “Cogitare” artinya berpikir.
Belajar adalah proses berpikir dalam diri manusia, hal ini yang menjadi inti dari teori belajar kognitif (Dahar, 2011). Teori ini lebih menekankan pada proses yang terjadi saat belajar daripada hasil yang diperoleh dari proses tersebut. Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dalam diri seseorang diperoleh dengan cara berinteraksi secara berkesinambungan dengan lingkungan (Siregar dan Nara, 2011).
Bruner mengemukakan teori kognitif yang disebut free discovery learning. Teori ini memperjelaskan bahwa siswa diberi kesempatan untuk mencari konsep, teori, dan pengertian melalui contoh yang menjelaskan konsep yang menjadi sumbernya sehingga akan menghasilkan suatu proses belajar yang baik dan kreatif (Siregar dan Nara, 2011).
Teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dipilih karena memiliki hubungan kait dengan teori belajar yang dimaksud penulis untuk digunakan pada penelitian ini. Teori belajar konstruktivisme Piaget sangat berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, siswa diberi kesempatan melatih kemampuan berpikir dalam menganalisis dan memecahkan masalah yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran sainstifik termasuk kimia. Teori Vygotsky menambahkan bahwa interaksi sosial sangat penting untuk
perkembangan kecerdasan siswa, hal ini sesuai dengan kegiatan belajar secara berkelompok. Teori belajar lain adalah teori belajar kognitif, teori belajar ini lebih memberikan perhatian terhadap proses yang terjadi saat belajar daripada hasil yang didapat dari proses tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh siswa dimana mereka diberi kesempatan untuk merumuskan suatu konsep yang akan dihubungkan dengan pengalaman belajar yang
didapatkan sehingga menghasilkan kesimpulan yang saling berkaitan.
3. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)
Search, Solve, Create, and Share (SSCS) merupakan model pembelajaran kooperatif dimana dalam proses pembelajaran mewajibkan siswa berpikir kritis untuk menyelesaikan masalah, tujuan dari model pembelajaran ini adalah pemecahan masalah (Pizzini, et al., 1996). Model pembelajaran ini melibatkan pengalaman belajar siswa dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, keterampilan bertanya, berpikir dan berbagi. Model pembelajaran ini juga membantu siswa untuk mengasah kemampuan kognitif yaitu pemikiran kreatif, pemecahan masalah dan komunikasi (Yusnaeni, 2017).
Model pembelajaran SSCS memiliki empat sintaks (tahapan), yaitu : a. Search, merupakan fase dimana ide-ide pada pertanyaan yang dapat
diselidiki (researchable question) dipermudah dan dikembangkan.
Fase ini mengarahkan siswa untuk mengaitkan konsep yang terdapat pada permasalahan ke konsep sains.
b. Solve, fase dimana berpusat pada permasalahan fase search dan siswa diharuskan memakai strategi mereka untuk mendapatkan solusi dari permasalahan. Konsep sains yang diterapkan pada fase ini memberi makna terhadap konsep yang diperoleh siswa dari kegiatan mengaitkan antara konsep yang terdapat dalam permasalahan ke skema konsep yang telah dimiliki siswa.
c. Create, fase dimana siswa diharuskan membuat produk yang berhubungan dengan permasalahan, menganalisis data dan membandingkan dengan permasalahan, menyetarakan, memodifikasi jika perlu. Fase dimana siswa mengevaluasi proses berpikir mereka.
d. Share, merupakan fase yang berprinsip mengikutsertakan siswa dalam mengkomunikaskan jawaban. Jawaban permasalahan dan pertanyaan yang dikemukakan siswa mencerminkan pikirannya, dan hal tersebut ditunjukkan berdarkan komunikasi dan interaksi serta menerima dan memproses umpan balik (Pizzini, et al., 1996).
Keunggulan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ditinjau dari sisi siswa dan guru menurut Pizzini yang dikutip oleh Ramson (2010) adalah :
a. Ditinjau dari sudut pandang siswa yaitu, siswa diberi kesempatan langsung untuk mendapatkan pengalaman memecahkan masalah, mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi, bekerjasama, mengolah data, serta mengkomunikasikan gagasan individu dengan baik serta melatih bertanggungjawab dengan proses pembelajaran.
b. Ditinjau dari sudut pandang guru yaitu, dapat mengembangkan minat dan potensi siswa dengan meningkatkan pemahaman melalui sains, teknologi, dan masyarakat dimana berfokus pada fenomena dalam kehidupan sehari-hari serta siswa juga dilibatkan dalam proses pembelajaran secara aktif.
4. Kompendium Al-Qur’an
Menurut KBBI kata kompendium memiliki arti ikhtisar karangan ilmiah yang lengkap dan padat. Kompendium juga dapat diartikan sebagai pengelompokan kalimat berdasarkan topik bahasan menurut disiplin ilmu tertentu. Menurut Naim (2001) kompendium Al-Qur’an merupakan klasifikasi ayat Al-Qur’an berdasarkan pokok pembahasan dengan pendekatan tematik- maudhu’i.
Gloshani (2003) berpendapat bahwa pada masa sekarang beberapa ayat Al-Qur’an telah ditafsirkan dalam sorotan pengetahuan modern oleh banyak orang. Tujuannya adalah untuk memaparkan mukjizat Al-Qur’an dalam keilmuan yang akan meyakinkan orang-orang akan keagungan dan keunikan Al-Qur’an. Kemudian Golshani (2003) juga mengungkapkan bahwa sebagian
penulis telah mencoba menyarikan setiap gagasan sains kontemporer dari Al- Qur’an dan dalam upaya ini mereka memperluas penafsran bahasa arab dari yang lazim. Sebagai contoh untuk membuktikannya, mereka mengutip ayat :
“…Tidak lengah sedikitpun dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar biji zarrah, baik dibumi ataupun di langit. Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan lebih besar daripada itu, melainkan semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (QS. Yunus : 61).
Di sini para ilmuan mengidentifikasi kata arab “zarrah” adalah atom, padahal makna lazim kata itu adalah “semut kecil” atau “partikel kecil”. Tidak ada alasan untuk meyakini bahwa Allah menggunakan terminolgi yang pada saat Nabi Muhammad hidup belum dipahami. Hal ini menunjukkan bahwa Al- Qur’an erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan.
Adapun beberapa ayat yang akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain adalah :
a. QS. Al-Haddid (57) : ayat 25
Berisi tentang penciptaan besi yang akan bermanfaat bagi manusia.
b. QS. Al-Kahfi (18) : ayat 96
Berisi tentang pelapisan logam pada pembuatan tembok besar Dzulkarnain, yang sekarang dikenal sebagai teknologi metalurgi.
c. QS. Al-Baqarah (2) : ayat 164
Berisi tentang penciptaan makhluk, dimana telah diciptakan dengan berpasang-pasangan.
d. QS. Asy-Syura (42) : ayat 11
Berisi tentang tanda-tanda kebesaran Allah SWT di bumi, dimana tanda tersebut akan tampak/bermakna bagi manusia yang mau berpikir.
5. Modul Kimia
Berdasarkan Permendikbud no.22 Tahun 2016 menyebutkan bahwa sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber lain yang relevan. Sumber belajar dapat berupa apapun selama hal itu dapat mengarahkan seseorang untuk memahami sesuatu, salah satu sumber belajar adalah modul.
Menurut Depdiknas (2008) modul merupakan media ajar cetak yang disusun untuk dipelajari peserta didik dengan mandiri. Modul dirancang dengan sistematis menggunakan bahasa sederhana dimana disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan usia mereka serta dapat digunakan tanpa bantuan pendidik atau menggunakan bantuan pendidik namun sangat minimal (Prastowo, 2012). Menurut hidayah (2016) modul dapat didefinisikan sebagai media ajar mandiri, memiliki tujuan belajar spesifik, dan disusun serta didesain berdasarkan kepentingan belajar siswa. Komponen minimal modul yaitu memuat tujuan pembelajaran, materi, dan evaluasi.
Dari berbagai pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu, modul merupakan media ajar yang didesain sistematis dan berisi satu materi pokok, dirancang menggunakan bahasa yang komunikatif sebagai sumber belajar mandiri untuk mengarahkan siswa mencapai tujuan belajar sesuai dengan kemampuannya dengan bantuan yang minimal dari pendidik.
Diktendik (2008) menyatakan bahwa penulisan modul memiliki tujuan sebagai berikut :
a) Memperjelas penyajian materi pembelajaran supaya tidak bersifat verbal.
b) Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu serta daya indera siswa maupun guru.
c) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi yang memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.
d) Memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Modul dapat dikatakan baik dan menarik apabila memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Self Instructional yaitu didalam modul terdapat petunjuk yang memungkinkan untuk peserta didik belajar tanpa adanya panduan dari guru atau orang lain.
b) Self Contained yaitu modul berisi kompetensi dan sub kompetensi serta materi secara keseluruhan.
c) Stand Alone (berdiri sendiri) yaitu modul daat memberikan pengalaman belajar maksimal tanpa bergantung pada media atau sumber belajar lain.
d) Adaptive yaitu modul dapat beradaptasi dengan berbagai pertumbuhan dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
e) User Friendly yaitu modul bersifat menolong dan mempermudah peserta didik dalam memberikan tanggapan, jawaban, ataupun akses sesuai keinginan mereka (Diktendik, 2008).
Modul kimia sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model SSCS dimana peserta didik dapat meningkatkan kemampuan dalam berliterasi kimia dan memahami konsep terhadap materi pelajaran redoks dengan mengikuti sintaks dari model SSCS selama pembelajaran. Dalam penelitian ini akan digunakan modul kimia yang dilengkapi dengan kompendium Al-Qur’an dengan tujuan supaya siswa memahami konsep kimia dan dapat mengkaitkan dengan ayat Al-Qur’an sehingga siswa dapat memikirkan, merenungkan, dan menafsirkan fenomena alam yang terjadi agar mengenal Tuhan melalui tanda- tandaNya.
6. Prestasi Belajar
Menurut Hamdani (2011) prestasi merupakan hasil yang didapatkan dengan mengerjakan atau menciptakan kegiatan secara perseorangan maupun kelompok. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor dari dalam (intern) yang berasal dari siswa antara lain kecerdasan, jasmaniah, sikap, minat, bakat serta motivasi dan faktor dari luar (ekstern) yaitu berupa lingkungan sosial dan nonsosial.
Kurikulum 2013 mengatur standar kompetensi isi dan lulusan tiap jenjang pendidikan. Standar kompetensi lulusan dapat dicapai dengan cara memenuhi tingkat kompetensi pada setiap jenjang pendidikan oleh peserta didik. Standar kompetensi lulusan ini bisa disebut juga sebagai standar capaian prestasi belajar peserta didik. Standar kompetensi lulusan di kurikulum 2013 ini menggunakan rujukan dari Anderson dan Krathwol dimana mereka
mengembangkan dari Bloom Taxonomy oleh Benjamin Blom. Dalam kurikulum 2013 mengkategorikan kompetensi menjadi tiga ranah yakni sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap yang menjadi tolak ukur penilaian adalah sikap spiritual dan sikap social. Kompetensi tersebut dinamakan KI (Kompetensi Inti) pada kurikulum 2013 (Permendikbud no.21, 2016).
Prestasi belajar dapat diukur dengan evaluasi belajar atau penilaian hasil belajar. Berdasarkan Permendikbud no.23 (2016) evaluasi dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan dimana memiliki tujuan untuk mengamati dan menilai proses, perkembangan belajar, dan evaluasi belajar peserta didik, selaian itu hal ini juga memiliki tujuan untuk mengevaluasi ketercapaian standar kompetensi lulusan yang diperuntukkan pada semua mata pelajaran.
Evaluasi sikap dilaksanakan untuk mendapatkan keterangan secara deskriptif tentang tingkah laku peserta didik sedangkan evaluasi pengetahuan dilaksanakan untuk menilai pemahaman materi pembelajaran peserta didik.
Evaluasi keterampilan dilaksanakan untuk menilai kesanggupan peserta didik menerapkan materi pembelajaran dalam melakukan tugas tertentu contohnya dalam kegiatan praktikum atau presentasi (Permendikbud no.23, 2016).
7. Literasi Kimia
Definisi literasi sains semakin berkembang setelah OECD menjalankan PISA (Programme for International Student Assessment) sejak tahun 2000 sampai 2015 tiap tiga tahun sekali. Pada tahun 2015 PISA mendefinisakn literasi sains yaitu merupakan kemampuan dalam memahami isu-isu terkait ilmu pengetahuan yang menuntut kompetensi untuk memaparkan kejadian secara ilmiah, merancang penilaian dan menyusun penelitian ilmiah, dan menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2016).
Pada tahun 2015 PISA mengemukakan bahwa terdapat empat aspek yang menjadi kerangka dari literasi sains, yaitu
a) Contexts, pribadi, local/nasional dan isu-isu global yang membutuhkan beberapa pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi.
b) Knowledge, merupakan dasar pengetahuan ilmiah yang didapatkan dari memahami fakta-fakta berupa konsep dan teori. Pengetahuan
tentang alam semesta dan teknologi (content knowledge), pengetahuan tentang pembentukan gagasan (procedural knowledge) dan pemahaman tentang rasioanal yang melandasi prosedural tersebut dan justifikasi penggunaannya (epistemic knowledge).
c) Competencies, kemampuan menerangkan peristiwa secara ilmiah, menyusun dan mengevaluasi penelitian ilmiah, serta menganalisis data dan bukti ilmiah.
d) Attitudes, sikap terhadap ilmu pengetahuan yang ditunjukkan dengan minat pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta persepsi dan kesadaran terhadap permasalahan lingkungan.
Empat aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain. Aspek konteks memerlukan aspek kompetensi dan aspek kompetensi dipengaruhi oleh aspek pengetahuan dan sikap (OECD, 2016).
Menurut James Rutherford literasi sains merupakan segala literasi yang berhubungan dengan pengetahuan alam, berbeda dengan literasi ilmiah yaitu literasi yang mengarah pada berbagai macam cabang ilmu pengetahuan (Robert, 2008). Pada penelitian ini, literasi sains yang dikembangkan adalah literasi kimia. Pengertian literasi kimia berasal dari definsi literasi sains yang dibangun atas kesepakatan ilmuan yang mengacu pada kerangka teoritis dari PISA dalam PISA 2015 results volume IV (Rahayu, 2017). Literasi kimia didefinisikan sebagai kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah serta menganalisis manfaat dari aplikasi kimia untuk memahami dan mengambil keputusan tentang alam semesta. Terdapat aspek kemampuan literasi kimia menurut Shwartz, Ben-Zvi dan Hofstein (2006) yaitu:
a. Pengetahuan materi kimia dan gagasan ilmiah Seseorang yang berliterasi kimia akan memahami : 1) Gagasan ilmiah umum
 Kimia merupakan ilmu yang mengedepankan penelitian/percobaan.
Peristiwa yang terjadi di alam dapat dijelaskan oleh kimiawan dengan cara melakukan inkuiri ilmiah, penyetaraan serta pengajuan teori yang didapat dari percobaan/penelitian.
 Kimia merupakan ilmu dasar berbagai macam disiplin ilmu untuk menjelaskan suatu peristiwa, misalnya ilmu biologi.
2) Ide-ide pokok kimia
 Kimia menjelaskan peristiwa mikroskopis dengan struktur molekul materi.
 Kimia meneliti perubahan energy serta proses pada reaksi kimia.
 Kimia memiliki tujuan bahwa struktur dan proses kimia dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan kehidupan.
b. Kimia dalam konteks
Seseorang yang berliterasi kimia harus dapat :
1) Memahami bahwa pengetahuan kimia yang dimiliki dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi pada kehidupan harian.
2) Menggunakan pemahaman kimia dalam kehidupan sehari-hari, pengambilan keputusan, serta dalam diskusi sosial tentang isu kimia.
3) Memahami hubungan antara inovasi kimia dengan proses sosial.
c. Keterampilan belajar tingkat tinggi
Seseorang yang berliterasi kimia mampu : 1) Menemukan berbagai macam isu ilmiah 2) Menerangkan peristiwa ilmiah
3) Memakai fakta-fakta ilmiah 4) Menilai pro/kontra perselisihan d. Aspek afektif
Seorang individu yang berliterasi kimia mempunyai minat pada isu-isu ilmiah terkait kimia, berpandangan rasional pada aplikasi kimia khususnya pada lingkungan non formal seperti media masa.
Menurut Prastiwi (2017) terdapat beberapa aspek dalam literasi kimia, yang direpresentasikan pada beberapa indikator antara lain :
a. Menjelaskan fenomena dengan menggunakan konsep kimia
(1) Memahami konsep kimia dalam memaparkan kejadian sehari-hari (2) Mengetahui teori, model, dan konsep kimia dalam fenomena harian b. Menggunakan pemahaman kimia dalam memecahkan masalah
(1) Memakai pemahaman kimia dalam kehidupan harian
(2) Mengerti hubungan antara ilmu kimia dan teknologi yang saling berkaitan satu sama lain.
c. Menganalisis strategi dan manfaat dari aplikasi ilmu kimia
(1) Mengerti bahwa inovasi dalam proses kimia, sosiolgis dan budaya (aplikasi seperti obat-obatan, polimer, dll) berhubungan satu sama lain.
(2) Memahami akibat yang ditimbulkan dari aplikasi kimia dan teknologi kimia yang terkait dalam masyarakat
8. Reaksi Reduksi dan Oksidasi
(Kimia untuk SMA/MA kelas X, buku Michael Purba Kurikulum 2013)
Reaksi pengikatan oksigen biasa dinamakan reaksi oksidasi.
Sedangkan, reaksi pelepasan oksigen dinamakan reaksi reduksi. Reduksi dan oksidasi terjadi secara bersama-sama sehingga penyebutan yang sebenarnya adalah reaksi redoks. Pengertian reduksi atau oksidasi pada awalnya memiliki makna yang terlalu sempit telah sehingga mengalami perkembangan.
1. Perkembangan Konsep Reduksi dan Oksidasi
a. Oksidasi-reduksi sebagai pengikatan dan pelepasan oksigen
Pada awalnya, pengertian reduksi dan oksidasi dikaitkan dengan oksiden. Reduksi adalah pelepasan oksigen dan oksidasi adalah pengikatan oksigen.
Contoh reduksi :
1) Reduksi bijih besi (Fe2O3, hematit) oleh karbon monoksida (CO) Fe2O3(s) + 3CO(g) 2Fe(s) + 3CO2(g)
2) Reduksi kromium(III) oksida dan aluminium Cr2O3(s) + 2Al(s) Al2O3(s) + 2Cr(s)
Reduktor merupakan zat dimana pada suatu reaksi berperan sebagai zat yang menarik oksigen. Pada contoh tersebut reduktor yang digunakan adalah CO dan Al.
Contoh oksidasi :
1) Perkaratan logam, misalnya besi 4Fe(s) + 3O2(g) 2Fe2O3(s)
2) Pembakaran gas alam (CH4)
CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(g)
Sumber oksigen pada reaksi oksidasi disebut oksidator. Pada contoh tersebut, oksidator yang digunakan adalah udara.
b. Oksidasi-reduksi sebagai pelepasan dan penerimaan elektron
Telah dipelajari pada materi ikatan kimia yang menjelaskan reaksi antara unsur logam dan unsur non logam melibatkan pelepasan dan penerimaan elektron. Perhatikan pada dua contoh berikut.
1) Reaksi kalsium dengan oksigen
Ca + O Ca2+ + O2- CaO 2) Reaksi kalsium dengan belerang
Ca + S Ca2+ + S2- CaS
Konsep redoks pertama menjelaskan bahwa, reaksi (1) termasuk reaksi oksidasi karena mengikat O2, tetapi reaksi (2) bukan tergolong reaksi oksidasi karena tidak mengikat O2. Padahal kalsium mengalami hal yang sama pada kedua reaksi tersebut, yaitu melepas 2 elektron.
Memerlukan pengertian yang lebih luas karena pengertian terdahulu terlalu sempit. Untuk itu, pengertian reaksi redoks dikaitkan dengan menerima dan melepas elektron.
Pelepasan dan penyerapan elektron terjadi secara simultan, artinya jika ada spesi melepas elektron maka spesi lain yang
2e-
2e-
Oksidasi adalah pelepasan elektron Reduksi adalah penyerapan elektron
menerimanya. Reaksi kalsium dengan belerang terdiri atas 2 setengah reaksi berikut.
Oksidasi : Ca Ca2+ + 2e- Reduksi : S + 2e- S2-
Redoks : Ca + S Ca2+ + S2-
Pada contoh dijelaskan bahwa kalsium teroksidasi oleh sulfur maka sulfur (belerang) disebut pengoksidasi atau oksidator. Sementara itu, sulfur (belerang) tereduksi oleh kalsium maka kalsium disebut pereduksi atau reduktor.
Ca + S Ca2+ + S2-
c. Oksidasi-reduksi sebagai pertambahan dan penurunan bilangan oksidasi
Pada bermacam-macam reaksi redoks yang kompleks, terkadang sulit menemukan atom mana yang melepas dan menyerap elektron.
Sebagai contoh, perhatikan reaksi redoks berikut.
2KMnO4 + 3H2SO4 + H2C2O4 K2SO4 + 2MnSO4 + 2CO2 + 4H2O Kerumitan dalam reaksi tersebut solusinya dengan mengkaitkan pengertian redoks dengan bilangan oksidasi yang berubah. Seperti yang dipaparkan pada contoh sebelumnya, kenaikan bilangan oksidasi disebabkan oleh elektron yang lepas dan penurunan bilangan oksidasi disebabkan oleh elektron yang terserap/terjerap.
2e-
Hasil reduksi Hasil oksidasi
Oksidator Reduktor
+
Oksidator = menyerap elektron, mengalami reduksi Reduktor = melepas elektron, mengalami oksidasi
Marilah kita perhatikan kembali reaksi kalsium dengan belerang membentuk kalsium sulfide.
Ca + S Ca2+ + S2-
Dalam reaksi tersebut, oksidasi dialami oleh kalsium karena biloksnya mengalami kenaikan, sedangkan reduksi dialami oleh belerang karena biloksnya mengalami penurunan.
2. Konsep Bilangan Oksidasi a. Pengertian bilangan oksidasi
Dalam suatu senyawa terdapat atom-atom yang memiliki muatan listrik tertentu. Senyawa ion menunjukkan muatan tersebut dengan sangat jelas, contohnya NaCl atom Na+ dan Cl-. Dalam senyawa kovalen juga terdapat atom-atom yang memiliki muatan listrik parsial karena adanya polarisasi ikatan. Bilangan oksidasi merupakan besarnya muatan yang dimiliki suatu atom dalam senyawa, dan semua elektron ikat akan didistribusikan pada unsur yang lebih elektronegatif.
b. Aturan menentukan bilangan oksdasi
Penentuan bilangan oksidasi memiliki beberapa aturan dimana dalam penentuannya dipengaruhi oleh keelektronegatifan suatu unsur.
1) Unsur bebas mempunyai bilangan oksdasi = 0 Contoh : bilangan oksidasi H2, N2, Fe = 0
Reduktor Oksidator Hasil oksidasi Hasil reduksi
Oksidator = mengalami penurunan bilangan oksidasi Reduktor = mengalami kenaikan bilangan oksidasi Oksidasi adalah kenaikan bilangan oksidasi
Reduksi adalah penurunan bilangan oksidasi
2) Fluorin, unsur yang paling elektronegatif dan memerlukan tambahan 1 elektron, pada semua senyawa bilangan oksidasinya adalah -1.
3) Bilangan oksidasi unsur logam selalu bertanda positif.
Golongan IA (Li, Na, K, Rb, Cs) = +1 Golongan II A (Be, Mg, Ca, Sr, Ba) = +2
Al = +3 Fe = +2 dan +3
Zn = +2 Hg = +1 dan +2
Sn = +2 dan +4 Au = +1 dan +3
Bilangan oksidasi suatu unsur dalam suatu ion tunggal sama dengan muatannya.
Contoh : Biloks Fe dalam ion Fe3+ = +3 Biloks S dalam ion S2- = -2
4) Bilangan oksidasi H biasanya = +1, kecuali dalam senyawanya dengan logam (hidrida), bilangan oksidasi H= -1.
Contoh :
Biloks H dalam HCl, H2O, dan NH3 adalah +1 Biloks H dalam NaH dan BaH2 adalah -1 5) Bilangan oksidasi O umumnya = -2
Contoh : biloks O dalam H2O dan MgO = -2 Kecuali :
a. Dalam OF2, bilangan oksidasi O = +2
b. Dalam peroksida, seperti H2O2, bilangan oksidasi = -1 c. Dalam superoksida, sepert KO2, bilangan oksidasi = -1/2 6) Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam suatu senyawa = 0
Contoh :
Dalam H2SO4 = (2 x b.o H) + (b.o S) + (4 x b.o O) = 0 (b.o = bilangan oksidasi)
7) Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam suatu ion poliatom = muatannya.
Contoh : dalam S2O32- = (2 x b.o S) + (3 x b.o O) = -2
3. Reaksi Disproporsionasi dan Reaksi Konproporsionasi
Reaksi disproporsionasi merupakan reaksi redoks yang sebagian zatnya mengalami kenaikan bilangan oksidasi dan sebagaian lagi mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sehingga reduktor dan oksidatornya adalah zat yang sama.
Contoh :
Reaksi antara klorin dengan larutan NaOH
Cl2(g) + 2NaOH(aq) NaCl(aq) + NaClO(aq) + H2O(l)
Sebagian dari Cl2 (biloks Cl = 0) mengalami penurunan biloks (reduksi) menjadi NaCl (biloks Cl = -1) dan sebagian lagi mengalami kenaikan biloks (oksidasi) menjadi NaClO (biloks Cl = +1).
Reaksi Konproporsionasi kebalikan dari reaksi disproporsionasi dimana hasil reduksi dan oksidasinya merupakan zat yang sama.
Contoh :
Reaksi anatara hidrogen sulfide dengan belerang dioksida menghasilkan belerang dan air.
2H2S + SO2 3S + 2H2O
Pada contoh tersebut, hasil reduksi dan oksidasi merupakan zat yang sama, yaitu belerang.
Reduksi
0 -1 +1
Oksidasi
-2 +4 0
Reduksi Oksidasi
B. Kerangka Berpikir
Kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran saintifik, namun guru kimia SMA Al-Islam 1 Surakarta belum menerapkannya, dan kebanyakan model pembelajaran yang diterapkan adalah tipe konvensianal yaitu ceramah atau diskusi tanpa adanya inovasi. Sumber belajar yang digunakan merupakan buku paket dan LKS dimana tipe soal dan materi dari keduanya mirip sehingga literasi siswa terhadap kimia masih rendah.
Karakteristik siswa pada kelas yang akan dilakukan penelitian tindakan kelas yaitu, banyak yang kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran kimia, siswa dalam kelas tersebut sangat heterogen ditunjukkan dengan rata-rata nilai PAS siswa, kelas tersebut nilai rata-ratanya tinggi namun tingkat ketuntasannya rendah, banyak siswa yang kurang memahami materi yang diberikan, siswa kurang dilatih dalam menemukan pemahamannya sendiri tentang materi kimia yang diberiikan.
Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) adalah model pembelajaran yang dirancang supaya siswa mencari informasi dari berbagai literasi untuk memecahkan masalah dan akhirya akan menemukan solusi yang akan disampaikan ke teman sekelasya. Model pembelajaran ini diyakini mampu meningkatkan kemampuan literasi kimia dan prestasi belajar siswa di kelas.
Sumber belajar yang inovatif diperlukan supaya pembelaran dapat berjalan maksimal. Modul yang dilengkapi dengan kompendium ayat Al-Qur’an dipilih sebagai sumber belajar karena sesuai dengan karakteristik mayoritas siswa sekolah Islam dimana memiliki ketertarikan terhadap ilmu agama yang tinggi.
Dari uraian tersebut diduga bahwa model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) yang berbantu modul kimia dilengkapi kompendium Al-Qur’an dapat meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan literasi kimia siswa pada materi reaksi reduksi dan oksidasi. Kerangka berikir dapat dlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka hiptesis tindakan dalam penelitian ini adalah :
1. Penerapan model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dengan modul kimia dilengkapi kompendium Al-Qur’an mampu meningkatkan kemampuan literasi kimia siswa pada materi redoks.
2. Penerapan model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dengan modul kimia dilengkapi kompendium Al-Qur’an mampu meningkatkan prestasi belajar kimia siswa pada materi redoks.
PEMBELAJARAN
SUMBER BELAJAR
MODEL PEMBELAJARAN KARAKTER
PESERTA DIDIK
SSCS (MODEL PEMB. BERBASIS
MASALAH) MODUL KIMIA
DILENGKAPI
KOMPENDIUM AL-QUR’AN
PRESTASI BELAJAR KEMAMPUAN
LITERASI KIMIA